V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi. 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan

dokumen-dokumen yang mirip
DAMPAK KONVERSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI PADI DI KABUPATEN MAGELANG (Studi Kasus di Kecamatan Mertoyudan)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi. yaitu konversi lahan sawah dan luas panen.

A. Latar Belakang. ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VII ANALISIS PENDAPATAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting dari keseluruhan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktifitasnya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi tanah merupakan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan karena padi merupakan tanaman sereal yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia (Ganesha Enterpreneur Club, Pola Tanam Padi Sri, Produktifitas

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

I. PENDAHULUAN. yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim. Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008)

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

DAMPAK KONVERSI LAHAN SAWAH TERHADAP PRODUKSI PADI DI KABUPATEN BANTUL. Naskah Publikasi

Arahan Pengendalian Konversi Lahan Pertanian ke Non-Pertanian di Kabupaten Gresik

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

BAB IV GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Karakter Demografi Petani Kedelai. mencakup jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan.

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994).

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VII KARAKTERISTIK INTERNAL, KARAKTERISTIK EKSTERNAL, DAN KARAKTERSTIK INOVASI PRIMA TANI

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat kebutuhan konsumsi kedelai yang mencapai lebih dari 2,24 juta

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

I. PENDAHULUAN. pangan pokok saja, tetapi telah berkembang menjadi berbagai jenis bahan makanan

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

BAB 1 PENDAHULUAN. pokok sebagian besar penduduk di Indonesia. karbohidrat lainnya, antara lain: (1) memiliki sifat produktivitas tinggi, (2) dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai penopang pembangunan. Sektor pertanian meliputi subsektor

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan Perkembangan luas lahan sawah dan produksi padi mengalami penurunan yang disebabkan konversi lahan sawah yang marak terjadi. Berikut merupakan tabel perkembangan laju konversi lahan di Kecamatan Mertoyudan. Tabel 5. Perkembangan Laju Konversi Kecamatan Mertoyudan Luas Laju Konversi Tahun Luas Panen Sawah (hektar) Sawah (hektar/tahun) Produksi Padi (ton) Produktivitas (ton/hektar) 2011 2.706 1.887 3 16.610* 4,401 2012 3.100 1.875 12 21.543* 5,745 2013 3.367 1.865 10 20.490* 5,449 2014 3.115 1.862 3 18.939* 5,086 Sumber: Kecamatan Mertoyudan, 2016 Ket : * (Dua Kali Panen Dalam Setahun) Luas lahan sawah yang terkonversi pada tahun 2011 seluas 3 hektar, pada tahun 2012 mengalami peningkatan konversi lahan seluas 12 hektar, pada tahun 2013 lahan sawah yang terkonversi seluas 10 hektar dan pada tahun 2014 konversi lahan sawah menurun menjadi 3 hektar. Konversi lahan sawah tertinggi di Kecamatan Mertoyudan yaitu terjadi pada tahun 2012. Produksi padi pada tahun 2011 adalah produksi yang terendah. Pada tahun 2012 sampai tahun 2014 produksi padi mengalami peningkatan dibandingkan pada 29

Produksi Padi (Ton) 30 tahun 2011, dengan rata-rata produksi padi di Kecamatan Mertoyudan sekitar 5 ton/ hektar dua kali panen dalam satu tahun.. Hubungan antara variabel konversi lahan sawah dengan produksi padi dapat dilihat pada Gambar 4. 25000 20000 15000 10000 y = 408.92x + 16.533 R² = 0.8011 5000 0 0 5 10 15 Laju Konversi Sawah (Hektar) Gambar 4. Hubungan antara laju konversi lahan sawah dengan produksi padi. Gambar 4 menunjukkan bahwa laju konversi lahan setiap tahunnya mengalami peningkatan, kecuali pada tahun terakhir mengalami penurunan. Begitu juga dengan produksi padi juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Gambar diatas menunjukkan peningkatan nilai koefisien korelasi R= 0,895 hal ini menunjukkan bahwa hubungan konversi lahan dan produksi padi dikategorikan kuat. Nilai koefisien determinasinya R 2 = 0,8011 hal ini menunjukkan bahwa konversi lahan sawah dipengaruhi sebesar 80,11%, terhadap kenaikan produksi padi, sedangkan 19,89% dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu faktor luas tanam padi yang kecil dan jumlah penduduk yang

31 bertambah. Nilai statistik menunjukkan bahwa nilai Signifikan sebesar 0,105 hal ini menunjukkan bahwa konversi lahan sawah tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi padi. Hal ini dimungkinkan karena intensitas tanam padi yang dilakukan oleh petani sebanyak tiga kali dalam satu tahun. Pola tanam yang dilakukan oleh petani yang sebagian besar yakni padi, padi dan padi dengan musim tanam pertama pada musim penghujan periode bulan Oktober Februari. Musim tanam ke dua periode Maret Juni dan periode tanam ke tiga bulan Juli September, hal ini akan mendukung dalam meningkatkan produksi padi yang meningkat di Kecamatan Mertoyudan. Penggunaan pupuk yang berimbang oleh petani juga berperan dalam meningkatkan produksi padi. Persamaan yang berada pada garis linier Y = 408.92x + 16.533, nilai koefisien b = 408.92 (positif) maka model regresi bernilai positif atau searah, artinya jika variabel laju konversi lahan (X) tinggi maka nilai variabel produksi padi (Y) juga semakin tinggi. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa luas tanam padi di Kecamatan Mertoyudan tergolong sedang, sekitar 45% petani membudidayakan padi pada luasan <500m 2 dan 41.6% petani membudidayakan padi pada luasan >500m 2 (Lampiran 3). Berkurangnya luas tanam di Kecamatan Mertoyudan dikarenakan kecamatan ini merupakan daerah peralihan karena lokasinya berbatasan langsung dengan daerah kota dan daerah desa. Selain itu Kecamatan Mertoyudan sevagian wilayahnya telah berkembang menjadi daerah perkotaan terutama di daerah pinggiran

32 yang berbatasan langsung dengan daerah Kota Magelang dan sebagian lahan pertanian berubah menjadi non pertanian. Produksi padi di Kecamatan Mertoyudan tidak dipengaruhi oleh laju konversi lahan. Hal ini disebabkan produksi padi sawah secara makro dalam satu tahun berkaitan dengan intensitas penanaman padi. Jika luas lahan sawah yang lebih dari sekali ditanami padi dalam setahun, maka panen dan hasil produksi akan meningkat. Begitu sebaliknya, jika luas lahan sawah yang ditanami padi satu kali dalam satu tahun, maka luas panen dan produksi akan menurun. 1. Luas Tanam Kecamatan Mertoyudan Dari hasil penelitian diketahui bahwa perkembangan luas tanam dan produksi padi di Kecamatan Mertoyudan meningkat, seiring dengan tinginya luas tanam. Berikut merupakan tabel perkembangan luas tanam di Kecamatan Mertoyudan. Tabel 6. Perkembangan Luas Tanam Kecamatan Mertoyudan Tahun Luas Tanam (Hektar) Produksi Padi (Ton) Hasil Padi (Ton/Hektar) 2011 3.063 16.610* 2,711 2012 3.100 21.543* 3,474 2013 3.132 20.490* 3,271 2014 3.096 18.939* 3,058 Sumber : Kecamatan Mertoyudan 2016 Ket :** (dua kali panen dalam setahun)

Produksi Padi 33 Luas tanam di Kecamatan Mertoyudan pada tahun 2011 sekitar 3.063 hektar dan mengalami peningkatan pada tahun selanjutnya yaitu 2012 menjadi 3.100 hektar. Pada tahun 2013 mengalami peningkatan kembali sekitar 32 hektar, namun pada 2014 mengalami penurunan luas tanam seluas 36 hektar. Hubungan antara variabel luas tanam dengan produksi padi dapat dilihat apada Gambar 5. 25000 20000 15000 10000 5000 y = 58.572x - 16.2045 R² = 0.5948 0 3040 3060 3080 3100 3120 3140 Luas Tanam (Hektar) Gambar 5. Hubungan antara luas tanam dengan produksi padi Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai koefisien R = 0,771 hal ini menunjukkan bahwa hubungan luas tanam dan produksi padi dikategorikan kuat. Nilai koefisien determinasinya R 2 = 0,5948 hal ini menunjukkan bahwa luas tanam mempengaruhi produksi padi sebesar 59,48%, sedangkan 40,2% dipengaruhi oleh faktor lain seperti penggunaan pupuk dan cara bercocok tanam yang dilakukan oleh petani. Pemupukan yang baik dan tepat dapat memperbaiki kesuburan tanah. Waktu tanam dan jarak tanam yang sesuai juga akan memepengaruhi produksi padi. Uji statistik menunjukkan bahwa

34 nilai Signifikan yaitu sebesar 0,229 sehingga dapat disimpulkan bahwa luas tanam tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi padi. Persamaan yang berada pada garis linier Y = 58,572x 162.045, nilai koefisien b= 58,572 (positif) maka model regresi bernilai positif atau searah, artinya jika variabel luas tanam (X) semakin tinggi maka nilai variabel produksi padi (Y) juga semakin tinggi. 2. Luas Panen Kecamatan Mertoyudan Dari hasil penelitian diketahui bahwa perkembangan luas panen dan produksi padi di Kecamatan Mertoyudan meningkat, seiring dengan tingginya luas panen. Perkembangan luas panen di Kecamatan Mertoyudan disajikan dalam tabel berikut: Tabel 7. Perkembangan luas panen Kecamatan Mertoyudan Tahun Luas Panen (Hektar) Produksi Padi (Ton) Hasil Padi (Ton/Hektar) 2011 2.706 16.610* 3,069 2012 3.513 21.543* 3,066 2013 3.367 20.490* 3,042 2014 3.115 18.939* 3,040 Sumber : Kecamatan Mertoyudan 2016 Ket :* (dua kali panen dalam setahun) Luas panen di Kecamatan Mertoyudan pada tahun 2011 sekitar 2.706 hektar dan mengalami peningkatan pada tahun 2012 menjadi 3.513 hektar dengan jumlah peningkatan seluas 807 hektar. Pada tahun 2013 mengalami

Produksi Padi (Ton) 35 penurunan sekitar 146 hektar menjadi 3.367 hektar dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2014 seluas 252 hektar menjadi 3.115 hektar. Hubungan antara variabel luas panen dengan produksi padi dapat dilihat pada Gambar 6. 25000 20000 15000 10000 y = 6.0581x + 159.45 R² = 0.9981 5000 0 2500 2700 2900 3100 3300 3500 3700 Luas Panen (Hektar) Gambar 6. Hubungan antara luas panen dengan produksi padi Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai koefisien R = 0,999 hal ini menunjukkan bahwa hubungan luas panen dikategorikan kuat. Nilai koefisien determinasi R 2 = 0,998 hal ini menunjukkan bahwa luas panen mempengaruhi produksi padi sebesar 99,8%, sedangkan 0,02% dipengaruhi faktor lain. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu penggunaan benih dan pupuk. Menggunakan benih atau bibit yang bagus memiliki potensi produksi yang tinggi. Memperhatikan kesesuaian benih yang cocok dengan ketinggian lahan iklim. Benih yang bagus biasanya dicirikan dengan viabilitas yang tinggi dan cenderung seragam saat tumbuh. Petani di Kecamatan Mertoyudan menggunakan varietas padi seperti IR 64, Situ

36 bagendit dan Ciherang. Penggunaan pupuk yang berimbang mampu meningkatkan hasil produksi padi. Penggunaan pupuk anorganik diperlukan oleh tanaman untuk menambah unsur unsur yang dibutuhkan oleh tanaman, petani Kecamatan Mertoyudan menggunakan pupuk urea dan Ponska. Uji statistik menunjukkan bahwa nilai Signifikan sebesar 0,01 sehinga dapat disimpulkan bahwa luas panen berpengaruh signifikan terhadap produksi padi. Persamaan yang berada pada garis linier Y= 6,0581x + 159,45, nilai koefisien b= 6,0581 (positif) maka model regresi bernilai positif atau searah, artinya jika variabel luas panen (X) semakin tinggi maka nilai variabel produksi (Y) juga semakin tinggi. Luas areal panen padi adalah jumlah keseluruhan lahan yang dapat memproduksi padi. Areal panen yang memadai merupakan salah satu syarat untuk terjaminnya produksi beras yang mencukupi, peningkatan luas panen padi secara tidak langsung akan meningkatkan produksi padi. Luas areal panen padi menjadi faktor yang berpengaruh terhadap besarnya produksi padi. Luas panen juga dipengaruhi oleh kondisi alam dalam artian tidak terjadi kebanjiran maupun kekeringan. Hal ini menunjukkan bahwa luas panen di Kecamatan Mertoyudan mampu meningkatkan produksi padi, artinya jika luas panen tinggi maka produksi padi akan meningkat. Berdasarkan informasi dari lapangan, produksi padi yang tinggi tidak hanya dikarenakan luas panen yang tinggi. Produksi padi yang tinggi juga didukung dari penggunaan benih yang dengan varietas unggul. Selain penggunaan bibit yang unggul, penggunaan

Luas Tanam dan Luas Panen 37 pupuk yang sesuai juga merupakan salah satu faktor yang dalam peningkatan produski padi. Tabel 8. Luas tanam, luas panen, laju konversi Kecamatan Mertoyudan. Tahun Luas Tanam (hektar) Luas Panen (hektar) Laju Konversi (hektar/tahun) 2011 3.063 2.706 3 2012 3.100 3.513 12 2013 3.132 3.367 10 2014 3.096 3.115 3 Hubungan konversi lahan terhadap luas tanam dan luas panen dapat dilihat pada Gambar 7. 4000 3800 3600 3400 3200 3000 2800 2600 2400 2200 2000 Luas Panen y = 66,394x + 2.710,5 R² = 0,7765 Luas Tanam y = 3,9394x + 3.070,2 R² = 0,4288 2 7 12 luas tanam luas panen Konversi Lahan (Hektar) Gambar 7. Hubungan konversi lahan terhadap luas tanam dan luas panen Gambar 7 menunjukkan bahwa laju konversi lahan setiap tahunnya mengalami peningkatan, kecuali pada tahun terakhir mengalami penurunan. Begitu juga dengan luas tanam dan luas panen terus

38 mengalami kenaikan setiap tahunnya. Peningkatan konversi lahan diikuti juga oleh peningkatan luas tanam dan luas panen. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada bahwa semakin tinggi konversi lahan lahan maka luas tanam semakin kecil. Begitu juga dengan luas tanam tidak lebih kecil dari luas panen. Hal ini terjadi karena intensitas tanam padi yang yang dilakukan oleh petani sebanyak tiga kali dalam satu tahun, penggunaan pupuk yang berimbang serta pola tanam yang baik juga akan mendapatkan hasil yang maksimal. 2. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Konversi lahan sawah di Kecamatan Mertoyudan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor sosial, ekonomi dan faktor kebijakan. 1. Faktor Ekonomi Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ekonomi memiliki pengaruh yang besar terhadap keputusan petani dalam mengkonversikan lahan pertanian mereka. Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap persepsi petani dalam konversi lahan sawah. Kecamatan Mertoyudan sebanyak 6% dan 78% sebelum melakukan konversi lahan sawah memiliki pendapatan <Rp 1.000.000 dan sebanyak 15% memiliki pendapatan >Rp 1.000.000. Jika dibandingkan dari angka kebutuhan hidup layak di Kabupaten Magelang sebesar Rp 1.400.000 maka dapat disimpulkan bahwa masih banyak responden atau petani yang belum mencukupi angka tersebut. Faktor ini menjadikan petani di Kecamatan

39 Mertoyudan melakukan konversi lahan sawah ke sektor lainnya, seperti perumahan dan rumah toko. Siklus hidup padi menjadi poin yang penting bagi petani yang melakukan konversi lahan sawah, siklus yang terlalu lama serta keadaan cuaca dan iklim yang sulit di perdiksi menjadikan kekhawatiran tersendiri bagi petani terhadap hasil panen mereka. Hal ini menjadikan petani lebih memilih mengkonversikan lahan sawah mereka ke non pertanian yang lebih menguntungkan dibandingkan komoditas padi. 2. Faktor Sosial a. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Tinggi rendahnya pendidikan petani berpengaruh pada keputusan dalam melakukan konversi lahan sawah, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin kritis atau memikirkan dampak dalam melakukan konversi lahan sawah tersebut. Hal ini juga sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan petani maka petani akan lebih mudah terdorong dalam melakukan konversi lahan sawah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas petani di Kecamatan Mertoyudan yaitu tidak tamat SD sebesar 38%, SD 31%, SMP 23% DAN SLTA 10%. Jumlah di atas menunjukkan bahwa sebagian besar petani memiliki pendidikan yang rendah. Banyaknya petani di Kecamatan dengan tingkat pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi petani dalam melakukan konversi lahan sawah.

40 Banyaknya petani yang tidak tamat SD berpengaruh terhadap pengambilan keputusan melakukan konversi lahan menjadi sektor nonpertanian. Jika tingkat endidikan rendah tidak menutup kemungkinan etani akan mudah terpengaruh dalam melakukan konversi lahan sawah. Pengaruh melakukan konversi lahan sawah bisa dating dari orang sekitar atau tetangga dan aparat desa yang bersangkutan. Petani yang memiliki tingkat pendidikan lebih baik maka akan lebih berpikir kritis untuk melakukan konversi lahan. Tingkat pendidikan juga akan lebih mempengaruhi dalam hal budidaya padi. Petani yang memiliki tingkat pendidikan rendah akan melakukan budidaya padi secara turun temurun sedangkan petani dengan pendidikan tinggi akan melakukan budidaya padi dengan baik atau sesuai dengan GAP (Good Agriculture Practice). b. Persepsi Masyarakat Persepsi masyarakat atau cara pandang beberapa individu yang dianggap dapat mewakili masyarakat dalam aktifitas di suatu wilayah yang sama. Cara pandang masyarakat dibutuhkan untuk mengetahui secara langsung faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah di Kecamatan Mertoyudan. Tabel 8. Persepsi masyarakat yang melakukan konversi lahan sawah Uraian Jumlah % Luas lahan yang ditanami a.<500m2 27 45% padi b.500 1000m2 25 41.6% c.1000 5000 m2 11 18.3% d.5000 m2 1 hektar Persentase luas lahan yang dikonversi dari total lahan a.25% 8 13,3% b.50% 27 45%

41 yang dimiliki petani. Alasan melakukan konversi lahan sawah Adanya pihak lain yang mendorong untuk melakukan konversi lahan Perizinan untuk melakukan konversi lahan dari pemerintah dilakukan dengan mudah? Sumber : Data Primer c.75% d.100% 25 41,6% a.tempat tinggal 38 63,3% b.industri/pengembang 12 20% c. Lahan tidak subur 6 10% d.letak yang strategis 4 6% a.ya 6 10% b.tidak 54 90% a.ya 11 18,3% b.tidak 49 81,6% Berdasarkan hasil kuisioner luasan lahan yang ditanami padi oleh petani bermacam macam, <500 m 2 (45% petani), 500-1.000 m 2 (41,6% petani), 1.000-5.000 m 2. Lahan sawah yang dikonversikan oleh petani antara 25%-100%, untuk konversi lahan sebanyak 25% (13,3% petani), konversi lahan sebanyak 50% (45% petani), dan konversi lahan sebanyak 100% (41,6%). Petani yang mengkonversikan lahan digunakan tempat tinggal (63,3% petani), 20% petani menjual tanah kepada pengembang (perumahan), 10% petani menggantikan tanaman budidaya padi menjadi tanaman budidaya tebu dikarenakan lahan yang tidak subur dan 6% petani di Kecamatan Mertoyudan dijadikan tempat berwirausaha karena letak lahan yang strategis di pinggir jalan. Masyarakat mengkonversikan lahannya karena kebutuhan ekonomi yang terus meningkat sedangkan hasil dari lahan sawahnya tidak dapat memenuhi kebutuhan perekonomiannya sehingga masyarakat menjual lahan sawah mereka.

42 Hasil kuisioner tentang perizinan perubahan fungsi lahan tidak semua petani melakukan perizinan dengan mudah. Dapat dilihat pada tabel bahwa sebanyak 18,3% mengurus perizinan dengan mudah sedangkan 81,6% menyatakan perizinan alih fungsi sulit dilakukan. Sulit dan proses yang lama dalam melakukan perizinan menjadikan alasan masyarakat untuk tidak melakukan perizinan. 3. Kebijakan Pemerintah Konversi lahan sawah di Kecamatan Mertoyudan dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah karena pada dasarnya sudah terdapat Peraturan Daerah No 5 tahun 2011 menahan laju konversi lahan sawah. Masih banyak petani yang melakukan konversi lahan sawah sebagai hal yang wajar dilakukan. Didukung dengan pertambahan jumlah penduduk yang pesat diharuskan mencukupi kebutuhan tempat tinggal atau pemukiman. Di daerah Kecamatan sendiri sudah banyak bangunan perumahan dimana bisnis tersebut dinilai lebih menguntungkan. Permasalahan lain yang dihadapi yaitu dalam menanggulangi tingginya tingkat konversi lahan di Kabupaten Magelang, dimana banyak lahanlahan pertanian menjadi diubah fungsinya menjadi lahan terbangun. Banyak para petani yang melakukan konversi lahan sawah atau mengubah fungsi sawah menjadi bangunan tanpa mengurus ijin yang berlaku di pemerintahan. Aparat pemerintah yang menjadi responden penelitian mengatakan sangat sulit untuk mencegah konversi lahan pertanian karena para petani

43 pemilik lahan merasa memiliki keleluasaan dalam mengatur sumberdaya lahan pertanian miliknya, dan tentunya untuk melakukan konversi terhadap lahannya. BPN Kabupaten Magelang sendiri sudah melakukan upaya untuk mengendalikan laju konversi lahan sawah dengan menolak apabila sawah yang akan dikonversikan berupa lahan sawah subur. Dengan begitu banyak pemilik lahan melakukan alih fungsi sawah menjadi bangunan tanpa melakukan ijin terlebih dahulu. Mereka membangun rumah atau bangunan tersebut, dan setelah lima hingga 10 tahun kemudian mereka baru mengajukan perizinan. Konsep Tata Ruang yang belum jelas turut mempengaruhi konversi lahan pertanian di Kecamatan Mertoyudan. Selain itu Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 5 Tahun 2011 seharusnya lebih dipatuhi sehingga perubahan sawah menjadi non pertanian berupa perumahan dan pusat perbelanjaan dapat di minimalisir