BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DAN PENCEGAHANNYA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

PERAN CERAMAH TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AIDS PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 4 SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi. Oleh: SHANGITA BALA JOTHY NIM:

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB I: PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome atau

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN sebanyak 1,1 juta orang (WHO, 2015). menurut golongan umur terbanyak adalah umur tahun dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

3740 kasus AIDS. Dari jumlah kasus ini proporsi terbesar yaitu 40% kasus dialami oleh golongan usia muda yaitu tahun (Depkes RI 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Akibat pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. dan menjadi salah satu masalah nasional maupun internasional. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan jumlah kasus Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. individu mulai mengembangkan ciri-ciri abstrak dan konsep diri menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Immuno Deficiency Syndrom) merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. yang mengakomodasi kesehatan seksual, setiap negara diharuskan untuk

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DI SMU NEGERI 1 WEDI KLATEN. Sri Handayani* ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP BAGI WANITA PENGHUNI PANTI KARYA WANITA WANITA UTAMA SURAKARTA TENTANG PENCEGAHAN HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN DARI KLIEN HIV/AIDS DI RUANG MELATI 1 RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi menurut International Cooperation Populatiom and Development (ICPD) 1994 adalah suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Ruang lingkup kesehatan reproduksi meliputi kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pencegahan dan penanggulangan penyakit menular seksual, kesehatan remaja dan usia lanjut. Remaja sebagai generasi bangsa merupakan populasi yang besar, sekitar seperlima penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun (BKKBN, 2006) Menurut Depkes 2001, pengetahuan kesehatan reproduksi remaja adalah suatu konsep yang menyeluruh mengenai pemahaman tentang diri dan lingkungan, remaja belajar mengembangkan harga diri yang positif dan mengkomunikasikan pikiran dan permasalahan tentang kesehatan reproduksi, mengambil keputusan secara tepat dalam mengatasi tekanan lingkungan yang berkaitan dengan seksual dan kesehatan reproduksi serta membantu remaja menguatkan nilai-nilai positif yang membantu mengelola masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Pada masa remaja mengalami perubahan baik secara fisik maupun secara psikologis. Perubahan fisik yang terjadi diantaranya timbul proses perkembangan dan pematangan fungsi reproduksi ditandai dengan datangnya menarche yang umumnya terjadi di usia 10-14 tahun. Pada remaja laki-laki di tandai dengan terjadinya ereksi, 381

organisme dan ejakulasi. Seiring dengan proses pematangan organ reproduksi pada remaja timbul juga perubahan psikologis. Hal ini mengakibatkan perubahan sikap dan tingkah laku, seperti mulai memperhatikam penampilan diri, mulai tertarik dengan lawan jenis, berusaha menarik perhatian dan muncul perasaan cinta, yang kemudian akan imbul dengan seksual (PKBI, 2000). Kurangnya informasi yang akurat dan benar mengenai kesehatan reproduksi, memaksa remaja bergerilnya mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri termasuk pelajaran seks dari internet. Hasilnya, remaja pada generasi sebelumnya yang masih tabu dan malu-malu sekarang menjadi lebih agresif dan sudah mulai melakukan hubungan seksual di usia muda (BKKBN, 2007). Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, proses pematangan fungsi reproduksi, pada remaja putri ditandai dengan menarche dan mimpi basah pada remaja putra, terjadi lebih cepat dari generasi sebelumnya. Dari kecepatan peningkatan pematangan fungsi reproduksi akan diikuti dengan peningkatan perkembangan perilaku seksual secara bebas. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu maraknya kaset video, buku, majalah pornografi dan pornoaksi yang memaparkan kenikamatan hubungan seks tanpa mengajarkan tanggung jawab dan resiko yang haruss dihadapi telah beredar secara bebas di masyarakat. (Kasepro, 2006). Peran keluarga sangat penting, sebagai institusi pertama dan utama dalam pembentukan karakter anggotannya, keluarga diharapkan mampu membangun komunikasi yang kondusif dengan anak remajannya khusus mengenai kesehatan reproduksi remaja. Selama ini pandangan tentang seks adalah tabu harus dihilangkan, karena akan menghambat proses edukasi pada para remaja. (BKKBN, 2007).

Perlu diketahui masalah lain yang mengancam kesehatan reproduksi remaja adalah penyakit berbahaya HIV/AIDS yang banyak menelan korban dari siswa sekolah dan remaja, hal ini diakibatkan perilaku seks bebas dan pemakaian jarum suntik bergantian. Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Imune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan HIV/AIDS adalah penyakit yang menular dan mematikan. Sebagai suatu masalah kesehatan, HIV/AIDS menjadi perhatian yang serius bagi setiap negara, karena telah menyebar ke selruh dunia, sehingga tidak ada satu negarapun yang dapat mengklaim bebas dari HIV/AIDS (BKKBN,2004). Hingga detik ini HIV/AIDS tetap menjadi fenomena, karena data yang muncul dan terlihat dipermukaan sedikit, tetapi yang tidak terdata sesungguhnya sangat besar jumlahnya. Menurut Richardson (2002), penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang kekebalan tubuh manusia. Jika sistem kekebalan tubuh rusak maka tubuh akan rentan terhadap infeksi dan kangker. Secara penularan virus HIV terjadi melalui hubungan seksual baik melalui anus maupun vagina. bisa juga melalui transfusi darah, transplantasi organ, penggunaan jarum suntik secara bersamaan yang lebih dari satu kali, serta penularan dari ibu ke anak sewaktu dalam kandungan, melalui persalinanan ataupun menjalar lewat air susu ibu. Menurut data Family Health Internasional (FHI), persentase yang memiliki resiko tinggi penyakit HIV/AIDS di Indonesia antara lain, pengguna narkoba (34%), WTS (Wanita Tuna Susila) (7%), pelanggan WTS (31%), partner group beresiko tinggi (12%), waria (1%), gay (8%), dan lain-lain (7%). Jika terus berlanjut, maka diperkirakan pada tahun 2020 jumlah itu akan meningkat menjadi 2,3 juta orang, 46 persen di antaranya adalah pengguna narkoba suntik. Oleh karena itu, masyarakat dan pemerintah Indonesia perlu bekerja sama melakukan penanganan secara cepat,

membangun dan mengelola sistem jangka pamjang, serta memperbaiki sistem pelayanan kesehatan (Depkes 2008). Di Indonesia terdapat 14 propinsi yang mempunyai angka prevalensi HIV/AIDS tertinggi. Lima propinsi yang menempati urutan teratas adalah DKI Jakarta 2.101 kasus, Papua 788 kasus, Jawa Timur 746 kasus, Jawa Barat 746 kasus, dan Bali sebanyak 249 kasus. Penderita paling banyak pada usia 20-29 tahun. (Depkes RI, 2006). Hal ini menunjukan bahwa remaja memiliki risiko tinggi dalam penularan HIV/AIDS, karena kecenderungan melakukan hubungan seks pada usia muda ketika saluran vagina belum matang dan jaringannya mudah terluka sehingga mudah terinfeksi HIV, ditambah ketidakstabilan emosi, serta kekurangan pengetahuan dan informasi mengenai HIV/AIDS (Yayasan Kusuma Buana, 2006). Kasus HIV/AIDS di Kabupaten Sleman tahun 2012 sampai bulan Juni sudah terlihat meningkat tajam. Menurut data, ada 86 kasus HIV/AIDS yang terjadi. Sepanjang tahun 2011 ada 36 kasus HIV/AIDS, dan tahun 2010 ada 41 kasus. Secara kumulatif dari tahun 2004 hingga Juni 2012 ada 429 kasus HIV/AIDS. Upaya pencegahan kami lakukan dalam berbagai penanggulangan HIV/AIDS. Di daerah Sleman Yogyakarta melakukan penggandaan sarana berupa leaflet dan poster tentang bahaya pencegahan. Di Kabupaten Sleman menghimbau agar seluruh puskesmas mengalokasikan kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Selain itu juga, monitoring dan supervisi ke klinik layanan (Tribunjogja. 2012) Menurut Depkes RI (2003), pendidikan merupakan salah satu senjata penting melawan penyebarluaskan HIV/AIDS. Di negara dengan epidemiologi yang parah, generasi muda dengan tingkat pendidikan yang tinggi lebih sedikit yang terlibat dengan seks pranikah dibandingkan dengan pendidikan rendah. Menurut survei yang dilakukan BKKBN, tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi

nampaknya cukup memprihatinkan. Ada 86% remaja baik laki-laki maupun perempuan yang tidak mengerti tentang kapan terjadinya masa subur. Hanya satu di antara dua remaja di indonesia yang mengetahui adanya kemungkinan hamil bila melakukan hubungan seksual meskipun hanya sekali. (BKKBN, 2004). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di kelas XI SMA N 1 Seyegan mempunyai 213 orang siswa dalam satu angkatan. Dari 15 siswa yang di wawancarai pada tanggal 10 November 2012, siswa tersebut belum mengetahui pentingnya pengetahuan dan sikap terhadap penularan HIV/AIDS. Menyadari pentingnya pengetahuan dan sikap terhadap penularan HIV/AIDS, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian pada siswa kelas XI SMA N 1 Seyegan untuk mengetahui pengetahuan dan sikap terhadap penularan HIV/AIDS. B. Rumusan Masalah Berdasakan latar belakang yang ada, pengetahuan siswa terhadap kesehatan reproduksi masih kurang. Kurangnya pengetahuan dan penularan HIV/AIDS pada hubungan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan pengetahuan dan sikap C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan pengetahuan dan sikap siswa SMA N 1 Seyegan tentang penularan HIV/AIDS. 2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui pengetahuan siswa tentang kesehatan reproduksi. b. Mengetahui pengetahuan siswa tentang pengertian, penyebab, gejala, cara penularan, dan resiko penularan HIV/AIDS. c. Untuk mengetahui sikap siswa terhadap HIV/AIDS. D. Manfaat penelitian 1. Bagi peneliti Agar dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi dalam penularan HIV/AIDS. 2. Bagi ilmu keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar dalam menyusun program pencegahan penyakit menular seperti HIV/AIDS. 3. Bagi Orang Tua Agar dapat mengarahkan remaja dalam memanfaatkan sumber informasi dengan baik khususnya dalam kesehatan reproduksi terhadap HIV/AIDS. 4. Bagi Sekolah Khususnya SMA N 1 Seyegan dan sekolah lainya dengan sistem pembelajaran yang sama, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan sekaligus salah satu referensi dalam pengambilan kebijakan pendidikan siswanya.

E. Penelitian Terkait Peneliti belum menemukan judul penelitian yang sma dengan judul yang dilakukan peneliti sekarang ini, namun peneliti menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan judul peneliti sendiri. 1. Siswa dengan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi dan dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sample menggunakan proportional startified sampling non probability. Uji hipotesis menggunakan Chis quare test pada tingkat kemaknaan ( )=0,05. Hasil yang didapatkan 66,70% siswa memiliki pengetahuan tentyang HIV/AIDS nilai P= 0,005 (p=0,130). Perbedaan dengan penelitian ini menggunakan variabel dependennya adalah pengetahuan remaja terhadap HIV/AIDS. 2. Metodologi penelitian menggunakan cross sectional. Pengambilan sample menggunakan simple random sampling yaitu melalui undian. Hasil yang didapat siswa dapat mengetahui pengetahuan dengan pornografi melalui sikap pencegahan HIV/AIDS Di Kota Ambon dengan hasil p=0,000 karena p<0,05. Perbedaan dengan penelitian ini adalah menngunakan variabel independennya frekuansi paparan pornografi. 3. menggunakan cross sectional instrumen yang digunakan menggunakan kuesioner. Hasil yang didapat hanya sebagian kecil responden yang melakukan

hubungan seksual. Perbedaan dengan penelitian ini adalah hanya menggambarkan seberapa besar pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS.