KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/DPD RI/IV/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

dokumen-dokumen yang mirip
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

Ketentuan DPR, Alokasi Anggaran dan Kendala Implementasinya

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51/DPD RI/III/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN LEBAK TAHUN

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR XVI/MPR/1998 TENTANG POLITIK EKONOMI DALAM RANGKA DEMOKRASI EKONOMI

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUM. Peraturan Perundang-undangan. Penyusunan. Pedoman

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009. Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara

2 c. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakila

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG KABUPATEN AGAM TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300,

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERAN ALAT KELENGKAPAN DEWAN DAN PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD. Oleh : Imam Asmarudin, SH

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 BAB 1 - PENDAHULUAN. Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/DPD RI/III/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

NOMOR 7 TAHUN 2017 TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG,

2016, No Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, serta aspirasi Anggota dalam kerangka representasi rakyat; d.

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 41B/DPR RI/I/ TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI, BUDGETING, DAN PENGAWASAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PROVINSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR...

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 9 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERKELAPASAWITAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan. Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL,

IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA KETETAPAN DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 03/TAP/DPM UI/I/2015

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

Transkripsi:

DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 63/DPD RI/IV/2012-2013 TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDO- NESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA JAKARTA 2013

DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 63/DPD RI/IV/2012-2013 TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN DAERAH, Menimbang : a. bahwa arah pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan mewujudkan landasan pembangunan berkelanjutan yang berdasarkan ekonomi kerakyatan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa Lembaga Pembiayaan Ekspor dapat mendukung percepatan terciptanya iklim usaha kondusif bagi peningkatan ekspor nasional dan membantu peningkatan produksi nasional yang memiliki keunggulan ekspor; c. bahwa dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pembiayaan ekspor di Indonesia, maka perlu dilakukan pengawasan terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; d. bahwa berdasarkan ketentuan pada huruf a, huruf b, dan huruf c diatas, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia melalui Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sesuai dengan lingkup tugasnya telah melakukan pengawasan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; e. bahwa hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf d telah disampaikan dan diputuskan dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagai Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia untuk disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu menetapkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; Mengingat : 1. Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang 339

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043); 4. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia; 5. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 25/DPD/2007 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia; 6. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2/ DPD/2005 tentang Pedoman Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang-Undang Tertentu; Dengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-14 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang IV Tahun Sidang 2012-2013 Tanggal 13 Juni 2013 MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA. PERTAMA : Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. KEDUA : Isi dan rincian hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Pertama, disusun dalam naskah terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan ini. KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2013 DEWAN PERWAKILAN DAERAH Ketua, H. IRMAN GUSMAN, SE.,MBA Wakil Ketua, Wakil Ketua, GKR. HEMAS DR. LAODE IDA 340

DEWAN PERWAKILAN DAERAH PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA BAGIAN I PENDAHULUAN A. PENGANTAR UMUM Sebagai bagian dari percaturan ekonomi global, perekonomian Indonesia tidak dapat terhindarkan dari proses integrasi ke dalam perekonomian global yang mengedepankan nilai daya saing, kualitas produk, dan efisiensi semakin menegaskan perlunya penerapan prinsip demokrasi ekonomi tersebut dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian. Mengingat sumber daya ekonomi yang sangat besar, pengembangan perekonomian nasional secara berkelanjutan harus dapat meningkatkan nilai tambah pada setiap mata rantai perekonomian nasional. Salah satu tolok ukur pembangunan ekonomi yang maju dan kedaualatan ekonomi adalah meningkatnya kapabilitas di dalam memproduksi barang dan jasa yang kompetitif di pasar global. Peningkatan ekspor nasional tidak hanya berdampak pada stabililitas makro-ekonomi melalui peningkatan cadangan devisa, tetapi juga berdampak pada meningkatnya kapasitas produksi nasional. Dengan demikian, kebijakan perdagangan luar negeri yang berorientasi pada pengembangan ekspor nasional pada akhirnya merupakan integrasi antara kebijakan investasi untuk mendorong ekspor, kebijakan fiskal terkait dengan fasilitas pembiayaan ekspor nasional, dan kebijakan peningkatan daya saing perekonomian nasional, serta kebijakan pengembangan sektor riil. Sebagaimana diketahui, kebijakan pengembangan ekspor nasional turut dipengaruhi dengan keberadaan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang tentunya memerlukan dasar pengembangan ekspor nasional melalui pembiayaan ekspor nasional, yang diberikan dalam bentuk pembiayaan, penjaminan, dan asuransi. Untuk itulah kehadiran Undang- Undang (UU) khusus yang mengatur eksistensi LPEI menjadi sesuatu yang bersifat krusial dan strategis. Peran dan fungsi LPEI yang efektif independensi LPEI dibutuhkan dan perlu didasari oleh undang-undang tersendiri (Lex specialist) yang memiliki sifat sovereign status. Status tersebut diperlukan agar lembaga tersebut mempunyai akses pada pendanaan, baik dari sumber resmi maupun dari pasar keuangan global dengan biaya yang relatif rendah, tetapi tetap beroperasi berdasarkan prinsip kehati-hatian yang diterapkan dalam industri perbankan, sehingga diharapkan tidak membebani anggaran tahunan Pemerintah (APBN). B. TUJUAN PENGAWASAN Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan tujuan pembentukan pemerintahan negara yakni memajukan kesejahteraan umum guna mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Amanat konstitusi negara Republik Indonesia kemudian dilaksanakan melalui pembangunan perekonomian nasional di atas pondasi demokrasi ekonomi yang didasari prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, mandiri, serta menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional. Untuk menjamin efektifitas penegakan hukum sebuah produk legislasi maka diperlukan pengawasan lembaga legislatif atas pelaksanaan UU tersebut yang implementasinya menjadi tanggungjawab pemerintah. Dilakukannnya pengawasan oleh lembaga legislatif atas 341

pelaksanaan UU tersebut adalah dalam rangka menjaga agar norma, tujuan dan visi-misi yang hendak dicapai lewat produk hukum itu tetap pada koridor yang diinginkan penyusun dan pembuat UU. Tujuannya tak lain adalah agar masyarakat dan bangsa Indonesia merasakan dampak positif lahir dan ditegakkannnya peraturan perundang-undangan dalam hal ini Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Pengawasan ini nantinya diharapkan, selain mengidentifikasi permasalahan, dapat pula memberikan butir-butir rekomendasi atas kendala-kendala dan permasalahan yang dihadapi baik dalam implementasi norma hukum di lapangan maupun masalah baru yang timbul dari absennya pengaturan atau dasar hukum suatu kejadian dan temuan yang terjadi di lapangan baik di tingkat nasional maupun lokal. Artinya dalam konteks pengawasan ini, kehendak konstitusi sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945 dapat tercapai. Pada akhirnya tujuan pembangunan perekonomian nasional haruslah diarahkan pada pentingnya untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. C. OBJEK PENGAWASAN Objek pengawasan pelaksanaan UU yang dilakukan Komite II DPD RI pada masa Sidang IV Tahun 2012-2013 adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. D. LANDASAN HUKUM PENGAWASAN Fungsi pengawasan DPD RI dilaksanakan berdasarkan pada aturan-aturan yuridis, sebagai berikut; 1. Pasal 22D UUD 1945 2. Pasal 146 UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. 3. Pasal 4 ayat (1) huruf d jo. Pasal 5 ayat (1) huruf e dan f, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6, Pasal 48, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 125 dan Pasal 151 Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 01/DPD RI/I/2009-2010 tentang Tata Tertib sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 01/DPD RI/I/2009-2010 tentang Tata Tertib. E. MEKANISME Mekanisme pengawasan sebagai berikut: 1. Pasal 145 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 pada bagian penjelasannya menegaskan bahwa dalam melakukan pengawasan, DPD RI menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang tertentu; dan DPD RI mengadakan kunjungan kerja ke daerah untuk melakukan monitoring/ pemantauan atas pelaksanaan undang-undang tertentu; 2. Ada pun mekanisme pengawasan tersebut dilaksanakan melalui penyerapan aspirasi dan menampung pengaduan masyarakat dan daerah serta kunjungan kerja ke beberapa daerah termasuk melakukan dialog langsung dengan konstituen dan masyarakat umum di daerah. Secara teknis prosedural hal tersebut dilakukan lewat wawancara atau dialog, Rapat Dengar Pendapat, Diskusi kelompok terfokus baik dengan instansi pemerintah daerah, organisasi di daerah, dan elemen masyarakat yang menjadi subjek pengawasan serta melakukan kunjungan langsung ke lokasi terkait. F. ANGGARAN Seluruh biaya atas kegiatan dan upaya pengawasan pelaksanaan UU ini dibebankan kepada Anggaran Rutin DPD RI yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). BAGIAN II KESIMPULAN PENGAWASAN A. HASIL PENGAWASAN Berdasarkan temuan-temuan dan hasil kunjungan kerja ke beberapa daerah atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, dapat dirumuskan hasil pengawasan sebagai berikut: 1. UU Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia mengamanahkan perlunya segera diterbitkannya Peraturan Pemerintah dalam rangka melaksanakan dan menindaklanjuti ketentuan yang diatur dalam UU Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Batang tubuh UU Lembaga Pembiayaan Ekspor 342

Indonesia menamanahkan hanya dua Peraturan Pemerintah sebagai tindaklanjut dari UU ini. Peraturan Pemerintah tersebut sudah diterbitkan Pemerintah yakni Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2010 tentang Penambahan Penyertaan Modal ke Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pemberian Pinjaman Dari Pemerintah Kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Kehadiran Peraturan Pemerintah tersebut masih belum tersosialisasi dengan baik di tingkat pusat hingga ke daerah sehingga mempengaruhi efektifitas pelaksanaan UU Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. 2. Masih terdapat perbedaan tafsir dan pemahaman para pemangku kepentingan dalam menerjemahkan kehendak masing-masing undang-undang sektoral. Misalnya, keberatan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia untuk tunduk pada UU asuransi dengan alasan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sudah memiliki UU khusus yang bersifat lex specialist. Sebagaimana diketahui, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia adalah lembaga yang bersifat sui generis secara legal formal yang tidak tunduk pada peraturan perundangan di bidang perbankan, BUMN, lembaga/ perusahaan pembiayaan, dan usaha perasuransian. Namun, dalam menjalankan kegiatan usahanya, LPEI wajib tunduk kepada ketentuan materiil tentang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi sebagaimana diatur dalam Bab XIII Buku Ketiga KUH Perdata tentang penanggungan utang, dan Bab XIX Buku Kesatu KUHD tentang asuransi atau pertanggungan. 3. Kehadiran UU Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia bersinggungan dengan UU lain yang sinkroniasinya masih menjadi satu permasalahan tersendiri. Salah satunya adalah berkembangnya perekonomian Indonesia membuat banyak perusahaan milik BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan swasta dalam negeri berinvestasi di luar negeri. Mengingat selama ini UU yang sudah ada hanya mencantumkan kata barang yang dijual di luar negeri dan bukan jasa. Sehingga, sering menimbulkan permasalahan yang melibatkan pemerintah Indonesia jika terdapat kondisi yang tidak diharapkan. 4. Dalam mendukung kegiatan usaha kecil dan menengah, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) juga berperan penting untuk memberikan pembiayaan kepada Usaha Kecil Menengah (UMKM). Hanya saja pembiayaan kepada UMKM sejauh ini masih belum merata penyebarannya di seluruh propinsi di Indonesia terutama propinsi yang Usaha Makro Kecil Menengah (UMKM) yang merupakan pelaku ekspor dengan tujuan eskpor ke manca negara. Sepanjang tahun 2010 misalnya, dari total pembiayaan Rp 12,32 triliun LPEI, hanya Rp 280 miliar yang baru mengalir ke UMKM. 5. Sosialisasi keberadaan LPEI dan fasilitas pembiayaannya di mata masyarakat daerah masih sangat lemah dan tidak efektif terutama bagi kalangan pelaku usaha UMKM di beberapa daerah potensial yang operasional UMKM-nya bersinggungan dengan kegiatan eskspor. Padahal, banyak UMKM yang memiliki daya saing usaha dan produk layak ekspor tetapi belum mengetahui dan memahami keberadaan LPEI yang akan membantu pembiayaan kegiatan ekspor ke pangsa pasar luar negeri. Padahal Pasal 44 menegaskan perlunya kegiatan sosialisasi oleh pemangku kepentingan utama di LPEI. Pasal 44: Direksi dan Dewan Komisaris Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bank Ekspor Indonesia ditugasi untuk mempersiapkan operasional LPEI dan melakukan sosialisasi. 6. Pemerintah dan pemerintah daerah belum satu visi dalam mengembangkan program peningkatan mutu dan daya saing ekspor dan mendorong pertumbuhan serta memperluas pasar bagi produk-produk eskpor UKM. Pemerintah dan pemerintah daerah juga belum menopang UMKM untuk mengembangkan inovasi dan kreasi sehingga UMKM dapat menghasilkan produk yangs sesuai dengan kebutuhan pasar global. 7. LPEI yang berfungsi mendukung program ekspor nasional melalui Pembiayaan Ekspor Nasional menurut Pasal 13 ayat (2) dapat memberikan bimbingan dan jasa konsultasi kepada Bank, Lembaga Keuangan, Eksportir, produsen barang ekspor, khususnya usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Pasal 13 (2): Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI dapat melakukan bimbingan dan jasa konsultasi kepada Bank, Lembaga Keuangan, Eksportir, produsen barang ekspor, khususnya usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi; Dalam pelaksanaanya LPEI terkesan lebih memprioritaskan korporasi besar sehingga kurang memberikan perhatian dan bimbingan khusus kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Tugas pendampingan dan pembinaan UMKM sebenarnya juga menjadi tugas Pemerintah dan Pemerintah daerah sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM yang antara lain menyebarkan informasi mengenai sumber pembiayaan ekspor. 343

B. REKOMENDASI Berdasarkan kesimpulan hasil pengawasan sebagaimana dijelaskan sebelumnya, berikut ini adalah butir-butir rekomendasi yang diajukan dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan UU LPEI: 1. Dalam hal terkendalanya pelaksanaan UU LPEI akibat belum tersosialisasikannya peraturan pelaksana (aturan teknis) baik Peraturan Pemerintah, DPD RI mendesak untuk perlunya mengintensifkan sosialisasi keberadaan UU dan Peraturan Pelaksananya hingga ke daerah agar keberadaan LPEI memberi dampak positif bagi pengembangan UMKM di Indonesia. 2. Diperlukan segera sosialisasi program LPEI di seluruh provinsi dengan melibatkan keterlibatan penuh DPD RI dan Bank Pembangunan Daerah khususnya kepada pengusaha lokal dan basis-basis UMKM di daerah yang aktivitasnya berorientasi ekspor. 3. LPEI harus memperbanyak program pemberian fasilitas pembiayaan kepada UMKM dengan memperhatikan permerataan distribusi bagi UMKM di daerah yang memperhatikan dan mengedepankan semangat NKRI. DPD RI merekomendasikan perlunya strategi khusus dari LPEI untuk pemerataan pembiayaan ekspor dari seluruh daerah potensi ekspor di Indonesia sesuai dengan kekhasan yang dimiliki masingmasing daerah. 4. Terhadap persoalan masih adanya inkonsistensi aturan undang-undang yang bersinggungan dengan LPEI, baik sebelum dan sesudah beridirinya LPEI, sehingga menyulitkan LPEI menjalankan tugas dan fungsinya dalam menyalurkan pembiayaan kepada pelaku usaha, diperlukan upaya penyeragaman dan sinkronisasi dan harmonisasi masing-masing aturan itu sehingga satu sama lain dapat saling mendukung dan berkesesuaian. 5. Perlu segera direalisasikan kemudahan dan insentif pendanaan dari LPEI untuk membantu pelaku usaha UMKM di daerah dalam mengembangkan hasil produknya sehingga dapat melakukan ekspansi pemasaran produknya ke luar negeri dan peningkatan ekspor produk yang berkualitas prima. 6. DPD RI merekomendasikan bahwa penyediaan dana dan kemudahan pendanaan dari LPEI kepada UMKM haruslah menjadi satu kesatuan fungsional yang bersifat prioritas yang sejalan dengan semangat demokrasi ekonomi dan otonomi daerah. 7. Potensi ekspor komoditas di daerah oleh pelaku usaha daerah yang berorientasi ekspor harus didukung pembiayaannya oleh lembaga keuangan dalam hal ini LPEI sehingga akan dapat meningkatkan peran pengusaha lokal di pasar nasional dan pasar internasional yang pada akhirnya mampu menambah potensi pendapatan negara. BAGIAN III PENUTUP Demikian Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang telah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2013 PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH, Ketua, Wakil Ketua, H. IRMAN GUSMAN, SE., MBA. Wakil Ketua, GKR. HEMAS DR. LAODE IDA 344