BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah

BAB I PENDAHULUAN. dianggap penting. Melalui pendidikan, individu dapat belajar. pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan. Kartu kredit diberikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dari golongan ekonomi kelas atas saja, tapi juga sudah masuk kedalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang-

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat modern yang sangat kompleks dan heterogen,

BAB I PENDAHULUAN. heran bila kesadaran masyarakat awam tentang pentingnya pendidikan berangsurangsur

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. perampokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak

BAB I PENDAHULUAN diprediksikan mencapai jiwa atau 11,34%. Pada tahun terjadi peningkatan mencapai kurang lebih 19 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkompetensi dalam berbagai bidang, salah satu indikator kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan tugas pemerintah untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tahap perkembangan tersebut, manusia mengalami perubahan fisik dan

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

Kriminalitas Sebagai Masalah Sosial

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

juga kelebihan yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. Memiliki anak merupakan hal yang diharapkan oleh orang tua, terlebih

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Bab I Pendahuluan. Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, dan keterampilan. Hal ini akan membuat siswa mampu memilih,

2016 POLA ADAPTASI MANTAN NARAPIDANA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pada umumnya dalam menyokong pembangunan suatu negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Penyesuaian..., Nice Fajriani, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif semakin sering terdengar dan dialami oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa era globalisasi ini, kesadaran masyarakat akan pentingnya

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dijalaninya. Dalam memenuhi kodratnya untuk menikah, manusia

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Tingkat krminalitas di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pidana penjara termasuk salah satu jenis pidana yang kurang disukai, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

Institute for Criminal Justice Reform

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB III PIDANA BERSYARAT

Angket Optimisme. Bayangkan anda mengalami situasi yang tergambar dalam setiap. persoalan, walaupun untuk beberapa situasi mungkin anda belum pernah

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

menempati posisi paling tinggi dalam kehidupan seorang narapidana (Tanti, 2007). Lapas lebih dikenal sebagai penjara. Istilah tersebut sudah sangat

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

BAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan. Ini berarti, bahwa pembinaan dan bimbingan yang. diberikan mencakup bidang mental dan keterampilan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance)

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah penyakit peradangan hati yang merusak sel-sel hati (liver)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Perubahan sistem pembinaan narapidana menjadi sistem pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. Kusta atau Leprae merupakan salah satu penyakit tertua di dunia. Catatancatatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BENTUK-BENTUK DISTORSI KOGNITIF NARAPIDANA WANITA YANG MENGALAMI DEPRESI DI LAPAS SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syofiyatul Lusiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini isu mengenai peredaran dan penyalahgunaan narkoba

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia terdapat beberapa jenjang pendidikan, mulai dari Play Group

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

I. PENDAHULUAN. kriminalitas nya tidak hanya dilakukan orang dewasa namun anak-anak pun saat

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan tersebut terjadi dikarenakan berbagai macam faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang

BAB I PENDAHULUAN. pengangguran di Indonesia. Badan Pusat Statistik menyebutkan, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan ibadah sangat diperlukan untuk setiap individu-individu setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Memiliki kondisi fisik yang cacat bukanlah hal yang diinginkan oleh setiap

GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kalangan pakar pakar ilmu pengetahuan, ilmu hukum, dan juga ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai anggota masyarakat, individu harus mematuhi norma-norma yang berlaku, agar tercapai keseimbangan antara kebutuhan pribadi dan kepentingan orang lain. Apabila kesemua itu dapat diseimbangkan maka akan tercipta suasana tertib, damai, dan aman yang merupakan jaminan kelangsungan kehidupan manusia. Meskipun kenyataannya tidak demikian, karena pelanggaran sering terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat, berupa tindak kejahatan dari yang bersifat ringan hingga berat yang secara umum termasuk dalam kategori tingkah laku kriminal. Menurut James C. Coleman (dalam Mardariyanti,1997 : 22) tingkah laku kriminal dibagi menjadi dua macam yaitu felonies dan misdemeanors. Felonies merujuk kepada tindak kriminal yang serius seperti pembunuhan, perampokan, perkosaan, pemalsuan, penipuan, para pelakunya dapat memperoleh hukuman yang berat dan bahkan hukuman mati. Sedangkan misdemeanors merupakan tindak kriminal berupa penyerangan yang bersifat ringan dan tidak direncanakan. Para pelakunya hanya dikenai denda atau ditahan beberapa hari di tahanan lokal. Tingkah laku kriminal merupakan tindak kejahatan yang dapat membawa orang masuk ke Lembaga Pemasyaratan. 1

2 Lembaga Pemasyarakatan X ada di kota Bandung, menampung warga binaan wanita dan pria. Sebagian besar terkait kasus narkoba (80%) sedangkan kasus penipuan, pembunuhan, pemalsuan, penganiayaan, penggelapan uang (20%). Menurut data pada bulan februari 2007 tercatat jumlah keseluruhan warga binaan adalah 905 orang, 172 orang wanita dan 733 orang pria, baik Warga Negara Indonesia ataupun Warga Negara Asing. Di dalam Lembaga Pemasyarakatan tersebut, terjadi peningkatan jumlah warga binaan yang cukup pesat, yaitu sekitar 37 % per bulan-nya. Sehingga menyebabkan padatnya Lembaga Pemasyarakatan. Melalui pola pembinaan warga binaan, Departemen Kehakiman RI, 1990 (Mardariyanti, 1997 : 19) mendefinisikan Lembaga Pemasyarakatan sebagai unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang menampung, merawat, dan membina warga binaan. Azas yang dianut sistem pemasyarakatan adalah menempatkan tahanan, warga binaan, anak negara, dan klien pemasyarakatan sebagai subyek dan dipandang sebagai pribadi dan warga negara biasa serta dihadapi bukan dengan latar belakang pembalasan tetapi dengan pembinaan. Sistem pembinaan warga binaan yang dikenal dengan nama pemasyarakatan mulai diperkenalkan tahun 1964, dalam konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembang tanggal 27 April 1964. Sahardjo (Harsono, 1995 : 1) mengemukakan gagasan perubahan tujuan pembinaan warga binaan dari sistem kepenjaraan ke sistem pemasyarakatan. Di dalam sistem kepenjaraan, tujuan pemidanaan adalah penjeraan.

3 Jadi penjara adalah tempat menampung para pelaku tindak pidana yang dimaksudkan untuk membuatnya jera dan tidak lagi melakukan tindak pidana, sehingga peraturanperaturan pun dibuat keras bahkan sering tidak manusiawi. Orientasi di atas berbeda dengan sistem pemasyarakatan, yaitu sistem pemidanaan bertujuan melakukan proses pembinaan dan bimbingan. Selama menjalani hukuman sesuai putusan pengadilan, warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan akan menerima pembinaan meliputi pembinaan fisik dan mental. Pembinaan secara fisik mencakup belajar berbagai keterampilan seperti membuat kerajinan tangan berupa keset, menjahit, memasak. Sedangkan pembinaan secara mental berbentuk mendatangkan tokoh-tokoh agama seperti ustadz, kyai, pastur, pendeta untuk memberikan wejangan-wejangan spiritual dan siraman rohani. Pada dasarnya, proses pembinaan bertujuan untuk memberikan bekal-bekal positif kepada para warga binaan bagi kepentingannya setelah selesai menjalani masa hukuman. Artinya, ketika mereka terjun kembali ke masyarakat maka telah memiliki bekal keterampilan selain juga kekuatan mental agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Setiap warga binaan akan menjalani vonis yang bervariasi, tergantung dari berat ringannya tindak kejahatan yang telah dilakukan. Semakin lama vonis yang dijatuhkan hakim, maka akan semakin lama proses pembinaan yang harus dijalani warga binaan yang bersangkutan, berarti juga secara psikologis semakin lama pula dirinya terpisah dari lingkungannya. Melewati masa-masa hukuman dari Lembaga

4 Pemasyarakatan bukanlah proses yang mudah untuk dijalani. Perasaan terasing, tersisihkan, kesepian, kehilangan kebebasan, malu, sedih, depresi dan dampak psikologis lainnya tidak secara otomatis terhapuskan melainkan memerlukan kekuatan psikologis untuk mengatasinya. Vonis yang diputus oleh hakim, menjadi titik awal terpidana hidup terpisah dari keluarga dan teman dekatnya dan memasuki lingkungan baru yang menuntutnya melakukan penyesuaian diri. Hari-hari yang harus dihabiskan di Lembaga Pemasyarakatan bukanlah sesuatu yang mudah dilalui, apalagi bila masa hukumannya >10 tahun, menurut Prof. Dr Barda Nawawi Arief, S.H. (2002) hukuman >10 tahun tergolong berat. Untuk itu perlu ditumbuhkan sikap optimistis sebagai bagian dari kepribadian terpidana. Optimisme adalah sikap dalam menghadapi situasi, yang baik maupun situasi buruk (Seligman, 1990). Situasi baik yang ada di Lembaga Pemasyarakatan seperti berhasil dalam suatu kegiatan misalnya menjadi petugas taman, penjaga koperasi, memperoleh remisi, sedangkan situasi buruk seperti divonis hukuman > 10 tahun, tidak berhasil dalam suatu kegiatan, tidak memperoleh remisi, tidak dikunjungi saudara. D adalah salah seorang warga binaan yang divonis hukuman 11 tahun. Dia hanya bisa ke luar dari sel selama lima jam dalam sehari. Menurut dirinya, waktu lima jam itu sangat berharga. Dirinya boleh ke luar dari sel pada waktu senam pagi, mengambil air, bimbingan dari yayasan. Masalah makanan yang tidak enak ditambah memikirkan masa tahanan yang harus dijalani, membuat dirinya merasa bosan, jenuh

5 tinggal di Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan A adalah warga binaan yang divonis hukuman 14 tahun. Menurut dirinya masa depan sudah tidak ada, karena keluarganya tidak pernah membesuk sama sekali selama dirinya di lembaga pemasyarakatan. (Kompas, 26 November 2004). Sedangkan B melarikan diri dari Lembaga Pemasyarakatan karena tidak tahan menjalani hukuman 12,5 tahun.(www.metrotvnews.com). Berdasarkan hasil wawancara terhadap 25 orang warga binaan yang divonis hukuman > 10 tahun, terdapat 68% yang menunjukkan perilaku mematuhi peraturan kepenjaraan, menghormati pembina Lembaga Pemasyarakatan, mengikuti kegiatankegiatan yang diadakan pihak Lembaga Pemasyarakatan, mengisi waktu di Lembaga Pemasyarakatan dengan mengajar, memasak, mengurus rumah ibadah, berolah raga. Warga binaan yang optimistis menyatakan bahwa ketika mengalami situasi buruk, misalnya tidak memperoleh remisi, dimarahi petugas lapas karena suatu kesalahan dan mengalami perselisihan dengan teman, mereka menganggap situasi buruk tersebut tidak akan terjadi selamanya, hanya terjadi pada bidang tersebut saja dan bukan disebabkan oleh dirinya. Sebaliknya ketika mengalami situasi baik, misalnya memperoleh remisi, mendapatkan pujian dari petugas lapas dan memiliki temanteman yang baik, mereka menyatakan situasi baik tersebut akan terjadi selamanya, akan terjadi juga pada bidang kehidupan yang lain dan disebabkan terutama oleh dirinya.

6 Sebaliknya, 32% warga binaan yang menunjukkan perilaku cenderung melanggar peraturan yang ada, melamun, menangis, malas mengikuti kegiatan yang diadakan pihak Lembaga Pemasyarakatan, merasa bosan dan jenuh tinggal di Lembaga Pemasyarakatan. Warga binaan yang pesimitis menyatakan bahwa ketika mengalami situasi buruk, mereka menganggap situasi buruk tersebut akan selalu terjadi pada dirinya, terjadi pada semua bidang kehidupannya dan disebabkan oleh dirinya. Ketika mengalami situasi baik warga binaan menyatakan keberhasilan tersebut hanya sementara, akan terjadi pada bidang tersebut saja dan bukan disebabkan oleh dirinya. Berdasarkan uraian di atas, peneliti menemukan berbagai beragam derajat optimisme pada warga binaan yang divonis hukuman > 10 tahun. Terdapat 17 orang yang optimistis dan 8 orang yang pesimistis. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian survei mengenai derajat optimisme pada warga binaan yang divonis hukuman > 10 tahun di Lembaga Pemasyarakatan X di kota Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Bagaimana derajat optimisme pada warga binaan yang divonis hukuman > 10 tahun di Lembaga Pemasyarakatan X Bandung?

7 1.3 Maksud dan tujuan penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang derajat optimisme pada warga binaan yang divonis hukuman > 10 tahun di Lembaga Pemasyarakatan X Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data yang lebih rinci dan spesifik mengenai derajat optimisme warga binaan yang divonis hukuman > 10 tahun di Lembaga Pemasyarakatan X Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis 1. Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi bagi psikologi sosial dan menambah wawasan yang berguna untuk penelitian lainnya mengenai warga binaan. 2. Untuk menambah kaya wawasan teoritik mengenai optimisme.

8 1.4.2 Kegunaan praktis : 1. Memberi informasi kepada keluarga warga binaan agar dapat mengetahui tentang optimisme warga binaan yang divonis hukuman > 10 tahun. 2. Memberi informasi kepada Pembina Lembaga Pemasyarakatan yang terlibat dalam penanganan masalah warga binaan tentang optimisme warga binaan yang divonis hukuman > 10 tahun. 1.5 Kerangka Pemikiran Warga binaan adalah seorang individu yang dipidana atau dikenakan hukuman kriminal (Muladi & Nawawi, Barda.1984). Mereka adalah warga binaan lembaga pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan merupakan tempat bagi penghuninya untuk belajar hidup bermasyarakat. Saat seseorang menjadi warga binaan dan tinggal di dalam lembaga pemasyarakatan, mereka hidup terpisah dari keluarga dan teman dekatnya, memasuki lingkungan baru yang menuntutnya melakukan penyesuaian diri. Hari-hari yang harus dihabiskan di lembaga pemasyarakatan bukanlah sesuatu yang mudah dilalui, apalagi bila masa hukumannya tergolong berat yaitu > 10 tahun. (Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, S.H. 2002) Untuk itu perlu ditumbuhkan sikap optimistis sebagai bagian dari kepribadian terpidana.

9 Menurut Seligman (1990), optimisme adalah sikap dalam menghadapi situasi, yang baik maupun situasi buruk. Individu yang optimistis memiliki ciri melihat suatu keadaan yang buruk sebagai situasi sementara, memandang bahwa bukan dirinya yang mengakibatkan semua keburukan tersebut, dan berusaha mencari jalan ke luar untuk memecahkan masalahnya. Setiap individu mempunyai kebiasaan (habit) dalam berpikir tentang penyebab dari suatu keadaan. Kebiasaan ini menurut Seligman (1990) adalah Explanatory style yang sekaligus merupakan dasar dari optimisme. Explanatory style memiliki tiga dimensi utama yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization. (1) Permanence adalah bagaimana seseorang memandang kelangsungan dari peristiwa yang terjadi sebagai suatu peristiwa yang bersifat menetap atau yang bersifat sementara saja. Individu yang optimistis akan berpikir bahwa keadaan yang baik akan menetap dan keadaan yang buruk hanya sementara saja. Sedangkan individu yang pesimistis akan berpikir bahwa keadaan yang baik dialaminya bersifat sementara dan keadaan yang buruk akan menetap. (2) pervasiveness adalah bagaimana seseorang memandang ruang lingkup dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya sebagai sesuatu yang menyeluruh (universal) atau khusus (spesifik). Individu yang optimistis berpikir bahwa keadaan yang baik terjadi pada semua yang dilakukannya dan keadaan yang buruk hanya terjadi pada situasi tertentu saja. Sedangkan individu yang pesimistis berpikir bahwa keadaan yang baik hanya terjadi pada suatu situasi tertentu saja dan keadaan yang buruk terjadi pada semua situasi yang terjadi di dalam hidupnya.

10 (3) personalization adalah berbicara mengenai bagaimana seseorang memandang pihak yang menjadi penyebab peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya, yaitu dirinya sendiri (internal) atau dari luar dirinya (eksternal). Individu yang optimistis berpikir bahwa penyebab dari keadaan yang baik adalah dirinya sendiri dan penyebab dari keadaan yang buruk adalah lingkungan di luar dirinya. Sedangkan individu yang pesimistis berpikir bahwa penyebab dari keadaan yang baik adalah lingkungan di luar dirinya dan penyebab dari keadaan yang buruk adalah dirinya sendiri. Tiga dimensi utama permanence, pervasiveness, dan personalization, menentukan apakah warga binaan memiliki sikap optimistis atau pesimistis. Warga binaan yang memiliki sikap optimistis berpikir bahwa keadaan yang baik akan menetap, terjadi pada semua yang dilakukannya, dan berpikir bahwa penyebab dari keadaan yang baik adalah dirinya sendiri, sehingga warga binaan tersebut memandang suatu situasi sebagai tantangan. Sedangkan dalam situasi yang buruk warga binaan optimistis berpikir bahwa situasi yang saat ini sedang dijalani hanya sementara, terjadi pada situasi tertentu dan penyebab dari keadaan yang buruk adalah lingkungan di luar dirinya, sehingga warga binaan akan membentuk pola pikir Saya hanya sementara di dalam sel lapas, saya merasa kehilangan kebebasan hanya di dalam sel lapas dan saya berada di sel lapas karena situasi yang tidak menguntungkan.

11 Sebaliknya bagi warga binaan yang memiliki sikap pesimistis menganggap situasi yang baik bersifat sementara saja, terjadi pada situasi tertentu dan berpikir bahwa penyebab dari keadaan yang baik adalah di luar dirinya, sehingga warga binaan tersebut memandang suatu situasi sebagai ancaman. Sedangkan dalam situasi yang buruk warga binaan pesimistis berpikir bahwa situasi tersebut akan menetap, terjadi pada semua situasi yang terjadi di dalam hidupnya dan penyebab dari keadaan yang buruk adalah dirinya sendiri, sehingga warga binaan berpikir Saya selamanya di dalam sel lapas, dimanapun saya berada saya merasa kehilangan kebebasan dan saya berada di sel lapas karena perbuatan saya. Sikap optimistis dan pesimistis didasari oleh explanatory style, yang diperoleh sejak masih kanak-kanak dan teruji melalui situasi baik atau buruk yang dialaminya sekarang. Pertama kali seorang anak akan mempelajari optimisme dari orang tuanya, khususnya ibu yang mengasuhnya. Anak akan belajar ketika ibunya berbicara, menjawab pertanyaan dari anaknya. Seorang anak akan mendengarkan dengan teliti apa yang dikatakan ibunya, dan karena perkataan ibunya didengar anak setiap hari dan berulang-ulang, akan mempengaruhi Explanatory Style anak. Seperti misalnya anak yang sering melihat dan mendengarkan perkataan atau penjelasan ibunya yang optimistis ketika ibu mengalami peristiwa yang baik maupun buruk, atau ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan, maka anak akan belajar untuk bersikap optimistis. Demikian juga sebaliknya jika anak sering mendengar jawaban yang pesimistis dari ibunya, maka lama kelamaan anak akan belajar bersikap pesimistis

12 juga. Dalam cara yang seperti itu, warga binaan mengembangkan sikap optimistis atau pesimistis di masa kanak-kanaknya. Demikian juga dengan kritik dan komentar yang diberikan oleh orang dewasa ketika anak mengalami kegagalan. Anak akan mendengarkan dengan teliti isi dan bentuk dari kritikan dan komentar, serta akan memperhatikan bagaimana cara orang dewasa mengatakan kritikan tersebut. Hal itu juga akan mempengaruhi Explanatory style anak. Misalnya setiap kali si anak mengalami kegagalan orang dewasa yang ada di sekitarnya selalu memberikan kritik atau komentar negatif dan membuat si anak merasa semakin terpuruk dengan apa yang dialaminya, maka dalam diri si anak akan berkembang sikap pesimistis. Sedangkan bila anak yang mengalami kegagalan diberi kritik atau komentar yang membangun oleh orang dewasa di sekitarnya, maka lama kelamaan dalam diri si anak akan muncul sikap optimistis saat harus menghadapi masalah. Sementara kenyataan bahwa ketika masih kecil anak pernah mengalami kehilangan dan trauma, juga merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi pembentukan Explanatory style anak. Misalnya ketika anak mengalami suatu kejadian yang menyakitkan dan mengakibatkan ia harus mengalami kehilangan sesuatu yang sangat berharga bagi dirinya, dapat memunculkan sikap yang optimistis berupa usaha untuk memperoleh yang lebih baik atau sebaliknya cenderung bersikap pesimistis dengan menyalahkan dirinya dan merasa tidak memiliki semangat hidup lagi.

13 Faktor-faktor yang mendasari : 1. Explanatory style ibu 2. Kritik orang dewasa : orang tua dan guru 3. Masa krisis anak-anak Warga binaan yang divonis hukuman > 10 tahun Optimisme warga binaan yang divonis hukuman > 10 tahun Optimistis Pesimistis Dimensi optimisme : 1. Permanence 2. Pervasiveness 3. Personalization Skema 1.1 Kerangka Pikir

14 I.6 Asumsi 1. Warga binaan yang divonis hukuman > 10 tahun, perlu mengembangkan sikap optimistis dalam menjalani hukumannya. 2. Warga binaan yang divonis hukuman >10 tahun, memiliki derajat optimistis yang berbeda-beda. 3. Warga binaan yang optimistis akan berpikir bahwa keadaan yang baik akan menetap, terjadi pada semua yang dilakukannya, dan berpikir bahwa penyebab dari keadaan yang baik adalah dirinya sendiri, sedangkan dalam situasi yang buruk warga binaan berpikir bahwa situasi yang saat ini sedang dijalani hanya sementara, terjadi pada situasi tertentu dan penyebab dari keadaan yang buruk adalah lingkungan di luar dirinya. 4. Warga binaan yang pesimistis akan berpikir situasi yang baik bersifat sementara saja, terjadi pada situasi tertentu dan berpikir bahwa penyebab dari keadaan yang baik adalah di luar dirinya, sedangkan dalam situasi yang buruk warga binaan berpikir bahwa situasi tersebut akan menetap, terjadi pada semua situasi yang terjadi di dalam hidupnya dan penyebab dari keadaan yang buruk adalah dirinya sendiri.

15