KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK UKURAN KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian yang digunakan adalah Itik Peking Mojosari Putih (PMp)

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur

PENGARUH BERBAGAI TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN ITIK JANTAN LOKAL DAN SILANGANNYA

EDIBLE PORTION DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN RUMPUT GAJAH DAN POLLARD

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

ISBN: Seminar Nasional Peternakan-Unsyiah 2014

Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

II KAJIAN KEPUSTAKAAN

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan untuk penelitian ini adalah Ayam Kampung Unggul

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu

Persentase Karkas Itik Peking yang Diberi Pakan dalam Bentuk Wafer Ransum Komplit Mengandung Limbah Kopi

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

MATERI. Lokasi dan Waktu

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1998 ABSTRAK

Tabel 8. Pengaruh Tepung Kulit Pisang Uli terhadap Serat Kasar, Lemak Kasar, dan Beta-Karoten Ransum Perlakuan

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kampung. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

PERSENTASE BAGIAN PANGAN DAN NONPANGAN ITIK MANDALUNG PADA BERBAGAI UMUR

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

I. PENDAHULUAN. masyarakat di pedesaan. Ternak itik sangat potensial untuk memproduksi telur

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

METODE PENELITIAN. Materi

MATERI DAN METODE 1. Lokasi dan Materi Penelitian 2. Penelitian Tahap Pertama

PENGARUH PENGGUNAAN KUNYIT DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS AYAM PEDAGING

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan bobot tubuh yang dapat dicapai oleh ayam, maka dikenal tiga tipe

PERSILANGAN AYAM PELUNG JANTAN DENGAN AYAM BURAS BETINA UNTUK MENINGKATKAN AYAM BURAS PEDAGING

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

MATERI DAN METODE. Materi

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari dara

OPTIMALISASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERNAK AYAM LOKAL PENGHASIL DAGING DAN TELUR

PENGARUH KANDUNGAN PROTEIN DALAM RANSUM TERHADAP KARKAS ENTOK (Cairina moschata)

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

Bibit niaga (final stock) itik Alabio dara

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

PERSENTASE KARKAS ITIK CIHATEUP DAN ITIK ALABIO SERTA PERSILANGANNYA YANG DIBERI PAKAN BERBEDA KRISTIAN STEVANUS GINTING

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari-Maret 2015 di Kandang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

Model Regresi Pertumbuhan Dua Generasi Populasi Terseleksi Itik Alabio

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

PREFERENSI DAN NILAI GIZI DAGING AYAM HASIL PERSILANGAN (PEJANTAN BURAS DENGAN BETINA RAS) DENGAN PEMBERIAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA

Performa, Persentase Karkas dan Nilai Heterosis Itik Alabio, Cihateup dan Hasil Persilangannya pada Umur Delapan Minggu

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba

Bobot Potong, Edible dan Non Edible Itik PMp... Sarito Simanullang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber penyedia daging dan telur telah dipopulerkan di Indonesia dan juga

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

PERSENTASE KARKAS DAN KOMPONEN NON KARKAS KAMBING KACANG JANTAN AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA SKRIPSI.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

KULIAH ke: 10. POKOK BAHASAN: Zat Makanan Untuk Itik Peking. SUB POKOK BAHASAN: 1) Energi, 2)Protein, 3) Mineral, dan 4) Vitamin untuk itik peking.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap kandang

TINJAUAN PUSTAKA. Itik (Anas platyrhynchos)

HASIL DAN PEMBAHASAN

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI : PERIODE AWAL BERTELUR

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

PENGARUH BANGSA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI TERHADAP PERFORMAN REPRODUKSI (REPRODUCTIVE PERFORMANCE OF ALABIO AND MOJOSARI DUCKS) ABSTRACT ABSTAAK

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

STUDI KOMPARATIF PREFERENSI, MUTU DAN GIZI BEBERAPA JENIS DAGING UNGGAS

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

MATERI DAN METODE. Materi

PROPORSI DAGING, TULANG DAN LEMAK KARKAS DOMBA EKOR TIPIS JANTAN AKIBAT PEMBERIAN AMPAS TAHU DENGAN ARAS YANG BERBEDA

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI AGUS SUPARYANTO Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Itik Peking x Alabio (PA) dan Peking x Mojosari (PM) merupakan hasil silang yang akan diuji kemampuan produktivitas baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hasilnya hendak dijadikan sebagai galur induk untuk menghasilkan itik serati. Namun demikian siklus hidup itik untuk berproduksi amatlah pendek sebagaimana yang terjadi pada ayam ras, dengan masa produksi 12 bulan itik tersebut harus sudah diafkir karena tidak ekonomis lagi. Pada kondisi yang demikian ternyata ternak afkir tersebut di atas masih dapat dimanfaatkan untuk diambil dagingnya. Oleh sebab itu hasil ikutan seperti organ bagian dalam (jeroan) masih banyak dicari masyarakat karena memiliki nilai jual yang relatif murah. Terlepas dari semua kepentingan usaha maka secara biologis jeroan merupakan kumpulan dari berbagai organ dalam yang tidak termasuk dalam perhitungan nilai karkas. Pola pertumbuhan organ itik dari 4 genotipe yaitu masing-masing Mallard, Pekingg, Muscovy dan hasil persilangan Muscovy x Peking menurut laporan GILLE et al. (1999) lebih cepat dibanding laju pertumbuhan bobot badannya kecuali pada organ oesophagus. Hal ini terjadi karena pertumbuhan organ oesophagus mengikuti pola pertumbuhan bobot badan. Organ bagian dalam itik lokal Indonesia terutama hati dan rempela akan memberikan sifat pertumbuhan yang berbeda. Anak itik umur 5 minggu memiliki persentase pertumbuhan rempela terhadap bobot badan hidup relatif lebih tinggi (6-7%), dibanding umur 10 minggu (4-5%). Kondisi ini menunjukkan bahwa organ rempela mengalami pertumbuhan dini. Kecenderungan yang sama ditunjukkan pada organ hati dimana pada umur 5 minggu persentasenya 3-4% akan turun menjadi 2-3% pada umur 10 minggu (ISKANDAR et al., 2000). Laporan lain menunjukkan bahwa parameter yang nyata (P<0.05) dipengaruhi oleh perlakuan kepadatan gizi dari 12% PK dengan energi 2.000 kkal hingga kandungan protein kasar (PK) 20% dengan energi 3.300 kkal adalah bobot karkas, bobot dan panjang usus, persentase ginjal dan lemak abdomen (BINTANG et al., 1997). Rataan panjang usus dan proventrikulus pada keempat perlakuan pakan yang memiliki kandungan serat kasar (SK) masing-masing 5, 9, 13 dan 17% secara statistik tidak berbeda nyata. Hal yang sama ditunjukkan dari hasil penimbangan bobot proventrikulus dan bobot usus (duodenum, yeyenum dan ileum). Namun demikian rataan bobot hati dan ventrikulus nyata (P<0.05) dipengaruh oleh besarnya kandungan serat kasar dalam pakan. Tampak bahwa semakin tinggi kandungan serat kasar dalam pakan itik Tegal, bobot ventrikulus akan cenderung meningkat (ULUPI, 1993). Karakteristik ukuran organ bagian dalam (jeroan) khususnya untuk itik persilangan yang telah diafkir masih belum banyak dilaporkan, sehingga perlu adanya informasi yang dapat menambah khasanah dunia ilmu pengetahuan. Oleh karena itu tulisan ini mencoba memberikan analisis ukuran organ dalam, menurut pengertian besar atau bobot dari masing-masing paremeter organ itik hasil persilangan Peking x Alabio (PA) dan Peking x Mojosari (PM). MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di kandang percobaan itik, Balai Penelitian Ternak Ciawi dengan langkah awal adalah pada tahun 2004 menyilangkan pejantan Pekingg dengan Alabio 92

dan juga dengan Mojosari sehingga tebentuk PA (Pekingg x Alabio) dan PM (Pekingg x Mojosari). Itik hasil silang diberi pakan standar yang biasa digunakan yaitu pakan jadi sesuai status fisiologis itik tersebut. Untuk masa starter (1-8 minggu) pakan memiliki kandungan PK ± 20% dengan energi ± 2900 kkal, kemudian pada masa grower (8-12 minggu) nutrisi pakan terdiri atas 16% PK dengan energi 2400 kkal dan masa dewasa (berproduksi) diberi pakan PK 18% dengan energi 2700 kkal. Data produksi telur diambil hingga umur 12 bulan produksi. Data monitoring yang telah melewati masa produksi tersebut maka induk-induk segera diafkir. Sebanyak 15 ekor induk untuk masing-masing genotipe (PA dan PM) diambil secara acak kemudian dilakukan pemotongan untuk diamati bagian karkasnya. Penyembelihan dilakukan menurut tatacara Islam, dengan menempatkan ternak ke dalam tempat pemotongan. Parameter yang diukur meliputi bobot potong (g), bobot kaki (g), bobot hati (g), bobot rempela kotor (g), bobot rempela bersih (g), bobot ginjal (g), bobot jantung (g), bobot usus (g), bobot lemak abdominal (g), dan bobot total jeroan (g). Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis t-test, untuk menduga seberapa besar simpangan dua rataan (means) dari dua peubah bebas terhadap dua ragam contoh dalam dua kelompok sampelnya. Sebagai kelanjutan analisis data yaitu dengan mengetahui tingkat hubungan dari masing-masing dua parameter (bebas X dan tak bebas Y) yang diukur dilakukan analisis korelasi sebagaimana yang dijelaskan oleh STEEL dan TORRIE (1993). Analisis regresi berganda dimaksudkan untuk membuka pemahaman terhadap dua parameter (bebas X dan tak bebas Y) yang memberikan hubungan fungsional terbesar. Untuk memudahkan sistem perhitungan maka digunakaan paket program statistik SAS ver 6.12 (SAS, 1999). HASIL DAN PEMBAHASAN Meskipun bobot potong berbeda nyata (P<0,05), namun bobot hati, ginjal, jantung, usus dan lemak abdominal tidak berbeda nyata (Tabel 1). Komponen yang menunjukkan adanya perbedaan nyata terdiri atas bobot rempela baik yang masih kotor (berisi sisa makanan) maupun yang sudah bersih. Sebagaimana yang tersaji pada Tabel 1, tampak bahwa bobot rempela baik kotor maupun bersih pada itik genotipe PA lebih tinggi dibandingkan dengan rempela yang berasal dari itik genotipe PM yaitu 60 vs 52 g untuk rempela kotor dan 54 vs 46 g untuk rempela bersih. Tabel 1. Hasil uji-t pada beberapa paarameter jeroan itik genotipe PA dan PM Uraian PA PM Rataan SE Rataan SE potong (g) 2118,57 a 74,47 1905,27 b 45,56 hati (g) 66,21 a 3,80 69,33 a 4,03 rempela kotor (g) 60,36 a 1,78 52,07 b 2,20 rempela bersih (g) 54,50 a 1,53 46,20 b 1,72 ginjal (g) 12,00 a 0,68 11,67 a 0,40 jantung (g) 13,50 a 0,59 12,87 a 0,80 usus (g) 118,71 a 7,84 134,87 a 9,22 lemak abdominal (g) 17,00 a 2,22 13,60 a 1,83 total jeroan (g) 342,28 a 12,55 340,60 a 9,91 hati itik genotipe PM (69 g) relatif lebih tinggi jika dibanding dengan PA (66 g) akan tetapi secara statistik perbedaan tersebut masih pada taraf yang tidak nyata (P>0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa kedua ukuran hati itik genotipe PA dan PM adalah sama besar. Apabila dilihat dari laporan sebelumnya (BINTANG et al., 1997 dan ISKANDAR et al., 2000) ternyata ukuran hati itik lokal mendekati setengah dari bobot hati kedua genotipe itik hasil silang (PA dan PM). Demikian halnya dengan bobot usus itik genotipe PM ratannya 93

adalah 135 g nyata lebih tinggi dari bobot usus itik genotipe PA yang hanya 119 g dan secara statistik tidak terbukti bahwa ukuran bobot usus antar genotipe berbeda nyata (P>0,05). Kondisi tersebut diduga terkait dengan keadaan bobot badan hidup itik hasil silang yang hampir dua kali dari bobot hidup itik lokal, sebagaimana diketahui bahwa semakin tinggi bobot badan hidup ternak membutuhkan organ yang lebih besar untuk mengikuti besarnya proses metabolisme tubuh secara baik. lemak abdominal (lemak perut) itik genotipa PA (17 g) relatif lebih tinggi dari yang hasilkan oleh itik genotipe PM (14 g), meskipun secara biologis bobot lemak berbeda akan tetapi secara statistik perbedaan yang terjadi tidak nyata (P>0,05), sehingga kedua genotipe itik hasil silang sama-sama mendeposisikan lemaknya dirongga perut sama besar dan peluangnya. Pola setengah dari bobot komponen jeroan itik lokal dengan itik hasil silang masih diikuti oleh bobot lemak abdominal. Lebih jauh BINTANG et al. (1997) menyatakan bahwa meskipun kinerja pertumbuhan anak itik jantan lokal murni dan hasil persilangan antar itik lokal tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap kepadatan gizi ransum, tetapi organ dalam yang diukur secara statistik memiliki bobot organ yang berbeda nyata. Parameter yang nyata (P<0.05) dipengaruhi oleh perlakuan kepadatan gizi adalah bobot usus, ginjal dan lemak abdomen (BINTANG et al., 1997). GUY et al. (1999) melaporkan bahwa bobot lemak abdominal itik Peking yang dipelihara 82 hari seberat 72,6 g dan akan semakin besar deposit lemaknya bila dipelihara sampai umur 105 hari yaitu bobot lemak abdomianalnya menjadi 190 g, demikian halnya pada mule duck dan entog pada perbedaan dua umur yang sama diatas bobot lemak abdominal dari 48,4 g menjadi 230 g untuk mule duck dan dari 98,3 g menjadi 202 g untuk entog. Hal ini menunjukkan bahwa kedua gebotipe itik hasil silang (PA dan PM) memiliki perlemakan dibagian perut yang lebih rendah. Sebagai bentuk dari ketidak nyataan perbedaan ukuran bobot organ dalam antar genotipe maka pada Tabel 1 tampak bahwa hasi uji-t terhadap total jeroan (organ bagian dalam) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa meskipun perbedaan bobot potong tidak akan mempengaruhi bersar kecilnya organ bagian dalam, sehingga bobot potong yang diekspresikan lewat besarnya tubuh itik (performan) akan berpengaruh diluar organ dalam. Tabel 2 Tingkat hubungan dua parameter yang diukur pada itik genotipe PA dan PM (induk afkir) Parameter hati rempela kotor rempela bersih ginjal jantung usus lemak abdominal Itik genotipe PA potong 0,73 0,39 0,26 0,32 0,20 0,35 0,55 hati 0,58 0,48 0,25 0,15 0,45 0,36 rempela kotor 0,87 0,61 0,74 0,10 0,31 rempela bersih 0,45 0,45-0,04 0,24 ginjal 0,71 0,05 0,07 jantung 0,06 0,10 usus 0,13 Itik genotipe PM potong -0,22 0,42 0,59-0,29 0,43 0,25 0,31 hati -0,55-0,46 0,32 0,19 0,03-0,24 rempela kotor 0,72-0,32 0,11-0,03 0,12 rempela bersih -0,10 0,33 0,08 0,35 ginjal 0,16 0,27-0,08 jantung 0,38-0,23 usus -0,53 94

Analisis hubungan antar parameter organ dalam Besarnya bobot potong hanya memiliki derajat hubungan yang sedang hingga tinggi terhadap parameter bobot hati (0,73) dan bobot lemak abdominal (0,55) pada itik genotipe PA, sedangkan untuk parameter lainnya derajat hubungannya rendah sehingga tidak nyata. Pada itik genotipe PM, bobot potong justru meunujukkan pola hubungan yang negatif terhadap parameter bobot hati dan bobot ginjal, akan tetapi tingkat hubungan yang dihasilkan tidak cukup nyata. Derajat hubungan yang tinggi lainnya pada itik genotipe PA ditunjukkan pada Tabel 2 bersumber dari parameter rempela kotor terhadap rempela bersih (0,87) dan bobot rempela kotor dengan bobot jantung (0,74), bobot rempela kotor dengan bobot ginjal (0,61) dan bobot ginjal dengan bobot jantung (0,71). Tingkat hubungan yang moderat ditampilkan antara bobot rempela bersih dengan bobot ginjal dan bobot jantung yaitu 0,45. Itik genotipe PM, karakteristik hubungan antar parameter yang bersifat positif dengan derajat tinggi terjadi pada bobot rempela kotor terhadap bobot rempela yang sudah dibersihkan isinya (0,72). Untuk antar parameter lainnya menunjukkan tingkat hubungan yang rendah dan tidak nyata. Hasil ini dapat dipahami bahwa ukran tubuh secara morfologis hubungan antara bobot badan hidup itik dengan ukuran tubuh lebih menguatkan derajat hubungan yang nyata sehingga membentuk performan yang lebih seimbang. Uji regresi berganda Model regresi yang dibangun dari parameter tak bebas bobot potong dengan parameter bebas yang tersaji pada Tabel 3, menunjukkan hasil yang tidak nyata, hal ini terbukti dari nilai peluang (porbabilitas) yang lebih tinggi dari nilai T. Hasil ini lebih menguatkan pada pembahasan sebelumnya bahwa bobot potong tidak dibangun oleh besarnya organ bagian dalam, melainkan terkait dengan parameter diluar itu seperti bobot karkas maupun ukuran karkas lainnya. Tabel 3. Nilai penduga, standar eror dan peluang masing-masing parameter yang diukur dari induk genotipe PA dan PM (induk afkir) Uraian Db Estimasi parameter Standar eror (SE) Probabilitas > T Itik genotipe PA Intersep 1 1455,382606 662,41168178 0,0704 hati 1 48,136262 50,91130400 0,3809 rempela bersih 1 35,960759 74,12940034 0,6448 ginjal 1 51,130506 52,95588495 0,3716 jantung 1 81,493624 119,39783916 0,5204 usus 1 30,339045 44,81275522 0,5236 lemak abdominal 1 43,932016 47,20037693 0,3879 jeroan 1-30,811199 45,03986085 0,5195 Itik genotipe PM Intersep 1 1098,556481 536,47972255 0,0865 hati 1 1,908306 6,91736795 0,7919 rempela bersih 1 10,584266 15,30401141 0,5150 ginjal 1-51,572496 25,28206584 0,0875 jantung 1 12,787195 16,06849686 0,4565 usus 1 2,775993 7,13832850 0,7108 lemak abdominal 1 13,121153 8,33106273 0,1663 jeroan 1 0,198115 6,97778589 0,9783 95

Secara matematik hasil regresi berganda untuk masing-masing genotipe adalah sebagai berikut: potong (PA) = 1455.382606 + 48.136262 (bobot hati) + 35.960759 (bobot rempela bersih) + 51.130506 (bobot ginjal) + 81.493624 (bobot jantung) + 30.339045 (bobot usus) + 43.932016 (lemak abdominal) 30.811199 (bobot jeroan). potong (PM) = 1098.556481 + 1.908306 (bobot hati) + 10.584266 (bobot rempela bersih) 51.572496 (bobot ginjal) + 12.787195 (bobot jantung) + 2.775993 (bobot usus) + 13.121153 (lemak abdominal) + 0.198115 (bobot jeroan). KESIMPULAN Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bobot potong antara itik genotipe PA meskipun nyata lebih tinggi fari itik genotipe PM tetapi antar keduanya tidak dipengaruhi oleh karakteristik ukuran bobot organ bagian dalamnya. Kondisi ini diperkuat dari hasil dan uji lainnya yang dilakukan diantaranya adalah tingkat hubungan dua parameter dari masingmasing genotipe dan juga analisis regresi berganda. Oleh karena itu disarankan bahwa uji pembanding yang baik dilakukan pada tingkat umur yang berbeda. Tentunya hal ini akan membawa konsekuensi logis untuk melakukan penelitian tersendiri. DAFTAR PUSTAKA BINTANG I.A.K, SILALAHI M, ANTAWIDJAJA T dan RAHARJO Y.C. 1997. Pengaruh berbagai Tingkat Kepadatan Gizi Ransum terhadap Kinerja Pertumbuhan Itik Jantan Lokal dan Persilangannya. JITV 2 (4): 237-241. GILLE U, SALOMON FV and RONNET J. 1999. Growth of Digestible Organs in Ducks with Considerations on their Growth in Birds in General. Bri. Poult. Sci. 40 (2): 194-202. ISKANDAR S, BINTANG I.A.K, dan TRIYANTINI. 2000. Tingkat Energi/Protein Ransum untuk Menunjang Produksi dan Kualitas Daging Anak Itik Jantan Lokal. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor 18-19 September 2000, Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan: 300-309. SAS. 1999. SAS/STAT Guide for Personal Computers. Version 8 Edition. SAS Institute Inc. Cary, NC. STEEL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta. ULUPI, N. 1993. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Ransum terhadap Panjang dan Organ Pencernaan Itik Tegal. Media Peternakan. Faklutas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Vol. 16 (3): 51-56. 96