BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan orang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : X

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya seperti sifilis, gonore, dan herpes. Ilmu pengetahuan yang semakin

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BBPMSOH telah mengikuti 6 uji profisiensi. internasional yang diselenggarakan oleh GD- Deventer, Belanda. nasional yang diselenggarakan oleh BSN-KAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

RPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Era perdagangan bebas dan globalisasi telah meluas di seluruh kawasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

DETEKSI ANTIGEN VIRUS RABIES PADA JARINGAN OTAK DENGAN METODE IMUNOHISTOKIMIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

LAPORAN KEGIATAN INVESTIGASI WABAH PENYAKIT HEWAN TAHUN Penyakit hewan masih menjadi permasalahan bagi industri peternakan di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari RSUP Dr. Kariadi yang telah diketahui hasil test

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

Deteksi Antigen Virus Rabies pada Preparat Ulas Otak dengan direct Rapid Immunohistochemistry Test

(Comparison Study of Sensitivity and Specificity between Sellers Stain and Fluorescent Antibody Technique (FAT) on Diagnostic of Dog Rabies in Bali)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

BAB I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM PUSAT VETERINARIA FARMA PADA KEMENTERIAN PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

repository.unimus.ac.id

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protein hewani oleh manusia. Komponen-komponen penting dalam susu adalah

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

Sensitifitas dan Spesifisitas Teknik Imunohistokimia Rabies. The Sensitivity and Spesificity of Rabies Immunohistochemical Technique

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies

ABSTRAK. Kata kunci: Cysticercus cellulosae, crude antigen, ELISA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

PENYAKIT HEMOLITIK PADA NEONATUS MADE SUANDIKA SKEP,NS,MKEP CWCCA

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

Monitoring penyakit usaha untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK

Informasi Kesehatan Hewan Volume 17 Nomor 90 Tahun 2015

LAPORAN PRAKTIKUM. ELISA (Enzyme Linked Immune-sorbent Assay ) - NITA ANDRIANI LUBIS. TANGGAL PRAKTIKUM: Kamis, 9 Januari 2014, pukul

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN HEWAN, DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER (KESMAVET)

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK

Cheaper HIV viral load in-house assay and simplified HIV Test Algorithm

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala

RENCANA STRATEGIS

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan komoditas perikanan yang sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV

BAB I PENDAHULUAN. (KLB). Penyakit ini termasuk common source yang penularan utamanya melalui

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Rabies merupakan penyakit zoonosis yang mematikan dan tersebar di seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan 70.000 orang meninggal setiap tahun karena rabies di seluruh dunia, 99% kasus berada di benua Afrika dan Asia, 55% diantaranya meninggal di Asia. Di Indonesia, pada tahun 2013, kematian karena rabies sebanyak 119 orang dengan kasus tertinggi di Sulawesi Utara sebanyak 30 orang. Dua puluh empat dari tiga puluh tiga propinsi di Indonesia masih endemis rabies. Di Sumatera Barat, pada tahun 2013 tercatat sepuluh orang meninggal karena rabies (Kemenkes RI, 2014). Diagnosa rabies dilakukan dengan mendeteksi antigen atau virus rabies yang berada di jaringan otak. Jaringan diambil dengan membuka rangka kepala, diambil hipocampus, kemudian dalam keadaan segar dibuat preparat smear untuk uji Fluorescent Antibody Test (FAT). Pengujian dengan jaringan otak dalam kondisi bagus dan tidak autolysis. Fluorescent Antibody Test adalah gold standard pengujian untuk deteksi virus rabies, hasil pengujian cepat tapi mahal, karena reagen dan mikroskop fluorescent yang mahal, serta perlu infrastruktur bangunan yang stabil dengan aliran listrik yang stabil dan mudah mendapatkan air bersih. Sedangkan pengujian Seller s yang biasa dipakai di laboratorium tipe C dan B (laboratorium kabupaten/kota ataupun Puskeswan) sudah tidak direkomendasikan lagi karena mempunyai nilai senstifitas 65% (Rahmadhani dkk, 2014). Metode Rabies Immunoperoxidase Antigen Detection (RIAD) adalah uji alternatif yang memungkinkan untuk dilakukan di laboratorium tipe C di Kabupaten/kota dengan

2 angka sensitifitas mendekati FAT sebagai gold standard yaitu 95,5% dengan hanya menggunakan mikroskop cahaya, bisa dilakukan sendiri di laboratorium tipe C dan B di Indonesia (Rahmadani dkk, 2014). Dalam deteksi antigen atau virus rabies, FAT sebagai gold standard mempunyai nilai diagnostik sebagai berikut, yaitu sensitifitas 98,26%, spesifisitas 97,29%, nilai prediktiktif positif 98,26%, dan nilai prediktif negatif 97,29% (Ehizibolo DO et al., 2008). Rabies Immunoperoxidase Antigen Detection, mempunyai keunggulan karena menggunakan antibodi poliklonal rabies, tidak menggunakan antibodi monoklonal yang sangat spesifik untuk rabies. Penggunaan poliklonal pada uji ini memungkinkan untuk meringankan biaya pengujian sehingga semakin terjangkau oleh masyarakat. Poliklonal yang tersedia dalam kit pengujian ini masih merupakan produksi Australia, karena kit ini merupakan hasil kerjasama Australian Indonesia Partnership for Emerging Infectious Diseases tahun 2012-2015. Keberlanjutan uji sangat bergantung dari produksi poliklonal sehingga dapat disebarkan ke seluruh laboratorium hewan tipe C dan B di seluruh Indonesia (Rahmadhani dkk, 2014). Pengujian RIAD dikembangkan sebagai bagian dari Program Regional dalam rangka pemberantasan penyakit rabies di Indonesia, merupakan uji deteksi Imunohistokimia secara tak langsung terhadap antigen rabies (Indirect Immunohistochemical detection) pada preparat sentuh otak (brain smears). Pengujian ini menggunakan serum kelinci anti-rabies yang diproduksi Australia Animal Health Laboratory (AAHL) Geelong, Australia, dengan menggunakan nucleoprotein virus rabies yang dikembangkan dalam bakteri E.coli. Antibodi sekunder yang digunakan adalah konjugat peroksida anti-kelinci (anti-rabbit) dan

3 substrat 3-Amino-9-ethylcarbazole (AEC) digunakan untuk mendeteksi atau pewarna atau penanda antigen. Ini memungkinkan antigen rabies yang telah diwarnai untuk dibaca dengan mikroskop cahaya (Rahmadhani dkk, 2014) Pembuatan antibodi poliklonal merupakan satu-satunya cara dalam mengatasi masalah ini. Pembuatan poliklonal dilakukan dengan menggunakan vaksin rabies yang komersial, yang dipergunakan dalam mengendalikan penyakit rabies di Indonesia. Pembuatan antibodi poliklonal dari vaksin inaktif, menurut Rantam FA (2005) vaksin yang dihasilkan melalui perusakan virulensinya tapi imunogenitasnya masih ada. Vaksin ini sangat aman karena tidak infeksius, tapi diperlukan dalam jumlah banyak untuk menghasilkan ransangan respon imun. Imunisasi pada hewan menghasilkan respon imun spesifik dan non spesifik. Secara normal imunisasi akan menghasilkan antibodi yang spesifik terhadap molekul yang cocok terhadap pengenalan dan pengikatan antigen. Molekul ini terakumulasi dalam darah dan dapat digunakan sebagai reagen untuk teknik imunologi seperti diagnosis, analisis respon imun, analisis immunoglobulin serta teknik lainnya (Rantam FA, 2003). Vaksin yang biasa digunakan dalam memberantas penyakit Rabies di Indonesia dan telah mendapat surat izin edar oleh Kementrian Pertanian adalah Defensor, Rabisin, Caprivac RBS dan Rabivet. Empat vaksin yang ada bisa digunakan untuk membuat antibodi poliklonal yang dibutuhkan dalam pengujian RIAD. Vaksin Defensor dan vaksin Rabisin merupakan vaksin yang didatangkan dari luar negeri, sedangkan vaksin Caprivac RBS produksi swasta Indonesia dengan virus isolat Indonesia, produksi vaksin daam negeri. Sedangkan vaksin Rabivet merupakan vaksin

4 produksi dalam negeri dibawah Kementrian Pertanian Republik Indonesia yaitu Pusat Veteriner Farma. Pemakaian poliklonal antibodi dibanding monoklonal antibodi dalam pengujian rabies telah dilakukan banyak penelitian diantaranya oleh Andre Coetzer dan kawan-kawan tahun 2014, menyatakan poliklonal antibodi mempunyai sensitifitas lebih tinggi dibanding antibodi monoklonal rabies. Hal ini sangat mendukung dalam pengujian rabies, sehingga hasil uji negatif palsu dapat dihindari. Pada penelitian dengan metode imunohistokimia dengan preparat paraffin menggunakan monoklonal memberikan hasil sensitifitas 66,7% dan spesifisistas 77,8%. Penggunaan kelinci sebagai hewan coba dalam penelitian dan pembuatan poliklonal ini karena antibodi sekunder yang dipakai pada RIAD adalah konjugat peroksida anti kelinci (anti rabbit). Penelitian ini diharapkan dapat memecahkan masalah keterbatasan poliklonal ini dengan menguji kemampuan deteksi antigen rabies dengan menggunakan poliklonal yang dibuat dibanding hasilnya dengan penggunaan poliklonal yang ada di pengujian RIAD.

5 1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah RIAD poliklonal antibodi yang dibuat dari empat vaksin rabies mempunyai sensitifitas yang relatif sama dengan gold standard FAT? 2. Apakah RIAD poliklonal antibodi yang dibuat dari empat vaksin rabies mempunyai spesifisitas yang relatif sama dengan gold standard FAT? 3. Apakah RIAD poliklonal antibodi yang dibuat dari empat vaksin rabies mempunyai nilai prediktif positif yang relatif sama dengan gold standard FAT? 4. Apakah RIAD poliklonal antibodi yang dibuat dari empat vaksin rabies mempunyai nilai prediktif negatif yang relatif sama dengan gold standard FAT? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan RIAD dengan antibodi poliklonal yang dibuat dari empat vaksin rabies dalam mendeteksi sampel yang diduga terinfeksi rabies. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui sensitifitas RIAD dengan antibodi poliklonal yang dibuat dari empat vaksin rabies. 2. Untuk mengetahui spesifisitas RIAD dengan antibodi poliklonal yang dibuat dari empat vaksin rabies.

6 3. Untuk mengetahui nilai prediktif positif RIAD dengan antibodi poliklonal yang dibuat dari empat vaksin rabies. 4. Untuk mengetahui nilai prediktif negatif antibodi RIAD dengan poliklonal yang dibuat dari empat vaksin rabies. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat dalam ilmu pengetahuan : - Memberikan pengetahuan tentang pembuatan antibodi poliklonal secara sederhana, murah dan bermanfaat untuk diagnosa penyakit rabies. 2. Manfaat dalam bidang kesehatan: - Memberikan alternatif kepada klinisi untuk diagnosa rabies yang cepat, akurat dan murah - Menghemat biaya dalam pembelian poliklonal yang dijual di pasaran. 3. Manfaat untuk masyarakat - Menghemat biaya untuk diagnosa rabies, sehingga menunjang pemberantasan rabies di Indonesia