BAB II PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (PLTP)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber panas bumi yang sangat

OPTIMALISASI PEMBANGKIT LISTRIK SIKLUS BINER DENGAN MEMPERHATIKAN FLUIDA KERJA YANG DIGUNAKAN

MODEL PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI SISTEM HYBRID FLASH-BINARY DENGAN MEMANFAATKAN PANAS TERBUANG DARI BRINE HASIL FLASHING

TEKANAN FLASHING OPTIMAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI SISTEM DOUBLE-FLASH

BAB I PENDAHULUAN I.1

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT

Analisa Efisiensi Thermal Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Lahendong Unit 5 Dan 6 Di Tompaso

BAB III APLIKASI TERMODINAMIKA PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TURBIN UAP. Penggunaan:

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

Analisa Efisiensi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Tipe Single Flash Sistem Yang Dirubah Menjadi Binary Cycle Sistem Di Gunung Salak

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Gambar 2.1 Skema siklus cetus tunggal sederhana pada sistem pembangkit. Gambar 2.22 Diagram T-s untuk siklus cetus tunggal sederhana.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Program Studi Teknik Mesin BAB I PENDAHULUAN. manusia berhubungan dengan energi listrik. Seiring dengan pertumbuhan

ANALISIS TERMODINAMIKA PERFORMA HRSG PT. INDONESIA POWER UBP PERAK-GRATI SEBELUM DAN SESUDAH CLEANING DENGAN VARIASI BEBAN

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. menghasilkan energi listrik. Beberapa pembangkit listrik bertenaga panas

OPTIMALISASI MODEL PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI TERINTEGRASI DENGAN MEMANFAATKAN BRINE HASIL FLASHING

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS PEMANFAATAN GEOTHERMAL BRINE UNTUK PEMBANGKITAN LISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN HEAT EXCHANGER

Perancangan Siklus Rankine Organik Untuk Pemanfaatan Gas Buang Pada PLTU di Indonesia

BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK

Optimisasi Teknologi Proses Geothermal Sistem Flash Steam pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH REKUPERATOR TERHADAP PERFORMA DARI PEMBANGKIT LISTRIK SIKLUS BINER

BAB II LANDASAN TEORI

Analisa Energi, Exergi dan Optimasi pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap Super Kritikal 660 MW Nasruddin*, Pujo Satrio

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembangkit listrik tenaga panas bumi adalah pembangkit listrik yang

PENGARUH SUHU DAN TEKANAN TERHADAP PENINGKATAN EFISIENSI THERMAL SIKLUS RANKINE PADA PEMBANGKIT DAYA TENAGA UAP. Oleh ( ) TEKNIK MESIN UNILA

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tekad Sitepu, Sahala Hadi Putra Silaban Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perkembangan Neraca Listrik Domestik Indonesia [2].

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. listrik adalah salah stu kebutuhan pokok yang sangat penting

BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS LAUT BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

ANALISA TERMODINAMIKA PADA SISTEM PEMBANGKIT TENAGA UAP DENGAN VARIASI PEMBEBANAN DI UNIT PEMBANGKIT TENAGA UAP PT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh : Dwi Dharma Risqiawan Dosen Pembimbing : Ary Bachtiar K.P, ST, MT, PhD

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH PEMBEBANAN GENERATOR PADA PERFORMA SISTEM ORGANIC RANKINE CYCLE (ORC)

PEMODELAN SISTEM KONVERSI ENERGI RGTT200K UNTUK MEMPEROLEH KINERJA YANG OPTIMUM ABSTRAK

Desain Proses Pengelolaan Limbah Vinasse dengan Metode Pemekatan dan Pembakaran pada Pabrik Gula- Alkohol Terintegrasi

ARTIKEL TUGAS INDUSTRI KIMIA ENERGI TERBARUKAN. Disusun Oleh: GRACE ELIZABETH ID 02

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan beberapa pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem refrigerasi telah memainkan peran penting dalam kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV ANALISIS HASIL SIMULASI KCS 34

BAB III PEMODELAN SIKLUS KALINA DENGAN CYCLE TEMPO 5.0

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI. Energy balance 1 = Energy balance 2 EP 1 + EK 1 + U 1 + EF 1 + ΔQ = EP 2 + EK 2 + U 2 + EF 2 + ΔWnet ( 2.1)

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant

SILABUS MATA KULIAH D4 REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2011 tahun ajaran 2010/2011. Materi Tujuan Ket.

Termodinamika II FST USD Jogja. TERMODINAMIKA II Semester Genap TA 2007/2008

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Pembangkit Listrik Tenaga Gas

Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter. A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada

Teknologi Desalinasi Menggunakan Multi Stage Flash Distillation (MSF)

MODUL V-C PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP (PLTGU)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

BAB I PENDAHULUAN I.1

Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GEOTHERMAL SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF

BAB II LANDASAN TEORI

Oleh KNIK NEGERI MEDAN MEDAN

PERANCANGAN DAN SIMULASI SISTEM OPERASIONAL SIKLUS KALINA KAPASITAS STEAM 50 TON/JAM DENGAN MEMANFAATKAN UAP DARI VENT VALVE SYSTEM PLTP KAMOJANG

Basic Comfort Air Conditioning System

8.1. Ketersediaan dan Sifat

PLTU (PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP)

Maka persamaan energi,

LAPORAN SKRIPSI ANALISA DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA CAMPURAN GAS CH 4 -CO 2 DIDALAM DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN METODE CONTROLLED FREEZE OUT-AREA

Session 17 Steam Turbine Theory. PT. Dian Swastatika Sentosa

Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli Kajian Analitis Sistem Pembangkit Uap Kogenerasi

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SIKLUS RANKINE (STEAM POWER PLANT SYSTEM) SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN TERMODINAMIKA TEKNIK

BAB 3 SIMULASI SIKLUS CETUS-BINER PADA PLTP

Transkripsi:

9 BAB II PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (PLTP) Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) merupakan suatu pembangkit listrik yang memanfaatkan tenaga panas dari perut bumi dalam bentuk uap air dan merupakan energi terbarukan bila penggunaannya menggunaan prinsip siklus dengan pompa injeksi. Di bawah ini akan membahas mengenai jenis-jenis sumber energi panas bumi dan beberapa jenis-jenis PLTP yang ada. 2.1. Jenis-Jenis Sumber Energi Panas Bumi Prinsip kerja PLTP sebenarnya bergantung pada jenis sumber panas bumi dan hal ini dibedakan berdasarkan cara mendapatkan sumber panas bumi itu sendiri. Oleh karena itu, jenis-jenis ini identik dengan seberapa dalam sumur-sumur produksi itu digali sebab kedalaman reservoir sumur produksi akan mempengaruhi temperatur serta tekanan fluida kerja. PLTP menggunakan energi panas (kalor)dari inti bumi atau magma yang panasnya mengalir menuju permukaan bumi. Maka dari itu, jika kita menggali lapisan demi lapisan bumi, maka kalor yang kita dapatkan akan semakin besar karena semakin dekat dengan sumbernya. Prinsip sederhana itulah yang digunakan dalam PLTP.Ditambah lagi, di dalam bumi ternyata terdapat rongga-rongga yang volumenya relatif besar dan kebanyakan rongga itu terisi oleh air. Panas dari perut bumi atau aliran

10 magma oleh sebab adanya gunung berapi, akan memanaskan air yang terjebak itu, sehingga air itu akan menjadi uap dan memiliki tekanan serta enthalpy yang tinggi. Hal inilah yang dimanfaatkan untuk dikonversikan kembali energinya menjadi energi listrik pada akhirnya. Gambar 2.1 menjelaskan bagaimana proses pemanfaatan sumber panas bumi menjadi energi listrik. Gambar 2.1 : Ilustrasi bagaimana sistem panas bumi digunakan untuk pembangkit energi listrik (Sumber ; Gordon Denbow Christopher, Pedagogical development and technical research in the area of geothermal power production, 2011) Ada empat jenis sumber panas bumi hingga saat ini dan terus berkembang, yaitu Hydrothermal, Geopressured, Petrothermal, dan Magma Energy.Semuanya dibedakan berdasarkan kedalaman letak reservoir-nya di dalam bumi dari permukaan.

11 Gambar 2. 2.2 Jenis-jenis sumber energi panas bumi Jenis yang paling banyak digunakan dalam PLTP di dunia adalah hydrothermal.sumber Sumber panas bumi jenis in ini memiliki kedalaman rata-rata rata 2000-3000 2000 m dan temperatur fluidanya dapat mencapai 315 C dengan tekanan 88-20 20 bar tergantung kualitas reservoir-nya.sumber nya.sumber panas bumi ini memiliki dua sub-tipe tipe lagi sesuai dengan jenis fluidanya, yakni hidrotermal dominasi uap dan hidrotermal dominasi cairan. Gambar 2. 2.3 Sistem Panas Bumi Hidrotermal ( Sumber : Pudjanarsa, A. dan Nursuhud,Djati, Nursuhud,Djati,Mesin Mesin Konversi Energi Edisi Revisi, Revisi hal. 251).

12 Geopressured merupakan sumber panas bumi yang kedalaman sumur produksinya sekitar 2000-10.000 m dan kondisi fluidanya bertemperatur lebih rendah, yakni sekitar 160 C namun bertekanan yang sangat tinggi (sekitar 1000 bar) dan memiliki kadar garam yang sangat tinggi. Biasanya berbentuk jenuh dengan gas alam, umumnya CH 4. 3 Untuk sumber panas bumi berjenis petrothermal atau lebih dikenal dengan sebutan Hot Dry Rock (HDR), kedalamannya hampir sama dengan jenis geopressured, akan tetapi, tidak ada fluida yang diambil dari reservoir. Sumber panas ini hanya memanfaatkan batuan panas dekat magma bumi untuk memanaskan air yang diinjeksikan dari permukaan bumi dan hasil pemanasan tersebut (sudah berupa uap kering) diambil kembali untuk memutar turbin atau memanaskan fluida kerja di permukaan.reservoir yang berupa rongga-rongga dalam bumi juga dibuat dengan menggunakan bom, bukan terbentuk secara alamiah. Sedangkan, untuk energi magma hingga saat ini sedang masih dikembangkan dan belum ada yang beroperasi secara komersil. Jenis sumber panas bumi ini kedalamannya lebih dalam dari geopressured dan menggunakan cara yang hampir sama dengan HDR. 2.2. Jenis-Jenis PLTP Berjenis Hydrothermal Seperti yang digambarkan pada gambar 2.2, bahwa ada dua kelas sumber energi panas bumi yang berjenis hydrothermal, yakni uap air berdominasi uap (vapor dominated steam) dan uap air berdominasi cairan (liquid dominated steam).oleh karena 3 Persentasi Energi Panas Bumi (Geothermal) silde 34 oleh Dr. Ir. T. A. Fauzi Soelaiman (Dosen ITB) pada Januari 2008.

13 bentuk sumber energi yang berbeda itu, maka secara garis besar sistem pembangkit yang digunakan untuk memanfaatkan energi tersebut juga berbeda. 2.2.1. Dry Steam System Untuk uap air berdominasi uap, sistem pembangkitnya sangat lebih sederhana. Hal ini dikarenakan sumber energi di dalam reservoir sudah berupa uap air (berfase gas) dan cenderung lebih bersih daripada jenis lainnya. Walaupun lapangannya sangat jarang ditemukan, sumber energi panas bumi jenisini adalah yang paling cocok untuk dijadikan pembangkit listrik karena biaya per kwh-nya sangat murah dibandingkan jenis lainnya, seperti yang tertera pada tabel 2.1 di bawah ini. Tabel.2.1 : Perbandingan dari dasar sistem konversi energi panas bumi. Type of Plant Reservoir temperatures, C Utilization efficiency, % Plant cost and complexity Current usage Single-flash 200-260 30-35 moderate Widespread Double-flash 240-320 35-45 Moderate è high Widespread Dry-steam 180-300+ 50-65 Low è moderate Special sites Basic Binary 125-165 25-45 Moderate è high Widespread (Sumber :DiPippo Ronald, Geothermal Power Plants; Principles, Applications, Case Studies and Environment Impact. Elsevier, 2008, Hal 193) Dari tabel di atas, kita juga dapat melihat bahwa untuk PLTP jenis dry steam merupakan jenis PLTP yang sangat baik, dimana efisiensi pemanfaatannya merupakan yang paling baik dan paling murah biaya pembuatannya daripada jenis yang lainnya.

14 Prinsip kerja untuk sebuah PLTP jenis ini juga sangat sederhana.seperti yang dijelaskan pada gambar 2.4 di bawah ini, uap air dari reservoir dialirkan langsung ke turbin dan hanya disaring oleh moisture removal yang berfungsi untuk membuang air yang terkondensasi di dalam pipa.non Condensible Gas (NCG) yang terkandung juga relatif lebih sedikit dibandingkan jenis lainnya. Sedangkan gambar 2.5 menjelaskan bagaimana proses termodinamika secara umum. Gambar 2.4 :Skematik PLTP dry-steam secara sederhana Seperti yang digambarkan pada gambar 2.4, siklus untuk PLTP berjenis drysteam tampak sederhana, dimana uap dari sumur produksi dialirkan langsung ke turbin untuk diubah energi panasnya menjadi energi mekanik dan akhirnya diubah lagi menjadi energi listrik di generator.uap dari turbin kembali dikondensasikan menjadi air kondensat di kondensor dimana air pendinginnya berasal dari cooling tower dan kembali ke cooling tower lagi setelah dari kondensor.air kondensat dari kondensor dialirkan ke cooling tower jika jumlah air pendingin di cooling tower

15 berada di bawah level minimumnya, sedangkan jika jumlah air pendingin cukup, maka air kondensat akan dialirkan menuju sumur-sumur injeksi untuk diinjeksikan kembali ke dalam bumi. Dari gambar 2.5, kita dapat melihat bahwa titik 1 merupakan titik yang menggambarkan tekanan, temperatur, dan enthalpy uap air yang berada pada inlet turbin, di titik tersebut air dalam fase uap jenuh dengan derajat kekeringan 100%. Sedangkan, proses 1-2 merupakan proses ekspansi yang berlangsung pada turbin secara aktual, Proses 1-2a merupakan proses ekspansi isentropis ideal pada turbin, sedangkan 2-3 merupakan proses kondensasi yang terjadi pada kondensor. Gambar 2.5 : Diagram Tekanan- Enthalpy (P-h) dan Temperatur-Entropy (T-s) proses PLTP dry-steam secara sederhana 2.2.2. Single Flash Steam System Salah satu jenis PLTP yang digunakan untuk memanfaatkan sumber energi panas bumi liquid dominated steam adalah PLTP single flash steam system. Jenis PLTP ini merupakan jenis yang paling banyak di Indonesia, bahkan di dunia jika

16 dibandingkan dengan jenis PLTP-PLTP yang lainnya. 4 Hal ini dikarenakan jenis ini adalah jenis yang paling sederhana untuk memanfaatkan sumber energi panas bumi dominasi cairan. Gambar 2.6 menggambarkan skema aliran uap untuk PLTP single flash steam system dimana uap dari dalam bumi keluar dalam bentuk fluida dua fase (mixture steam-liquid).oleh karena adanya penurunan tekanan (pressure drop) yang terjadi pada katup di sumur produksi dan cyclone separator, maka fase uap dan cairnya terpisah yang juga dipisahkan pada separator tadi. Penurunan tekanan pada enthalpy tetap disebut proses throttling. Dalam dunia PLTP, proses ini disebut proses flashing 5, karena bukan hanya terjadi penurunan tekanan semata, akan tetapi proses ini membuat derajat kekeringan steam meningkat dan artinya menjadi lebih bersih dan aman untuk turbin. Dapat dikatakan bahwa proses ini juga merupakan proses pencucian/pemisahan uap sehingga uap dapat dimanfaatkan. Hasil pemisahan fluida dua fase (geofliud)pada separator yang berfase gas (uap) adalah steam.steam dari separator kemudian dialirkan ke turbin. Dari titik ini, prosesnya sama seperti dry-steam, dimana uap akan memutar turbin yang di-couple dengan generator dan menghasilkan listrik. Uap dari turbin juga dikondensasikan untuk diinjeksikan kembali ke bumi. Sedangkan, bagian cair dari geofluid yang dipisahkan di dalam separator disebut brine.brine pada PLTP jenis ini langsung dikirimkan ke sumur-sumur injeksi 5 Ada yang menyebutkan proses cetus pada beberapa referensi yang artinya dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah pecah

17 untuk diinjeksikan kembali ke bumi, walau sebenarnya masih memiliki panas kandung yang cukup tinggi. Gambar 2.6 : Skematik PLTP Single Flash Steam System secara sederhana Ada beberapa cara dalam penempatan separator. Ada yang menempatkan di tiap-tiap sumur kemudian menyalurkan uap ke power house(gambar 2.7a). Ada yang menempatkannya di suatu titik dan menggabungkan pipa-pipa dari beberapa sumur dan menyalurkan satu pipa ke power house(gambar 2.7b). Ada juga yang menempatkannya di dekat power house dan menggabungkan semua pipa-pipa dari sumur produksi (gambar 2.7c).

18 Gambar 2.7 : Jenis-jenis sistem-sistem separator Secara termodinamika, gambar 2.8 menjelaskan secara sederhana bagaimana aliran uap dan proses PLTP jenis ini. Titik 1-2 merupakan aliran fluida dua fase dari reservoir hingga ke separator. Di sinilah proses flashing terjadi. Titik 2-5 merupakan proses pemisahan brine, sedangkan 2-3 merupakan proses pemisahan steam dankeduanya terjadi di cyclone separator. Titik 3-4a merupakan proses ekspansi pada turbin ideal yang berlangsung isentopis, dan titik 3-4 adalah proses ekspansi aktualnya. Pada titik 4-5 steam dikondensasikan di kondensor. Gambar 2.8 : Diagram Tekanan- Enthalpy (P-h) proses PLTP single flash steam system secara sederhana

19 2.2.3. Double Flash Steam System Pembangkit listrik dengan tipe double flash steam system merupakan pengembangan dari pembangkit jenis single flash system. Skema proses untuk double flash steam system tidak jauh berbeda dari single flash steam system. Hanya ada penambahan flasher pada sisi keluaran separator yang berfungsi sebagai pemisah atau pengekstrak uap kembali dari brine dengan menggunakan prinsip yang hampir sama dengan separator. Skema dari PLTP double flash terlihat pada gambar 2.9. Gambar 2.9 Skematik PLTP Double Flash Steam System 2.2.4. Binary Cycle System Pembangkit listrik dengan tipe Binary Cycle ini berbeda dengan flash steam, yang dalam operasinya air atau uap air dari reservoir tidak berhubungan langsung dengan unit turbin/generator. Umunya fluida panas bumi yang digunakan untuk

20 pembangkit listrik adalah fluida yang mempunyai temperatur sedang 200 0 C, tetapi secara tidak langsung fluida panas bumi temperatur sedang berkisar antara (100 0 C 200 0 C) juga dapat digunakan untuk pembangkit listrik yaitu dengan cara memanasi fluida organik yang mempunyai titik didih rendah seperti terlihat Gambar 2.10. Uap dari fluida organik ini kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin sehingga menghasilkan listrik. Gambar 2.10. Siklus Biner dengan brine dari separator sebagai media pemanas Cara kerjanya adalah uap panas dialirkan kesalah satu pipa di heat exchanger untuk menguapkan cairan dipipa lainnya yang disebut dengan pipa kerja.cairan di pipa kerja memakai cairan yang memiliki titik didih yang rendah seperti Iso-butana atau Iso-Pentana.Uap yang dihasilkan oleh heat exchanger dialirkan untuk memutar turbin dan selanjutnya menggerakkan generator untuk menghasilkan listrik.uap panas yang dihasilkan di heat exchanger inilah disebut secondary (binary) fluid. Keuntungan dari teknologi binary cycle ini adalah dapat dimanfaatkan oleh panas bumi bersuhu rendah. Selain itu teknologi ini tidak mengeluarkan emisi.

21 Karena alasan tersebut teknologi ini diperkirakan akan banyak dipakai dimasa yang akan datang. 2.3. Pemilihan Fluida Kerja ORC adalah sebuah proses yang menjanjikan untuk mengkonversi panas bersuhu rendah dan medium menjadi tenaga listrik. Proses ini bekerja seperti sebuah Clausius-Rankine steam power plant, tetapi menggunakan sebuah fluida kerja sebagai ganti air. Sehingga, thermal efficiency pada binary cycle akan lebih kecil daripada teknologi konvensional direct/flashing steam karena temperatur sumber fluida panas bumi relatif lebih rendah. Oleh karena itu untuk meningkatkan thermal efficiency, parameter-parameter yang mempengaruhi efisiensi ini, seperti misalnya disain heat exchanger dan pemilihan fluida kerja, menjadi tantangan tersendiri untuk dikaji lebih mendalam. Proses ini harus memiliki efisiensi termal yang tinggi dan harus dapat menggunakan sumber panas yang tersedia. Lebih lanjut, fluida kerja harus memenuhi kriteria keamanan, harus ramah lingkungan dan relatif berharga murah. Pemilihan fluida kerja yang optimal merupakan tantangan tersendiri, karena jumlah fluida yang tersedia dan jumlah parameter yang perlu dikaji sangat banyak. Kihara dan Fukunaga (1975) dan West, dkk. (1979) merekomendasikan beberapa kriteria minimal yang dapat digunakan untuk menseleksi fluida kerja, antara lain: a) Ketersediaan Properti Fluida Fluida kerja bisa berupa senyawa non organik (air, ammonia, karbondioksida) atau senyawa organik (hidrokarbon, halokarbon). Fluida jenis organik dipilih karena properti fisika dan termodinamika fluida-fluida tersebut telah banyak diketahui dan mudah diperoleh.

22 b) Tekanan Kondensasi Tekanan kondensasi pada titik kondensasi awal dalam kondenser harus seminimal mungkin untuk meminimalisir harga kondenser per unit permukaan transfer panas, akan tetapi harus lebih besar dari pada tekanan atmosfer. Fluida dengan tekanan kondensasi kurang dari tekanan atmosfer akan beroperasi pada kondisi vakum sehingga menyebabkan kemungkinan terjadinya kebocoran udara masuk ke dalam sistem. Oleh karena itu fluida dengan tekanan kondensasi di bawah 1 bar abs.akan dieliminasi dari pemilihan fluida kerja. c) Temperatur Kritis Semua fluida yang mempunyai temperatur kritis kurang dari temperatur kondensasi terendah 37 C (catatan: dengan asumsi sink temperature 27 C dan perbedaan pinch point temperature 10 C) akan dieliminasi dari pemilihan fluida kerja. Selain itu, fluida yang selalu berada pada kondisi fase uap superheated akan dieliminasi karena fluida ini akan relatif memerlukan pompa dengan daya tinggi. d) Berat Molekul Berat molekul fluida akan mempengaruhi disain turbin. Hasil eksperimen oleh para ahli turbin menunjukkan bahwa untuk menghasilkan power output yang sama, meningkatnya berat molekul akan meningkatkan mass flowrate (laju alir) yang diperlukan, menurunkan tip speed turbin dan menurunkan kecepatan suara di dalam fluida.

23 e) Bentuk Kurva Uap Jenuh Untuk menghindari superheat yang berlebihan dalam kondenser dan kondensasi pada saat keluar turbin, uap jenuh fluida kerja harus berada hampir vertikal pada diagram suhu-entropi. Superheat tidak diinginkan karena koefisien transfer panas pada daerah superheat lebih kecil dari pada daerah penguapan dan kondensasi. Kondisi fluida kerja pada saat keluar dari turbin ditentukan oleh kemiringan kurva uap jenuh pada diagram T-s (temperatur entropi). Fluida yang mempunyai kurva vertikal pada uap jenuhnya cenderung akan mempunyai efisiensi tinggi. Fluida yang berada pada kondisi campuran cair dan uap (yaitu berada di sebelah kiri kurva uap jenuh) akan menyebabkan masalah korosi, sedangkan uap superheated (yaitu berada di sebelah kanan kurva uap jenuh) akan menyebabkan naiknya heat rejection di dalam kondenser. Untuk memprediksi kondisi-kondisi tersebut, parameter I-factor direkomendasikan oleh Kihara dan Fukunaga (1975) sesuai dengan persamaan 2.1 berikut. I= 1- T cond C ( dt ds). sat.vap (2.1) dimana, I T cond C (dt/ds) sat.vap. : I - faktor : Temperatur kondensasi yang terkait dengan tekanan kondensasi. : Specific heat pada tekanan konstan. : Temperature gradient pada temperatur saturasi di diagram T-s.

24 Pada turbin outlet, fluida yang mempunyai kurva uap vertikal, I = 1; fluida dengan campuran basah, I < 1; dan untuk uap superheated, I > 1. I- factor didalam batasan 0,65 I 1,50 akan dipilih menjadi batas screening awal. f) Pertimbangan Keamanan Fluida kerja harus memiliki kestabilan termal yang tinggi, nonfouling, tidak korosif, tidak beracun dan tidak mudah terbakar. Fluida yang mempunyai tingkat toxic tinggi atau mudah terbakar (flammable) akan dieliminasi, kecuali fluida-fluida tersebut mempunyai keunggulan menyolok dibandingkan dengan kategori lain. Berdasarkan pada kriteria-kriteria diatas, fluida kerja yang telah dikaji oleh para ahli bisa dikelompokkan kedalam 4 grup, yaitu: karbondioksida, amonia, halokarbon dan hidrokarbon. Pada proses screening awal, penggunaan karbondioksida dan amonia dapat dieliminasi dengan alasan: - Temperatur kritis karbondioksida sangat rendah (31 C). - Walaupun secara thermal stabil, amonia adalah fluida yang sangat beracun dan mudah terbakar. Fluida halokarbon dan hidrokarbon menunjukkan banyak keunggulan dalam hal properti termodinamika untuk penerapannya di binary cycle. Properti fluida-fluida hidrokarbon dan hidrokarbon yang telah dipelajari oleh Kihara dan Fukunaga adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.2.

25 Tabel 2.2. Properti Fluida Kerja untuk Rankine Cycle* Fluid Molecular Weight Critical Temperature ( C ) Critical Pressure ( bar abs ) Condensing Pressure ( bar abs ) I-Factor Heat Transfer Coefficient ( W/m 2 K ) HALOCARBONS R-11 137,37 197.8 44.09 1.59 1.10 2970 R-12 120,91 111.7 41.16 8.48 0.91 2953 R-114 170,92 145.6 32.68 3.17 0.68 3009 R-500 99,01 105.6 44.26 10.76 0.89 3095 HYDROCARBONS Propane 44,10 96.65 42.36 12.76 0.89 3821 n-butane 58,12 152.05 37.18 3.59 0.75 3441 n-pentane 72,15 196.50 32.40 1.10 0.78 3452 Isobutane 58,12 135.05 36.85 5.03 0.83 3350 Isopentane 75,15 187.75 34.09 1.45 0.71 3214 * Source : Kihara and Fukunaga(1975), West, et.al. (1979) and Reynold (1979) Dari hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa hidrokarbon merupakan pilihan terbaik untuk aplikasi fluida kerja pada binary cycle. Untuk detail design PLTP Binary dipilih n-pentane sebagai fluida kerjanya karena tidak mudah terbakar kalau bersentuhan dengan api dan telah teruji. 2.4. Analisis Neraca Massa dan Neraca Panas (Heat and Mass Balance Analysis) Seperti yang telah dijelaskan diatas, proses kerja PLTP binary cycle adalah berdasarkan pada proses Siklus Rankine Organik Sederhana (SIMPLE DESIGN ORC). Gambar 2.10 dan 2.11 masing-masing memperlihatkan diagram T-s dan diagram P-h. Proses termodinamika yang terjadi di dalam setiap komponen PLTP binary cycle dihitung sebagai sebuah control volume yang berada dalam kondisi tetap (steady state) dengan mengacu kepada mass balance dan heat balance, dan siklus ini diasumsikan bekerja dalam kondisi ideal dan reversible

26 (friction dan heat losses diabaikan).selain itu, pinch point juga ditetapkan untuk setiap alat penukar kalor (Heat Exchanger). Gambar 2.11. Diagram T-s pada Fluida n-pentane Gambar 2.12. Diagram P-h pada Fluida n-pentane Dari analisa ini, kita dapat melihat bahwa yang dapat diubah-ubah dalam merencanakan PLTP jenis single flash system menjadi binary cycle system adalah jalur separator-nya dengan menyalurkan air panas yang semula menuju

27 turbin menjadi menuju heat exchangers. Separatornya pun beralih fungsi menjadi pemisah kotoran saja.