PENINGKATAN RESPON KOGNITIF DAN SOSIAL MELALUI RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY PADA KLIEN PERILAKU KEKERASAN

dokumen-dokumen yang mirip
I Ketut Sudiatmika*), Budi Anna Keliat**), dan Ice Yulia Wardani***)

PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

PENGARUH COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY PADA KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN DAN HALUSINASI DI RSJD DR. RM SOEDJARWADI KLATEN

Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 18 No.3, November 2015, hal pissn , eissn

PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH. Kata Kunci : harga diri rendah, pengelolaan asuhan keperawatan jiwa

PENURUNAN PERILAKU KEKERASAN PADA KLIEN SKIZOPRENIA DENGAN ASSERTIVENESS TRAINING (AT)

PENGARUH TINDAKAN GENERALIS HALUSINASI TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RS JIWA GRHASIA PEMDA DIY NASKAH PUBLIKASI

PENERAPAN TINDAKAN KEPERAWATAN: TERAPI GENERALIS TERHADAP KETIDAKBERDAYAAN PADA LANSIA

PENGARUH PENERAPAN STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

PENGARUH TERAPI MUSIK DANGDUT RITME CEPAT TERHADAP PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN DEPRESI DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Pengaruh Terapi Individu Generalis Dengan Pendekatan Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terhadap Frekuensi Halusinasi Pada Pasien Halusinasi

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

LEMBAR METODOLOGI PENINGKATAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN PERILAKU PADA KLIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH MELALUI COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY

PENINGKATKAN HARGA DIRI PADA KLIEN GAGAL GINJAL KRONIK MELALUI COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY (CBT)

PENILAIAN TERHADAP STRESOR & SUMBER KOPING PENDERITA KANKER YANG MENJALANI KEMOTERAPI. Semarang

PENGARUH TERAPI KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP KEMAMPUAN BERINTERAKSI KLIEN ISOLASI SOSIAL DI RSJD DR.AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis (Maramis, 2009). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan

PENURUNAN ANSIETAS MELALUI LOGOTERAPI KELOMPOK PADA PENDUDUK PASCA-GEMPA DI KABUPATEN KLATEN

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI HALUSINASI DI KABUPATEN MAGELANG

BAB IV HASIL YANG DICAPAI

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI IBU MENGELOLA EMOSI ANAK USIA SEKOLAH MELALUI TERAPI KELOMPOK ASSERTIVENESS TRAINING

NASKAH PUBLIKASI GUSRINI RUBIYANTI NIM I PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

ABSTRAK ABSTRACT. Sri Nyumirah. Sri Nyumirah

Kemampuan Keluarga Dalam Merawat Pasien Skizofrenia Dengan Gejala Halusinasi

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Key words: social skills training therapy, social isolated, behavioral system model

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN SPESIALIS JIWA PADA KLIEN HALUSINASI DI RUANG SADEWA DI RS DR. H MARZOEKI MAHDI BOGOR. Sri Nyumirah

Proceeding Konas Keperawatan Jiwa X Samarinda Kalimantan Timur 7-9 November 2013 DAFTAR ISI

PENGARUH PELATIHAN KADER TERHADAP KEMAMPUAN KADER MELAKUKAN PERAWATAN PASIEN GANGGUAN JIWA DIRUMAH

2,3 Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu ABSTRAK

Eni Hidayati Fakultas Ilmu Keperawatan Dan Kesehatan, Kampus Kedungmundu Rektorat, Semarang, Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan

Kata Kunci: CBT, CBSST, Halusinasi, Isolasi Sosial,Gejala

GAMBARAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PASIEN ISOLASI SOSIAL SETELAH PEMBERIAN SOCIAL SKILLS THERAPY DI RUMAH SAKIT JIWA. Sukma Ayu Candra Kirana

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

PENGARUH TERAPI PERILAKU TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL PERILAKU KEKERASAN PADA KLIEN RIWAYAT PERILAKU KEKERASAN DI RSJ PROF. DR.

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

PENGARUH PENERAPAN STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI TERHADAP KEMAMPUAN KLIEN MENGONTROL HALUSINASI DI RS JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA

PENURUNAN PERILAKU KEKERASAN ORANGTUA PADA ANAK USIA SEKOLAH MELALUI LATIHAN ASERTIF

dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan,

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI-SENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA

RPKPS Pengkajian Keperawatan Kesehatan Jiwa

BAB I PENDAHULUAN. terpisah. Rentang sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang

KEPATUHAN DAN KOMITMEN KLIEN SKIZOFRENIA MENINGKAT SETELAH DIBERIKAN ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY DAN PENDIDIKAN KESEHATAN KEPATUHAN MINUM OBAT

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa seseorang. yang berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

PENINGKATAN KEMAMPUAN ASERTIF DAN PENURUNAN PERSEPSI MELALUI ASSERTIVE TRAINING THERAPY PADA SUAMI DENGAN RISIKO KDRT

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

PERBEDAAN EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TATAP MUKA DENGAN MEDIA SOSIAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN SKIZOFRENIA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA 2016

PENGARUH HOME VISIT TERHADAP KEMAMPUAN PASIEN DAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA

Pengaruh Terapi Family Psychoeducation (FPE) Terhadap Kemampuan Keluarga Merawat Anggota Keluarga Dengan Gangguan Jiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH TERAPI PSIKORELIGI TERHADAP PENURUNAN PERILAKU KEKERASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. emosi, pikiran, perilaku, motivasi daya tilik diri dan persepsi yang

APLIKASI MODEL TOKEN EKONOMI PADA ASSERTIVE TRAINING TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU AGRESIF REMAJA DI PANTI SOSIAL REMAJA PALEMBANG 2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

Endang Banon, Ermawati Dalami, Noorkasiani Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, dan sosialisasi dengan orang sekitar (World Health Organization,

RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY (REBT) UNTUK MENINGKATKAN REGULASI EMOSI PADA REMAJA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TESIS NILA ANGGREINY

Arifal Aris Dosen Prodi S1 keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

Promotif, Vol.4 No.2, April 2015 Hal 86-94

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

Oleh; Wahyu Riniasih 1). Fatchulloh 2) 1) Staf Pengajar STIKES An Nur Purwodadi Prodi Ners 2) Staf Pengajar STIKES An Nur Purwodadi Prodi Ners

PENGARUH PELATIHAN BERFIKIR POSITIF TERHADAP TINGKAT EFIKASI DIRI MAHASISWA. Suryani STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

Nur Gutanto 1, Sri Hendarsih 2, Christin Wiyani 3 INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI PADA KLIEN MENARIK DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI NTB

Keywords: Anxiety, Flash Flood Disaster, Supportive Group Therapy

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KETERAMPILAN KELUARGA DALAM MELAKUKAN ROM PADA PASIEN STROKE

BAB I PENDAHULUAN. emosional serta hubungan interpersonal yang memuaskan (Videbeck, 2008).

Transkripsi:

PENINGKATAN RESPON KOGNITIF DAN SOSIAL MELALUI RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY PADA KLIEN PERILAKU KEKERASAN Dewi Eka Putri 1,2*, Budi Anna Keliat 3, Yusron Nasution 4 1. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang 163, Indonesia 2. Program Studi Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 3. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 4. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia *Email: dewi_adisifa@yahoo.com Abstrak Perilaku kekerasan adalah respon kemarahan maladaptif dalam bentuk perilaku mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran Pengaruh Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT). terhadap penurunan perilaku kekerasan. Desain penelitian ini adalah quasi experimental pre-post test with control group. Sampel penelitian adalah 53 klien skizoprenia paranoid dengan perilaku kekerasan, terdiri atas kelompok intervensi dan orang kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan respon kognitif dan sosial serta penurunan respon emosi, perilaku, dan fisiologis secara bermakna (p< 0,05) pada klien yang mendapatkan REBT. REBT direkomendasikan untuk diterapkan pada klien perilaku kekerasan bersama dengan tindakan keperawatan generalis. Kata Kunci: perilaku kekerasan, rational emotive behaviour therapy Abstract Violent behaviour is a maladaptive anger response, which is shown by people whom treated themselves, others and the environment. The study aimed to explain the effect rational emotive behavioural therapy (REBT) in reducing violent behavioural. This research design was quasi-experimental using pre-post tests with control group. The samples of this research were 53 clients with paranoid schizophrenia who showed violent behavior, consisted of clients as intervention group and clients in control group. The Results showed significant increased cognitive as well as social responses and reduced emotional behavioural and physiological responses (p< 0.05) on the group who get REBT. REBT is recommended to be given to clients with violent behaviour together with general nursing inverventiont. Keywords: violent behaviour, rational emotive behavior therapy Pendahuluan Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosional (Johnson, 1997, dalam Videbeck, 2008). Di Indonesia, jumlah penderita masalah kesehatan jiwa cukup tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan hampir di seluruh bagian dari wilayah Indonesia dalam beberapa dekade ini, populasi mengalami masa sulit karena konflik, kemiskinan maupun bencana alam. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Depkes, 2008) yang dilakukan Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia sebesar 4,6 permil, dengan kata lain dari 1000 penduduk Indonesia empat sampai lima diantaranya menderita gangguan jiwa berat. Gangguan jiwa merupakan respon maladaptif individu berupa perubahan fungsi psikologis atau perilaku yang tidak sesuai dengan norma lokal dan budaya setempat yang menyebabkan timbulnya penderitaan dan hambatan dalam melaksanakan peran sosialnya. Skizoprenia merupakan salah satu diagnosa medis dari gangguan jiwa yang paling banyak ditemukan dan merupakan gangguan jiwa berat. Menurut data statistik direktorat kesehatan jiwa, pasien gangguan jiwa paling besar adalah skizofrenia, yaitu sebesar 70% (Depkes, 2008).

194 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 15, No.3, November 2012; hal 193-200 Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku untuk melukai atau mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan secara verbal atau fisik (Stuart & Laraia, 2005; 2009). Menurut Sulistyowati (2009), terapi musik dapat menurunkan perilaku kekerasan yang diketahui dari respon fisik, respon kognitif, respon perilaku, dan respon sosial klien. Menurut Stuart dan Laraia (2005) adalah terapi asertif, time outs, dan token economy. Menurut Wahyuningsih (2009), perilaku kekerasan pada kelompok yang mendapat terapi generalis dan assertive training menurun secara bermakna pada respon fisik, respon kognitif, respon perilaku, dan respon sosial klien. Menurut Fauziah (2009), terapi perilaku kognitif dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan perilaku klien skizoprenia dengan perilaku kekerasan. Respon kognitif merupakan hasil penilaian terhadap kejadian yang menekan, pilihan koping yang digunakan, reaksi emosional, fisiologis, perilaku, dan sosial individu (Stuart & Laraia, 2005). Berdasarkan teori tersebut maka perlu adanya intervensi pada klien dengan perilaku kekerasan yang mengarah kepada fisik, afektif (emosi), kognitif, fisiologis, perilaku, dan sosial. Terapi Asssertiveness Trainning, terapi musik, dan terapi perilaku kognitif belum mengarahkan intervensi secara langsung pada emosi klien dengan perilaku kekerasan. Adapun terapi yang dapat dilakukan untuk itu adalah REBT. Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) ditemukan oleh Albert Ellis. REBT adalah suatu metode untuk memahami dan mengatasi masalah emosi dan perilaku. Tujuan umum REBT adalah untuk mengurangi keyakinan tidak rasional dan menguatkan keyakinan rasional yang dapat efektif pada anak dan dewasa yang marah dan agresif melalui pembelajaran dan latihan kognitif, emosi dan perilaku. Berdasarkan penelitian Rieckert dan Moller (2000), terapi REBT secara signifikan dapat mengurangi depresi, kecemasan, kemarahan, perasaan bersalah, dan harga diri yang rendah. Penelitian keperawatan di Indonesia mengenai pengaruh REBT terhadap klien dengan perilaku kekerasan belum diketahui. Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk menerapkan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) pada klien dengan perilaku kekerasan di Rumah Sakit X Bogor. Perilaku kekerasan adalah urutan lima besar dari masalah keperawatan yang ditemukan di RS X Bogor yaitu halusinasi sebesar 26,24%, defisit perawatan diri 19,15%, isolasi sosial 16,31%, HDR 13%, dan PK 10,64% (Data Aplikasi 2 & Residensi 2 Keperawatan Jiwa). Oleh karena itu, perlu dilakukannya penelitian tentang pengaruh REBT terhadap penurunan perilaku kekerasan. Metode Penelitian ini adalah penelitian quasi experimental dengan metode kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian quasi experimental pre-post tests with control group dengan intervensi REBT. Teknik pengambilan sampel secara consecutive sampling. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan perilaku pada klien dengan perilaku kekerasan baik secara kognitif, afektif (emosi), perilaku, sosial, dan fisiologis sebelum dan sesudah diberi intervensi berupa pemberian terapi REBT. Pada penelitian ini responden berjumlah 53 orang yang terdiri atas orang pada kelompok kontrol dan orang pada kelompok intervensi. Hal ini disebabkan 3 orang dari kelompok intervensi drop out. Analisis statistik yang dipergunakan adalah univariat, bivariat, dan multivariat dengan analisis dependent dan independent sample t-test, Chisquare, serta regresi linier ganda dengan tampilan dalam bentuk tabel dan distribusi frekuensi. Hasil Karakteristik Responden Berdasarkan uraian hasil analisis karakteristik pada klien perilaku kekerasan (PK) dalam penelitian ini rerata berusia 35,02 tahun, termuda 19 tahun dan tertua 56 tahun, lebih banyak perempuan (50,9%),

Peningkatan respon kognitif dan sosial melalui REBT pada klien perilaku kekerasan (Dewi Eka Putri, Budi Anna Keliat, Yusron Nasution) 195 Tabel 1. Perubahan Respon Perilaku Kekerasan pada Klien PK dan Pelaksanaan REBT pada Kelompok Intervensi Respon PK Respon Kognitif Pelaksanaan REBT n Mean SD SE p 18,88 2,86 0,57 22,58 3,69 0,58 3,80 0,83 Respon Emosi 17,12 3,53 0,71 0,001 14,20 2,77 0,55 2,92 0,76 Respon Perilaku 13,00 2,02 0,40 10,68 1,82 0,36 2,32 0,2 Respon Sosial 14,24 1,88 0,38 0,002 15,84 1,57 0,15 1,6 0,31 Respon Fisiologis 9,04 1,31 0,26 6,48 0,59 0,12 2,56 0,72 sebagian besar tidak bekerja (56,6%), memiliki jenjang pendidikan SD dan SMP (60,4%). Serta, responden dengan adanya riwayat gangguan jiwa (77,4%) dan frekuensi dirawat di rumah sakit 2 kali atau lebih (77,4%). Respon Perilaku Kekerasan pada Klien PK Analisis respon-respon perilaku kekerasan terdiri atas; kognitif, emosi, perilaku, sosial, dan fisiologis pada klien PK. Berdasar kuesioner pada penelitian rentang respon kognitif adalah minimal 8 dan maksimal 32 (rendah 8 16; sedang 17 18; tinggi 19 32). Ini berarti respon kognitif pada klien PK semakin meningkat menunjukkan kognitif yang semakin baik. Hasil analisis respon kognitif adalah 18,48 dengan nilai minimal 13 dan maksimal 26, dapat disimpulkan bahwa rata-rata respon kognitif klien PK sebelum dilakukan terapi REBT adalah sedang. Berdasar kuesioner pada penelitian rentang respon emosi adalah minimal 7 dan maksimal (rendah 7 15; sedang 16 17; tinggi 18 ). Respon emosi klien PK semakin menurun menunjukkan emosi yang semakin baik. Hasil analisis rerata respon emosi sebelum dilakukan REBT yaitu 17,19 dengan nilai minimal 12 dan maksimal 26. Maka dapat disimpulkan rerata respon emosi klien PK sebelum dilakukan terapi REBT adalah sedang. Berdasarkan kuesioner pada penelitian ini rentang respon perilaku adalah minimal 5 dan maksimal 20 (rendah 5 11; sedang 12 14; tinggi 15 20). Respon perilaku pada klien PK semakin menurun menunjukkan perilaku yang semakin baik. Hasil analisis respon perilaku. Rerata respon perilaku sebelum dilakukan REBT adalah 13, dengan nilai minimal 8 dan nilai maksimal 17. Maka dapat disimpulkan bahwa rerata respon perilaku klien PK sebelum dilakukan terapi REBT adalah sedang.

196 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 15, No.3, November 2012; hal 193-200 Berdasarkan kuesioner pada penelitian ini rentang respon sosial adalah minimal 6 dan maksimal 24 (rendah 6 12; sedang 13 14; tinggi 15 24). Respon sosial pada klien PK semakin meningkat menunjukkan sosial yang semakin baik. Hasil analisis rerata respon sosialnya sebelum dilakukan REBT adalah 13,77 dengan nilai minimal 10 dan nilai maksimal 19. Maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata respon sosial klien PK sebelum dilakukan terapi REBT adalah sedang. Berdasarkan kuesioner pada penelitian ini rentang respon fisiologis adalah minimal 6 dan maksimal 12 (rendah 6 8; sedang 8 9; tinggi 10 24). Respon fisiologis pada klien PK semakin menurun menunjukkan fisiologis yang semakin baik. Hasil analisis rerata respon fisiologis sebelum dilakukan REBT adalah 9,16 dengan nilai minimal 6 dan nilai maksimal 13. Hasil dapat disimpulkan bahwa rerata respon fisiologis klien PK sebelum dilakukan terapi REBT adalah sedang. Perubahan Respon Perilaku Kekerasan dan Diberikannya REBT Berdasarkan uji statistik terdapat perubahan yang bermakna sesudah mendapatkan REBT terhadap respon PK. Respon kognitif klien meningkat secara bermakna sebesar 3,80 (p= ; α= 0,05), respon emosi klien menurun secara bermakna sebesar 2,92 (p= 0,001; α= 0,05), respon perilaku klien menurun secara bermakna sebesar 2,32 (p= ; α= 0,05), respon sosial klien meningkat secara bermakna sebesar 1,6 (p= 0,002; α= 0,05) dan respon fisiologis klien menurun secara bermakna sebesar 2,56 (p= ; α= 0,05) (lihat pada tabel 1). Tabel 2 menunjukkan uji statistik yang dilakukan pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah REBT diberikan tidak terdapat perubahan yang bermakna pada klien dengan PK yang tidak mendapat REBT. Respon kognitif meningkat sebesar 0,47 (p= 0,613; α= 0,05), respon emosi menurun sebesar 0,36 (p= 0,514; α= 0,05), respon perilaku sebesar 0,14 (p= 0,718; α= 0,05), respon sosial meningkat sebesar 0, (p= 0,677; α= 0,05), dan respon fisiologis menurun sebesar 0,43 (p= 0,184; α= 0,05). Perbedaan Respon Perilaku Kekerasan setelah Dilakukan REBT pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Hasil analisis menunjukkan bahwa respon kognitif, emosi, perilaku, sosial, dan fisiologis pada klien PK yang mendapat REBT lebih baik secara bermakna dibandingkan dengan klien PK yang tidak mendapatkan REBT. Hal ini dapat dilihat dari tabel 3. Perbedaan Perubahan Respon-Respon Perilaku Kekerasan dan Setelah Terapi pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Hasil analisis perbedaan selisih perubahan rerata respon-respon perilaku kekerasan antara klien yang ada perbedaan yang bermakna (p< 0,05) yaitu selisih perubahan respon kognitif PK antara yang ada perbedaan yang bermakna (p= 0,023; α= 0,05). perubahan respon emosi PK antara yang ada perbedaan yang bermakna (p= 0,009; α= 0,05). perubahan respon perilaku PK antara yang ada perbedaan yang bermakna (p= ; α= 0,05). perubahan respon sosial PK antara yang tidak ada perbedaan yang bermakna (p= 0,076; α= 0,05). perubahan respon fisiologis PK antara yang mendapat REBT dan yang tidak mendapat REBT ada perbedaan yang bermakna (p= ; α= 0,05). Faktor yang Berkontribusi terhadap Respon Perilaku Kekerasan pada Klien PK Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara terapi REBT dengan respon PK (kognitif, emosi, perilaku, sosial, dan fisiologis) (p< 0,05). Sedangkan analisis karakteristik klien PK (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat gangguan jiwa, dan frekuensi dirawat) menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara karakteristik klien dengan respon PK (kognitif,

Peningkatan respon kognitif dan sosial melalui REBT pada klien perilaku kekerasan (Dewi Eka Putri, Budi Anna Keliat, Yusron Nasution) 197 Tabel 2. Perubahan Respon-Respon Perilaku Kekerasan pada klien PK dan Pelaksanaan REBT pada Kelompok Kontrol Respon PK Respon Kognitif Pelaksanaan REBT n Mean SD SE p 18,07 3,49 0,66 0,613 18,54 3,21 0,61 0,47 0, Respon Emosi 17, 3,01 0,57 0,514 16,89 2,91 0,55 0,36 0,1 Respon Perilaku 13,50 1,88 0,35 0,718 13,36 1,68 0,32 0,14 0,2 Respon Sosial 13,29 2,42 0,46 0,667 13,54 2,15 0,41 0, 0,27 Respon Fisiologis 9,29 1,15 0,22 0,184 8,86 1,08 0,20 0,43 0,07 emosi, perilaku, sosial, dan fisiologis) (p> 0,05), kecuali untuk frekuensi dirawat ditemukan adanya hubungan denga nrespon sosial klien (p< 0,05). Pembahasan Pengaruh REBT terhadap Respon Perilaku Kekerasan pada Klien PK Pada klien yang mendapatkan terapi psikososial REBT ditemukan peningkatan secara bermakna pada respon kognitif, ini berarti REBT berpengaruh terhadap peningkatan respon kognitif klien PK sehingga pengetahuan klien meningkat tentang masalah perilaku kekerasan yang dialami sebagai perilaku maladaptif yang dapat mencelakakan dirinya, orang lain, dan lingkungan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Rieckert dan Moller (2000) menyatakan terapi REBT secara bermakna dapat mengurangi kemarahan, perasaan bersalah, dan harga diri yang rendah. Melalui terapi REBT klien dilatih untuk dapat mengevaluasi diri sendiri dengan mengidentifikasi kejadian yang pernah dialami, pikiran-pikiran tidak rasional yang timbul berhubungan dengan kejadian, dan mempengaruhi perasaan (emosi) klien sehingga menghasilkan perilaku maladaptif yang tidak diinginkan. Pada klien PK menunjukkan terdapat perbedaan penurunan respon emosi secara bermakna antara kelompok yang mendapatkan terapi REBT dan yang tidak mendapatkan REBT. Hal ini karena terapi REBT memberikan kesempatan pada klien untuk mengenali perasaan yang disebabkan oleh adanya pikiran tidak rasional terhadap setiap kejadian atau peristiwa yang membuat klien berperilaku kekerasan sehingga klien mengenali perasaan yang dapat menimbulkan perilaku maladaptif. REBT adalah metode untuk memahami dan mengatasi masalah emosi dan perilaku (Froggatt, 2005).

198 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 15, No.3, November 2012; hal 193-200 Teori REBT menegaskan bahwa keyakinan yang tidak rasional akan membawa individu pada emosi dan perilaku negatif tidak sehat seperti perilaku amuk (agresif) dan rasa bersalah (Jensen, 2008). REBT baik diberikan pada klien PK karena di dalam materi REBT menjelaskan kepada klien tentang cara berpikir rasional, mengubah emosi yang mengganggu menjadi emosi menyenangkan sehingga klien dapat menyelesaikan masalah. Sesuai dengan konsep REBT bahwa emosi dan perilaku merupakan hasil dari proses pikir yang memungkinkan bagi manusia untuk memodifikasi, seperti proses untuk mencapai dengan cara yang berbeda dalam merasakan dan bertindak (Froggatt, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan terhadap klien PK memperlihatkan bahwa adanya penurunan yang bermakna pada respon perilaku antara kelompok yang mendapatkan dan yang tidak mendapatkan terapi REBT. Hal ini menunjukkan bahwa REBT memberikan pengaruh yang bermakna terhadap penurunan perilaku kekerasan pada klien. Berdasar literatur Albert Ellis (Corsini & Wedding, 1989 dalam Parrott, & Zeichner, 2003) berpendapat bahwa yang perlu diubah individu untuk mengatasi masalah emosi maupun perilakunya adalah adanya keyakinan tidak rasional yang dikembangkan oleh individu dan Albert Ellis mengembangkan sebuah terapi yang bernama REBT (Rational Emotive Behavioural Therapy). Sunaryo (2004) menyatakan bahwa perubahan perilaku dipengaruhi beberapa hal yaitu kebutuhan, motivasi, sikap, dan kepercayaan. Dengan terbina saling percaya perawat dengan klien, dan adanya kebutuhan serta motivasi klien untuk merubah diri maka perilaku dapat diubah lebih cepat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada klien PK ditemukan peningkatan secara bermakna pada respon sosial klien yang mendapatkan REBT. Hal ini berarti REBT berpengaruh secara bermakna dalam meningkatkan respon sosial klien PK. Menurut Boyd dan Nihart (1998), tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial akan ditemukan penurunan interaksi sosial. Menurut Beck (1999), bahwa emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Pengalaman marah dapat mengganggu hubungan interpersonal. Dengan diberikannya REBT, klien akan belajar untuk berpikir secara rasional dan berperilaku yang adaptif sehingga hubungan interpersonalnya dengan orang lain akan meningkat. Pada klien yang mendapatkan terapi psikososial REBT ditemukan penurunan secara bermakna pada respon fisiologis. Hal ini berarti REBT berpengaruh terhadap penurunan respon fisiologis klien PK. Menurut Stuart dan Laraia (2009), bahwa perilaku kekerasan dapat dilihat dari wajah tegang, tidak bisa diam, mengepalkan atau memukulkan tangan, rahang mengencang, peningkatan pernafasan, dan kadang tiba-tiba seperti kataton. Menurut Beck (1999) bahwa respons fisiologis marah timbul karena kegiatan sistem saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin, sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi denyut jantung meningkat, wajah merah, pupil melebar, dan frekuensi pengeluaran urin meningkat. Dengan diberikan REBT pada klien maka klien akan belajar untuk berpikir rasional, mengontrol perasaannya, dan perilakunya sehingga sistem saraf otonom tidak bereaksi dan respon fisiologis menjadi turun mencapai batas normal. Faktor yang Berhubungan dengan Respon Perilaku Kekerasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat gangguan jiwa, dan frekuensi dirawat tidak ada hubungan bermakna dengan respon perilaku kekerasan. Hal ini menunjukkan perubahan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat gangguan jiwa, dan frekuensi di rawat tidak diikuti oleh perubahan pada respon perilaku kekerasan (respon kognitif, emosi, perilaku, sosial, maupun fisiologis). Namun, khusus frekuensi dirawat ada hubungan bermakna dengan respon sosial. Hal ini berarti bila terjadi perubahan pada frekuensi dirawat maka akan terjadi pula berubahan pada respon sosial klien.

Peningkatan respon kognitif dan sosial melalui REBT pada klien perilaku kekerasan (Dewi Eka Putri, Budi Anna Keliat, Yusron Nasution) 199 Tabel 3. Respon Perilaku Kekerasan pada Klien PK setelah Dilakukan REBT Respon PK Kelompok n Mean SD Min Max p Respon Kognitif 22,68 2,90 18 31 18,54 3,21 11 Respon Emosi 14,20 2,39 8 19 0,001 16,89 2,30 12 23 Respon Perilaku 10,68 1,82 7 14 13,36 1,68 10 16 Respon Sosial 15,84 1,57 13 19 13,54 2,15 8 19 Respon Fisiologis 6,48 0,59 6 8 8,86 1,08 6 10 Kesimpulan Karakterisitik 53 orang responden dalam penelitian ini rerata berusia 35 tahun dengan usia termuda 19 tahun dan tertua 56 tahun, lebih banyak perempuan (50,9%), sebagian besar tidak bekerja (56,6%), memiliki jenjang pendidikan SD dan SMP (60,4%), dengan adanya riwayat gangguan jiwa (77,4%) dan frekuensi dirawat di rumah sakit 2 kali atau lebih. Kemampuan klien mengontrol perilaku kekerasan diketahui dari respon PK klien yang meliputi respon kognitif, emosi, perilaku, sosial, dan fisiologis. Hasil penelitian menunjukkan ada perubahan yang bermakna pada respon klien PK antara sebelum mendapatkan REBT dengan setelah mendapatkan REBT. Perubahan yang terjadi adalah pada respon kognitif dan sosial terjadi peningkatan bermakna, sedangkan pada respon emosi, perilaku, dan fisiologis terjadi penurunan secara bermakna. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa respon kognitif, emosi, perilaku, sosial, dan fisiologis pada klien PK yang mendapat REBT lebih baik secara bermakna dibandingkan dengan klien PK yang tidak mendapatkan REBT. Ada pengaruh REBT terhadap kemampuan klien dalam mengontrol PK melalui respon kognitif, emosi, perilaku, sosial, dan fisiologisnya. Ada pengaruh frekuensi klien dirawat di rumah sakit dengan respon sosial klien PK. Hasil menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh, usia, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat gangguan jiwa, dan ferekuensi dirawat di rumah sakit dengan respon kognitif, emosi, perilaku, dan fisiologis klien PK. Perawat jiwa di rumah sakit diharapkan selalu memotivasi klien dan mengevaluasi kemampuankemampuan yang telah dipelajari dan dimiliki klien sehingga latihan yang diberikan dapat membudaya. Pemberian terapi lanjutan dari terapi yang sesuai dengan SAK akan memberikan hasil yang lebih maksimal, seperti terapi generalis PK dan REBT pada klien PK. Hasil penelitian ini hendaknya digunakan sebagai evidence based dalam upaya mengembangkan terapi REBT pada individu dan kelompok dengan masalah keperawatan jiwa lainnya dan menjadi bagian dari kompetensi yang dimiliki oleh perawat spesialis (DN, AY, HP). Referensi Beck, A.T., (1999). Prisoners of hate: The cognitive basis of anger, hostility, & violence. New York, NY: HarperCollins.

200 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 15, No.3, November 2012; hal 193-200 Boyd, M.A., & Nihart, M.A. (1998). Psychiatric nursing contemporary practice. USA: Lippincott Raven Publisher. Depkes RI. (2008). Riset kesehatan dasar 2007. Diperoleh dari www.litbang.go.id. Fauziah. (2009). Pengaruh terapi perilaku kognitif (TPK) pada klien skizoprenia dengan perilaku kekerasan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor (Tesis master, tidak dipublikasikan). Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Jakarta. Froggatt, W. (2005). A brief introduction to rational emotive behaviour therapy (3rd Ed.). New Zealand, Stortford Lodge: Hastings. Jensen, P.E. (2008). Evaluating the ABC models of rational emotive behaviour therapy theory: An analysis of the relationship between irrational thinking and guilt (Thesis, The Faculty of Department Psychology Villanova University). Faculty of Department Psychology Villanova University, United State. Diperoleh dari http:// ProQuest LLC. Parrott, D.J., & Zeichner, A. (2003). Effects of trait anger and negative attitudes towards women on physical assaults in dating relationships. Journal of Family Violence, 18 (5), 301 307. Rieckert, J., & Moller, A.T. (2000). Rational emotive behaviour therapy in the treatment of adult victims of childhood sexual abuse. Journal of Rational Emotive & Cognitif - Behaviour Therapy, 18 (2), 87 101. Doi: 10.1023/A:1007824719770. Stuart, G.W., & Laraia, M.T. (2009). Principles and practice of psychiatric nursing (7th Ed.). St. Louis: Mosby. Stuart, G.W., & Laraia, M.T. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing (7th Ed.). St. Louis: Mosby. Sulistyowati, C.E. (2009). Pengaruh terapi musik terhadap perubahan perilaku pada klien skizoprenia dengan perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta (Tesis master, tidak dipublikasikan). Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Jakarta. Sunaryo. (2004). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC. Wahyuningsih, D. (2009). Pengaruh assertiveness training terhadap perilaku kekerasan pada klien skizoprenia di RSUD Banyumas (Tesis master, tidak dipublikasikan). Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Jakarta.