BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga. harta benda, dan dampak psikologis (BNPB, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik secara materi atau secara spiritual. Bencana sering terjadi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

No.1087, 2014 BNPB. Badan Penanggulangan Bencana. Daerah. Pembentukan. Pedoman KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA,

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2010 PEMBENTUKAN ORGANISASI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANDUNG

RANCANGAN TENTATIF WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

PEMETAAN SISTEM KONFIGURASI JARINGAN KOMUNIKASI DAN INFORMASI TANGGAP DARURAT BENCANA DI INDONESIA

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana alam yang melanda berbagai

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

Powered by TCPDF (

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG BANTUAN TERHADAP KORBAN BENCANA PADA SAAT TANGGAP DARURAT BENCANA BUPATI MALANG,

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur.

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 72 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

2018, No Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

BUPATI PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR,

BUPATI KARO PROPINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN NOMOR TUNGGAL PANGGILAN DARURAT 112

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan tempat dimana tiga lempeng besar dunia

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

MEMUTUSKAN ; Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PROSEDUR PENGGUNAAN DANA SIAP PAKAI UNTUK TANGGAP DARURAT BENCANA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR TETAP SIAGA DARURAT BENCANA

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2011 menjelaskan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Berdasarkan data Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK), dalam kurun waktu (2006-2009) tercatat 1.074 kejadian bencana yang mengakibatkan permasalahan kesehatan di Indonesia. Kejadian tersebut menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan yaitu korban meninggal dunia sebanyak 10.106 orang, korban luka-luka/dirawat sebanyak 775.993 orang, selain itu juga terdapat pengungsi sebanyak 4.101.610 orang serta ratusan sarana pelayanan kesehatan yang mengalami kerusakan. Hal ini merupakan masalah yang cukup serius, apalagi mengingat negara kita merupakan negara yang masih berkembang dan pembangunan menjadi terhambat akibat tingginya permasalahan yang ditimbulkan akibat bencana termasuk masalah kesehatan (Imran, 2012).

Salah satu jenis bencana di Indonesia yang sering terjadi akibat faktor alam adalah terjadinya letusan gunung berapi. Letusan gunung api adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah "erupsi". Bencana erupsi cukup sering terjadi akhir-akhir ini karena pada dasarnya Indonesia memiliki 129 gunung api aktif atau (sekitar 10% dari jumlah gunung api di seluruh dunia) yang tersebar dari ujung utara Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi Utara (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2010). Letusan atau erupsi gunung api yang berbahaya akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan penduduk di sekitarnya. Bahaya langsungnya adalah bahaya yang diakibatkan oleh material yang keluar dari letusan gunung api seperti aliran lava, batu kerikil, awan panas, lontaran batu pijar dan hujan panas yang jika terkena akan mematikan kehidupan di sekitarnya termasuk penduduk. Bahaya tidak langsungnya adalah aliran lahar atau banjir lahar akibat bertumpuknya materi vulkanik di bagian lereng (Setiawan, 2010). Salah satu gunung api aktif yang terdapat di Sumatera Utara yaitu Gunung Sinabung yang berada pada level IV yaitu Awas. Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo mengalami erupsi yang cukup mengejutkan pada tanggal 29 Agustus 2010. Sejak itu status Gunung Sinabung berubah dari status tipe B menjadi tipe A. Berdasarkan data Media Center di Posko Pendampingan Erupsi Gunung Sinabung 2013, pada tanggal 1 dan 2 November 2013 terjadi peningkatan aktivitas sehingga statusnya ditingkatkan dari waspada (level II) menjadi siaga (level III). Pada tanggal 3 November 2013 tepatnya pukul 03.00 WIB statusnya kembali ditingkatkan

menjadi awas (level IV) dan sejak tanggal 3 November 2013 ditetapkan mulai masa tanggap darurat. Dampak dari kejadian erupsi Gunung Sinabung adalah adanya pengungsi yang berasal dari daerah terdampak di sekitar Gunung Sinabung. Jumlah pengungsian berfluktuatif dari bulan September 2013 hingga Februari 2014. Pada tanggal 24 Februari 2014, jumlah pengungsi sebanyak 15.996 jiwa atau sebanyak 5.021 KK, yang terdiri lansia sebanyak 1.414 orang, ibu hamil sebanyak 142 orang, bayi sebanyak 899 orang, tersebar di 33 titik pengungsian (Data Posko Tanggap Darurat Gunung Sinabung tahun 2014). Erupsi Gunung Sinabung mempengaruhi status kesehatan pengungsi. Angka kesakitan meningkat, berdasarkan data pada tanggal 3 November 2013 hingga 7 Februari 2014, jumlah kunjungan di pos kesehatan sebanyak 121.731 orang, dengan rincian penyakit gastritis sebanyak 22.591 orang, ISPA sebanyak 77.000 orang, conjunctivitis sebanyak 3.248 orang, diare sebanyak 3.448 orang, hipertensi sebanyak 3573 orang, anxietas sebanyak 1.415 orang dan penyakit lainnya 9.966 orang. Penyakit itu muncul akibat debu vulkanik yang keluar setiap terjadi erupsi, serta minimnya fasilitas kebutuhan dasar bagi pengungsi seperti mandi, cuci dan kakus (MCK) yang tidak sesuai dengan jumlah pengungsi. Untuk menekan dan mencegah jatuhnya korban pasca erupsi, perlu dilakukan berbagai upaya dari semua sektor termasuk sektor kesehatan. Upaya upaya kesehatan dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun non pemerintah. Namun demikian, upaya yang bertujuan memberikan pelayanan bagi masyarakat korban bencana dapat

terhambat bila berjalan sendiri dan tidak ada hubungan saling keterkaitan. Oleh karena itu semua upaya yang dilakukan harus dikoordinasikan agar berjalan sinergi dan memberi dampak yang lebih maksimal bagi korban bencana. Bencana erupsi Gunung Berapi telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan pengungsi serta kerusakan fasilitas umum. Dampak tersebut membutuhkan upaya yang terkoordinasi dari semua sektor, termasuk koordinasi di sektor kesehatan (Imran, 2012). Banyak sektor yang terlibat dalam penanggulangan bencana Gunung Sinabung termasuk yang berhubungan dengan kesehatan korban bencana. Oleh karenanya penanganan kesehatan pada saat bencana haruslah memperhatikan koordinasi lintas sektoral yang terkait. Sektor tersebut diantaranya Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, Dinas Kesehatan Propinsi, Kementerian Kesehatan melalui Pusat Penanggulangan Krisis dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sebagai komando tanggap darurat. Ketika melakukan survey awal, peneliti mengikuti rapat koordinasi di Pos Pendampingan pada tanggal 26 Desember 2013. Dinas Kesehatan tidak turut dalam rapat tersebut sehingga informasi mengenai kesehatan tidak ada. Pos kesehatan juga tidak terlihat ada didirikan di Pos pendampingan. Menurut relawan dan staf BPBD, sementara ini pos kesehatan dipusatkan di Dinas Kesehatan. Hal itu akan mempengaruhi koordinasi pelayanan kesehatan akibat kurangnya informasi. Siswanto (2012) mengatakan informasi kesehatan sangat diperlukan untuk mengambil keputusan penting dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan.

Menurut Kepmenkes Nomor 145 Tahun 2007, Dinas Kesehatan berperan untuk melayani, mendampingi dan mengawasi setiap kegiatan yang melibatkan permasalahan kesehatan pada pengungsi. Maka, setiap instansi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi maupun relawan yang ingin melakukan kegiatan yang berkenaan dengan pelayanan kesehatan seharusnya berkoordinasi atau melaporkan kegiatan pada Dinas Kesehatan sebagai koordinator bidang kesehatan. Namun, ada pelayanan kesehatan dari organisasi atau lembaga swadaya masyarakat yang melakukan secara langsung tanpa berkoordinasi dengan satuan tugas tim kesehatan seperti pengobatan gratis yang dilakukan oleh instansi lain secara langsung di Pos Pengungsi Losd Tigabinanga tanpa melibatkan Dinas Kesehatan. Kegiatan pengobatan gratis memang sangat diperlukan pengungsi, namun koordinasi kepada Dinas Kesehatan sebaiknya dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Pada tanggal 11 Februari 2014 pukul 10.30 Wib, terjadi erupsi dengan tinggi kolom erupsi mencapai 2 Km, dengan jangkauan awan panas ke arah tenggara selatan sejauh 4,5 Km. Erupsi kali ini menyebabkan jatuhnya korban jiwa sebanyak 18 orang. Hal ini menimbulkan kepanikan karena masyarakat sebelumnya menduga bahwa Gunung Sinabung sedang mengalami penurunan aktivitas. Pada saat kejadian erupsi tersebut, korban jiwa yang meninggal dan luka luka diangkut dengan menggunakan ambulans dan kendaraan roda dua karena akses masuk ke lokasi yang sulit akibat debu vulkanik yang cukup tebal. Pelaksanaan evakuasi dilakukan oleh Basarnas (Badan Search And Rescue Nasional), Palang Merah Indonesia (PMI) dibantu oleh masyarakat dan relawan untuk dibawa ke fasilitas kesehatan.

Pengalaman akan kejadian tersebut telah menyadarkan semua tim penanggulangan bencana akan pentingnya kerjasama dan koordinasi antar tim penanggulangan bencana. Koordinasi yang baik akan memberi dampak maksimalnya hasil upaya kesehatan yang dilakukan saat bencana. Penanganan pengungsi pada masa tanggap darurat akibat erupsi Gunung Sinabung telah dilakukan sejak tanggal 3 November 2013 sampai saat ini. Pemerintah Kabupaten Karo telah memperpanjang masa tanggap darurat hingga 15 Februari 2014. Surat Keputusan Bupati Karo Nomor 361/032/Bakesbang/2014 berisi tentang Tim Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung pada masa tanggap darurat. Belum terbentuknya BPBD di Kabupaten Karo menyebabkan masih sulit penanganan pengungsi Gunung Sinabung dikarenakan kurangnya koordinasi dengan dinas-dinas ataupun badan lain yang ada hubungannya dengan masalah bencana. Sampai saat ini penanganan pengungsi masih dilakukan oleh BPBD Provinsi Sumatera Utara dengan Satuan Komando Tanggap Darurat Penanggulangan Bencana Kabupaten Karo (karena sampai saat ini Rancangan Peraturan Daerah Pembentukan BPBD Karo masih diproses), dimana Dandim 0205/TK selaku Komandan Tanggap Darurat dan Operasi. Setiap organisasi apapun bentuknya pasti memiliki sumber daya, proses manajemen dan tujuan. Agar dapat melaksanakan proses manajemen yang baik dan sumber daya dapat dimanfaatkan secara optimal, diperlukan sebuah integrasi. Proses integrasi inilah yang sesungguhnya disebut koordinasi. Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur

manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2011). Koordinasi mengimplikasikan bahwa elemen-elemen sebuah organisasi saling berhubungan dan mereka menunjukkan keterkaitan sedemikian rupa, sehingga semua orang melaksanakan tindakan-tindakan tepat, pada waktu tepat dalam rangka upaya mencapai tujuan-tujuan. Banyaknya instansi yang turun dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung dan masih sedikitnya tenaga kesehatan yang terlatih di lingkungan Dinas Kesehatan, tentu mempengaruhi tindakan Dinas Kesehatan dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada. Apalagi masalah kesehatan tidak mungkin dapat diselesaikan sendiri oleh Dinas Kesehatan karena memiliki keterkaitan dengan sektor lain seperti yang diamanatkan dalam UU Penanggulangan bencana nomor 24 tahun 2007. Masalahnya adalah bagaimana Dinas Kesehatan mampu mengemban tanggungjawab sebagai koordinator penanggulangan bencana bidang kesehatan dan melakukan koordinasi dengan berbagai sektor terkait. Oleh karena itu Peneliti merasa perlu melakukan penelitian tentang pelaksanaan fungsi koordinasi Dinas Kesehatan dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan pada masa tanggap darurat erupsi Gunung Sinabung. 1.2 Permasalahan Situasi tanggap darurat yang memakan waktu lama pada penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung tahun 2014 dapat menimbulkan masalah yang

tidak diinginkan seperti korban awan panas, kekurangan sumber daya, dan kerusakan sarana dan prasarana serta jumlah pengungsi yang banyak, dan ini membutuhkan koordinasi antar sektor untuk mempercepat penanganan pengungsi. Dinas Kesehatan berperan untuk meningkatkan ketahanan kesehatan pengungsi dengan melakukan upaya pengobatan, promosi kesehatan, dan kegiatan preventif sehingga dapat mengurangi angka kesakitan di pengungsian. Tentunya untuk mewujudkannya, semua itu tidak dapat dilakukan oleh Dinas Kesehatan sendiri tanpa bantuan dari sektor lainnya. Dengan demikian dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu: a. Bagaimanakah pelaksanaan fungsi koordinasi internal satgas penanggulangan bencana pada masa tanggap darurat erupsi Gunung Sinabung tahun 2014? b. Bagaimanakah pelaksanaan fungsi koordinasi lintas sektoral Dinas Kesehatan dengan instansi lain pada penanggulangan bencana masa tanggap darurat erupsi Gunung Sinabung tahun 2014? c. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempercepat dan menghambat koordinasi penanggulangan bencana bidang kesehatan masa tanggap darurat erupsi Gunung Sinabung tahun 2014? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pelaksanaan fungsi koordinasi bidang kesehatan pada masa tanggap darurat erupsi Gunung Sinabung tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Ilmu Pengetahuan Untuk menambah khasanah ilmu kesehatan masyarakat khususnya tentang analisa pelaksanaan fungsi koordinasi bidang kesehatan pada masa tanggap darurat erupsi Gunung Api. 1.4.2 Dinas Kesehatan Kabupaten Karo Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan atau informasi bagi pengelola program terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat letusan Gunung Sinabung di lingkungan Pemerintah Kabupaten Karo, khususnya koordinasi dalam bidang kesehatan. 1.4.3 Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan fungsi koordinasi bidang kesehatan pada masa tanggap darurat erupsi Gunung Sinabung.