BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang statis dan overload dalam waktu yang lama dapat menyebabkan ketenganan

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya manusia harus melakukan aktivitas untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sangat pesat, bisa kita lihat di dalam perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Manusia pertama kali akan berusaha memenuhi kebutuhan (Hariandja,

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, sesama manusia maupun lingkungan, baik secara langsung

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya penggunaan komputer atau laptop di kalangan anak sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak selektif dalam menjalani kehidupan sehari-hari akan mudah. dalam beradaptasi terhadap lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. ergonomi dan psikososial yang berdampak pada kesehatan pekerja.

BAB I PENDAHULUAN. lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan komputer. Kebanyakan pengguna komputer tidak. yang berlebih pada otot-otot leher, pundak dan punggung atas.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di zaman globalisasi sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dengan menggunakan bahan malam atau lilin melalui alat yang

Blanko Kuisioner Neck Disability Index (NDI)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang satu sama lainnya saling

ABSTRAK KOMBINASI INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan. sehingga dengan demikian walaupun etiologi LBP dapat bervariasi dari yang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas fungsional sehari-hari. Dimana kesehatan merupakan suatu keadaan bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan masih menjadi topik yang menarik untuk dibahas hingga saat ini. Seringkali

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Terlebih lagi adanya perkembangan teknologi

MANFAAT LATIHAN STATIC ACTIVE STRETCHING DAN MC KENZIE LEHER PADA SINDROMA MIOFASIAL LEHER PENJAHIT

BAB I PENDAHULUAN. antar manusia dapat dilakukan dengan berbagai alat dan sarana, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. dimana dijumpai beraneka ragam jenis keluhan antara lain gangguan neuromuskular,

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental dan juga bebas dari kecacatan. Keadaan sehat bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. populasi pada usia>50 tahun dan sering terjadi pada usia didapatkan pada usia tahun. Di Amerika Serikat, kasusnyeri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VI PEMBAHASAN. memiliki rerata umur sebesar 36,65 ± 7,158 dan kelompok perlakuan

BAB I PENDAHULUAN. belikat. Keluhan yang sering ditimbulkan, antara lain: nyeri otot, pegal di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan pekerjaan, seseorang atau sekelompok pekerja

BAB I PENDAHULUAN. atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja menurut OSHA. tahun 1992, dimana sekitar 62% pekerja menderita Musculoskeletal

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sangat mempengaruhi setiap aktivitas. Menurut IASP (International

PENGARUH PEMBERIAN ISCHEMIC COMPRESSION DAN STRETCHING TERHADAP PENURUNAN NYERI SINDROMA MIOFASIAL UPPER TRAPEZIUS PADA PENJAHIT WANITA

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat di suatu

BAB I PENDAHULUAN. itu gerak dan fungsi dari sendi bahu harus dijaga kesehatannya. tersebut, salah satu diantaranya adalah frozen shoulder.

BAB I PENDAHULUAN. otot leher punggung dan pinggang akibat sindroma miofasial, osteoarthrosis,

BAB 1 PENDAHULUAN. munculnya masalah tersebut, seseorang akan mengkompensasinya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk melihat penambahan Myofascial Release

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial serta tidak hanya bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. NPB lebih kurang 15% - 20% dari populasi, yang sebagian besar merupakan NPB

BAB I PENDAHULUAN. untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai penyakit, misalnya myalgia. menjadi kaku. Sama halnya yang terjadi pada saat bekerja perlu

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang dapat mengganggu proses kerja sehingga menjadi kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan peran serta masyarakat untuk lebih aktif. Aktivitas manusia sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. nyeri tak tertahankan, mempengaruhi tangan, punggung, leher, lengan, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pada

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan fungsi yang tiada batasnya. subjek dalam populasi umum. Insiden dan prevalensi dari negara

BAB I PENDAHULUAN. otot, perubahan postur, sedemikian rupa sehingga mengakibatkan penekanan atau

BAB I PENDAHULUAN. masih mengalami pertumbuhan dan perkembangannya sehingga remaja berasal

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih efektif dan efisien. Komputer, laptop, atau handphone

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di

BAB I PENDAHULUAN. 1 UU Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja) (Kuswana,W.S, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Leher manusia adalah struktur yang kompleks dan sangat rentan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat

PENDAHULUAN. yang berkembang kian pesat sangat berpengaruh pula aktivitas yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. belum bisa dihindari secara keseluruhan. Dunia industri di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan.

SKRIPSI HUBUNGAN POSISI DUDUK DENGAN TIMBULNYA NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PENGEMUDI MOBIL

BAB I PENDAHULUAN. kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, biologis,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO

BAB I PENDAHULUAN. kesemuanya adalah merupakan satu kesatuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan

PERBANDINGAN MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE DENGAN CONTRACT RELAX STRETCHING TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA SINDROM MYOFASCIAL OTOT UPPER TRAPEZIUS

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada tubuh kita, misalnya pada saat melakukan aktivitas olahraga,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu bidang

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 270 juta kasus kecelakaan kerja pertahun di seluruh dunia (Ferusgel,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam melakukan aktivitasnya sehari hari manusia harus bergerak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional di Indonesia selama ini telah dapat

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa situasi dan kondisi pekerjaan, baik tata letak tempat kerja atau

BAB I PENDAHULUAN. Low Back Pain (LBP) merupakan salah satu masalah pada. muskuloskeletal paling umum dan saat ini menjadi masalah paling luas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. punggung bawah. Nyeri punggung bawah sering menjadi kronis, menetap atau. sehingga tidak boleh dpandang sebelah mata (Muheri, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. dengan peraturan yang terdapat di masing-masing perguruan tinggi. Di

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kronik di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. Penelitian dilakukan selama 2 minggu.

Lampiran 1 Neck Pain Disability Index Questionnaire (Pre Treatment)

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang sangat banyak. cidera atau gangguan sendi yang cukup besar. (Kuntono 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung dan tidak langsung, kesehatan masyarakat juga perlu. With Low Back Pain : A Randomized Controllled Trial Bukti juga

I. PENDAHULUAN. Keluhan low back pain (LBP) dapat terjadi pada setiap orang, dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. bidang tertentu (Wakhinuddin, 2009). Salah satunya skill dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. fungsionalnya. Kompleksnya suatu gerakan dalam aktifitas seperti. tulang-tulang yang membentuk sendi ini masing-masing tidak ada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini sangat berkembang pesat. Dimana sangat membawa dampak perubahan yang sangat besar terhadap gaya hidup manusia yang semakin menggantungkan diri terhadap kemajuan teknologi. Salah satunya adalah semakin menjamurnya penggunaan komputer, laptop, internet diberbagai kalangan usia, anak sekolah, pekerja, ataupun profesi yang setiap harinya menggunakan komputer. Kebanyakan pengguna komputer tidak memperhatikan ergonomi yang baik saat penggunaan komputer, oleh karena itu jika berlangsung lama dan terus menerus akan menyebabkan ketegangan otot-otot sekitar leher dan pundak. Berdasarkan survei di Amerika, diperoleh fakta bahwa rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau 69% dari total jam kerja (Wasito, 2005). Penelitian World Health Organization (WHO) pada pekerja tentang penyakit akibat kerja di lima benua tahun 1999, memperlihatkan bahwa penyakit gangguan otot rangka berada pada urutan pertama yaitu sebanyak 48%, setelah itu gangguan jiwa sebanyak 10-30%, penyakit paru obstruktif kronis II, dermatosis kerja 10%, gangguan pendengaran 9%, keracunan pestisida 3%, cedera dan lain-lain (Depkes RI, 2008). Menurut Rahardjo (2009), keluhan atau gangguan otot rangka atau musculosceletal disorders (MSDs) merupakan fenomena yang umum dialami oleh pekerja yang melakukan pekerjaan secara manual. Salah satu jenis dari musculosceletal disorder adalah nyeri leher atau neck pain. Selama satu tahun, prevalensi nyeri muskuloskeletal di daerah leher pada pekerja besarnya berkisar antara 60-76% dan wanita ternyata juga lebih tinggi dibandingkan pria (Ariens, 2001). Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot secara statis pun 1

2 (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang. (Nurmianto, 2003). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Skootsky dan Lofriman (2006), menyatakan bahwa sindroma miofasial pada bagian atas tubuh lebih sering dibandingkan dengan area tubuh lainnya. Intensitas tertinggi terjadi pada otot upper trapezius sebesar 77,3 % dan 68,99% terjadi pada otot serratus anterior dari 137 orang yang diuji (Rogers, 2012). Menurut hasil penelitian, myofascial pain syndrome sering terjadi pada masyarakat umum dengan angka kejadian dapat mencapai 54% pada wanita dan 45% pada pria. Myofascial pain syndrome biasanya ditemukan pada pekerja kantoran, musisi, dokter gigi, dan jenis profesi lainnya yang aktifitas pekerjaannya banyak menggunakan low level muscle (Delgado, et al., 2009). Myofascial pain syndrome tidak hanya terjadi pada orang usia tua saja, namun bisa terjadi pada usia muda. Menurut Delgado, et al. (2009), presentasi usia yang paling sering ditemukan kasus myofascial pain syndrome adalah usia 27-50 tahun. Berdasarkan data tersebut, maka disimpulkan bahwa usia produktif adalah usia yang rentan mengalami kasus myofascial pain syndrome. Di Indonesia sendiri hasil penelitian yang khusus tentang nyeri sindroma miofasial belum selengkap seperti yang dijelaskan diatas. Hal ini juga yang mendasari penulis untuk meneliti lebih lanjut tentang nyeri sindroma miofasial khususnya daerah leher dengan spesifikasi otot upper trapezius. Otot upper trapezius berfungsi untuk melakukan gerakan elevasi dan depresi. Seringkali otot ini mengalami tightness dan stiffness karena fungsinya sebagai stabilisator. Gerakan seseorang yang seringkali kurang memperhatikan posisi tubuh, misalnya saat seorang bekerja di depan komputer dalam waktu yang cukup lama. Kontraksi otot terus menerus (static) karena posisi tubuh yang tidak ergonomis dalam waktu yang lama dapat memicu cidera pada otot terutama otot upper trapezius dan dapat menyebabkan rasa tidak nyaman seperti pegal dan punggung terasa kaku. Kondisi seperti ini jika tidak dilakukan penanganan secara dini akan menyebabkan terjadinya nyeri disepanjang leher

3 dan punggung serta keterbatasan gerak. Pada kondisi ini disebut sindroma miofasial. Sindroma miofasial adalah suatu kondisi yang bercirikan adanya area yang hipersensitif, disebabkan oleh serabut otot yang tegang sehingga mengalami pemendekan dan perlengketan dari pembungkus otot (fasia) dengan kelainan yang ditandai adanya nyeri dan kekakuan pada jaringan fasia dan serabut otot. (Lofriman, 2008). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan disabilitas otot upper trapezius adalah kerja otot yang terlalu berlebih (over used) dan penggunaannya yang tidak ergonomis, adanya injury baik makro/mikro yang dapat dikarenakan aktifitas sehari-hari yang sering menggunakan kerja otot upper trapezius sehingga otot menjadi tightness, faktor forward head position dimana posisi kepala dan leher yang lebih maju ke depan sehingga kerja otot upper trapezius lebih berat. Selain itu terdapat deformitas misalnya scoliosis dimana tinggi pundak kanan dan kiri ketinggiannya berbeda dan ini menyebabkan gangguan fungsi pada otot upper trapezius. Saat kita duduk, posisi dari punggung bawah berpengaruh kuat terhadap postur leher. Duduk rileks di kursi dengan punggung bawah membungkuk (rounded back) perlahan-lahan akan terjadi protrusi, karena otot penyanggga lelah. Saat otot lelah, maka otot menjadi rileks dan merubah postur menjadi buruk sehingga menyebabkan forward head position. Dalam waktu yang cukup lama hal ini akan menyebabkan distorsi diskus intervertebralis. Pada gerakan dan posisi inilah akan memprovokasi nyeri. (Mc.Kenzie, 2000) Dalam kasus Sindroma Miofasial Upper trapezius dapat diberikan dengan modalitas fisioterapi, seperti Microwave Diathermy (MWD), Myofascial Realese, Ischemic Compression, Transverse friction, Contract Relax Stretching (CRS) dan Ultrasound (US). US merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang menggunakan gelombang suara dengan frekuensi sangat tinggi yaitu 0,75Mhz-3Mhz (Tim Watson, 2012). US dapat menghasilkan efek termal yang akan menghasilkan peningkatan temperatur dalam otot yang berdampak pada peningkatan sirkulasi dan metabolisme di dalam otot, kemudian mengangkut sisa metabolisme ke dalam sirkulasi darah

4 sehingga dapat menurunkan rasa nyeri dan ketegangan otot. Disamping itu akan terjadi peningkatan elastisitas dan eksensibilitas serabut otot sehingga dengan mudah tercapai rileksasi otot. Meningkatnya elastisitas jaringan otot dapat berefek pada fasia otot dan miofibril sehingga juga berpengaruh pada peregangan dan pelepasan perlengketan yang terjadi pada otot. Dalam mengatasi masalah sindroma miofasial juga bisa menggunakan cara transverse friction yang berpengaruh pada pelepasan perlengketan (to break adhesion) dan dapat meningkatkan sirkulasi dikarenakan adanya efek vasodilatasi dan mempunyai efek untuk menurunkan nyeri. Selain itu dengan transverse friction dapat melepaskan abnormal cross links akibat jaringan fibrous pada miofasial. Oleh karena terlepasnya jaringan fibrous tersebut, serabut kolagen yang dalam keadaan tidak beraturan akan kembali ke arah longitudinal, sehingga akan menyebabkan jaringan miofasial menjadi elastis kembali dan spasme berkurang dan nyeri berkurang. Teknik lain yang dapat digunakan adalah CRS yang merupakan suatu teknik yang menggabungkan kontraksi otot isometrik dengan peregangan pasif. Kontraksi isometrik membantu mengurangi nyeri melalui mekanisme pumping action sehingga sisa-sisa metabolisme dapat berkurang. Saat otot diregangkan dengan teknik CRS akan mempengaruhi sarkomer yang merupakan unit kontraksi dasar pada otot. Pemberian intervensi CRS pada kasus miofasial akan dapat membantu otot dalam meluruskan kembali beberapa serabut atau cross link karena ketegangan otot akibat dari myofascial pain syndrome. Jika intervensi Transverse friction dan CRS dikombinasikan dengan modalitas US maka akan memberikan efek yang lebih baik terhadap disabilitas leher yang diakibatkan oleh nyeri pada kondisi sindroma miofasial otot upper trapezius. Meskipun demikian efek dari kombinasi ketiga intervensi ini belum diketahui secara pasti, maka dalam penelitian ini penulis ingin membuktikan efektifitas dari US terhadap nyeri dan disabilitas leher akibat sindroma miofasial pada otot upper trapezius. Oleh sebab itu, penulis akan memaparkan melalui penulisan skripsi yang bejudul Efektifitas Ultrasound terhadap Nyeri dan Disabilitas Leher pada

5 Kondisi Sindroma Miofasial Otot Upper trapezius. B. Identifikasi Masalah Sindroma nyeri miofasial otot upper trapezius merupakan suatu gangguan lokal pada otot upper trapezius dimana didapatkan adanya trigger point yang timbul dari taut band yang membentuk seperti jalinan tali dan lunak ketika disentuh atau dipalpasi. Hal ini akan menimbulkan reflek ketegangan pada otot tersebut dan dirasakan nyeri yang menjalar (referred pain) dengan pola spesifik. Nyeri miofasial otot upper trapezius menjalar sepanjang punggung atas dari leher, dibelakang telinga dan pelipis. Faktor-faktor yang menyebabkan nyeri pada Sindroma Miofasial diantaranya adalah over used, trauma, degenerasi pada otot, postur yang buruk, inflamasi, ergonomi, forward head position maupun kombinasi dari semuanya itu yang akan menghasilkan muscle tightness dan kontraksi abnormal dari otot skeletal, dimana kondisi-kondisi tersebut akan menyebabkan spasme lokal pada ekstrafusal otot. Akibatnya akan timbul beberapa keluhan seperti nyeri sebagai gejala utama yang dirasakan pada Sindroma Miofasial. Pada kasus Sindroma Miofasial otot Upper trapezius yang sering terjadi adalah nyeri berulang, hal tersebut dikarenakan postur yang kurang baik. Untuk menegakkan diagnosa pada Sindroma Miofasial otot Upper trapezius sebagai fisioterapi dalam aplikasi ke pasien harus sesuai dengan asuhan fisioterapi dan standar operasional. Dalam menangani pasien fisioterapi sebaiknya dianalisa dengan benar dan melakukan pemeriksaan yang lengkap. Sehingga akan diketahui jaringan spesifik yang bermasalah dan bagaimana patologinya bisa terjadi maka dapat diperoleh penanganan yang tepat. Kemudian fisioterapis harus melalui prosedur standar operasional berupa proses fisioterapi yang diawali dengan assesment (anamnesa, pemeriksaan umum, pemeriksaan fungsi gerak dasar, dan tes-tes khusus) dan temuannya. Memastikan bahwa seorang pasien mengalami kondisi sindroma miofasial otot upper trapezius yang didapat melalui assesmen yaitu, pasien biasanya mengeluhkan adanya kekakuan dan nyeri pegal pada leher sampai pundak, nyeri meningkat ketika otot meregang, nyeri meningkat ketika otot

6 berkontraksi. Setelah melakukan assessment fisioterapis dapat melakukan tes khusus yaitu palpasi pada otot upper trapezius dengan posisi kepala rileks kemudian palpasi ke area trigger point, taut band dan muscle twisting. Tes dikatakan positif jika pasien merasakan nyeri menyebar pada area yang dipalpasi tersebut. Setelah dipastikan bahwa kondisi tersebut sindroma miofasial otot upper trapezius, maka fisioterapis harus merencanakan intervensi terapi yang akan dilakukan. Adapun modalitas yang digunakan peneliti untuk sindroma miofasial adalah dengan US dan menggunakan intervensi transverse friction serta Contract Relax Stretch. Sebenarnya modalitas yang dimiliki fisioterapi beragam untuk mengatasi kondisi sindrom miofasial, tetapi penulis memilih modalitas US untuk penelitian sindrom miofasial. US yang digunakan dengan frekuensi 1 MHz dan gel sebagai media penghantar gelombang. Kemudian transduser US digerakkan secara longitudinal. Untuk longitudinal US aplikasi digerakkan diatas otot upper trapezius dan bergerak mengikuti pola serabut otot dengan intensitas 1,5 w/cm2 dengan durasi 10 menit. Menurut Prentice (2005) penggunaan modalitas US dapat mengurangi disabilitas leher pada kondisi sindrom miofasial. US berfungsi memperbaiki sirkulasi darah sehingga memperlancar aliran darah pada otot yang tegang menjadi rileks, lalu dengan reaksi tersebut dapat meningkatkan kelenturan jaringan otot sehingga berpengaruh pada peregangan dan pelepasan adhession pada otot khususnya pada jaringan fasia. Hasilnya disabilitas leher akan mengalami penurunan. Sedangkan menurut Boyling dan Palastanga dalam Doley 2013 transverse friction diaplikasikan langsung pada jaringan miofasial untuk melepaskan perlengketan jaringan otot dan fasia, meningkatkan sirkulasi pada jaringan yang iskemik sehingga nyeri dapat menurun. Tranverse Friction diberi penekanan sesuai dengan toleransi pasien, yang diaplikasikan tegak lurus dengan serat otot untuk memisahkan masing-masing serat, analgesia, dan pengurangan jaringan parut terhadap ligamen, tendon dan struktur otot. Penerapan friction dilakukan dengan arah melintang serabut otot upper

7 trapezius dengan dosis frekuensi tiga kali seminggu, intensitas enam kali, dengan waktu lima menit, tipe transversal (menyilang serabut otot) dan dilakukan tiga kali pengulangan (tiga sesi). CRS merupakan suatu teknik yang menggabungkan kontraksi otot isometrik dengan waktu 6 detik dan stretching pasif dengan waktu 8 detik. Kontraksi isometrik dilakukan pada otot yang mengalami pemendekan dan dilanjutkan dengan penguluran yang dilakukan secara pasif pada otot tersebut. Teknik ini bermanfaat untuk memanjangkan atau mengulur jaringan lunak seperti otot, fascia, tendon dan ligament yang mengalami pemendekan secara patologis akibat dari adanya spasme pada otot atau pun akibat dari pemendekan otot. Saat otot di regangkan maka perlengketan fascia dan ikatan cross link tadi akan dibebaskan sehingga jaringan kolagen dan fascia menjadi elastis. Adanya elastisitas jaringan otot akan mempermudah mekanisme pumping action pembuluh darah sehingga proses metabolisme dan mikro sirkulasi menjadi lancar. Setelah dilakukan tes dan beberapa intervensi, selanjutnya dilakukan evaluasi untuk mengetahui hasil intervensi apakah ada pengurangan nyeri. Dalam penelitian ini digunakan Visual Analogue Scale (VAS) untuk mengukur skala nyerinya. Penulis menggunakan pengukuran VAS dikarenakan memiliki validitas tinggi dan mudah untuk digunakan berdasarkan subjektifitas pasien (Hawker, 2011). Disabilitas fungsi leher yang berbeda antara penderita sindroma miofasial yang satu dengan yang lainnya, mengharuskan penulis memilih tehnik pengukuran yang memiliki validitas dan releabilitas yang lebih baik untuk kasus ini, sehingga penulis memilih untuk menggunakan metode pengukuran gangguan fungsional menggunakan Neck Disability Index (NDI) sebagai indikator untuk melihat disabilitas yang dirasakan oleh pasien. Menurut Vernon H dan Mior S (1991), NDI adalah alat ukur yang dirancang untuk mengukur disabilitas leher berupa kuisioner. Kuesioner memiliki 10 item tentang rasa sakit dan aktivitas hidup sehari-hari termasuk perawatan pribadi, mengangkat, membaca, sakit kepala, konsentrasi, status pekerjaan, mengemudi, tidur dan rekreasi. Pengukuran ini diberikan kepada pasien untuk

8 menyelesaikan dan dapat memberikan informasi yang berguna untuk manajemen dan prognosis dari mereka yang memiliki nyeri pada leher. Setelah dipastikan penderita tersebut menderita sindroma miofasial, maka seorang fisioterapis dapat menentukan perencanaan intervensi terapinya. Maka pada kasus ini, fisioterapis tertarik memilih menggunakan penambahan modalitas US pada intervensi manual terapi dengan menggunakan tehnik Tranverse Friction dan CRS. C. Rumusan Masalah 1. Apakah ada efek kombinasi Transverse friction dan CRS terhadap nyeri leher pada kondisi sindroma miofasial otot upper trapezius? 2. Apakah ada efek kombinasi US, Transverse friction dan CRS terhadap nyeri leher pada kondisi sindroma miofasial otot upper trapezius? 3. Apakah ada perbedaan efek penambahan intervensi US pada kombinasi Transverse friction dan CRS terhadap nyeri leher pada kondisi sindroma miofasial otot upper trapezius? 4. Apakah ada efek kombinasi Transverse friction dan CRS terhadap disabilitas leher pada kondisi sindroma miofasial otot upper trapezius? 5. Apakah ada efek kombinasi US, Transverse friction dan CRS terhadap disabilitas leher pada kondisi sindroma miofasial otot upper trapezius? 6. Apakah ada perbedaan efek penambahan US pada kombinasi Transverse friction dan CRS terhadap disabilitas leher pada kondisi sindroma miofasial otot upper trapezius? D. Tujuan Penelitian 1. Untuk membuktikan efek kombinasi Transverse friction dan CRS terhadap nyeri leher pada kondisi sindroma miofasial otot upper trapezius. 2. Untuk membuktikan efek kombinasi US, Transverse friction dan CRS terhadap nyeri leher pada sindroma miofasial otot upper trapezius. 3. Untuk membuktikan perbedaan efek penambahan US pada kombinasi Transverse friction dan CRS terhadap nyeri leher pada kondisi sindroma miofasial otot upper trapezius.

9 4. Untuk membuktikan efek kombinasi Transverse friction dan CRS terhadap disabilitas leher pada kondisi sindroma miofasial otot upper trapezius. 5. Untuk membuktikan efek kombinasi US, Transverse friction dan CRS terhadap disabilitas leher pada sindroma miofasial otot upper trapezius. 6. Untuk membuktikan perbedaan efek penambahan US pada kombinasi Transverse friction dan CRS terhadap disabilitas leher pada kondisi sindroma miofasial otot upper trapezius. E. Manfaat Penelitian 1. Teoritis a. Memberikan tambahan ilmu dalam memilih intervensi yang tepat pada penurunan disabilitas leher akibat sindroma miofasial otot upper trapezius. b. Diharapkan mahasiswa dan mahasiswi calon fisioterapis dapat mengambil manfaat untuk dijadikan dasar penelitian yang lebih mendalam di masa yang akan datang serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang disabilitas leher akibat sindroma miofasial otot upper trapezius. 2. Praktis a. Penelitian ini dapat mendasari penggunaan US pada intervensi transverse friction dan CRS sebagai intervensi alternatif untuk kasus sindroma miofasial dalam penurunan disabilitas leher. b. Penelitian ini dapat menjadi rujukan untuk peneliti lain dalam melakukan sebuah penelitian yang relevan.