BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia saat ini dihadapkan pada era

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan antar perusahaan tidak terbatas hanya secara lokal,

BAB I PENDAHULUAN. harus dapat mengelola usahanya dengan baik, karena pada masa sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri garmen semakin mengglobal. Perkembangan ini dimulai

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini ditandai dengan menjamurnya

Manajemen Produksi dan Operasi. Inventory M-4

BAB I PENDAHULUAN. optimal sesuai dengan pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang, sehingga

MANAJEMEN PERSEDIAAN

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Asti Widayanti S.Si M.T

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada perusahaan dagang dan industri, persediaan merupakan aktiva lancar

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya cukup besar dalam suatu perusahaan. Jenis sediaan yang ada dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam era globalisasi sekarang ini, persaingan global yang tajam banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, dunia usaha mengalami perkembangan yang sangat signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam menunjang operasi (kegiatan) dari perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pada masa sekarang sedang dihadapkan dengan era globalisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Proses industri harus dipandang sebagai suatu perbaikan terus menerus, yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bentuk perusahaan mempunyai tujuan yang harus dicapai oleh

BAB I PENDAHULUAN. ada habisnya dan semakin berkembang. Apabila orientasi perusahaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. banyak perusahaan yang berupaya menjadi perusahaan yang berkelas dunia (word

Prosiding Manajemen ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem Pengendalian Manajemen ( Management Control System ) adalah 1

BAB I PENDAHULUAN. setiap perusahaan adalah memperoleh keuntungan maksimum. memberikan pelayanan yang baik serta kepuasan kepada pelanggan.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan situs resmi Badan Usaha Milik Negara (BUMN),

Bab 1. Pendahuluan. Persediaan bahan baku dalam perusahaan industri memegang peranan yang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap laba yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia telah memasuki era pasar bebas, dan dalam era pasar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perkembangan industri tekstil di Indonesia terus menunjukan

ABSTRAK. Kemampuan dan keterampilan manajemen mengelola sumber daya yang ada

BAB 1 PENDAHULUAN. Melihat perkembangan dunia usaha yang tumbuh semakin cepat. menyebabkan meningkatnya persaingan yang kompetitif antar perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Zulian Zamil : 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi mencakup kawasan regional dan global. Oleh karena itu, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. berkembang pesat. Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk menemukan

BAB I PENDAHULUAN. paling sering dipakai dalam hal perekonomian (Zulfi Suhendar, 2014).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. usaha yang semakin pesat ini akan membawa dampak persaingan perdagangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INVESTASI DALAM PERSEDIAAN

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang paling besar dalam harta perusahaan. Persediaan juga memberikan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendanai operasional perusahan maupun untuk membiayai investasi jangka UKDW

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam produk, baik itu berupa barang ataupun jasa. Salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Return On Asset (ROA) keuntungan. ROA mampu mengukur kemampuan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk lebih efisien dan lebih selektif dalam beroperasi sehingga tujuan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dalam menentukan persediaan perusahan harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan tersebut bergerak menurut kegiatannya masingmasing,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rangkuti (2004:1) setiap perusahaan, apakah itu perusahaan jasa

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi pada perusahaan di Indonesia dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah perusahaan-perusahaan sejenis yang muncul, maka

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan dalam bidang perekonomian khususnya dalam bidang usaha

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang. Perbaikan performansi bisnis modern harus mencakup keseluruhan sistem

BAB I PENDAHULUAN. industri otomotif dan komponen, sehingga tercipta industri otomotif nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan usaha pada sektor manufaktur saat ini telah

Persediaan adalah barang yang sudah dimiliki oleh perusahaan tetapi belum digunakan

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas ini, perubahan dan mobilitas keuangan

ARTIKEL ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY EOQ PADA PERUSAHAAN KECAP MURNI JAYA

DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR BAGAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Identifikasi Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. Persediaan merupakan salah satu hal yang utama dalam sebuah perusahaan karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perencanaan dan pengendalian Produksi. Menurut Ilmu Ekonomi, pengertian produksi adalah kegiatan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi kegiatan bisnis terutama disektor industri telah

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat di indonesia, pengusaha dituntut untuk bekerja dengan lebih efisien

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Penelitian. Dunia bisnis di Indonesia mengalami kemunduran setelah terjadi krisis

BAB I PENDAHULUAN. Cooperation (APEC) pada tahun 2010 serta Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

BAB II LANDASAN TEORI. penerimaan dengan pengeluaran, tetapi dengan semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan manufaktur, persediaan di perusahaan jasa pun merupakan asset

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab I. Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perekonomian dunia sedang menuju era globalisasi di mana

ABSTRACT. Keywords: EOQ (Economic Order Quantity), Raw Materials, Inventories of Raw Materials. vii. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Heizer & Rander

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan usahanya dan menjalankan aktivitas perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sekarang ini. Setiap perusahaan dituntut untuk mampu bersaing

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini dunia usaha dihadapkan pada era globalisasi dimana pasar

BAB I PENDAHULUAN. suatu resiko mengalami kendala beroperasi sehingga tidak bisa memenuhi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

MANAJEMEN PERSEDIAAN YULIATI,SE,MM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Having inventory is cost company money and not having inventory is cost company money (

TUGAS AKHIR. Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh perusahaan seperti kelebihan atau kekurangan persediaan. Jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klaim dalam bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk individu,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu bagian penting di dalam komunitas perekonomian global. Hal

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai kegiatan usaha, baik usaha jasa, dagang maupun. industri/manufaktur tujuan utama yang ingin dicapai perusahaan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, Indonesia tidak luput

BAB I PENDAHULUAN. maksimal, karena itu diperlukannya hal yang paling utama yaitu menghasilkan

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... x BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian...

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. Industri manufaktur merupakan industri yang perlu dikembangkan di

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi sekarang di dunia industri persaingan antar perusahaan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan ekonomi di Indonesia saat ini dihadapkan pada era perdagangan bebas dan globalisasi dunia usaha. Adanya globalisasi dapat dilihat dengan tumbuhnya berbagai lembaga ekonomi internasional seperti AFTA, APEC, WTO, Gatt dan sebagainya. Dengan adanya globalisasi menyebabkan perdagangan menjadi semakin bebas dan persaingan antar perusahaan untuk merebut pangsa pasar menjadi semakin ketat. Perusahaan diharapkan dapat mengubah tantangan globalisasi sebagai peluang emas untuk menuju kesuksesan. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, perusahaan diharapkan memiliki daya saing yang tinggi, seperti memiliki keunggulan teknologi dan informasi, sehingga mampu bertahan dan dapat memenangkan persaingan global saat ini. Untuk dapat memenangkan persaingan tersebut, harus diambil teknik-teknik yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk melakukan perubahan-perubahan yang bisa mendorong aktivitas usaha untuk melakukan efisiensi biaya, sehingga mereka dapat menekan biaya untuk mendukung profit yang semakin menurun. Hal tersebut perlu dilakukan perusahaan dikarenakan mulai 1 Januari 2010 ini telah diberlakukan era perdagangan bebas China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) dan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa ada persaingan tidak seimbang yang kemudian akan mematikan industri dalam negeri. (http://wartawarga.gunadarma.ac.id, 13 Februari 2010) 1

BAB I PENDAHULUAN 2 Pemberlakuan pasar bebas China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) sudah pasti menimbulkan dampak sangat negatif. Salah satunya yaitu adanya serbuan produk asing terutama dari China dapat mengakibatkan kehancuran sektor-sektor ekonomi yang diserbu. Padahal sebelum tahun 2009 saja Indonesia telah mengalami proses deindustrialisasi (penurunan industri). Berdasarkan data Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, peran industri pengolahan mengalami penurunan dari 28,1% pada 2004 menjadi 27,9% pada 2008. Diproyeksikan 5 tahun ke depan penanaman modal di sektor industri pengolahan mengalami penurunan US$ 5 miliar yang sebagian besar dipicu oleh penutupan sentra-sentra usaha strategis IKM (Industri Kecil Menengah). Jumlah IKM yang terdaftar pada Kementrian Perindustrian tahun 2008 mencapai 16.806 dengan skala modal Rp 1 miliar hingga Rp 5 miliar. Dari jumlah tersebut, 85% di antaranya akan mengalami kesulitan dalam menghadapi persaingan dengan produk dari China. Hal tersebut dikarenakan harga tekstil dan produk tekstil (TPT) China lebih murah antara 15% hingga 25%. Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat Usman, selisih 5% saja sudah membuat industri lokal kelabakan, apalagi perbedaannya besar. (http://hizbut-tahrir.or.id, 12 Januari 2010) Adanya perdagangan bebas yang sudah terlanjur terlaksana, maka harus ada beberapa tindakan yang sebaiknya dilakukan agar dampak buruk dari perdagangan bebas dapat dihindari. Kunci keberhasilan untuk industri, seperti manufaktur, agar mereka bisa memenangkan persaingan adalah dengan melakukan upaya-upaya dari dalam (intern) perusahaan. Upaya intern yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 3 dilakukan antara lain dengan memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki perusahaan, yaitu berupa 5 M (man, material, machine, money, method) yang secara maksimal dapat dicapai bila ada perencanaan yang baik. Kelima unsur 5 M tersebut pada dasarnya akan berpengaruh pada penjualan barang jadi yang diproduksi. Produksi barang jadi tidak lepas dari kebutuhan akan ketersediaan bahan baku. Persediaan bahan baku, merupakan salah satu sumber daya perusahaan yang memerlukan perencanaan, pengawasan serta pengendalian yang seksama, dimana bahan baku adalah harta perusahaan yang jumlahnya cukup besar dan pengaruhnya pun cukup besar terhadap jalannya perusahaan. Jumlah persediaan bahan baku tidak boleh kurang atau bahkan jauh melampaui kapasitas produksi yang direncanakan perusahaan. Jumlah persediaan bahan baku yang kurang dari standar jumlah produksi menyebabkan jumlah permintaan barang jadi yang diminta menjadi tidak terpenuhi. Dampaknya bila ada barang sejenis dari perusahaan pesaing tersedia di pasar maka akan beresiko konsumen kita akan beralih pada produk pesaing. Sebaliknya bila jumlah persediaan bahan baku berlebih maka akan meningkatkan biaya-biaya (costs) yang harus ditanggung perusahaan, seperti biaya penyimpanan bahan baku dan biaya yang harus ditanggung bila bahan baku yang terlalu lama disimpan mengalami kerusakan. Pihak manajemen harus menetapkan besarnya persediaan bahan baku yang diperlukan, dimana kebijakan yang diambil harus menjamin kestabilan dari persediaan bahan baku tersebut, baik bahan baku utama ataupun bahan baku pembantu sehingga proses produksi akan berjalan lancar dengan kata lain

BAB I PENDAHULUAN 4 kebijakan yang diambil harus bisa menetapkan berapa besarnya pesanan yang harus dilakukan agar bahan baku yang dipesan tersebut sesuai dengan kebutuhan produksi. Oleh karena itu, agar pengendalian persediaan bahan baku dapat terencana dengan baik digunakan metode economic order quantity (EOQ). Economic order quantity adalah volume atau jumlah pembelian yang paling ekonomis untuk dilakukan pada setiap kali pembelian. Dengan metode EOQ, perusahaan akan mengurangi persediaan yang sudah tidak layak digunakan atau rusak, dan relatif memperkecil terjadinya kendala-kendala sebuah perusahaan dalam menghasilkan produksi, atau tertundanya pekerjaan dan hilangnya kesempatan perusahaan dalam menjual produknya akibat kehabisan persediaan, menghasilkan rasio perputaran persediaan (inventory turnover) yang relatif tinggi serta modal kerja yang dibutuhkan semakin rendah. Inventory atau persediaan barang sebagai elemen utama dari modal kerja merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar, dimana secara terusmenerus mengalami perubahan. Kesalahan dalam penerapan besarnya investasi dalam bahan baku mempunyai pengaruh yang langsung terhadap keuntungan perusahaan, karena akan menimbulkan biaya tambahan. Dengan bertambahnya biaya maka akan mengurangi keuntungan perusahaan. Adanya investasi yang terlalu besar di dalam bahan baku dibandingkan dengan kebutuhannya akan memperbesar beban bunga, memperoleh kemungkinan kerugian karena kerusakan, menurunnya kualitas barang, hal ini tentu saja akan menambah biaya perusahaan. Selain itu juga akan menyebabkan tingkat inventory

BAB I PENDAHULUAN 5 turnover rendah dan hal ini tentu saja akan memperbesar modal yang diperlukan oleh perusahaan. Demikian pula sebaliknya jika investasi terlalu kecil di dalam bahan baku, maka akan menimbulkan akibat yang kurang menguntungkan bagi perusahaan karena perusahaan tidak bekerja dengan kapasitas penuh, sehingga capital asset dan direct labour tidak dapat didayagunakan secara optimal dan hal ini akan mempertinggi biaya produksi rata-rata yang pada akhirnya juga akan mengurangi keuntungan perusahaan. Tingkat perputaran persediaan (inventory turnover) menunjukan berapa kali persediaan tersebut diganti dalam arti dibeli dan dijual kembali. Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan tersebut, maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan (terutama yang harus diinvestasikan dalam persediaan) semakin rendah. Untuk dapat mencapai tingkat perputaran yang tinggi, maka harus diadakan perencanaan dan pengawasan persediaan secara teratur dan efisien. Semakin cepat atau semakin tinggi tingkat perputaran persediaan (inventory turnover) akan memperkecil resiko terhadap kerugian yang disebabkan karena penurunan harga atau karena perubahan selera konsumen, di samping itu dapat menghemat ongkos penyimpanan dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut. Media yang digunakan dalam mengukur dan menilai pengendalian persediaan bahan baku adalah dengan mengetahui tingkat perputaran bahan baku (raw material turnover) yang menunjukan berapa kali persediaan tersebut berputar karena digunakan dalam proses produksi. Tingkat perputaran bahan baku (raw material turnover) dapat mengetahui berapa kali persediaan bahan

BAB I PENDAHULUAN 6 baku tersebut tergantikan atau mengukur hubungan antara bahan yang terpakai dengan jumlah persediaan bahan baku yang dimiliki selama satu periode. Penelitian mengenai economic order quantity (EOQ) dan inventory turnover telah peneliti lakukan di PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba. Perusahaan ini merupakan salah satu BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) Propinsi Jawa Barat, didirikan pada tahun 1933 yang dalam perkembangannya pada tanggal 12 April 2002 status hukumnya berubah dari PD (Perusahaan Daerah) menjadi PT (Perseroan Terbatas). Adapun bahan baku yang digunakan diperoleh dengan cara memesan dari supplier yang sebagian bahan bakunya diperoleh dari hasil impor. Sebagaimana perusahaan lainnya, PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba juga masih dihadapkan pada masalah persediaan, diantaranya : perencanaan kebutuhan, pemesanan dan penyimpanan. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pembahasan terhadap pengadaan bahan bakunya. Untuk operasi sehari-hari PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba yang dalam memproduksi produknya tidak terlepas dari pembelian bahan baku, dimana besarnya jumlah bahan baku berpengaruh terhadap kelangsungan produksi. Sehingga perusahaan perlu melakukan pengendalian bahan baku agar dapat meminimalkan biaya yang dikeluarkan dan nantinya akan dapat mengendalikan tingkat inventory turnover. Berikut ini disajikan data persediaan bahan baku yang tersedia di perusahaan dalam tabel 1.1, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN 7 Tabel 1.1 Persediaan Bahan Baku Yang Tersedia PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba Bandung Tahun 2004-2008 Per Triwulan (Dalam Rp) Tahun Triwulan Persediaan Bahan Persediaan Lebih Pesanan Produk Baku (Kurang) I 1.005.370.000,00 1.060.947.325,00 (55.577.325,00) 2004 II 832.380.860,00 879.487.700,00 (47.106.840,00) III 720.915.280,00 896.798.475,00 (175.883.195,00) IV 1.235.949.116,00 1.158.139.425,00 77.809.691,00 I 1.081.187.707,00 1.156.599.825,00 (75.412.118,00) 2005 II 900.695.237,00 966.157.500,00 (65.462.263,00) III 947.995.714,00 924.016.050,00 23.979.664,00 IV 628.936.982,00 713.356.875,00 (84.419.893,00) I 1.066.159.500,00 1.047.537.775,00 18.621.725,00 2006 II 825.473.050,00 870.741.950,00 (45.268.900,00) III 782.297.075,00 843.583.475,00 (61.286.400,00) IV 1.112.348.740,00 986.503.910,00 125.844.830,00 I 724.625.005,00 805.492.130,00 (80.867.125,00) 2007 II 954.224.775,00 890.273.950,00 63.950.825,00 III 837.552.400,00 950.523.225,00 (112.970.825,00) IV 1.088.674.875,00 1.002.086.550,00 86.588.325,00 I 809.210.900,00 901.761.950,00 (92.551.050,00) 2008 II 672.184.725,00 686.499.700,00 (14.314.975,00) III 952.180.400,00 837.671.325,00 114.509.075,00 IV 1.097.324.875,00 1.064.373.550,00 32.951.325,00 Sumber : PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba, 2010 Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa pengadaan persediaan bahan baku setiap tahunnya lebih sering mengalami kekurangan persediaan. Seperti terlihat pada tahun 2004 dan 2005 dalam satu tahunnya hampir tidak dapat memenuhi pesanan yang terjadi. Hal tersebut akan mengakibatkan banyak pelanggan yang mengurangi pesanan mereka, yang akhirnya mereka akan beralih kepada pesaing yang sejenis yang dapat memenuhi pesanan yang dibutuhkan. Dan pada tahun 2006, 2007 dan 2008 dalam beberapa triwulannya terjadi kelebihan dalam persediaan yang ada. Dan hal tersebut akan mengakibatkan perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk persediaan seperti biaya penyimpanan.

BAB I PENDAHULUAN 8 Beberapa permasalahan tersebut disebabkan karena perencanaan pembelian persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan ditentukan berdasarkan intuisi pihak manajemen saja tanpa memperhitungkan komponenkomponen biaya yang akan mempengaruhi total biaya persediaan. Karena pada saat perusahaan kekurangan dalam memenuhi pesanan, perusahaan baru melakukan pembelian bahan baku saat adanya suatu order. Hal ini akan mengakibatkan tertundanya penyelesaian pesanan konsumen. Seharusnya perusahaan dapat mengatasi permasalahan pengadaaan persediaan dengan menerapkan metode economic order quantity (EOQ). Begitu pula dalam modal yang diinvestasikan untuk persediaan, pihak manajemen hanya melihatnya berdasarkan data pada periode sebelumnya. Karena itu akan terjadi dimana perusahaan mengalami investasi yang berlebih, bahkan juga kurang dalam memberikan modal untuk persediaan. Sehingga tingkat perputaran persediaan yang rendah memunculkan indikasi bahwa tingkat penjualan pun menjadi rendah. Dengan tingkat perputaran persediaan yang rendah berarti resiko kerugian dan biaya terhadap persediaan akan menjadi besar. Investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan akan mempengaruhi tingkat inventory turnover, dimana dalam inventory turnover harus memperhatikan mengenai berapa jumlah pemakaian bahan baku pada saat produksi dan berapa jumlah safety stock yang harus ada di dalam gudang. Sehingga dapat dikatakan tingkat inventory turnover itu sendiri dapat dipengaruhi oleh banyaknya persediaan bahan baku di gudang. Berikut ini disajikan data anggaran dan realisasi investasi yang dikeluarkan perusahaan untuk persediaan dalam tabel 1.2, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN 9 Tahun 2004 Tabel 1.2 Investasi Untuk Persediaan PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba Bandung Tahun 2004-2008 Per Triwulan (dalam Rp) Investasi Untuk Persediaan Investasi Lebih Anggaran Realisasi (Kurang) I 553.000.000,00 612.517.650,00 (59.517.650,0) II 346.000.000,00 379.487.700,00 (33.487.700,00) III 441.000.000,00 585.321.025,00 (144.321.025,00) IV 700.000.000,00 620.746.625,00 79.253.375,00 Triwulan I 645.000.000,00 707.363.625,00 (62.363.625,00) 2005 II 372.000.000,00 422.244.950,00 (50.244.950,00) III 575.000.000,00 536.676.200,00 38.323.800,00 IV 593.000.000,00 668.115.250,00 (75.115.250,00) I 475.000.000,00 452.313.000,00 22.687.000,00 2006 II 489.000.000,00 511.479.037,00 (22.479.037,00) III 562.000.000,00 621.620.450,00 (59.620.450,00) IV 550.000.000,00 373.960.080,00 176.039.920,00 I 456.000.000,00 531.650.525,00 (75.650.525,00) 2007 II 525.000.000,00 450.434.950,00 74.565.050,00 III 499.000.000,00 628.418.000,00 (129.418.000,00) IV 646.000.000,00 513.442.850,00 132.557.150,00 I 732.000.000,00 831.650.525,00 (99.650.525,00) 2008 II 650.000.000,00 691.307.550,00 (41.307.550,00) III 518.000.000,00 411.479.350,00 106.520.650,00 IV 529.000.000,00 494.161.250,00 34.838.750,00 Sumber : PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba, 2010 Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa investasi yang dikeluarkan perusahaan untuk persediaan masih belum optimal. Seperti terlihat pada tahun 2004 dan 2005 dalam satu tahunnya perusahaan masih kekurangan dalam memberikan dana yang dikeluarkan untuk persediaan. Sehingga akan menimbulkan perusahaan harus mengeluarkan dana tambahan untuk investasi dalam persediaan. Hal sebaliknya terjadi pada tahun 2006, 2007 dan 2008 dimana perusahaan mengalami kelebihan dalam memberikan dana untuk persediaannya. Adanya kelebihan dana dalam persediaan tidak terlalu bermasalah karena dapat diinvestasikan kembali untuk dana persediaan pada periode berikutnya.

BAB I PENDAHULUAN 10 Dari kedua fenomena yang di dapat dari perusahaan, dapat terlihat bahwa adanya kekurangan atau kelebihan dalam pengadaan persediaan berpengaruh terhadap investasi yang harus dikeluarkan. Terlihat pada tahun 2004 dan 2005, setiap triwulannya perusahaan mengalami kekurangan dalam pengadaan persediaan bahan bakunya, maka investasi yang dikeluarkan perusahaan pun secara tidak langsung menjadi kurang. Dan kasus yang berbeda terjadi pada tahun 2006, 2007 dan 2008 dalam beberapa triwulan perusahaan mengalami kelebihan dalam pengadaan persediaan bahan bakunya, maka investasi yang dikeluarkan perusahaan pun secara tidak langsung menjadi lebih. Penelitian ini dilatarbelakangi pula oleh penelitian dengan judul Pengaruh Economic Order Quantity Terhadap Inventory Turnover pada Instalasi Rumah Sakit Umum Bungsu Bandung. Penelitian ini dilakukan oleh Teofilus Harold (2009), dimana permasalahan yang terjadi dalam penelitian tersebut adalah pemakaian bahan baku dan harga pokok penjualannya terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Penelitian ini dilakukan di perusahaan jasa dan metode penelitian yang digunakan adalah metode asosiatif analisis dengan pendekatan kuantitatif. Indikator yang digunakan untuk variabel Y (inventory turnover) adalah rumus inventory turnover yang secara umum karena disesuaikan dengan tempat penelitiannya yaitu perusahaan jasa. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah Laporan Keuangan (Neraca dan Laba Rugi) dan Kartu Stock Obat selama 5 tahun. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel sangat erat dan searah, dengan besar pengaruhnya sebesar 94,7 %.

BAB I PENDAHULUAN 11 Secara singkat, permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah dikarenakan adanya pemerlakuan CAFTA yang akan menimbulkan kekhawatiran bahwa ada persaingan tidak seimbang yang kemudian akan mematikan industri dalam negeri. Dengan adanya CAFTA sudah tentu akan menimbulkan dampak negatif seperti semakin bersaingnya harga dan produk-produk dalam negeri dengan produk China. Adanya fenomena tersebut akan berdampak pula pada perusahaan manufaktur seperti PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba. Seharusnya dengan pemberlakuan CAFTA perusahaan sudah bisa mengatasi dampak yang akan terjadi seperti menurunkan biaya produksi, mengendalikan bahan baku dan mengoptimalkan modal yang dimiliki. Tetapi justru perusahaan sering mengalami kekurangan dan kelebihan yang cukup besar dalam pengadaan persediaan bahan bakunya serta investasi yang dikeluarkan untuk persediaan pun masih belum optimal karena masih berdasarkan intuisi. Karena itu peneliti mencoba menerapkan metode economic order quantity dalam pembelian bahan baku yang dilakukan perusahaan, sehingga nantinya akan terlihat apakah perputaran persediaannya akan semakin cepat atau semakin lambat jika diterapkan metode tersebut terutama perputaran dalam persediaan bahan bakunya (raw material turnover). Karena besarnya tingkat raw material turnover dipengaruhi oleh banyaknya persediaan bahan baku di gudang maka perusahaan harus menjaga pembelian yang dilakukannya agar tetap optimal.

BAB I PENDAHULUAN 12 Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai peranan penerapan metode economic order quantity yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan inventory turnover. Oleh karena itu, maka penelitian ini dilakukan dan dituangkan dalam skripsi berjudul : Analisis Peranan Penerapan Metode Economic Order Quantity Dalam Meningkatkan Inventory Turnover Pada PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba Bandung 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka peneliti mengidentifikasikan masalah yang akan di bahas adalah sebagai berikut : 1. Permasalahan pertama muncul karena perusahaan sering mengalami kekurangan dalam memenuhi kebutuhan bahan bakunya sehingga seringkali persediaan bahan baku yang ada tidak dapat memenuhi pesanan produk dari customer dan akan berakibat para customer beralih pada produk pesaing yang sejenis. 2. Selama ini perusahaan dalam memberikan investasi untuk persediaan hanya berdasarkan intuisi yaitu dengan melihat investasi persediaan yang dikeluarkan pada periode sebelumnya. Karena itu perusahaan sering mengalami kekurangan dalam investasi yang diberikan untuk persediaan. Hal tersebut akan menyebabkan perputaran persediaannya (inventory turnover) menjadi lambat.

BAB I PENDAHULUAN 13 3. Dalam prakteknya, walaupun manajemen perusahaan telah merencanakan pembelian bahan bakunya tetap saja perusahaan sering mengalami kekurangan dalam pemenuhan persediaannya. Hal tersebut akan mengakibatkan investasi yang diberikan pun menjadi tidak efektif dan efisien. Karena besarnya tingkat inventory turnover dipengaruhi oleh banyaknya persediaan bahan baku di gudang maka perusahaan harus menjaga pembelian yang dilakukannya agar tetap optimal dengan diterapkannya metode EOQ. 1.2.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana Penerapan Metode Economic Order Quantity (EOQ) pada PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba Bandung. 2. Bagaimana Tingkat Inventory Turnover pada PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba Bandung. 3. Seberapa Besar Peranan Penerapan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Dalam Meningkatkan Inventory Turnover pada PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Setiap penelitian ditujukan untuk memecahkan suatu permasalahan. Maksud melakukan penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar peranan metode

BAB I PENDAHULUAN 14 economic order quantity dalam meningkatkan inventory turnover pada PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yang didasarkan pada masalah yang telah dirumuskan adalah : 1. Untuk mengetahui Penerapan Metode Economic Order Quantity (EOQ) pada PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba Bandung. 2. Untuk mengetahui Tingkat Inventory Turnover pada PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba Bandung. 3. Untuk mengetahui Seberapa Besar Peranan Penerapan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Dalam Meningkatkan Inventory Turnover pada PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Semua informasi yang dihasilkan dan dikumpulkan melalui penelitian dan studi literatur ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik secara akademis maupun praktis. 1.4.1 Kegunaan Akademis a. Bagi Penulis Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti khususnya mengenai masalah yang diteliti yaitu peranan penerapan metode economic order quantity dalam meningkatkan inventory turnover serta sebagai sarana untuk menguji kemampuan peneliti dalam menyusun suatu kerangka ilmiah.

BAB I PENDAHULUAN 15 b. Bagi Pembaca dan Peneliti Lain Semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan bahan perbandingan bagi mereka yang berminat untuk meneliti mengenai masalah peranan penerapan metode economic order quantity dalam meningkatkan inventory turnover. c. Bagi Pengembangan Ilmu Akuntansi Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai harapan dapat memberikan informasi baru mengenai seberapa besar peranan penerapan metode economic order quantity dalam meningkatkan inventory turnover suatu perusahaan untuk pengembangan ilmu akuntansi. 1.4.2 Kegunaan Praktis a. Bagi PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba Bandung Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan selanjutnya yang berhubungan dengan pengendalian persediaan bahan baku dan investasi yang harus dikeluarkan dalam persediaan. b. Bagi Bagian Akuntansi dan Planning Production Inventory Control Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bahwa dengan metode economic order quantity dapat meningkatkan inventory turnover, sehingga akan memperlancar proses produksi dan meningkatkan laba yang akan diperoleh perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN 16 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet Inkaba, yang beralamatkan di Jl. Simpang Industri No.2, Bandung 40172, Jawa Barat. Telp. (022) 6030352, Fax. (022) 6029840. 1.5.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian dimulai pada bulan Februari 2010 sampai dengan Juli 2010. Adapun waktu penelitian dapat dilihat pada tabel 1.3, sebagai berikut : Tabel 1.3 Waktu Penelitian Tahap I II III Kegiatan Tahap Persiapan Persiapan Judul Persiapan Proposal UP Pengajuan dan Penerimaan Proposal UP Mencari Perusahaan Tahap Usulan Penelitian Penulisan UP Bimbingan UP Seminar UP Revisi UP Tahap Penyusunan Skripsi Penyusunan Skripsi Bimbingan Skripsi Sidang Skripsi Revisi Skripsi Pengumpulan Draft Skripsi Februari 2010 Maret 2010 April 2010 Mei 2010 Juni 2010 Juli 2010 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4