BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

dokumen-dokumen yang mirip
Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

BAB II. Landasan Teori. keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

2.1. Sinusitis Maksilaris Odontogen

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tulang kepala yang terbentuk dari hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala. 7 Sinus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Author : Edi Susanto, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. 0 Files of DrsMed FK UNRI (

BAB I PENDAHULUAN. organisme berbahaya dan bahan-bahan berbahaya lainnya yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

12/3/2010. Nasal asessory sinuses Rongga dalam tulang kepala berisi udara. Sinus maksila Sinus frontal Sinus etmoid Sinus sfenoid

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari

RINOSINUSITIS KRONIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidung luar dan hidung dalam. Struktur hidung luar ada 3 bagian yang dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur

Hubungan gejala dan tanda rinosinusitis kronik dengan gambaran CT scan berdasarkan skor Lund-Mackay

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIS. PEMERIKSAAN HIDUNG Dan PEMASANGAN TAMPON BLOK 2.6 GANGUAN RESPIRASI

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K)

LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen

Validasi Foto Polos Sinus Paranasal 3 Posisi untuk Diagnosis Rinosinusitis Kronik

BAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih

REFERAT SINUSITIS. Oleh : KELOMPOK VI. Eka Evia R.A Mustika Anggane Putri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

REFERAT DEVIASI SEPTUM NASI

I.2. Rumusan Masalah I.3. Tujuan Penelitian I.3.1 Tujuan umum I.3.2 Tujuan khusus

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Rhinosinusitis. Bey Putra Binekas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I. Lukluk Purbaningrum FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM

BAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan kepada masyarakat saja akan tetapi dapat juga merugikan

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar klasifikasi Le Fort secara sistematis

BAB II KONSEP DASAR. Sinusitis adalah peradangan pada sinus paranasal (Smeltzer, 2001). Sedangkan

BAB 2 SINDROMA WAJAH ADENOID. Sindroma wajah adenoid pertama kali diperkenalkan oleh Wilhelm Meyer (1868) di

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

INTERVENSI ULTRA SOUND THERAPY LEBIH BAIK DARIPADA MICRO WAVE DIATHERMY TERHADAP PENGURANGAN NYERI PADA KASUS SINUSITIS FRONTALIS BAGI AWAK KABIN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior). 1

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung, perlu diingat kembali

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

Gambaran Rinosinusitis Kronis Di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun The Picture Of Chronic Rhinosinusitis in RSUP Haji Adam Malik in Year 2011.

BAB I PENDAHULUAN. pada organ dan fungsi pernafasan, salah satunya hidung. Dimana hidung

DIAGNOSIS CEPAT (RAPID DIAGNOSIS) DENGAN MENGGUNAKAN TES SEDERHANA DARI SEKRET HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7

KORELASI VARIASI ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS BERDASARKAN GAMBARAN CT SCAN TERHADAP KEJADIAN RINOSINUSITIS KRONIK

BENDA ASING HIDUNG. Ramlan Sitompul DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

Diagnosis Dan Penatalaksanaan Rinosinusitis Dengan Polip Nasi

LAPORAN PENDAHULUAN SINUSITIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Rinosinusitis kronis disertai dengan polip hidung adalah suatu penyakit

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kronik di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. Penelitian dilakukan selama 2 minggu.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita

BAB I PENDAHULUAN. paranasaldengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah

PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

Transkripsi:

8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sinusitis Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada membran mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme drainase normal. 9,15 Secara tradisional terbagi dalam akut (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai 3 bulan), dan kronik. 15 Sinus paranasal adalah rongga di dalam tulang kepala yang terletak disekitar hidung dan mempunyai hubungan dengan rongga hidung melalui ostiumnya. 9 Ada 4 pasang sinus yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontalis dan sfenoid kanan dan kiri dan beberapa sel-sel kecil yang merupakan sinus etmoid anterior dan posterior. 1,9 Sinusitis dapat berkembang dari demam yang lebih dari seminggu, tetapi tidak semua orang dengan demam berkembang menjadi sinusitis. 12 Prinsip utama dalam menangani infeksi sinus adalah menyadari bahwa hidung dan sinus paranasalis hanyalah sebagian dari sistem pernafasan. Penyakit yang menyerang bronkus dan paru-paru juga dapat menyerang hidung dan sinus paranasalis. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan proses infeksi, seluruh saluran nafas dengan perluasan-perluasan anatomik harus dianggap sebagai satu kesatuan. 16

9 Diperkirakan kasus sinusitis di Amerika lebih dari 37 juta orang setiap tahun. Dilaporkan ke Centers for Disease Control and Prevention sebanyak 32 juta kasus sinusitis kronik setiap tahunnya 11 2.2. Anatomi Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang paling sulit didiskripsikan oleh karena bentuknya yang sangat bervariasi pada setiap individu, ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maxilla, sinus etmoid, sinus frontal dan sinus sfenoid 1. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi dan menghasilkan mukus dan silia, sekret disalurkan kedalam rongga hidung melalui ostium masing-masing sinus 9. Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok anterior yang terdiri sinus frontalis, sinus maksila dan sinus etmoid anterior, muara sinus kelompok ini bermuara di meatus media, dekat infundibulum, sedangkan kelompok posterior terdiri dari sinus etmoid posterior dan sphenoid, ostiumnya terletak di meatus superior. 16,17 Sinus maksila atau antrum Highmore adalah suatu rongga pneumatic berbentuk piramid yang tak teratur dengan dasarnya menghadap ke fosanasalis dan puncaknya ke arah apeks prosesus zigomatikus os maksila. Sinus ini merupakan sinus yang terbesar diantara sinus paranasal. Pengukuran volume sinus maksila dapat di lakukan dengan dua cara, yaitu rontgenologik dan manometrik. Pada saat lahir volume sinus maksila dan sekitarnya berukuran 6 8 ml dan penuh dengan cairan, sedangkan volume sinus maksila orang dewasa

10 kira -kira 15 ml. Tidak ada perbedaan kapasitas antara laki-laki dan perempuan. Ukuran kedua sinus maksila kanan dan kiri tidak selalu sama, tetapi diantara sinus paranasal yang lain, sinus maksila yang paling simetris antara kanan dan kiri serta paling sedikit mengalami variasi dalam perkembangan. Besar kecilnya rongga sinus maksila terutama tergantung pada tebal tipisnya dinding sinus. 35,36,37 Ukuran rata-rata pada bayi baru lahir 7-8 x 4 6 mm dan untuk 15 tahun 31 32 x 18 20 x 19 20 mm serta pada orang dewasa diperoleh ukuran sumbu anteroposteror 34 mm, tinggi 33 mm dan lebar 23 mm. 34,36,38 Sinus mempunyai beberapa dinding, anterior dibentuk oleh permukaan maksila os maksila, yang disebut fosa kanina. Dinding posterior dibentuk oleh permukaan infratemporal maksila. Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral rongga hidung. Dinding superior dibentuk oleh dasar orbita dan dinding inferior oleh prosesus alveolaris dan palatum.

11 Kompleks Osteomeatal (KOM) Kompleks osteomeatal (KOM) daerah yang rumit dan sempit pada sepertiga tengah dinding lateral hidung, yaitu di meatus media, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus etmoid anterior. Kompleks osteomeatal (KOM) merupakan serambi muka bagi sinus maksila dan frontal memegang peranan penting dalam terjadinya sinusitis. Pada potongan koronal sinus paranasal terlihat gambaran suatu rongga antara konka media dan lamina papirasea. Isi dari KOM terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat dibelakang prosesus unsinatus, sel agger nasi, resesus frontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid anterior dengan astiumnya dan ostium sinus maksila 2.3. Patofisiologi Sinus paranasal adalah bagian dari traktus respiratorius yang berhubungan langsung dengan nasofaring. Sinus secara normal steril. 40,41

12 Dengan adanya obstruksi, flora normal nasofaringeal dapat dapat menyebabkan infeksi. Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendirnya berhadapan akan saling bertemu, dan lender tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lender, sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. 1,9,16 2.4. Faktor Predisposisi Obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, hipertrofi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung merupakan factor predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu rinitis kronis serta rinitis alergi juga menyebabkan obtruksi ostium sinus serta menghasilkan lendir yang banyak, yang merupakan media untuk tumbuhnya bakteri. 9,18 Sebagai factor predisposisi lain ialah lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering, yang dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa serta kerusakan silia.

13 2.5. Klasifikasi. Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut bila gejala berlangsung 4 sampai 8 minggu sedangkan kronis berlangsung lebih dari 2 bulan. Tetapi apabila dilihat dari gejala, maka sinusitis dianggap sebagai sinusitis akut bila terdapat tanda-tanda radang akut. Dikatakan sinusitis subakut bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversible, misalnya sudah berubah menjadi jaringan granulasi atau polipoid. Sebenarnya klasifikasi yang tepat ialah berdasarkan pemeriksaan histopatologik, akan tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan. Sinusitis kronis adalah suatu inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor. 2.6 Epidemologi Angka kejadian sinusitis sulit diperkirakan secara tepat karena tidak ada batasan yang jelas mengenai sinusitis. Dewasa lebih sering terserang sinusitis dibandingkan anak. Hal ini karena sering terjadinya infeksi saluran nafas atas pada dewasa yang berhubungan dengan terjadinya sinusitis. 25 4,9 4,9 32

14 2.7. Sinusitis Maksila Sinus maksila disebut juga antrum High-more merupakan sinus paranasal yang terbesar. 1,9 Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa dan merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh karena 9 : 1. Merupakan sinus paranasal yang terbesar. 2. Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia. 3. Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila. 4. Ostium sinus maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat. Sinusitis maksilaris akut biasanya menyusul suatu infeksi saluran nafas atas yang ringan. Alergi hidung kronik, benda asing, dan deviasi septum nasi merupakan factor-faktor predisposisi lokal yang paling sering ditemukan. Deformitas rahang wajah, terutama palatoskisis, dapat menimbulkan masalah pada anak. Anak-anak ini cenderung menderita infeksi nasofaring atau sinus kronik dengan angka insidens yang lebih tinggi. Sedangkan ganguan geligi bertanggung jawab atas sekitar 10 persen infeksi sinus maksilaris akut 9,16.

15 Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga 11,15,16. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada. Selama berlangsungnya sinusitis maksilaris akut, pemeriksaan fisik akan mengungkapkan adanya pus dalam hidung, biasanya dari meatus media, pus atau sekret mukopurulen dalam dalam nasofaring. Signs dan symptoms sinusitis maksilaris kronis kongesti hidung, sakit tenggorokan (dari postnasal), pada sekitar mata pipi atau dahi sakit lunak dan bengkak, sakit kepala, demam, penciuman berkurang, batuk, sakit gigi, susah bernafas, mudah lelah. Hal ini di keluhkan lebih dari 1 minggu. 11,12,15,18,19 11,18 2.8. Faktor Resiko Kondisi lain yang menyebabkan berkembangnya obstruksi sinus dan rentan menjadi sinusitis adalah :

16 - Alergi. Inflamasi yang terjadi bersama alergi mungkin memblok sinus. - Deviasi septum nasi. Hal ini akan membatasi atau memblok aliran sinus, menciptakan lingkungan untuk infeksi. - Polip nasal. Pertumbuhan jaringan lunak ini mungkin membatasi aliran nasal, memperlambat drainase dan memudahkan infeksi berkembang. - Kondisi sakit yang lain. Penderita cystic fibrosis atau HIV dan penyakit defisiensi imun. 2.9. Penyebab Infeksi virus, bakteri atau jamur dari traktus respiratori atas lokasi lintasan udara pada hidung, faring, sinus-sinus dan tenggorokan terbasuk infeksi virus yang menyebabkan common cold, dapat berperan penting menjadi sinusitis. Jika infeksi seperti cold inflames dan membrane mukosa hidung bengkak,pembengkakan membrane dapat menyebabkan obtruksi sinus sehingga cairan mukosa tidak dapat keluar. Karena saluran pembuang tertutup, sehingga tercipta lingkungan yang mana bakteri dan virus terperangkap pada sinus dan berkembang biak. 11,12,18

17 2.10. Pemeriksaan Diagnostik Sinusitis Maksilaris Kronik 2.10.1. Pemeriksaan a. Anamnese. Pemeriksaan pada anamnese didapati keluhan pasien Kongesti hidung/sumbatan hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah, ganguan penghidu, sedangkan untuk anak: batuk dan iritabilitas. Kriteria minor antara lain : demam dan halitosis 2,31 b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan rinoskopi anterior dan rinoskopi posterior serta palpasi turut membantu menemukan nyeri tekan pada daerah sinus yang terkena. 1,30 c. Pemeriksaan radiologi Foto rontgen sinus paranasal Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain: 1. Waters 2. PA 3. Lateral. Pembengkakan permukaan mukosa yang berbatas tegas pada resesus alveolaris antrum maksila biasanya terjadi akibat infeksi yang berasal dari gigi atau daerah periodontal. 1 29,30

18 Jika cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu dapat dilihat adanya batas cairan (air fluid level) pada foto dengan posisi tegak. 29,30 CT-Scan (Computer Tomography) sinus paranasal Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada penampang CT-Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-Scan adalah cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah. CT-Scan koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan visualisasi yang baik tentang anatomi rongga hidung, komplek osteomeatal, rongga-rongga sinus dan struktur-struktur yang mengelilinginya seperti orbita, lamina kribiformis, dan kanalis optikus. Obstruksi anatomi pada komplek osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi akan terlihat jelas. 30 c. Nasoendoskopi Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor lokal penyebab sinusitis. 9,30 Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan septum nasi, meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya polip atau tumor. 30 9,30

19 2.10.2. Diagnosis Diagnosis rinosinusitis kronis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor dari kumpulan gejala dan tanda menurut International Consensus on Sinus Disease, 1993 dan 2004. Kriteria mayor antara lain : Kongesti hidung/sumbatan hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah, ganguan penghidu, sedangkan untuk anak: batuk dan iritabilitas. Kriteria minor antara lain : demam dan halitosis 2,31 31,32