Program Bela Negara Sebagai Perwujudan Hak Dan Kewajiban Warga Negara. Dalam Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Oleh: Zaqiu Rahman *

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA

Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA BESERTA PENJELASANNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU INSPEKTUR UPACARA PADA ACARA PERINGATAN HARI BELA NEGARA TAHUN 2015 JAKARTA, 19 DESEMBER 2015

I. PENDAHULUAN. membuat negera kita aman, bahkan sampai saat ini ancaman dan gangguan

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD

ANATOMI KEAMANAN NASIONAL

B A B XII HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA

UU 27/1997, MOBILISASI DAN DEMOBILISASI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1997 (27/1997) Tanggal: 3 OKTOBER 1997 (JAKARTA)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN PENDUKUNG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU INSPEKTUR UPACARA PADA ACARA PERINGATAN HARI BELA NEGARA TAHUN 2015

KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEAMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEAMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1997 TENTANG MOBILISASI DAN DEMOBILISASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

*10197 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 27 TAHUN 1997 (27/1997) TENTANG MOBILISASI DAN DEMOBILISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sosial. Didalamnya sekaligus terkandung makna tugas-pekerjaan yang harus

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

Oleh : Uci Sanusi, SH., MH

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu

POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman *

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RechtsVinding Online

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2016/2017. Nomor Soal. Kelas VII Norma 1. Konstitusi dan Proklamasi. Hak Asasi Manusia 6

DEPARTEMEN PERTHANAN RI NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG UNDANG TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

BAHAN TAYANG MODUL 11 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH.

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) II 2016

Wacana Pasal Penghinaan Presiden atau Wakil Presiden Dalam RUU KUHP Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 28 Agustus 2015; disetujui: 31 Agustus 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. RUMUSAN MASALAH

Surat Edaran Kapolri Tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech), Akankah Membelenggu Kebebasan Berpendapat? Oleh: Zaqiu Rahman *

ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM TERKAIT DENGAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA PUSANEV_BPHN. ANANG PUJI UTAMA, S.H., M.Si

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

PANDUAN MAHASISWA BELA NEGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

Pendidikan Kewarganegaraan (IPB 105) TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

proses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak

PENGETAHUAN TENTANG BELA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Te

PERSEPSI DAN PENGERTIAN PEMBELAAN NEGARA BERDASARKAN UUD 1945 (AMANDEMEN)

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KISI-KISI PENILAIAN AKHIR SEMESTER (PAS) GANJIL MADRASAH TSANAWIYAH KOTA SERANG TAHUN PELAJARAN 2017/2018. Proses perumusan dan. penetapan Pancasila

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi

Amanat Presiden RI pada Peringatan HUT TNI Ke-64, Senin, 05 Oktober 2009

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN PERTAHANAN RI DIREKTORAT JENDERAL POTENSI PERTAHANAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Panduan diskusi kelompok

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD KABUPATEN/KOTA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 22 April 2016

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

REVITALISASI BELA NEGARA DI LINGKUNGAN DITJEN POTHAN

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

PERAN NEGARA DAN PEMERINTAH DALAM PELAYANAN KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KOL. INF. KETUT BUDIASTAWA, S.SOS, MSI

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG GELAR KEHORMATAN, WARGA KEHORMATAN, DAN PENGHARGAAN DAERAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 75, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3704)

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER

BAB I PENGANTAR. strategis guna menghadapi tantangan tugas ke depan. Sistem pertahanan negara

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

PEMETAAN STANDAR KOMPETENSI, KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG.UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA. Jakarta, Agustus 2005 RANCANGAN

PARAMETER PERUBAHAN UNDANG-UNDANG Oleh: Zaqiu Rahman, SH., MH. * Naskah diterima : 18 Oktober 2014; disetujui : 24 Oktober 2014

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

MATA KULIAH : KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN

Transkripsi:

1 Program Bela Negara Sebagai Perwujudan Hak Dan Kewajiban Warga Negara Dalam Penyelenggaraan Pertahanan Negara Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 16 November 2015; disetujui: November 2015 Wacana Program Bela Negara Pada Bulan Oktober 2015, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan bahwa pemerintah akan menyelenggarakan program bela negara, dengan merekrut 100 (seratus) juta kader bela negara. Program ini akan dimulai pada tahun 2015, dan direncanakan akan dilakukan selama 10 (sepuluh) tahun. Untuk mewujudkan hal tersebut, Kemenhan akan membentuk 4.500 kader pembina bela negara di 45 kabupaten/kota di Indonesia. Adapun tujuan dari program bela negara adalah untuk menumbuhkan 5 (lima) nilai dasar, yaitu rasa cinta tanah air, rela berkorban, sadar berbangsa dan bernegara, meyakini Pancasila sebagai ideologi negara, serta memiliki kemampuan awal bela negara fisik dan non fisik (Kompas, Jum at, 16 Oktober 2015). Penyelenggaraan program bela negara ini akan dilakukan dalam durasi pendidikan 1 (satu) bulan, yang kurikulumnya terdiri dari, pertama, materi dasar, meliputi sejarah kebangsaan, empat pilar negara, dan sistem pertahanan semesta; kedua, materi inti, meliputi cinta tanah air, rela berkorban, sadar berbangsa dan bernegara, serta kemampuan bela negara baik dalam bentuk fisik maupun non fisik; dan ketiga, materi tambahan, meliputi

2 kearifan lokal (Media Indonesia, Senin, 2 November 2015). Wacana program bela negara ini cukup mengundang dukungan maupun penolakan dari masyarakat. Bagi pihak yang mendukung, program bela negara ini diyakini mampu memperbaiki mental bangsa melalui pembangunan etos disiplin, terutama dalam memperkuat ketaatan hukum rakyat dan menyelesaikan beragam penyakit sosial. Disisi lain, meski Menhan kekerasan, dan belum terformulasinya metode pelatihan (Farouk Muhammad). Terlepas dari perdebatan antara pihak yang mendukung atau menolak program di maksud, perlu juga diketahui bagaimana perspektif peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum terhadap program bela negara. Apakah peraturan perundang-undangan yang ada saat ini telah cukup untuk mengakomodir program tersebut ataukah menegaskan bahwa program bela negara diperlukan payung hukum baru untuk tak sebatas mengangkat senjata dan akan disesuaikan dengan keahlian peserta, mereka yang menolak bela negara melihat program ini sebagai pendidikan militer atau militerisasi rakyat. Kekhawatiran mereka yang mengkritisi program ini dapat dimaklumi karena luasnya difinisi ancaman, risiko munculnya kelompok menjadi landasan hukum penyelenggaraannya. Untuk itu, wacana pemberlakuan program bela negara ini menarik untuk dibahas. Pengaturan dalam UU Hak dan kewajiban bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pertahanan negara yang salah satunya dapat diwujudkan dalam program bela

3 negara, secara jelas telah diatur dalam konstitusi. Pasal 27 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan: Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Kemudian Pasal 30 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 kembali menegaskan tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. Partisipasi warga negara dalam program bela negara lebih lanjut diatur dalam beberapa UU, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (UU Pertahanan Negara), Undang- Undang Nomor 56 Tahun 1999 tentang Rakyat Terlatih (UU Rakyat Terlatih), dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Kemanan Negara Republik Indonesia (UU Ketentuan Pokok Hankam). Difinisi bela negara telah didefinisikan dalam beberapa UU di atas. UU Ketentuan Pokok Hankam dan UU Rakyat Terlatih, mendefinisi pengertian bela negara sebagai tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia serta keyakinan akan kesaktian Pancasila sebagai ideologi negara dan kerelaan untuk berkorban guna meniadakan setiap ancaman baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri yang membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan negara, kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah dan yurisdiksi nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 1 angka 2 UU Ketentuan Pokok Hankam dan Pasal 1 angka 2 UU Rakyat Terlatih). Sedangkan di

4 dalam Penjelasan Pasal 9 ayat (1) UU Pertahanan Negara, ditegaskan pula pengertian upaya bela negara, adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa. Pasal 1 angka 3 UU Ketentuan Pokok Hankam juga mendefinisikan upaya bela Negara, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh setiap warga negara sebagai penunaian hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pertahanan keamanan Negara. Pasal 9 ayat (1) UU Pertahanan Negara menegaskan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara. Pasal 17 ayat (1) UU Ketentuan Pokok Hankam kembali menegaskan hak dan kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya bela negara tidak dapat dihindarkan, kecuali menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 9 UU Pertahanan Negara menyatakan setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara. Keikutsertaan tersebut dilakukan melalui pendidikan kewarganegaraan (sudah tercakup juga pemahaman tentang kesadaran bela Negara); pelatihan dasar kemiliteran secara wajib; pengabdian

5 sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib; dan pengabdian sesuai dengan profesi (pengabdian warga negara yang mempunyai profesi tertentu untuk kepentingan pertahanan negara termasuk dalam menanggulangi dan/atau memperkecil akibat yang ditimbulkan oleh perang, bencana alam, atau bencana lainnya) yang diatur dengan UU. Selain itu, Pasal 18 UU Ketentuan Pokok Hankam juga mengatur hak dan kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui: pendidikan pendahuluan bela negara sebagai bagian tidak terpisah dalam sistem pendidikan nasional; keanggotaan Rakyat Terlatih secara wajib; keanggotaan Angkatan Bersenjata secara sukarela atau secara wajib; keanggotaan Cadangan Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib; keanggotaan perlindungan masyarakat secara sukarela. Pendidikan pendahuluanbbela negara adalah pendidikan dasar bela negara guna menumbuhkan kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, keyakinan akan kesaktian Pancasila sebagai ideologi negara, kerelaan berkorban untuk negara, serta memberikan kemampuan awal bela negara (Pasal 1 angka 6 UU Ketentuan Pokok Hankam). Pendidikan pendahuluan bela negara diselenggarakan guna memasyarakatkan upaya bela negara serta menegakkan hak dan kewajiban warga negara dalam upaya bela negara, yang wajib diikuti oleh setiap warga negara, dan dilaksanakan secara bertahap yaitu tahap awal pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah atas dan dalam Gerakan

6 Pramuka serta tahap lanjutan dalam bentuk pendidikan kewiraan pada tingkat pendidikan tinggi (Pasal 19 UU Ketentuan Pokok Hankam). Adapun Rakyat Terlatih merupakan salah satu bentuk keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara secara wajib yang menunjukkan sifat kesemestaan dan keserbagunaannya dalam penyelenggaraan pertahanan keamanan negara (Pasal 20 Ketentuan Pokok Hankam dan Pasal 3 UU Rakyat Terlatih). Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip terhadap pengaturan mengenai bela negara yang diatur di dalam 3 (tiga) UU di atas, baik terkait definisi/pengertian bela negara dan upaya bela negara, sifat kepesertaannya yang berhak dan wajib, maupun tujuannya. Hanya saja terdapat sedikit perbedaan dalam pengaturan mengenai perwujudan keikutsertaan bela negara seperti yang diatur di dalam Pasal 9 UU Pertahanan Negara dan Pasal 18 UU Ketentuan Pokok Hankam. Hal ini menimbulkan ketidaksinkronan mengenai pengaturan wujud keikutsertaan bela negara yang diatur dalam kedua UU dimaksud. Untuk itu dengan berpedoman pada salah satu asas dalam perundangundangan, yaitu peraturan yang paling baru mengesampingkan peraturan yang lama (asas lex posterior derogat legi priori), perwujudan keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara mengacu pada ketentuan Pasal 9 UU Pertahanan Negara. Sehingga apabila merujuk pada ketentuan pasal dimaksud, program pemerintah terkait bela negara seyogyanya tidak serta merta dapat langsung dilaksanakan, tetapi harus menunggu dulu payung hukumnya dalam bentuk UU sesuai amanah Pasal 9 ayat (3) UU Pertahanan Negara.

7 Terkait rencana pemerintah untuk melakasanakan program bela negara dalam waktu dekat, hal ini patut dikritisi, karena pertama, rencana pemerintah yang akan merekrut 100 juta (seraturs juta) kader untuk mengikuti program bela negara tidak dibarengi dengan sarana dan prasarana yang memadai; kedua, menyangkut anggaran pelaksanaan program, DPR bersama Pemerintah belum pernah membahas secara rinci besaran dan rincian biaya yang dibutuhkan untuk melatih 100 juta (seratus juta) kader bela Negara; dan ketiga, program bela negara membutuhkan payung hukum dan parameter yang jelas. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (3) UU Pertahanan Negara, pelaksanaan program terkait bela negara harus dibentuk melalui UU, sementara sampai dengan saat ini UU dimaksud belum juga dibentuk. Melatih kader bela negara hanya dapat efektif jika kita tahu apa obyek yang menjadi fokusnya. Desain program sesuai dengan obyek inilah yang seharusnya menjadi cara memilih sarana tentang bagaimana menumbuhkan semangat cinta negara. Ada 3 (tiga) obyek utama yang perlu diprioritaskan, pertama, melunturnya semangat kebhinekaan, ditandai dengan intoleransi dan kekerasan atas nama agama; kedua, hilangnya semangat patriotisme (cinta tanah air dan bangsa), ditandai maraknya korupsi, kebijakan ekonomi yang tidak mempergunakan bumi air dan tanah demi kepentingan rakyat, serta wacana pendekatan kenegaraan dalam bingkai/terminologi agama bukan Pancasila sebagai dasar kehidupan bernegara, dan ketiga, adanya ketiadakadilan sosial yang berujung pada

8 pembodohan, pemiskinan, penggusuran, rekruitmennya; kurikulumnnya; dan pelecehan hukum (Doni Koesoema A). kelembagaan yang berwenang menyelenggarakan; peran pemerintah dan pemerintah daerah; pendanaan; dan lainlain. Setelah itu, barulah diikuti penetapan peraturan lain yang lebih rendah dan teknis. Sehingga kedepan, pelaksanaan program bela negara ini memiliki landasan hukum yang kuat dan bisa dipertanggungjawabkan. Kedua, dengan perkembangan demokrasi serta kondisi ekonomi, sosial, politik, budaya, pertahanan dan kemanan saat ini, berarti juga terjadinya perubahan potensi ancaman terhadap gangguan keamanan dan stabilitas yang semakin berkembang. Untuk itu, keikutsertaan setiap warga negara dalam bela negara tidak saja didentikkan secara fisik atau dalam arti pelatihan fisik atau militer, tetapi juga dapat diwujudkan melalui peran Implementasi Program Kedepan Agar rencana kebijakan pemerintah untuk mengadakan program bela negara dapat diimplementasikan dengan baik serta maksud dan tujuannya dapat tercapai, kedepan pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah: Pertama, pemerintah bersama DPR harus segera membentuk RUU Bela Negara sebagai dasar hukum dalam penyelenggaraan program bela negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU Ketahanan Negara, yang di dalamnya mengatur antara lain: pendidikan kewarganegaraan; pelatihan dasar kemiliteran secara wajib; pengabdian sesuai dengan profesi; definisi bela Negara; syaratsyarat ikut bela Negara; sistem

9 masing-masing warga negara sesuai keahlian, kondisi, dan profesinya. Ketiga, pelakasanaan program bela negara sebaiknya tidak bisa dilakukan secara instan, tetapi harus juga dilakukan secara terus-menerus menjadi suatu dengan kemampuan keuangan Negara. Sehingga kedepan, perwujudan keikutsertaan warga negara dalam bela negara dapat secara terus-menerus dilakukan sesuai dengan jenis dan potensi gangguan/ancamannya. program yang berkesinambungan sesuai * Penulis adalah tenaga fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan Madya (Legislative Drafter), Pusat Perancangan Undang-Undang, Badan Keahlian DPR RI (e-mail: zaqiu_dpr@yahoo.com