BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi antara lain bertujuan untuk meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) dalam jangka panjang. Demikian juga halnya pembangunan ekonomi Daerah Provinsi Sumatera Utara, juga bertujuan untuk meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam jangka panjang. Salah satu cara meningkatkan PDRB adalah dengan melakukan restrukturisasi sektor keuangan khususnya dibidang perbankan. Restrukturisasi sektor keuangan dalam Memorandum of Economic and Financial Policies tahun 1997 terdiri dalam empat program. Pertama, mengisolasi bank-bank yang tidak sanggup memenuhi kewajibannya, tetapi untuk bank-bank yang masih dapat aktif dilaksanakan program rehabilitasi. Kedua, menentukan prosedur yang tepat dan pelaksanaan program rehabilitasi dengan tepat waktu. Ketiga, program pemecahan masalah khusus dari bank-bank pemerintah dan pembangunan daerah. Keempat, program perbaikan aspek kelembagaan, pengaturan kembali sistem operasi bank dan efisiensi sistem keuangan.
Tiga dari empat program di atas sudah berhasil dilaksanakan oleh pemerintah, akan tetapi program keempat, yaitu program perbaikan aspek kelembagaan, pengaturan kembali sistem operasi bank dan efisiensi sistem keuangan, akan secara kontinu berjalan sesuai dengan aktifitas bank. Salah satu aktifitas bank yang paling penting adalah perantara keuangan, yaitu agen pembangunan yang mengkhususkan aktifitas transaksi beli aktiva dan jual hutang pada waktu yang sama dari kontrak keuangan dan sekuritas. Lembaga keuangan bank sebagai agen pembangunan menghadapai masalah dalam perantara keuangan. Agen pembangunan yang mengkhususkan aktifitas perantara keuangan bank menghadapi tiga kendala utama, yaitu biaya transaksi, skala disekonomis dan diversifikasi disekonomis. Secara umum perantara keuangan bank menghadapi kendala biaya transaksi yang besar dalam monitoring dan audit. Perantara keuangan bank juga menghadapi kendala skala disekonomis, yaitu peningkatan biaya transaksi per unit akibat peningkatan jumlah transaksi. Perantara keuangan bank juga menghadapi kendala diversifikasi disekonomis, yaitu peningkatan biaya transaksi per unit akibat peningkatan diversifikasi produk atau jasa yang dihasilkan. Persaingan yang semakin ketat dalam sektor perbankan menuntut optimalisasi peranan perbankan. Fungsi bank sebagai lembaga intermediasi keuangan perlu dicermati kembali sejalan dengan perkembangan ekonomi sektor riil. Perbankan merupakan salah satu sendi utama dalam perekonomian, namun masih banyak hambatan yang terjadi sehingga perbankan tidak mampu melaksanakan fungsinya
terutama sebagai lembaga penyalur kredit bagi dunia usaha yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Lembaga keuangan bank di Provinsi Sumatera Utara tidak terlepas dari tiga kendala biaya transaksi, skala disekonomis dan diversivikasi disekonomis. Biaya transaksi tinggi dari lembaga keuangan bank ditunjukkan oleh selisih tingkat bunga kredit dengan tingkat bunga deposito masih tinggi, skala disekonomis ditunjukkan oleh semakin tingginya biaya transaksi bank, dan diversifikasi disekonomis ditunjukkan oleh peningkatan produk atau jasa bank diikuti oleh semakin tingginya biaya transaksi bank. Adapun perkembangan suku bunga kredit dan deposito perbankan di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1.1. Perkembangan Suku Bunga Kredit dan Deposito Perbankan Sumatera Utara Tahun 2000-2010 Suku Bunga Suku Bunga Biaya Tahun Kredit Deposito Transaksi % % % 2000 16,02 10,90 5,12 2001 15,89 14,26 1,63 2002 16,51 11,03 5,48 2003 14,39 5,59 8,80
2004 12,74 6,03 6,71 2005 14,71 10,63 4,08 2006 14,26 8,56 5,70 2007 11,83 6,91 4,92 2008 13,43 9,93 3,50 2009 12,60 6,65 5,95 2010 11,62 6,29 5,33 Sumber : Kantor Bank Indonesia Medan, 2000-2010. Pada tabel di atas, pada tahun 2002 suku bunga kredit perbankan di Sumatera Utara paling tinggi sebesar 16,51% dibandingkan tahun-tahun lainnya, sedangkan suku bunga kredit perbankan terendah sebesar 11,62% terjadi pada tahun 2010. Untuk suku bunga deposito, pencapaian tertinggi terjadi pada tahun 2001 dimana suku bunga deposito perbankan di Sumatera Utara mencapai 14,26%, sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 2003 yang hanya sebesar 5,59%. Kemudian biaya transaksi yang merupakan selisih antara suku bunga kredit dengan suku bunga deposito, mencapai kisaran tertinggi pada tahun 2003 dengan biaya transaksi sebesar 8,80%, sedangkan kisaran terendah pada tahun 2001 dengan biaya transaksi sebesar 1,63%. Adapun trend perkembangan dari suku bunga kredit dan deposito serta biaya transaksi dari data di atas ditunjukkan pada gambar berikut ini :
Gambar 1.1. Perkembangan Suku Bunga Kredit dan Deposito Perbankan Sumatera Utara Tahun 2000-2010 Dari gambar di atas dapat dilihat bahwasannya suku bunga perbankan relatif mengalami penurunan pada tahun 2010 dibandingkan pada tahun 2000, dimana fluktuasi suku bunga deposito lebih tinggi dibandingkan suku bunga kredit. Untuk suku bunga kredit penurunannya menunjukkan trend yang cukup stabil, walaupun pada tahun 2002, 2005 dan 2008 mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, namun hal ini tidak memberikan dampak terhadap peningkatan suku bunga kredit secara umum. Sedangkan untuk suku bunga deposito dengan tingkat fluktuasi yang cukup tinggi ditandai peningkatan yang tinggi pada tahun 2001, 2005
dan 2008 dibandingkan tahun sebelumnya yang juga disertai penurunan yang cukup signifikan pada tahun sesudahnya. Walaupun suku bunga mengalami trend penurunan, tidak serta merta menyebabkan penurunan dalam biaya transaksi. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa biaya transaksi secara umum mengalami kecenderungan peningkatan. Hal ini disebabkan selisih antara suku bunga kredit dengan deposito masih cukup besar, walaupun kedua suku bunga tersebut menunjukkan trend penurunan. Sebagaimana diuraikan di atas, kendala fungsi intermediasi kemungkinan muncul karena 3 (tiga) hal, yaitu: kendala biaya transaksi, kendala skala disekonomis dan kendala diversifikasi disekonomis. Biaya transaksi terdiri dari biaya monitoring dan biaya audit dana perbankan. Biaya monitoring dan biaya audit ditunjukkan oleh peningkatan biaya untuk menekan kredit macet atau nonperforming loans (NPLs) sesuai dengan regulasi Bank Indonesia, yaitu maksimal 5 persen. Regulasi ini memaksa lembaga keuangan bank untuk melakukan monitoring dan audit secara intensif sehingga biaya transaksi meningkat sejalan dengan peningkatan LDR. Akibatnya tingkat bunga pinjaman naik sejalan dengan peningkatan biaya transaksi. Kendala skala disekonomis juga menghasilkan peningkatan biaya transaksi sehingga tingkat bunga pinjaman bank naik. Demikian juga halnya diversifikasi disekonomis ikut mendorong peningkatan tingkat bunga pinjaman bank. Lembaga keuangan bank akan lebih efisien jika secara simultan melayani pembukaan rekening deposito dan kredit atau pinjaman atau economies of scope. Jika lembaga keuangan bank meragukan debitur atau peminjam, sebaliknya deposan
meragukan nilai proyek lembaga keuangan bank maka masalah informasi asimetris muncul. Hal ini akan mengakibatkan adverse selection dan moral hazard. Masalah adverse selection muncul sebelum transaksi kredit atau deposito terjadi, yaitu peningkatan permintaan kredit dari debitur dan peningkatan permintaan deposito dari lembaga keuangan akibat proyek investasi berisiko tinggi. Proyek berisiko tinggi mempunyai peluang gagal yang tinggi sehingga pengembalian kredit dari debitur atau pengembalian deposito dari lembaga keuangan bank gagal, atau masalah moral hazard muncul. Kedua masalah informasi asimetris ini mengakibatkan NPLs semakin tinggi. Adapun perkembangan total kredit, NPL s dan giro wajib minimun perbankan di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1.2. Perkembangan Total Kredit, NPL s dan Giro Wajib Minimum Perbankan Sumatera Utara Tahun 2000-2010
Tahun Total Kredit NPL's GWM Triliun Rp. % % 2000 8,55 7,24 19,43 2001 12,43 4,16 11,66 2002 17,97 3,83 7,57 2003 19,78 4,73 6,77 2004 26,25 5,30 4,54 2005 33,65 4,48 7,42 2006 39,82 8,11 6,03 2007 54,20 8,02 4,02 2008 66,72 5,55 3,22 2009 73,58 4,83 3,58 2010 88,55 4,95 3,13 Sumber : Kantor Bank Indonesia Medan, 2000-2010. Pada tabel di atas, pada tahun 2010 total kredit yang berhasil disalurkan perbankan di Sumatera Utara sebesar Rp. 88,55 triliun dimana merupakan yang tertinggi dibandingkan tahun-tahun lainnya, sedangkan total kredit perbankan terendah terjadi pada tahun 2000 yang hanya mampu menyalurkan kredit sebesar Rp. 8,55 triliun. Untuk NPL s, pada tahun 2006 merupakan tingkat tertinggi NPL s perbankan di Sumatera Utara yang mencapai 8,02%, sedangkan NPL s terendah terjadi pada tahun 2002 yang hanya sebesar 3,83%. Kemudian untuk giro wajib
minimum (GWM), mencapai kisaran tertinggi pada tahun 2000 sebesar 19,43%, sedangkan kisaran terendah pada tahun 2010 dengan tingkat GWM sebesar 3,13%. Adapun trend perkembangan dari total kredit, NPL s dan giro wajib minimum dari data di atas ditunjukkan pada gambar berikut ini : Gambar 1.2. Perkembangan Total kredit, NPL s dan Giro Wajib Minimum Perbankan Sumatera Utara Tahun 2000-2010 Dari gambar di atas dapat dilihat bahwasannya total kredit yang berhasil disalurkan perbankan mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun, dimana total kredit perbankan tidak pernah mengalami penurunan selama periode 2000-2010. Untuk tingkat Non Performing Loans (NPL s) relatif cukup stabil dengan trend yang sedikit menunjukkan penurunan, dimana pada tahun 2000, 2007 dan 2008 merupakan tahun dengan tingkat NPL s tertinggi yang disebabkan adanya
dampak dari krisis ekonomi dan moneter sehingga menyebabkan meningkatnya jumlah kredit macet di perbankan. Sedangkan giro wajib minimum (GWM) perbankan menunjukkan trend penurunan walaupun pada tahun 2005 sedikit mengalami peningkatan. Tingginya GWM perbankan pada tahun 2000 dan 2005 merupakan sebuah antisipasi Bank Indonesia melalui mekanisme kebijakan moneter untuk dapat meredam tingkat inflasi yang disebabkan adanya berbagai krisis ekonomi dan moneter. Menurut Bank Indonesia Medan (2006), lembaga keuangan bank Provinsi Sumatera Utara menghasilkan rata-rata loan to deposit ratio (LDR) sebesar 68.27 persen. Jika giro wajib minimum (GWM) sebesar 2 persen, hal ini berarti lembaga keuangan bank hanya mampu menyalurkan kredit sebesar 68.27 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK), sedangkan sisanya sekitar 29.73 persen merupakan dana investasi pada aktiva bebas risiko. Besaran LDR ini mengindikasikan bahwa lembaga keuangan bank Provinsi Sumatera Utara masih menghadapi kendala dalam fungsi intermediasi atau transformasi aktiva. Menurut Thakor dan Boot (2008), bentuk lain dari informasi asimetris adalah skala ekonomis. Pengumpulan informasi sebelum pembukaan rekening deposito dan kredit akan menekan biaya transaksi dan NPLs. Gorton and Pennacchi (1999) menekankan kualitas transfromasi aktiva dari bank, pembiayaan investasi berisiko dengan deposito kurang berisiko akan menekan masalah adverse selection. Penurunan masalah adverse selection ini akan menghasilkan biaya transaksi dan NPLs yang lebih rendah. Oleh sebab itu lembaga keuangan bank dalam aktifitas
monitoring terdiri dari 3 (tiga) kegiatan (Hellwig, 1999), yaitu: menyaring proyek untuk mencegah adverse selection, mencegah perilaku opportunistik selama realisasi proyek, dan menghukum debitur yang gagal memenuhi kewajiban. Ketiga aktifitas monitoring ini akan dapat menekan biaya transaksi dan NPLs. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dan menuangkannya ke dalam tesis yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Menghambat Fungsi Intermediasi Perbankan di Sumatera Utara. 1.2. Perumusan Masalah Secara umum perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini ada tiga, yaitu : 1. Bagaimana pengaruh suku bunga deposito, BI Rate, Giro Wajib Minimum, dan Non Performing Loan s terhadap biaya transaksi kredit perbankan umum di Sumatera Utara? 2. Bagaimana pengaruh biaya transaksi kredit, Non Performing Loan s, suku bunga deposito dan suku bunga kredit periode sebelumnya terhadap suku bunga kredit perbankan umum di Sumatera Utara? 3. Bagaimana pengaruh suku bunga deposito, suku bunga kredit, BI rate dan penyaluran kredit periode sebelumnya terhadap penyaluran kredit perbankan umum di Sumatera Utara?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis pengaruh suku bunga deposito, BI Rate, Giro Wajib Minimum, dan Non Performing Loan s terhadap biaya transaksi kredit perbankan umum di Sumatera Utara. 2. Untuk menganalisis pengaruh biaya transaksi kredit, Non Performing Loan s, suku bunga deposito dan suku bunga kredit periode sebelumnya terhadap suku bunga kredit perbankan umum di Sumatera Utara. 3. Untuk menganalisis pengaruh suku bunga deposito, suku bunga kredit, BI rate dan penyaluran kredit periode sebelumnya terhadap penyaluran kredit perbankan umum di Sumatera Utara. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan terhadap kajian penelitian ini adalah: 1. Bagi Peneliti : Sebagai media untuk memperdalam pengetahuan khususnya di bidang intermediasi kredit perbankan 2. Bagi Perbankan di Sumatera Utara : Sebagai informasi dalam membuat keputusan dalam meningkatkan fungsi intermediasi perbankan di Propinsi Sumatera Utara.
3. Bagi Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Utara : Sebagai masukan di dalam meningkatkan dan pengembangan aktivitas ekonomi dan keuangan di wilayahnya. 4. Bagi Peneliti lainnya : Sebagai bahan masukan/referensi dalam melakukan penelitian khususnya mengenai intermediasi perbankan di Sumatera Utara.