BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting bagi perkembangan dan perwujudan diri individu serta secara lebih luas bagi pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga merupakan aktivitas individu yang berlangsung sepanjang hayat. Menurut UU No.20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif untuk mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan oleh diri sendiri, masyarakat bangsa dan negara. Dengan demikian, pendidikan harus mampu memberikan peningkatan mutu dalam menghadapi tantangan hidup yang lebih maju menuju globalisasi. Kualitas pendidikan berkaitan erat dengan Sumber Daya Manusia (SDM) di indonesia demi tercapainya cita-cita suatu bangsa. Oleh karena itu, untuk dapat mewujudkan pendidikan yang bermutu tinggi tentunya diperlukan adanya pembenahan aspek dari kehidupan Sumber Daya Manusia (SDM) itu sendiri yang berkesinambungan. Pembenahan Sumber Daya Manusia (SDM) dapat dilakukan dengan melalui proses pembelajaran yang salah satunya adalah pembelajaran matematika (Nicky, 2012: 1). Menurut National Council of Teacher Mathematics (NCTM) (dalam Situmorang, 2010: 2), tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematika (mathematical communication), penalaran matematika (mathematical reasoning), pemecahan masalah matematika (mathematical problem solving), koneksi matematika (mathematical conections), dan pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward mathematics). Collins, dkk (dalam Asikin, 2002) mengatakan bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika yang ingin dicapai adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para siswa untuk mengembangkan keterampilan 1
berkomunikasi melalui modeling, speaking, writing, talking and drawing serta mempresentasikan apa yang dipelajari. Sehingga untuk mensuport pembelajaran agar efektif, guru harus membangun komunitas kelas yang kondusif sehingga para siswa bebas untuk mengekspresikan pemikirannya seperti mengungkapkan ide, menciptakan model serta mengatur dan menggabungkan pemikiran matematika mereka lewat komunikasi. Menurut Syaban (dalam Wahyudin, 2008) bahwa tujuan umum pendidikan matematika adalah menekankan pada siswa untuk memiliki kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi. Komunikasi merupakan cara berbagi ide dan memperjelas pemahaman. Melalui komunikasi, ide dapat dicerminkan, diperbaiki, didiskusikan dan dikembangkan. Proses komunikasi juga membantu membangun makna dari sebuah ide. Matematika merupakan ilmu yang bernilai sebagai alat komunikasi yang tangguh. Komunikasi adalah bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Proses komunikasi juga membantu membangun makna dan kelangengan untuk gagasan-gagasan serta menjadikan gagasan itu diketahui publik. Saat siswa ditantang untuk berpikir dan bernalar tentang metamatika, serta untuk mengkomunikasikan hasil-hasil pemikiran mereka itu pada orang lain secara lisan atau tertulis, mereka belajar untuk menjadi jelas dan meyakinkan. Para siswa mendapatkan pengertian kedalam pemikiran mereka saat menghadirkan metode-metode mereka untuk memecahkan masalah, saat menjustifikasi penalaran mereka pada teman sekalas, guru, atau saat mereka merumuskan pertanyaan tentang sesuatu yang membingungkan. (Wahyudin, 2008). Munurut Silver, Kilpatrick, dan Schlesinger, komunikasi matematika bisa mendukung belajar siswa atas konsep-konsep matematis yang baru saat mereka berperan dalam suatu situasi, mengambil, menggunakan obyek-obyek, memberikan laporan dan penjelasan-penjelasan lisan, menggunakan diagram, menulis, serta mengunakan simbol-simbol matematis. Satu keuntungan sampingannya yaitu komunikasi mengingatkan para siswa bahwa mereka berbagi 2
tanggung jawab dengan guru untuk belajar yang berlangsung selama pelajaran dikelas (Situmorang, 2010). Ada alasan penting mengapa pelajaran matematika terfokus pada pengkomunikasian, yaitu matematika pada dasarnya adalah suatu bahasa. Bahasa disajikan sebagai suatu makna representasi dan makna komunikasi. Matematika juga merupakan alat yang tak terhingga adanya untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, cermat dan tepat (Wahyudin, 2008). Komunikasi dalam matematika terdiri dari kemampuan komunikasi tertulis dan lisan. Komunikasi tertulis diartikan kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan dunia nyata dengan menggunakan kosakata yang dituangkan dalam gambar, grafik maupun simbol-simbol matematika. Sedangkan komunikasi matematika lisan dapat diartikan sebagai interaksi yang terjadi di dalam lingkungan kelas dan sedang terjadi pengalihan pesan yang berisi tentang materi pelajaran antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa (Istiqomah, 2007). Hasil penelitian Newman dan Bolidin (dalam Situmorang, 2010: 3) menunjukan bahwa siswa khususnya yang berkemampuan rendah enggan untuk meminta bantuan bila mereka mengalami kesulitan belajar matematika. Keengganan tersebut disebabkan karena mereka malu atau takut diejek. Jika mereka meminta bantuan maka permintaan bantuan tersebut ditujukan kepada guru, sehingga guru dalam pembelajaran matematika cenderung lebih aktif sebagai pemberi pengetahuan kepada siswa secara relatif yang dilakukan dengan ceramah. Saragih (2007) berpendapat bahwa guru dapat mempercepat peningkatan komunikasi matematika siswa dengan cara memberikan tugas matematika dalam berbagai variasi. Komunikasi matematika akan berperan efektif manakala guru mengkondisikan siswa agar mendengarkan secara aktif (listen actively) sebaik mereka mempercakapannya (Situmorang, 2010: 1). Implementasi teori Vygotsky dalam pembelajaran matematika adalah pembelajaran dengan setting kelas secara kooperatif. Pembelajaran matematika 3
secara kooperatif membuat siswa secara aktif bekerja sama saling membantu memecahkan suatu masalah yang dihadapi (Situmorang, 2010: 5). Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan suatu pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatankegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, diantaranya yaitu mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah. (Muslimin, 2010). Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen (dalam Aqib, 2013: 18) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Number Head Together (NHT) merupakan suatu pendekatan untuk melibatkan banyak siswa dalam memperoleh materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran (dalam Ibrahim at all. 2000: 28) struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa belajar saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif dari pada penghargaan individual. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) adalah suatu model pembelajaran berkelompok yang setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab atas tugas kelompoknya, sehingga tidak ada pemisahan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain dalam satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dengan yang lainnya. (Muslimin, 2000). 4
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana aktivitas guru dan siswa pada saat pembelajaran kooperatif model number head together? 2. Bagaimana kemampuan komunikasi matematika siswa pada saat pembelajaran kooperatif model number head together? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang diharapkan dalam mengadakan penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan aktivitas guru dan siswa pada saat pembelajaran kooperatif model Number Head Together. 2. Untuk mendeskripsikan kemampuan komunikasi matematika siswa pada saat pembelajaran kooperatif model Number Head Together. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh setelah penelitian ini dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Bagi siswa Agar siswa mampu berpikir dan menalar tentang matematika, serta untuk mengkomunikasikan hasil hasil dari pemikirannya baik secara lisan maupun secara tertulis. 2. Bagi guru Agar guru lebih mudah dalam menyampaikan materi dengan model pembelajaran yang efektif guna untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu komunikasi matematika. Dan Sebagai pembelajaran kooperatif model Number Head Together. 5
3. Bagi sekolah Sebagai masukan dan informasi baru dibidang pendidikan yang berkenaan dengan pembelajaran kooperatif model Number Head Together untuk mencapai tujuan suatu pembelajaran. 4. Bagi peneliti Untuk menambah wawasan dan sarana untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan. Dan Sebagai pengalaman dan sarana agar lebih profesional dalam menganalisa kemampuan komunikasi matematika siswa pada pembelajaran kooperatif model Number Head Together 1.5 Pembatasan Masalah Berdasarkan permasalahan yang diangkat, maka penelitian ini hanya membatasi pada: 1. Materi pelajaran dibatasi pada mata pelajaran Matematika dengan materi Sistem Persamaan dan Pertidaksamaan Linear. dan pembelajaran dilaksanakan dengan pembelajaran kooperatif model Number Head Together. 2. Siswa dikatakan telah memiliki kemampuan komunikasi matematika bilamana siswa telah menguasai indikator paradigma yang direkomendasikan oleh NCTM (Situmorang, 2010), yaitu: a. dapat menyatakan ide matematika dengan lisan ataupun tulisan, mendemonstrasikan dan menggambarkan dalam bentuk visual, b. dapat memahami, menginterpretasikan dan menilai ide matematik yang disajikan dalam bentuk tulisan ataupun visual, c. dapat menggunakan bahasa, notasi dan struktur matematik untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan pembuatan model. 1.6 Definisi Operasional Definisi operasional bertujuan untuk memberikan batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini pada rumusan masalah diatas tentang kemampuan 6
komunikasi matematika dengan model pembelajaran Number Head Together. adalah sebagai berikut: a) Penerapan Suatu metode atau sistem untuk mempermudah pemahaman dalam mempraktekkan suatu teori untuk mencapai tujuan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya. b) Pembelajaran Suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. c) Model Pembelajaran Merupakan cara / teknik penyajian yang digunakan guru dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran. d) Pembelajaran Number Head Together Suatu pembelajaran secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran. e) Kemampuan Sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang. f) Komunikasi Suatu proses bilamana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. g) Kemampuan Komunikasi Siswa mampu berkomunikasi bilamana siswa dapat menjelaskan suatu persoalan secara tertulis dalam bentuk gambar / dalam bentuk model matematika (ekspresi matematika). h) Aktivitas Guru Kegiatan yang dilakukan guru selama proses belajar mengajar, guru memberikan pengetahuan (Cognitive), sikap dan nilai (Effective), dan keterampilan (Psycomotor) kepada peserta didik, sehingga dalam proses belajar mengajar terjadi interaksi antara guru dan siswa. 7
i) Aktivitas Siswa Segala tingkah laku siswa baik fisik maupun mental yang saling berkaitan satu sama lain selama kegiatan belajar berlangsungu untuk menerima materi dari guru. 8