Liabilitas dan Modal. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA

Liabilitas dan Modal. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Syariah. Dana Jasa. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4896)

KODIFIKASI PRODUK PERBANKAN SYARIAH

GUBERNUR BANK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMBIAYAAN SYARIAH

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

No. 15/22/DPbS Jakarta, 27 Juni 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

No. 10/ 35 / DPbS Jakarta, 22 Oktober S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB II TINJAUAN PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PRINSIP SYARIAH. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia yang

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

Pasar Uang Antar Bank

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 6 SISTEM OPERASIONAL PERBANKAN SYARIAH. AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH: Teori dan Praktik Kontemporer

RANCANGAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMBIAYAAN SYARIAH

No. 10/ 34 / DPbS Jakarta, 22 Oktober S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/24/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.

KARAKTERISTIK TRANSAKSI PERBANKAN SYARIAH DIRINGKAS DARI PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.59

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Jasa Bank. Prinsip Kehati-hatian dalam Melaksanakan Aktivitas Keagenan Produk Keuangan Luar Negeri oleh Bank Umum

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /POJK.05/2016 TENTANG USAHA PERGADAIAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERBANKAN SYARIAH SISTEM DAN OPERASIONAL PERBANKAN SYARIAH AFRIZON. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Akuntansi.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2017, No penyusunan dan pelaksanaan kebijakan perkreditan atau pembiayaan bank bagi bank umum; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di

No. 14/ 16 /DPbS Jakarta, 31 Mei 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 14/ 7 /DPbS Jakarta, 29 Februari 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 35 /POJK.05/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN MODAL VENTURA

REGULASI ENTITAS SYARIAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN MODAL VENTURA

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Kelembagaan. Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

c. pinjaman... I. UMUM II.

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2 /POJK.05/ TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA PENJAMIN

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH

LAMPIRAN IV SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Lampiran 1. Sruktur Organisasi BNI Syariah Cabang Malang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Perbankam. BI. Prinsip Syariah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94)

No. 13/ 17 /DPbS Jakarta, 30 Mei 2011 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR,

LAMPIRAN V SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

Dasar-Dasar Pembiayaan Bank Syariah

No. 13/ 16 / DPbS Jakarta, 30 Mei 2011 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

Prinsip Sistem Keuangan Syariah

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 7 /PBI/2003 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

LAMPIRAN IV SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36/SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 9 /PBI/2003 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

Ketentuan Dasar dan Karakteristik. Pelaksanaan Kegiatan Usaha

No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN USAHA PERGADAIAN

2017, No pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum untuk pengadaan tanah dan/atau pengolahan tanah; e. bahwa berdasarkan pertimbangan seb

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Aset. Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Setelah penulis mengumpulkan data dari lapangan melalui wawancara. dan dokumentasi di lapangan, yaitu di Bank BNI Syariah Kantor Cabang

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

BAGIAN I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

PRODUK PERBANKAN SYARIAH. Imam Subaweh

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FATWA DSN MUI. Fatwa DSN 01/DSN-MUI/IV/2000: Giro. 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari'ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/21/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

LAMPIRAN: Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-./BL/. Tanggal : PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 53 /POJK.04/2015 TENTANG AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL

Bank Konvensional dan Syariah. Arum H. Primandari

PRODUK SYARIAH DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/13 /PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Bank Syariah menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Bank Kon K v on e v n e sion s al dan Sy S ar y iah Arum H. Primandari

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Adanya potensi jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai ±

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Kewajiban Penyediaan Dana Pendidikan untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia

PERBANKAN SYARIAH. Oleh: Budi Asmita SE Ak, MSi. Bengkulu, 13 Februari 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perbankan syariah berawal pada tahun 1950an.

No. 13/ 18 / DPbS Jakarta, 30 Mei 2011 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil.

BAB II LANDASAN TEORI

2017, No khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam; e. bahwa berdasarkan pertimba

memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2008.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di

Transkripsi:

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Tim Penyusun Ramlan Ginting Dudy Iskandar Gantiah Wuryandani Zulkarnain Sitompul Anggayasti Hayu Anindita Sintia Pebriana Tresna Kholilah Laura Grace Gabriella Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral (PRES) Bank Indonesia Telp: 021 29817321 Fax.: 021 23111580 email: PRES@bi.go.id Hak Cipta 2012, Bank Indonesia 2012

DAFTAR ISI Paragraf Halaman Daftar Isi Rekam Jejak Regulasi Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah Rekam Jejak Regulasi Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Dasar Hukum Regulasi Terkait Regulasi Bank Indonesia Hal. i ii Hal. iii Hal. iv Hal. v Hal. v Hal. v Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah Ketentuan Umum Par. 1 2 Hal. 1 3 Penghimpunan Dana, Penyaluran Dana dan Pelayanan Jasa Par. 3 Hal. 3 15 Penyelesaian Sengketa antara Bank dengan Nasabah Par. 4 Hal. 15 16 Sanksi Par. 5 Hal. 16 Ketentuan Peralihan Par. 6 Hal. 16 Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Ketentuan Umum Par. 7 Hal. 17 Perizinan atau Pelaporan Produk Par. 8 11 Hal. 17 19 Penjelasan Produk Par. 12 Hal. 19 Penghentian Produk Par. 13 14 Hal. 19 20 Lain-Lain Par. 15 Hal. 20 21 Sanksi Par. 16 18 Hal. 21 22 Produk Qardh Beragun Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Umum Par. 19 Hal. 22 23 Karakteristik Produk Qardh Beragun Emas Par. 20 Hal. 23 Prinsip Kehati-Hatian dalam Penerapan Produk Qardh Beragun Emas Par. 21 Hal. 24 26 Permohonan Persetujuan dan Penyampaian Laporan Realisasi Produk Par. 22 Hal. 26 Qardh Beragun Emas Alamat Permohonan Izin dan/atau Penyampaian Laporan Par. 23 Hal. 26 Penghentian Produk Par. 24 Hal. 26 27 Pengenaan Sanksi Par. 25 Hal. 27 Ketentuan Peralihan Par. 26 Hal. 27 Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Umum Par. 27 Hal. 28 Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Penyaluran Pembiayaan Par. 28 Hal. 28 29 Kepemilikan Emas Permohonan Persetujuan dan Penyampaian Laporan Realisasi Produk Par. 29 Hal. 29 i

Pembiayaan Kepemilikan Emas Alamat Permohonan Persetujuan dan/atau Penyampaian Laporan Par. 30 Hal. 29 30 Penghentian Kegiatan Produk Par. 31 Hal. 30 Pengenaan Sanksi Par. 32 Hal. 30 Ketentuan Peralihan Par. 33 Hal. 30 Lampiran Kodifikasi Produk Perbankan Syariah Hal. 31 63 Penghimpunan Dana Hal. 32 38 Giro Syariah Hal. 33 34 Tabungan Syariah Hal. 35 36 Deposito Syariah Hal. 37 38 Penyaluran Dana Hal. 39 56 Pembiayaan Atas Dasar Akad Mudharabah Hal. 40 42 Pembiayaan Atas Dasar Akad Musyarakah Hal. 43 44 Pembiayaan Atas Dasar Akad Murabahah Hal. 45 46 Pembiayaan Atas Dasar Akad Salam Hal. 47 48 Pembiayaan Atas Dasar Akad Istishna Hal. 49 50 Pembiayaan Atas Dasar Akad Ijarah Hal. 51 52 Pembiayaan Atas Dasar Akad Qardh Hal. 53 54 Pembayaran Multijasa Hal. 55 56 Pelayanan Jasa Hal. 57 63 Letter of Credit (L/C) Impor Syariah Hal. 58 59 Bank Garansi Syariah Hal. 60 61 Penukaran Valuta Asing (Sharf) Hal. 62 63 ii

Rekam Jejak Regulasi Pelaksanaan serta Pelayanan Jasa Bank Syariah 10/1/PBI/2008 Perubahan atas 8/ 5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan 10/16/PBI/2008 Perubahan PBI No. 9/19/PBI/2007 Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah Pasal 1, 2 dan 5 SE 10/14/DPbS 2008 9/19/PBI/2007 Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah Keterangan : Diubah Dicabut Terkait 7/46/PBI/2005 Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah PBI Masih Berlaku PBI Tidak Berlaku SE Masih Berlaku Regulasi Terkait iii

Rekam Jejak Regulasi Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah 13/23/PBI/2011 Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dan Unit Usaha Syariah SK Direksi BI No.27/162/KEP/DIR 1995 Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkeditan bagi Bank Umum Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 77/ DSN-MUI/V/2010 tanggal 3 Juni 2010 Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 79/ DSN-MUI/III/2011 tanggal 8 Maret 2011 Qardh dengan Menggunakan Dana Nasabah SE 14/33/DPbS 2012 *) Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah SE 14/16/DPbS 2012 Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah SE 14/7/DPbS 2012 Produk Qardh Beragun Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah SE 10/31/DPbS 2008 SE 11/9/DPbS 2009 11/3/PBI/2009 Bank Umum Syariah 10/17/PBI/2008 Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah SE 8/23/DPbS 2006 Pasal 38 butir I.A.I.4., butir I.A.I.5., dan butir I.A.I.6 Pasal 35 8/25/PBI/2006 Perubahan 6/17/PBI/2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah *) Masuk dalam Kodifikasi Manajemen Risiko SE 8/9/DPbS 2006 SE 7/5/DPbS 2005 6/24/PBI/2004 Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah 32/34/KEP/DIR/1999 Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah Keterangan : Diubah Dicabut Terkait PBI/KEP DIR Masih Berlaku PBI/KEP DIR Tidak Berlaku SE Masih Berlaku SE Tidak Berlaku Regulasi Terkait iv

Dasar Hukum : - Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 - Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2004 - Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Regulasi Terkait : - Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan - Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tanggal 2 November 2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi BUS dan UUS - Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 77/DSN-MUI/V/2010 tanggal 3 Juni 2010 perihal Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai - Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 79/DSNMUI/ III/2011 tanggal 8 Maret 2011 perihal Qardh dengan Menggunakan Dana Nasabah - Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum Regulasi Bank Indonesia : - Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah - Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/16/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah - Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah - Surat Edaran Nomor 10/14/DPbS 2008 perihal Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah - Surat Edaran Nomor 10/31/DPbS 2008 perihal Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah - Surat Edaran Nomor 14/7/DPbS 2012 perihal Produk Qardh Beragun Emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah - Surat Edaran Nomor 14/16/DPbS 2012 perihal Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah v

Perbankan Liabilitas dan Modal Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah BAB I Ketentuan Umum 1 Pasal 1 10/16/PBI/2008 1. Bank adalah Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 3. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 4. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 5. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 6. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 7. Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 8. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna ; d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 1

2 Pasal 2 10/16/PBI/2008 Ayat 1-3 (1) Kegiatan usaha penghimpunan dana, penyaluran dana dan pelayanan jasa bank berdasarkan Prinsip Syariah yang dilakukan oleh Bank merupakan jasa perbankan. (2) Dalam melaksanakan jasa perbankan melalui kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana dan pelayanan jasa bank, Bank wajib memenuhi Prinsip Syariah. (3) Pemenuhan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan memenuhi ketentuan pokok hukum Islam antara lain prinsip keadilan dan keseimbangan ( adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), dan universalisme (alamiyah) serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan objek haram. Yang dimaksud dengan: Adl yaitu menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya. Tawazun adalah keseimbangan yang meliputi aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan kelestarian. Maslahah adalah segala bentuk kebaikan yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual serta individual dan kolektif serta harus memenuhi 3 (tiga) unsur yakni kepatuhan syariah (halal), bermanfaat dan membawa kebaikan (thoyib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudharatan. Alamiyah adalah sesuatu yang dapat dilakukan dan diterima oleh, dengan dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin). Gharar adalah transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah. Maysir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untunguntungan; Riba, adalah pemastian penambahan pendapatan secara tidak sah (bathil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasiah). Zalim, adalah transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya. Objek Haram, adalah suatu barang atau jasa yang diharamkan dalam 2

syariah. BAB II 3 Pasal 3 9/19/PBI/2007 Butir a SE 10/14/DPbS 2008 Romawi II Penghimpunan Dana, Penyaluran Dana dan Pelayanan Jasa Pemenuhan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 2 ayat (1), dilakukan sebagai berikut: a. dalam kegiatan penghimpunan dana dengan mempergunakan antara lain Akad Wadi ah dan Mudharabah; Giro dan Tabungan atas dasar Akad Wadi ah Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk Giro dan Tabungan atas dasar Akad Wadi ah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut: 1. Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana; 2. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah; 3. Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah; 4. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan atas pembukaan dan penggunaan produk Giro atau Tabungan atas dasar Akad Wadi ah, dalam bentuk perjanjian tertulis; 5. Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya kartu ATM, buku/cek/bilyet giro, biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening; 6. Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah; dan 7. Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah. Giro atas dasar Akad Mudharabah Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk Giro atas dasar Akad Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut: 1. Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan Nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal); 2. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah; 3. Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati; 4. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan atas pembukaan dan penggunaan produk Giro atas dasar Akad Mudharabah, dalam bentuk perjanjian tertulis; 5. Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cek/bilyet giro, biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening; dan 3

6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah. Tabungan dan deposito atas dasar Akad Mudharabah Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk Tabungan dan Deposito atas dasar Akad Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut: 1. Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal); 2. Pengelolaan dana oleh Bank dapat dilakukan sesuai batasanbatasan yang ditetapkan oleh pemilik dana (mudharabah muqayyadah) atau dilakukan dengan tanpa batasan-batasan dari pemilik dana (mudharabah mutlaqah); 3. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah; 4. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan atas pembukaan dan penggunaan produk Tabungan dan Deposito atas dasar Akad Mudharabah, dalam bentuk perjanjian tertulis; 5. Dalam Akad Mudharabah Muqayyadah harus dinyatakan secara jelas syarat-syarat dan batasan tertentu yang ditentukan oleh nasabah; 6. Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati; 7. Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati; 8. Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening; dan 9. Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan. Pasal 3 9/19/PBI/2007 Butir b SE 10/14/DPbS 2008 Romawi III b. dalam kegiatan penyaluran dana berupa Pembiayaan dengan mempergunakan antara lain Akad Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna, Ijarah, Ijarah Muntahiya Bitamlik dan Qardh; dan Pembiayaan Atas Dasar Akad Mudharabah 1. Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut: a. Bank bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan dana dengan fungsi sebagai modal kerja, dan nasabah bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dalam kegiatan usahanya; b. Bank memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah walaupun tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha 4

nasabah, antara lain Bank dapat melakukan review dan meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; c. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah; d. Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah Muqayyadah yaitu penyediaan dana kepada nasabah dimana pemilik dana (shahibul maal) memberikan persyaratan khusus kepada pengelola dana (mudharib), Bank wajib memenuhi persyaratan khusus dimaksud; Sebagai contoh : Tuan A sebagai pemilik dana memiliki keinginan untuk menginvestasikan dananya ke sektor UKM yang bergerak di sektor usaha perdagangan. Dengan keterbatasan waktu yang dimiliki, Tuan A mengalami kesulitan untuk mencari dan menetapkan UKM yang bergerak di sektor usaha perdagangan dimaksud. Oleh karena itu Tuan A memutuskan untuk menitipkan dananya tersebut ke Bank sekaligus meminta bantuan Bank untuk mencarikan UKM sesuai dengan yang diharapkan. Sesuai dengan amanah yang ditetapkan Tuan A, selanjutnya Bank mencari UKM yang paling feasible di sektor usaha perdagangan. Transaksi investasi yang terjadi antara Tuan A dengan UKM dimaksud yang diperantarai oleh Bank, merupakan salah satu contoh transaksi investasi dengan Akad Mudharabah Muqayyadah. e. Bank wajib melakukan analisis atas permohonan Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah dari nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter (Character) dan aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha (Capacity), keuangan (Capital), dan prospek usaha (Condition); f. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam nisbah yang disepakati; g. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak; h. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa Akad Pembiayaan atas dasar Mudharabah; i. Jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah; j. Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutangatau tagihan; 5

k. Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya; l. Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya; m. Pengembalian Pembiayaan atas dasar Mudharabah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode Akad, sesuai dengan jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah; n. Pembagian hasil usaha dilakukan atas dasar laporan hasil usaha pengelola dana (mudharib) dengan disertai bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; o. Kerugian usaha nasabah pengelola dana (mudharib) yang dapat ditanggung oleh Bank selaku pemilik dana (shahibul maal) adalah maksimal sebesar jumlah pembiayaan yang diberikan (ra sul maal). 2. Dalam hal nasabah ikut menyertakan modal dalam kegiatan usaha (mitra usaha) yang dibiayai Bank (Mudharabah Musytarakah), maka berlaku ketentuan: a. Norma-norma umum dalam pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bab III.1 kecuali angka 1 huruf a dan huruf d; b. Kedudukan nasabah adalah sebagai mitra usaha sekaligus sebagai pengelola dana (mudharib); c. Sebagai mitra usaha, nasabah berhak mendapatkan bagian keuntungan sesuai kesepakatan atau menanggung kerugian sesuai porsi modalnya; dan d. Sebagai pengelola dana (mudharib), nasabah berhak mendapatkan bagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati, setelah dikurangi bagian keuntungan milik nasabah sebagai mitra usaha. Pembiayaan Atas Dasar Akad Musyarakah Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut: a. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu; b. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati seperti melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; c. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan 6

penggunaan data pribadi nasabah; d. Bank wajib melakukan analisis atas permohonan Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah dari nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter (Character) dan aspek usaha antara lain meliputi analisis kapasitas usaha (Capacity), keuangan (Capital), dan prospek usaha (Condition); e. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati; f. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak; g. Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan; h. Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya; i. Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya; j. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa Akad Pembiayaan atas dasar Musyarakah; k. Jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dan nasabah; l. Pengembalian Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode Pembiayaan, sesuai dengan jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah; m. Pembagian hasil usaha berdasarkan laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; dan n. Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi modal masing-masing. Pembiayaan Atas Dasar Akad Murabahah 1. Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk Pembiayaan atas dasar Akad Murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut : a. Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam rangka membelikan barang terkait dengan kegiatan transaksi Murabahah dengan nasabah sebagai pihak pembeli barang; b. Barang adalah objek jual beli yang diketahui secara jelas kuantitas, kualitas, harga perolehan dan spesifikasinya; c. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk Pembiayaan atas dasar Akad Murabahah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data 7

pribadi nasabah; d. Bank wajib melakukan analisis atas permohonan Pembiayaan atas dasar Akad Murabahah dari nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisis atas karakter (Character) dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisis kapasitas usaha (Capacity), keuangan (Capital), dan/atau prospek usaha (Condition); e. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya; f. Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang yang dipesan nasabah; g. Kesepakatan atas marjin ditentukan hanya satu kali pada awal Pembiayaan atas dasar Murabahah dan tidak berubah selama periode Pembiayaan; h. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa Akad Pembiayaan atas dasar Murabahah; dan i. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah. 2. Bank dapat memberi potongan dalam besaran yang wajar dengan tanpa diperjanjikan dimuka. 3. Bank dapat meminta ganti rugi kepada nasabah atas pembatalan pesanan oleh nasabah sebesar biaya riil. Pembiayaan atas dasar Akad Salam 1. Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk Pembiayaan atas dasar Akad Salam berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut: a. Bank bertindak baik sebagai pihak penyedia dana maupun sebagai pembeli barang untuk kegiatan transaksi Salam dengan nasabah yang bertindak sebagai penjual barang; b. Barang dalam transaksi Salam adalah objek jual beli dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang jelas, yang pada umumnya tersedia secara reguler di pasar, serta bukan objek jual beli yang sulit diidentifikasi ciricirinya antara lain nilainya berubah-ubah tergantung penilaian subjektif; c. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk Pembiayaan atas dasar Akad Salam, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah; d. Bank wajib melakukan analisis atas rencana Pembiayaan atas dasar Salam kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter (Character) dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha (Capacity), keuangan (Capital), dan/atau prospek usaha (Condition); e. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam 8

bentuk perjanjian tertulis berupa Akad Pembiayaan atas dasar Salam; f. Pembayaran atas barang nasabah oleh Bank harus dilakukan di muka secara penuh yaitu pembayaran segera setelah Pembiayaan atas dasar Akad Salam disepakati atau paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Pembiayaan atas dasar Akad Salam disepakati; dan g. Pembayaran oleh Bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang nasabah kepada Bank atau dalam bentuk piutang Bank. 2. Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai kesepakatan maka Bank dapat: a. Menolak menerima barang dan meminta pengembalian dana; b. Meminta kepada nasabah untuk mengganti dengan barang lainnya yang sejenis dan/atau memiliki nilai yang setara; atau c. Menunggu barang hingga tersedia. 3. Dalam hal Bank menerima barang dengan kualitas lebih tinggi maka Bank tidak wajib membayar tambahan harga, kecuali terdapat kesepakatan kedua belah pihak. 4. Dalam hal Bank menerima barang dengan kualitas lebih rendah maka Bank tidak diperkenankan meminta potongan harga (discount), kecuali terdapat kesepakatan kedua belah pihak. Pembiayaan atas dasar Akad Istishna' 1. Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk Pembiayaan atas dasar Akad Istishna' berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut : a. Bank bertindak baik sebagai pihak penyedia dana maupun penjual barang untuk kegiatan transaksi Istishna dengan nasabah sebagai pihak pembeli barang; b. Barang dalam transaksi Istishna adalah setiap keluaran (output) yang antara lain berasal dari proses manufacturing atau construction yang melibatkan tenaga kerja, dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang jelas serta disepakati oleh kedua belah pihak; c. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk Pembiayaan atas dasar Istishna, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah; d. Bank wajib melakukan analisis atas permohonan Pembiayaan atas dasar Istishna' dari nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisis atas karakter (Character) dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisis kapasitas usaha (Capacity), keuangan (Capital), dan/atau prospek usaha (Condition); e. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa Akad Pembiayaan atas dasar Istishna ; dan 9

f. Pembayaran pembelian barang tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang atau dalam bentuk pemberian piutang. 2. Bank tidak dapat meminta tambahan harga apabila nasabah menerima barang dengan kualitas yang lebih tinggi, kecuali terdapat kesepakatan kedua belah pihak. 3. Bank tidak harus memberi potongan harga (discount) apabila nasabah menerima barang dengan kualitas yang lebih rendah, kecuali terdapat kesepakatan kedua belah pihak. Pembiayaan atas Dasar Akad Ijarah 1. Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk Pembiayaan atas dasar Akad Ijarah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut : a. Bank bertindak sebagai pemilik dan/atau pihak yang mempunyai hak penguasaan atas obyek sewa baik berupa barang atau jasa, yang menyewakan obyek sewa dimaksud kepada nasabah sesuai kesepakatan; b. Barang dalam transaksi Ijarah adalah barang bergerak atau tidak bergerak yang dapat diambil manfaat sewa; c. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk Pembiayaan atas dasar Ijarah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah; d. Bank wajib melakukan analisis atas rencana Pembiayaan atas dasar Ijarah kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter (Character) dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha (Capacity), keuangan (Capital), dan/atau prospek usaha (Condition); e. Objek sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasi secara spesifik dan dinyatakan dengan jelas termasuk besarnya nilai sewa dan jangka waktunya; f. Bank sebagai pihak yang menyediakan objek sewa, wajib menjamin pemenuhan kualitas maupun kuantitas objek sewa serta ketepatan waktu penyediaan objek sewa sesuai kesepakatan; g. Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan objek sewa yang dipesan nasabah; h. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa Akad Pembiayaan atas dasar Ijarah; i. Pembayaran sewa dapat dilakukan baik dengan angsuran maupun sekaligus; j. Pembayaran sewa tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk pembebasan utang; k. Bank dapat meminta nasabah untuk menjaga keutuhan objek sewa, dan menanggung biaya pemeliharaan objek sewa sesuai dengan kesepakatan. Uraian biaya pemeliharaan yang bersifat material dan struktural harus dituangkan 10

dalam Akad; dan l. Bank tidak dapat meminta nasabah bertanggungjawab atas kerusakan objek sewa yang terjadi bukan karena pelanggaran Akad atau kelalaian nasabah. 2. Dalam hal Pembiayaan Multijasa, pembiayaan diberikan oleh Bank kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa, menggunakan Akad Ijarah maka : a. Ketentuan yang berlaku dalam Pembiayaan atas dasar Ijarah sebagaimana dimaksud pada angka 1 kecuali huruf k dan l, berlaku pula pada Pembiayaan Multijasa dengan menggunakan Akad Ijarah; b. Bank memperoleh sewa atas transaksi multijasa berupa imbalan (ujrah); c. Besarnya imbalan (ujrah) harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal yang tetap. Pembiayaan Atas Dasar Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik Disamping ketentuan sebagaimana dimaksud pada Bab III.6. angka 1, untuk kegiatan penyaluran dana dalam bentuk Pembiayaan atas dasar Ijarah Muntahiya Bittamlik berlaku pula persyaratan paling kurang sebagai berikut: a. Bank sebagai pemilik obyek sewa juga bertindak sebagai pemberi janji (wa ad) untuk memberikan opsi pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan obyek sewa kepada nasabah penyewa sesuai kesepakatan; b. Bank hanya dapat memberi janji (wa ad) untuk mengalihkan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa setelah objek sewa secara prinsip dimiliki oleh Bank; c. Bank dan nasabah harus menuangkan kesepakatan adanya opsi pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa dalam bentuk tertulis; d. Pelaksanaan pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa dapat dilakukan setelah masa sewa disepakati selesai oleh Bank dan nasabah penyewa; dan e. Dalam hal nasabah penyewa mengambil opsi pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa, maka Bank wajib mengalihkan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa kepada nasabah yang dilakukan pada saat tertentu dalam periode atau pada akhir periode Pembiayaan atas dasar Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik. Pembiayaan atas dasar Akad Qardh Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk Pembiayaan atas dasar Akad Qardh berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut: a. Bank bertindak sebagai penyedia dana untuk memberikan pinjaman (Qardh) kepada nasabah berdasarkan kesepakatan; b. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk Pembiayaan atas dasar Qardh, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia 11

mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah; c. Bank wajib melakukan analisis atas rencana Pembiayaan atas dasar Qardh kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisis atas karakter (Character); d. Bank dilarang dengan alasan apapun untuk meminta pengembalian pinjaman melebihi dari jumlah nominal yang sesuai Akad; e. Bank dilarang membebankan biaya apapun atas penyaluran Pembiayaan atas dasar Qardh, kecuali biaya administrasi dalam batas kewajaran; f. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa Akad Pembiayaan atas dasar Qardh; g. Pengembalian jumlah Pembiayaan atas dasar Qardh, harus dilakukan oleh nasabah pada waktu yang telah disepakati; dan h. Dalam hal nasabah digolongkan mampu namun tidak mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada waktu yang telah disepakati, maka Bank dapat memberi sanksi sesuai syariah dalam rangka pembinaan nasabah. Pasal 3 9/19/PBI/2007 Butir c SE 10/14/DPbS 2008 Romawi IV c. dalam kegiatan pelayanan jasa dengan mempergunakan antara lain Akad Kafalah, Hawalah dan Sharf. Jasa Pemberian Jaminan atas Dasar Akad Kafalah 1. Dalam kegiatan pelayanan jasa dalam bentuk jasa pemberian jaminan atas dasar Akad Kafalah, berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut : a. Bank bertindak sebagai pemberi jaminan atas pemenuhan kewajiban nasabah terhadap pihak ketiga; b. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik jasa pemberian jaminan atas dasar Kafalah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah; c. Bank wajib melakukan analisis atas rencana jasa pemberian jaminan atas dasar Kafalah kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisis atas karakter (Character) dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisis kapasitas usaha (Capacity), keuangan (Capital), dan prospek usaha (Condition); d. Objek penjaminan harus : i. Merupakan kewajiban pihak/orang yang meminta jaminan; ii. Jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya; iii. Tidak bertentangan dengan syariah (tidak diharamkan). e. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa Akad pemberian jaminan atas dasar Kafalah; f. Bank dapat memperoleh imbalan atau fee yang disepakati di 12

awal serta dinyatakan dalam jumlah nominal yang tetap; g. Bank dapat meminta jaminan berupa Cash Collateral atau bentuk jaminan lainnya atas nilai penjaminan; dan h. Dalam hal nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga, maka Bank melakukan pemenuhan kewajiban nasabah kepada pihak ketiga dengan memberikan dana talangan sebagai Pembiayaan atas dasar Akad Qardh yang harus diselesaikan oleh nasabah. 2. Ketentuan yang berlaku pada jasa pemberian jaminan atas dasar Akad Kafalah sebagaimana dimaksud pada angka 1, berlaku pula pada Pembiayaan Multijasa dengan menggunakan Akad Kafalah. Pemberian Jasa Pengalihan Utang atas Dasar Akad Hawalah 1. Dalam kegiatan pelayanan jasa dalam bentuk pemberian jasa pengalihan utang atas dasar Akad Hawalah terdiri dari : a. Hawalah Mutlaqah yaitu transaksi yang berfungsi untuk pengalihan utang para pihak yang menimbulkan adanya dana keluar (cash out) Bank, dan b. Hawalah Muqayyadah yaitu transaksi yang berfungsi untuk melakukan set-off utang piutang diantara 3 (tiga) pihak yang memiliki hubungan muamalat (utang piutang) melalui transaksi pengalihan utang, serta tidak menimbulkan adanya dana keluar (cash out). 2. Dalam kegiatan pelayanan jasa dalam bentuk pemberian jasa pengalihan utang atas dasar Akad Hawalah Mutlaqah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut : a. Bank bertindak sebagai pihak yang menerima pengalihan utang atas utang nasabah kepada pihak ketiga; b. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik pemberian jasa pengalihan utang atas dasar Akad Hawalah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah; c. Bank wajib melakukan analisis atas rencana pemberian jasa pengalihan utang atas dasar Akad Hawalah bagi nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisis atas karakter (Character) dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisis kapasitas usaha (Capacity), keuangan (Capital), dan prospek usaha (Condition); d. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa Akad pengalihan utang atas dasar Hawalah; e. Nilai pengalihan utang harus sebesar nilai nominal; f. Bank menyediakan dana talangan (Qardh) sebesar nilai pengalihan utang nasabah kepada pihak ketiga; g. Bank dapat meminta imbalan (ujrah) atau fee dalam batas kewajaran kepada nasabah; dan h. Bank dapat mengenakan biaya administrasi dalam batas kewajaran kepada nasabah. 13

3. Dalam kegiatan pelayanan jasa dalam bentuk pemberian jasa pengalihan utang atas dasar Akad Hawalah Muqayyadah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut: a. Ketentuan kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pemberian jasa pengalihan utang atas dasar Akad Hawalah Mutlaqah sebagaimana dimaksud pada Angka 2, kecuali huruf a, huruf f dan huruf g; b. Bank bertindak sebagai pihak yang menerima pengalihan utang atas utang nasabah kepada pihak ketiga, dimana sebelumnya Bank memiliki utang kepada nasabah; dan c. Jumlah utang nasabah kepada pihak ketiga yang bisa diambil alih oleh Bank, paling besar sebanyak nilai utang Bank kepada nasabah. Jasa Pertukaran Mata Uang atas Dasar Akad Sharf Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pemberian jasa pertukaran mata uang atas dasar Akad Sharf, berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut: a. Bank dapat bertindak baik sebagai pihak yang menerima penukaran maupun pihak yang menukarkan uang dari atau kepada nasabah; b. Transaksi pertukaran uang untuk mata uang berlainan jenis (valuta asing) hanya dapat dilakukan dalam bentuk transaksi spot; dan c. Dalam hal transaksi pertukaran uang dilakukan terhadap mata uang berlainan jenis dalam kegiatan money changer, maka transaksi harus dilakukan secara tunai dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan. Yang dimaksud dengan : Wadi ah adalah transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktuwaktu. Mudharabah adalah transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibulmaal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Musyarakah adalah transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan/atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing. Murabahah adalah transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati olah para pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan 14

kepada pembeli. Salam adalah transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh. Istishna adalah transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan. Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan/atau jasa antara pemilik objek sewa termasuk kepemilikan hak pakai atas objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan. Ijarah Muntahiyah bit Tamlik adalah transaksi sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa. Qardh adalah transaksi pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Kafalah adalah transaksi penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga atau yang tertanggung (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (makful anhu/ashil). Hawalah adalah transaksi pengalihan hutang dari satu pihak yang berhutang kepada pihak lain yang wajib menanggung atau membayar. Sharf adalah transaksi pertukaran antar mata uang berlainan jenis. BAB III 4 Pasal 4 9/19/PBI/2007 Ayat 1-3 Penyelesaian Sengketa antara Bank dengan Nasabah (1) Dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana tertuang dalam Akad antara Bank dengan nasabah, atau jika terjadi sengketa antara Bank dengan nasabah, penyelesaian dilakukan melalui musyawarah. (2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan antara lain melalui mediasi termasuk mediasi perbankan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain ketentuan Bank Indonesia mengenai Mediasi Perbankan. (3) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui mekanisme arbitrase syariah atau melalui lembaga peradilan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 15

SE 10/14/DPbS 2008 Romawi V (4) Ketentuan Ganti Rugi (Ta'widh) dalam Pembiayaan dan Penghimpunan Dana adalah sebagai berikut: a. Bank dapat mengenakan ganti rugi (ta`widh) kepada nasabah baik karena kesengajaan maupun kelalaian nasabah dalam melakukan sesuatu yang menyimpang dari perjanjian pembiayaan dan penghimpunan dana yang mengakibatkan kerugian dan/atau tambahan beban pada Bank; b. Besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam huruf a adalah sebesar nilai kerugian riil (real loss) yang berkaitan dengan upaya Bank untuk memperoleh pembayaran dari nasabah dan bukan potensi kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss/al-furshah al-dha-i ah); c. Kerugian riil sebagaimana dimaksud dalam huruf b adalah biaya-biaya riil dan/atau tambahan beban yang dikeluarkan oleh Bank dalam rangka penagihan hak Bank atas nasabah dan/atau dalam rangka pengelolaan rekening penghimpunan dana nasabah. d. Ganti rugi hanya boleh dikenakan pada Pembiayaan atas dasar Ijarah dan Pembiayaan yang menimbulkan utang piutang (dain), seperti Salam, Istishna serta Murabahah, yang pembayarannya dilakukan secara tangguh; e. Ganti rugi dalam Pembiayaan atas dasar Mudharabah dan Musyarakah, hanya boleh dikenakan oleh Bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) apabila bagian keuntungan Bank tidak dibayar oleh nasabah sebagai pengelola dana (mudharib); f. Klausul kemungkinan pengenaan ganti rugi harus ditetapkan secara jelas dalam perjanjian Pembiayaan dan dipahami oleh nasabah. BAB IV 5 Pasal 5 10/16/PBI/2008 BAB V 6 Pasal 6 10/16/PBI/2008 Sanksi Bank yang tidak memenuhi Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 2 ayat (2) dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Ketentuan Peralihan (1) Akad antara Bank dengan Nasabah yang mengacu pada ketentuan Bank Indonesia tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan belum jatuh tempo pada saat ketentuan ini berlaku, tetap berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. (2) Akad antara Bank dengan Nasabah yang mengacu pada ketentuan Bank Indonesia tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah yang jatuh tempo setelah ketentuan ini berlaku dan akan diperpanjang, harus disesuaikan dengan memenuhi prinsip syariah sesuai ketentuan ini. 16

Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah BAB I Ketentuan Umum 7 Pasal 1 10/17/PBI/2008 1. Bank adalah Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 3. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 4. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 5. Produk Bank, yang selanjutnya disebut Produk, adalah produk yang dikeluarkan Bank baik di sisi penghimpunan dana maupun penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank yang sesuai dengan Prinsip Syariah, tidak termasuk produk lembaga keuangan bukan Bank yang dipasarkan oleh Bank sebagai agen pemasaran. 6. Produk Non Bank adalah produk yang dikeluarkan lembaga keuangan bukan Bank. BAB II 8 Pasal 2 10/17/PBI/2008 Ayat 1-3 SE 10/31/DPbS 2008 Romawi II Perizinan atau Pelaporan Produk (1) Bank wajib melaporkan rencana pengeluaran Produk baru kepada Bank Indonesia. (2) Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Produk sebagaimana ditetapkan dalam Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah yang diatur lebih lanjut dalam ketentuan Bank Indonesia. (3) Dalam hal Bank akan mengeluarkan Produk baru yang tidak termasuk dalam Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka Bank wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. (4) Penyampaian laporan Produk baru Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dilakukan dengan memenuhi persyaratan dan dokumen paling kurang sebagai berikut: a. pencantuman kata ib pada penulisan nama Produk baru; b. pendapat syariah dari Dewan Pengawas Syariah Bank terhadap Produk baru; c. prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedures/SOP) dan kewenangan dalam pengelolaan Produk baru; d. analisa penerapan manajemen risiko meliputi identifikasi, pengukuran, pemantauan, pengendalian, dan sistem informasi; e. draft akad Produk; dan f. keterangan mengenai kesesuaian Produk baru dengan Produk sebagaimana yang tercantum dalam Buku Kodifikasi Produk Perbankan 17

SE 10/31/DPbS 2008 Romawi III SE 10/31/DPbS 2008 Romawi IV Syariah. (5) Penyampaian laporan Produk baru Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dilakukan dengan memenuhi persyaratan dan dokumen paling kurang sebagai berikut: a. pencantuman kata ib pada penulisan nama Produk baru; b. pendapat syariah dari Dewan Pengawas Syariah Bank terhadap Produk baru; c. prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedures/SOP) dan kewenangan dalam pengelolaan Produk baru; d. draft akad Produk; dan e. keterangan mengenai kesesuaian Produk baru dengan Produk sebagaimana yang tercantum dalam Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah. (6) Permohonan persetujuan Produk baru Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dilakukan dengan memenuhi persyaratan dan dokumen paling kurang sebagai berikut: a. pencantuman kata ib pada penulisan nama Produk baru; b. fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia terhadap Produk baru; c. analisis dan pendapat syariah dari Dewan Pengawas Syariah Bank terhadap Produk baru; d. analisis aspek hukum yang mencakup kemungkinan adanya risiko hukum yang akan ditimbulkan oleh Produk baru serta kesesuaian dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku; e. prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedures/SOP) dan kewenangan dalam pengelolaan Produk baru; f. analisis penerapan manajemen risiko meliputi identifikasi, pengukuran, pemantauan, pengendalian, dan sistem informasi; dan g. draft akad Produk. (7) Permohonan persetujuan Produk baru Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dilakukan dengan memenuhi persyaratan dan dokumen paling kurang sebagai berikut: a. pencantuman kata ib pada penulisan nama Produk baru; b. fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia terhadap Produk baru; c. pendapat syariah dari Dewan Pengawas Syariah Bank terhadap Produk baru; d. prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedures/SOP) dan kewenangan dalam pengelolaan Produk baru; dan e. draft akad Produk. (8) Alamat penyampaian laporan atau permohonan persetujuan kepada Bank Indonesia adalah sebagai berikut: a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M. H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat dengan tembusan Direktorat Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. 18