EFEK BATASAN COUNTER CURRENT FLOW PADA PERPINDAHAN PANAS PENDIDIHAN DALAM CELAH SEMPIT

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Eksperimental Fluks Kalor pada Celah Sempit Anulus Berdasarkan Variasi Suhu Air Pendingin Menggunakan Bagian Uji HeaTiNG-01

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP PERPINDAHAN PANAS DI CELAH ANULUS VERTIKAL

STUDI EKSPERIMENTAL PERPINDAHAN KALOR DI CELAH SEMPIT ANULUS SELAMA BOTTOM FLOODING BERDASARKAN VARIASI TEMPERATUR AWAL BATANG PANAS

KARAKTERISTIK PENDIDIHAN DALAM CELAH SEMPIT REKTANGULAR VERTIKAL DENGAN VARIASI TEMPERATUR AWAL PLAT

Analisis Karakteristik Rewetting Dalam Celah Sempit Vertikal Untuk Kasus Bilateral Heating Berdasarkan Perubahan Temperatur Awal Plat

ANALISIS FLUKS KALOR PADA CELAH SEMPIT ANULUS DENGAN VARIASI TEMPERATUR AWAL MENGGUNAKAN BAGIAN UJI HeaTiNG-01

KONSTRUKSI DAN PENGUJIAN PERALATAN EKSPERIMEN PERPINDAHAN PANAS PADA CELAH SEMPIT ANULUS

PENELITIAN EKSPERIMENTAL PERPINDAHAN PANAS PADA CELAH SEMPIT ANULUS: KONSTRUKSI DAN PENGUJIAN ALAT

PENGARUH LAJU ALIRAN PADA PERPINDAHAN KALOR PENDIDIHAN DI VERTICAL RECTANGULAR NARROW GAP

ANALISA FLUKS KALOR KRITIS PADA PERUBAHAN SUHU PELAT DAN LAJU ALIRAN AIR PENDINGIN UNTUK KASUS PEMANASAN-GANDA DI CELAH SEMPIT REKTANGULAR

KARAKTERISTIK REWETTING DALAM CELAH SEMPIT VERTIKAL UNTUK KASUS BILATERAL HEATING

PENGAMATAN PERPINDAHAN PANAS PENDIDIHAN SELAMA PROSES PENDINGINAN PADA BATANG PEMANAS BERTEMPERATUR TINGGI

Diterima editor 12 Mei 2012 Disetujui untuk publikasi 04 Juni 2012

ANALISIS VISUAL PENDINGINAN ALIRAN DUA FASA MENGGUNAKAN KAMERA KECEPATAN TINGGI ABSTRAK ABSTRACT

PERHITUNGAN FLUKS KALOR UNTUK KURVA DIDIH SELAMA EKSPERIMEN QUENCHING MENGGUNAKAN SILINDER BERONGGA DIPANASKAN

G bifenomena PERPINDAHAN PANAS PENDIDIHAN BERDASARKAN PERISTIWA LOCA DAN KECELAKAAN PARAH

SIMULASI EKSPERIMENTAL KECELAKAAN PARAH PADA PEMAHAMAN ASPEK MANAJEMEN KECELAKAAN

DISTRIBUSI TEMPERATUR SAAT PEMANASAN DAN PENDINGINAN PER- MUKAAN SEMI-SPHERE HeaTING-03 BERDASARKAN TEMPERATUR AWAL

STUDI PERPINDAHAN PANAS SELAMA REWETTING PADA SIMULASI PENDINGINAN PASCA LOCA*

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PENDIDIHAN PADA EKSPERIMEN REFLOODING MENGGUNAKAN BAGIAN UJI QUEEN

STUDI AWAL PENDINGINAN PADA BATANG PEMANAS BERTEMPERATUR TINGGI MENGGUNAKAN BAGIAN UJI QUEEN-II

Observasi Pola Aliran Dua Fase Air-udara Berlawanan Arah pada Pipa Kompleks ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Multiple Droplets Studi Eksperimental tentang Pengaruh Konduktivitas Material terhadap Fenomena Multiple droplets

STUDI EKSPERIMENTAL DISTRIBUSI TEMPERATUR TRANSIEN PADA SEMI SPHERE SAAT PENDINGINAN. Amirruddin 1, Mulya Juarsa 2

PENENTUAN PREDIKSI WAKTU EKSPERIMEN PERPINDAHAN KALOR PENDIDIHAN MENGGUNAKAN BUNDEL UJI QUEEN-1

TEKNIK PERBAIKAN SAMBUNGAN TERMOKOPEL TEMPERATUR TINGGI PADA HEATING-01

L untuk 4 ss o i PROSIDING SEMINAR. kalor dapat. didih. (boiling. diklasifikasikan. saturasi (1) menjadi dua. benda yaitu. diperlihatkan (2) dengan,

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA COOLER TANK FASSIP - 01

Studi Numerik Pengaruh Gap Ratio terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Susunan Setengah Tube Heat Exchanger dalam Enclosure

Sujawi Sholeh Sadiawan, Nova Risdiyanto Ismail, Agus suyatno, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 44-48

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Skema pressurized water reactor ( September 2015)

EFEK VARIASI TEMPERATUR PELAT PADA CELAH SEMPIT REKTANGULAR TERHADAP BILANGAN REYNOLDS

KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR DUA FASA UDARA DAN AIR SEARAH DALAM PIPA VERTIKAL PADA DAERAH ALIRAN KANTUNG (SLUG FLOW)

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Multiple Droplets. Studi Eksperimental tentang Visualisai Pengaruh Frekuensi terhadap Fenomena Multiple droplets yang Menumbuk Permukaan Padat

ANALISIS KARAKTERISTIKA FRAKSI VOID PADA KONDISI RE-FLOODING POST LOCA MENGGUNAKAN RELAP5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

Karakteristik Perpindahan Panas pada Double Pipe Heat Exchanger, perbandingan aliran parallel dan counter flow

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN

PENENTUAN KORELASI EMPIRIS LOKAL PERPINDAHAN PANAS PADA BAGIAN SEKTOR ELLIPS MODEL SUNGKUP AP1000

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

PENINGKATAN UNJUK KERJA KETEL TRADISIONAL MELALUI HEAT EXCHANGER

Website : jurnal.ftumj.ac.id/index.php/semnastek

KINERJA PIPA KALOR DENGAN STRUKTUR SUMBU FIBER CARBON dan STAINLESS STEEL MESH 100 dengan FLUIDA KERJA AIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

Fenomena Transport Heat Exchanger Sistem Untai

Pengaruh Sudut Kontak Statis terhadap Penyebaran Droplet di Atas Permukaan Padat yang Dipanaskan pada Bilangan Weber Menengah

Analisis Perpindahan Panas Pada Cooler Tank FASSIP - 01

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

STUDI EKSPERIMENTAL PERPINDAHAN KALOR KONVEKSI PAKSA PADA NANOFLUIDA AIR-ZrO 2 DI DALAM SUB-BULUH VERTIKAL SEGIEMPAT. Ketut Kamajaya, Efrizon Umar

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

EFEK PERUBAHAN KETINGGIAN COOLER TERHADAP KECEPATAN ALIRAN AIR PADA SIMULASI SISTEM PASIF

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS.

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK

EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN GROOVE. Putu Wijaya Sunu*, Daud Simon Anakottapary dan Wayan G.

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PITCH

EKSPERIMEN AWAL ALIRAN SIRKULASI ALAMIAH PADA SIMULASI SISTEM KESELAMATAN PASIF

Fakultas Teknik Universitas Ibn Khaldun Bogor Jl. KH. Soleh Iskandar KM.2 Bogor 16162

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PENGARUH SUDUT ATAP CEROBONG TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA RUANG PENGERING BERTINGKAT DAN KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

STUDI ANALITIK POLA ALIRAN DAN DISTRIBUSI SUHU DINDING ELEMEN BAKAR SILINDER DI TERAS REAKTOR NUKLIR SMALL MODULAR REACTOR

LTM TERMODINAMIKA TEKNIK KIMIA Pemicu

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKA T NUKLIR. Pusat Teknologi Akselerator don Proses Bahan Yogyakarta, 28 Agustus 2008

STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD

KARAKTERISTIKA PERPINDAHAN PANAS TABUNG COOLER PADA FASILITAS SIMULASI SISTEM PASIF MENGGUNAKAN ANSYS

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

Kalor dan Hukum Termodinamika

Penelitian ini bertujuan untuk mengetauhui hubungan perubahan debit air, debit udara,

PENGARUH NILAI WETTABILITY PADA POOL BOILING HEAT TRANSFER STUDI KASUS HYDROPHOBIC, HYDROPHILIC DAN SUPERHYDROPHILIC

PENENTUAN KORELASI EMPIRIS LOKAL PERPINDAHAN PANAS PADA BAGIAN SILINDER KONSENTRIS MODEL SUNGKUP AP1000. Nanang Triagung Edi Hermawan *

Analisis Termal Hidrolik Gas Cooled Fast Reactor (GCFR)

ANALISA ALIRAN FLUIDA DAN DISTRIBUSI TEMPERATUR DI SEKITAR SUMBER PANAS DI DALAM SEBUAH CAVITY DENGAN METODE BEDA HINGGA

STUDI KARAKTERISTIK ALIRAN PADA TUJUH SILINDER VERTIKAL DENGAN SUSUNAN HEKSAGONAL DALAM REAKTOR NUKLIR MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM FLUENT

PENGUJIAN KARAKTERISTIK ALIRAN FASA TUNGGAL ALIRAN AIR VERTIKAL KE ATAS PADA PENUKAR KALOR SALURAN RECTANGULAR BERCELAH SEMPIT

PENGARUH PERBANDINGAN TANPA SIRIP DENGAN SIRIP LURUS DENGAN ALIRAN AIR BERLAWANAN TERHADAP EFISIENSI PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER ABSTRAK

1 Universitas Indonesia

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

KARAKTERISTIK TERMOHIDROLIK REAKTOR TRIGA 2000 UNTUK KONDISI 110 PERSEN DAYA NORMAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RISET PROSES PELELEHAN TERAS SAAT KECELAKAAN PARAH

Jl. Grafika No. 2 Yogyakarta 55281, Indonesia ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

P I N D A H P A N A S PENDAHULUAN

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN DENGAN VARIASI PADA FLUIDA PANAS (AIR) DAN FLUIDA DINGIN (METANOL)

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

Transkripsi:

EFEK BATASAN COUNTER CURRENT FLOW PADA PERPINDAHAN PANAS PENDIDIHAN DALAM CELAH SEMPIT Mulya Juarsa dan Anhar Riza Antariksawan Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir PTRKN Gd.80 Kawasan PUSPIPTEK Serpong Tangerang 15310 BANTEN Tlp.(6)-1-756091 Fx. (6)-1-7560913 Email: juars@batan.go.id and anharra@centrin.net.id ABSTRAK EFEK BATASAN COUNTER CURRENT FLOW PADA PERPINDAHAN PANAS PENDIDIHAN DALAM CELAH SEMPIT Model perpindahan panas pendidihan dalam celah sempit telah dipelajari berdasarkan kurva pendidihan dan fluks kalor yang dihasilkan dari data eksperimen pendinginan transien dan rewetting yang terjadi pada permukaan vertikal panas dalam kanal celah sempit. Eksperimen dilakukan menggunakan kanal anulus dengan celah sempit yang terbentuk antara dinding luar dan dinding dalam. Bagian dalam adalah batang pemanas yang dibuat dari pipa SS316 dan bagian luar adalah tabung gelas kuarsa yang dimaksudkan untuk visualisasi. Temperatur awal batang pemanas yang ditetapkan adalah 800 o C dengan ukuran celah 1,0 mm dan 4,0 mm. Hasil analisis menunjukkan bahwa proses pendidihan yang terjadi pada celah dengan ukuran 1,0 mm telah dibatasi oleh Counter Current Flow (CCF). Kata kunci : CCF, celah sempit, fluks kalor ABSTRACT EFFECT OF COUNTER CURRENT FLOW LIMITATION ON BOILING HEAT TRANSFER IN A NARROW GAP The boiling heat-transfer mode in a narrow gap cooling was studied based on analyzing boiling curves obtained in the experiments on transient cooling and rewetting of hot vertical surfaces in narrow gap channels. The experiments were carried out using annular channels with a narrow gap between inner and outer walls. The inner rod of the channel was made of stainless steel and the outer wall of glass tube for visualization. The initial temperature of the wall was around 800 o C, and the gap sizes were 1.0 mm and 4.0 mm. The results indicated that the heat transfer during the gap cooling was significantly limited by the Counter Current Flow (CCF) in a narrow gap of 1.0 mm. Keywords: CCF, narrow gap, heat flux 1

PENDAHULUAN Kecelakaan nuklir yang terjadi pada reaktor Three Mile Island unit (TMI ) telah menjadi sejarah kecelakaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang penting, meskipun dalam kecelakaan TMI hampir setengah dari teras reaktornya mengalami pelelehan (kurang lebih 0 ton) dan lelehan mengalir ke bagian bawah plenum pada bejana bertekanan (Reactor Pressure Vessel, RPV), peristiwa ini merupakan kategori kecelakaan parah (Severe Accident, SA). Lelehan teras (disebut debris) telah didinginkan oleh air yang masih tersisa di dalam teras dan pada akhirnya debris tertahan tidak sampai keluar dari RPV, dengan demikian integritas teras reaktor benar-benar terjaga [1,]. Dalam hal ini, proses pendinginan yang berlangsung, terjadi melalui mekanisme perpindahan panas pada celah sempit yang terbentuk antara permukaan debris dengan dinding dalam RPV, dimana aliran pendingin masuk ke dalam celah dan turut serta membantu pemindahan panas dari debris. Untuk menganalisis kontribusi efek pendinginan celah selama perpindahan panas dari debris, maka watak perpindahan panas selama pendinginan suatu permukaan panas dalam celah sempit harus dipertimbangkan sebagai parameter yang penting. Berdasarkan sudut pandang tersebut, perlu dibuat kejelasan yang terkait dengan mekanisme dari karakteristik perpindahan panas pada celah sempit. Salah satu penelitian terkait karakteristik perpindahan panas pendidihan pada celah sempit adalah yang dilakukan oleh Ishibasi dan Nishikawa [3], dalam penelitiannya, suatu efek dari batasan pada perpindahan panas pendidihan saturasi telah dilaporkan. Tercatat bahwa perpindahan panas pendidihan pada celah sempit memiliki efek yang berbeda-beda terkait karakterstik gelembungnya, dan dikategorikan dalam 3 daerah, yaitu: - ukuran celah = 0,5 mm,0 mm : daerah gelembung-gelembung yang menyatu - ukuran celah >,0 mm : daerah gelembung-gelembung yang terpisah - ukuran celah < 0,5 mm : daerah kekurangan air (hampir tidak ada gelembung) Hal yang menarik dan menjadi kajian khusus oleh Ishibashi adalah untuk ukuran celah di bwah,0 mm, dimana perpindahan panas yang terjadi sangat dipengaruhi oleh ketidak cukupan ketersediaan air yang mendinginikannya, keadaan ini jelas disebabkan oleh efek batasan Counter Current Flow (CCF). Berikutnya, begitu banyak penelitian perpindahan panas selama rewetting (pembasahan ulang) pada permukaan vertikal yang panas pada celah sempit yang telah dilakukan baik secara eksperimen maupun teori. Dari penelitian mereka [4-7] dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 perbedaan dari model

perpindahan panas pada proses pendidihan, yaitu didih film (film boiling), didih transisi (transition boiling) dan didih inti (nucleat boiling). Juga terdapat perbedaan kondisi kritis selama pendidihan, yaitu fluks kalor didih film minimum (minimum film boiling, MFB) dan fluks kalor kritis (critical heat flux, CHF). Monde, dkk. [4] mengusulkan suatu korelasi CHF untuk sirkulasi alamiah pada celah sempit, dan membuktikan kemampuan pendinginan (coolability) pada dinding panas oleh air yang mengalir ke dalam celah. Kemudian, Chang dan Yao [5] juga meneliti CHF pada celah sempit anulus dengan bagian bawah tertutup berdasarkan variasi fluida pendinginnya pada tekanan yang berbeda-beda dan mengusulkan korelasi CHF berdasarkan kondisi batasan CCF. Sedangkan, Ohtake, dkk. [6] melakukan eksperimen quenching, mereka menyimpulkan bahwa karakteristik perpindahan panas selama rewetting pada celah sempit agak menyerupai kondisi pada pendidihan kolam. Murase, dkk. [7] telah mengevaluasi efek panas-lanjut (superheat) peristiwa perpindahan panas dan CHF menggunakan data eksperimen dan menurunkan korelasi perpindahan panas pada celah sempit. Penelitian yang telah dilakukan [4-7] kesemuanya menggunakan temperatur awal batang pemanas kurang dari 500 o C. Kemudian, F. Tanaka & Juarsa. [8] melakukan evaluasi CHF pada peristiwa perpindahan panas pada celah sempit berdasarkan data eksperimen dari Juarsa [9] dengan temperatur awal yang lebih tinggi dari 500 o C, namun efek dari batasan CCF belum dievaluasi. Selain penelitian-penelitian yang telah dipaparkan [4-9], penelitian sejenis lainnya [10-13] juga dilakukan dengan munculnya model-model perpindahan panas yang diusulkan. Namun, pada umumnya pemahaman yang lebih mendalam mengenai mekanisme perpindahan panas pada celah sempit, dirasakan belum memadai, khususnya pada temperatur tinggi. Sehingga, untuk memperdalam pemahaman batasan CCF, maka dilakukan studi untuk menganalisis efek batasan CCF yang terkait dengan mekanisme perpindahan panas pendidihan pada celah sempit. Analisis dilakukan berdasarkan kurva pendidihan (boiling curve) dan perhitungan aliran superficial air dan uap (j l dan j g ) yang alirannya saling berlawanan (counter current) berdasarkan perbedaan ukuran celahnya. TEORI Pengaruh batasan CCF pada celah sempit telah menjadi bagian yang kuat dalam penelitian terkait mekanisme perpindahan panas selama proses pendinginan di celah sempit. Pada kanal celah, koefisien perpindahan panas pendidihan lebih kecil dari pendidihan kolam. Sedangkan fluks kalor pada batasan CCF dihitung sebagai fluks kalor yang seragam sepanjang arah vertikal pada area yang dipanaskan untuk 3

membentuk aliran uap yang mengarah ke atas [14]. Eksperimen adiabatik pada batasan CCF telah dilakukan pada celah sempit berbentuk kanal rektangular oleh Mishima dan Nishihara [15]. Ukuran lebar celah yang digunakan bervariasi dari 1,5 mm,,4 mm dan 5,0 mm. Panjang celah adalah 40 mm untuk semua ukuran celah. Eksperimen menggunakan air sebagai pendinginnya pada kondisi tekanan atmosfer. Data CCF telah merepresentasikan dengan baik korelasi yang diusulkan oleh Wallis [16], sebagai berikut: 1 1 * * g l j m j C (1) dengan kecepatan superficial non-dimensi, sebagai berikut j j gdh * g g g j j g Dh * l l l 1 1 untuk gas/uap () funtuk cairan/air (3) j adalah aliran superficial untuk uap (g) and air (l), g adalah percepatan gravitasi, D h merupakan diameter hidrolik. Sedangkan geometri dan karakteristik yang berhubungan dengan model batasan CCF menggunakan model Wallis, Tube Annulus gap D diameter h D h Rod Bundle Rectangular channel D h g D w h Gambar 1. Diameter hidrolik untuk geometri aliran [16] Sedangkan model film anular digambarkan oleh Mishima dan Nishira pada geometri tabung yang memperjelas hubungan antara fluks massa uap yang naik ke atas dan fluks massa air yang turun ke bawah dan merupkan hubungan yang seimbang pada peristiwa batasan CCF. Gambar mengilustrasikan keadaan CCF, dengan aliran uap ke atas pada bagian tengah dan dikelilingi oleh aliran air yang mengarah ke bawah. 4

m j l l l m j g g g Gambar. Model film aliran anular [14] Pada posisi vertikal (Gambar ), terjadi aliran dua fasa, yaitu uap dan air sebagai konsekuensinya. Khususnya pada celah sempit, untuk posisi vertikal dimana sumber pendinginan (air) berasal dari atas, maka uap akan mengalir ke atas dan bersinggungan hingga bertumbukan dengan aliran air ke bawah. Jarak antara laju aliran uap dan air yang mana menyebabkan CCF dibatasi oleh fenomena yang dikenal sebagai aliran pembalikan (flow reversal) [14]. Dengan meninjau keseimbangan massa berdasarkan Gambar, m g m j g g l l l j (4) Jika korelasi (1) dan (-3) disubtitusi ke dalam korelasi (4), diperoleh j g 0.5 C g Dh 0.5 0.5 g g ml l 0.5 (5) 5

untuk perbandingan aliran superficial air dan uap, adalah j l g jg l (6) Konstanta m dan C berhubungan dengan nomor Bond (Bo) dan aspek rasio geometri tabung, sebagai berikut C 0.66 w 0.5 (7) m 0.333 B (8) 0.5 0.0015 o dengan Bo, B o w (9) g 0.5 panjang gelombang Taylor (10) w : panjang kanal celah (keliling lingkaran dalam tabung gelas kuarsa) PERALATAN DAN PROSEDUR EKSPERIMEN Peralatan Eksperimen Bagian uji (Gambar 3) terdiri dari batang pemanas yang terbuat dari SS304 dengan diameter luar 4 mm dan panjang bagian dipanaskannya (heated length) 300 mm, bagian permukaannya dipasangi 7 titik termokopel untuk mengukur perubahan temperatur pada bagian permukaannya. Termokopel yang digunakan adalah tipe K (alumel-chromel) dengan diameter luar 0,5 mm. Sebanyak 6 titik termokopel dipasang arah vertikal (TC-1, TC-, TC-3, TC-4, TC-5 and TC-6) dan 1 titik termokopel dipasang tepat pada bagian atas batang pemanas (TC-7). Ukuran celah yang digunakan adalah 1,0 mm dan 4,0 mm yang divariasikan dengan mengganti tabung gelas kuarsa. Tabel 1 menjelaskan variasi ukuran celah terhadap diameter dalam gelas kuarsa. 6

Tabel 1. Variasi ukuran celah Material ID Ukuran celah, tebal [mm] [mm] d (mm) Tabung 6 1.0 gelas kuarsa 3 4.0 Gambar 3. Peralatan eksperimen Sistem Akuisisi Data (Data Acquisition System, DAS) digunakan untuk mengkonversi sinyal dari termokopel menjadi data temperatur pada komputer. Sepasang keramik heater berbetuk semi-silinder dengan panjang 300 mm digunakan untuk memanaskan batang pemanas secara radiasi hingga mencapai temperatur 800 o C. Sedangkan pada bagian atas, sebuah boiler yang mampu menampung air sebanyak 6 liter dan digunakan untuk memanaskan air hingga mencapai temperatur saturasi yang kemudian akan digunakan untuk mendinginkan celah panas. Prosedur Eksperimen Dalam eksperimen ini, permukaan bagian atas tetap terbuka, sehingga tekanan sistem adalah tekanan atmosfer. Sebelum eksperimen, air sebanyak 6 liter diisikan ke dalam boiler. Kemudian air mulai dipanaskan oleh band heater. Pada saat yang 7

bersamaan, batang pemanas mulai dipanaskan secara radiasi oleh keramik pemanas. Setelah temperatur awal yang dinginkan tercapai (dalam eksperimen ini, 800 o C), listrik dimatikan, kemudian pemanas keramik dibuka sehingga bagian batang pemanas dapat terlihat. Setelah kamera dan DAS mulai merekam, maka penutup air di boiler dibuka. Kemudian air masuk ke bagian celah antara batang pemanas dan kuarsa. Selama proses pendidihan terjadi, kamera dan DAS terus merekam. Perubahan temperatur transien pada batang pemanas diukur oleh ketujuh titik termokopel dan direkam ke dalam DAS dengan laju perekaman 100 data setiap detik per-kanal. Fluks kalor akan dievaluasi berdasarkan data perubahan temperatur transien yang terukur selama pendidihan, perhitungan untuk evaluasi dilakukan dengan memecahkan permasalahan konduksi panas transien pada batang pemanas. Korelasi konduksi panas 1 dimensi dan kondisi batas yang digunakan adalah, T T T a 1 t r r r (11) T 0 r T T m for for r r r r in out Dengan, T m [ o C] adalah temperatur yang diukur, a [m /s] adalah difusivitas termal, r in dan r out [m] secara berturut-turut adalah jari-jari dalam dan jari-jari luar batang pemanas. Metoda finite difference Cranck-Nicolson dan TDMA (tri-diagonal matrix algorithms) digunakan untuk menyelesaikan persamaan differensialnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Temperatur Transien Evolusi temperatur transien yang khusus telah teramati selama proses pendinginan pada celah dengan ukuran 1,0 mm dan 4,0 mm dengan temperatur awal batang pemanas sebesar 800 o C, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4 yang mengindikasikan adanya 3 langkah perubahan selama pendinginan celah. Pada awal pendinginan, temperatur menurun secara gradual. Model perpindahan panasnya diidentifikasikan sebagai daerah didih film, meskipun pada kenyataannya pendinginan secara radiasi masih berpengaruh, tidak hanya pendinginan oleh selimut uap (vapor blanket). Setelah itu, temperatur mengalami penurunan drastis setelah terjadinya setuhan antara permukaan batang pemanas dengan air untuk pertama kali (rewetting 8

point), yang merupakan awal didih transisi. Kemudian, model perpindahan panas berubah menjadi didih inti yang diakhiri oleh konveksi bebas. Temperatur, T [ o C] Temperatur, T [ o C] 800 700 600 500 400 300 00 100 800 700 600 500 400 300 00 100 titik rewetting pada h titik rewetting pada h 1 titik rewetting pada h 0 titik rewetting pada h 0 titik rewetting pada h = 4.0 mm h 0 = 0 mm h 1 = 140 mm h = 0 mm 0 0 50 100 150 00 50 300 350 400 450 500 waktu, t [s] = 1.0 mm titik rewetting pada h 1 h 0 = 0 mm h 1 = 140 mm h = 0 mm 0 0 50 100 150 00 50 300 350 400 450 500 waktu, t [s] Gambar 4. Sejarah temperatur transien untuk celah 1,0 mm dan 4,0 mm Dalam penelitian ini, telah diamati bahwa proses rewetting terjadi secara terusmenerus, dimana permukaan air yang membasahi bergerak turun-naik. Berdasarkan pengamatan tersebut, waktu rewetting didefiniskan sebagai waktu dimana permukaan air menyentuh titik termokopel dan dalam kurva temperatur (Gambar 4) dinyatakan sebagai awal gradien penurunan temperatur secara drastis. Pada Gambar 4, untuk ukuran celah 1,0 mm, rewetting dimulai pada bagian paling atas (h o ), kemudian disusul pada bagian paling bawah (h ), dan diakhiri pada bagian tengah (h 1 ). Sedangkan untuk ukuran celah 4,0 mm, keadaan cukup berbeda dibandingkan ukuran celah 1,0 mm, dimana rewetting dimulai dari bagian bawah (h ), disusul pada bagian tengah (h 1 ) dan diakhiri pada bagian atas (h o ). Perbedaan ini menunjukkan bahwa, pada ukuran celah 4,0 mm, kuantitas air yang turun melalui dinding kuarsa ke arah bawah cukup besar. Penetrasi Air ke dalam Celah Sebagai ilustrasi efek penetrasi air ke dalam celah yang mengakibatkan perbedaan urutan pendinginan pada posisi termokopel, dapat dilihat pada Gambar 5 (untuk ukuran celah 1,0 mm) dan Gambar 6 (untuk ukuran celah 4,0 mm). Untuk ukuran celah 1,0 mm (Gambar 5), terlihat bahwa hambatan aliran uap terhadap aliran 9

air sangat berpengaruh. Kuantitas air yang mengalir melalui dinding dalam tabung gelas kuarsa (meskipun tidak serta merta membasahi batang pemanas) sangat terbatas, namun kuantitas air (setelah air terkumpul di bagian bawah) yang mengalir ke bagian atas mulai mendinginkan termokopel bagian bawah, dalam kondisi ini terjadi dua arah pendinginan, yaitu dari bawah dan dari atas, kasus ini berdasarkan visualisasi menunjukkan bahwa efek batasan CCF terjadi pada ukuran celah 1,0 mm. Sedangkan pada ukuran celah 4,0 mm (Gambar 6), dikarenakan hambatan uap tidak terlalu kuat menahan aliran air yang turun ke bawah, sehingga kuantitas air yang terkumpul pada bagian bawah lebih banyak dan dengan cepat aliran air kembali naik ke arah atas dan secara berurutan membasahi dinding batang pemanas dari bawah ke atas, kasus pada ukuran celah 4,0 mm menunjukkan bahwa pengaruh batasan CCF tidak terlalu dominan. Efek batasan CCF pada ukuran celah 1,0 mm Gambar 5. Keadaan batasan CCF pada ukuran celah 1,0 mm h 0 h h (a) (b) The Effect of CCFL in Gap Size 4.0 mm (almost no effect) Efek batasan CCF pada ukuran celah 4,0 mm (c) Gambar 6. Keadaan batasan CCF pada ukuran celah 4,0 mm Kurva Pendidihan Menggunakan data sejarah temperatur transien untuk ukuran celah 1,0 mm dan 4,0 mm, fluks kalor selama proses pendinginan yang disertai pendidihan telah dihitung. Hasil perhitungan ditampilkan melalui kurva pendidihan seperti yang diperlihatkan pada 10

Gambar 7. Berdasarkan kurva pendidihan tersebut, terlihat bahwa didih film, CHF dan MFB yang terjadi pada ukuran celah 1,0 mm sangat berbeda dengan yang terjadi pada ukuran celah 4,0 mm. Fluks Kalor, q [kw/m ] 10 4 10 3 10 ukuran celah 1.0 mm 4.0 mm Kutateladze (NB) 810,85 kw/m CHF q CHF = 995,7 kw/m Lienhard&Dhir CHF C. Xia CHF gap=4,0mm q CHF = 66, kw/m 30,15 kw/m CHF C. Xia CHF gap=1,0mm Murase (NB) q CHF = 6,4 kw/m panas lanjut rendah Murase (NB) panas lanjut tinggi 30 kw/m 13,76 kw/m MFB MFB Murase (TB) panas lanjut tinggi 10 1 10-1 10 0 10 1 10 10 3 10 4 Wall Superheat, T sat [ o C] Kurva Pendidihan h o = 0 mm, T initial =800 o C Bromley (FB) aliran uap laminarr Nu = 5,0 Gambar 7. Kurva pendidihan untuk ukuran celah 1,0 mm dan 4,0 mm. Beberapa korelasi [17-1] telah digunakan dalam kurva didih (Gambar 7) untuk membandingkan hasil eksperimen ini. Area didih film pada ukuran celah 4,0 mm ditampilkan dengan baik dan mendekati garis Bromley [17], sehingga definisi celah sempit untuk ukuran celah 4,0 mm tidak dapat digunakan, dikarenakan garis Bromley diperuntukkan untuk kasus didih kolam. Korelasi aliran uap laminar dengan angka Nusselt 5,0 sangat sesuai untuk ukuran celah 1,0 mm, sehingga dapat dikatakan kuantitas uap dan air yang saling berlawanan alirannya hampir sama, yang merupakan efek batasan CCF. Untuk CHF, kasus yang terjadi pada ukuran celah 4,0 mm hampir mendekati CHF yang diprediksikan oleh Lienhard dan Dhir [18], namun untuk ukuran celah 1,0 mm nilai CHF jauh di bawah nilai CHF yang disampaikan oleh Lienhard dan Dhir. Sehingga untuk kedua kasus tersebut dapat dikatakan bahwa, nilai CHF dan garis didih film akan meningkat seiring pembesaran ukuran celah, namun Chunlin Xia [19] telah memprediksi keadaan tersebut, sehingga terbukti nilai CHF hasil eksperimen mendekati nilai CHF yang diprediksikan oleh Chunlin Xia. Demikian untuk MFB pada kedua kasus tersebut. Namun, dari kedua kasus, yang menarik adalah garis didih transisi hampir mendekati garis Murase [0] untuk didih transisi, kemudian pada daerah didih inti 11

garis Kutateladze [1] dan garis Murase untuk temperatur lanjut tinggi hampir sesuai dengan kedua kasus tersebut. Keadaan yang terjadi untuk ukuran celah 1,0 mm jelas mengindikasikan aliran air ke bawah dibatasi oleh CCF. Film cairan (air) yang terbentuk sangat tipis dan mengalir ke bawah melalui dinding kuarsa, sementara dinding batang pemanas didinginkan oleh aliran uap ke atas yang hampir memenuhi area celah. Dengan membesarnya ukuran celah, lebih banyak air yang mampu mengalir ke dalam celah dan film air yang terbentuk cukup tebal. Sementara ukuran area film uap pada temperatur awal batang pemanas yang sama hampir tidak mengalami perubahan. Kemudian untuk membandingkan efek batasan CCF berdasarkan fluks kalornya, korelasi yang ditawarkan oleh Wallis [16] digunakan untuk memperlihatkan kurva fluks kalor CCF berdasarkan perubahan ukuran celah. Fluks kalor CCF diperhitungkan sebagai fluks kalor seragam sepanjang area panas yang digunakan untuk memproduksi uap dan menyebabkan batasan CCF. q CHF K hfg A g l g Dh g g Ah 1 l 0.5 0.5 (1) Dengan menetapkan K sebagai korelasi empiris yang memiliki nilai 1 untuk celah annulus, luas area celah A [m ] yang merupakan luas penampang lintang celah, kemudian luas daerah panas A h [m ] dan diameter hidrolik D h = [m]. Hasil perhitungan fluks kalor pada batasan CCF diperlihatkan pada Gambar 8. Fluks kalor yang diprediksikan persamaan (1) yang disebabkan batasan CCF adalah lebih kecil dibandingkan dengan garis Bromley untuk didih film. Fluks kalor didih film untuk celah 1,0 mm mendekati rata-rata fluks kalor yang diakibatkan batasan CCF dan keadaan ini sesuai dengan aliran uap laminar. Terbukti, bahwa untuk ukuran celah 1,0 mm, didih film sangat dipengaruhi oleh hambatan suplai air yang disebabkan batasan CCF. Sedangkan pada ukuran celah 4,0 mm, fluks kalor pada didih film cukup mendekati rata-rata fluks kalor untuk CCF, tetapi masih lebih rendah dari prediksi Bromley. Hal ini jelas, bahwa pembesaran ukuran celah menyebabkan air tidak mengalami hambatan oleh uap, tentunya karena volume air menjadi lebih besar. 1

Gambar 8. Fluks kalor film boiling diukur pada titik 0 mm Kecepatan Superficial Menggunakan persamaan (1) hingga (10), diperoleh hasil perhitungan nondimensi kecepatan superficial untuk uap dan air. Hasil perhitungan disajikan pada Gambar 9, dimana sumbu Y ditandai dengan kecepatan superficial uap non-dimensi dan sumbu X merupakan kecepatan superficial air. non-dimensi Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 9, perbedaan kecepatan superficial menunjukkan ada atau tidak adanya efek dari batasan CCF. Posisi kecepatan superficial untuk ukuran celah 1,0 mm berada di atas kecepatan superficial untuk ukuran celah 4,0 mm, hal ini menunjukkan bahwa perbandingan uap lebih banyak dibandingkan air pada ukuran celah 1,0 mm dari pada kasus dengan ukuran celah 4,0 mm. j g * 1/.0 1.8 1.6 1.4 1. 1.0 0.8 = 1,0 mm = 4,0 mm hasil perhitungan eksperimen j g * 1/ = 1,94-0,54j l * 1/ j g * 1/ = 1,38-0,77j l * 1/ 0.6 0.4 0. Wallis : j g * 1/ = 0,775- j l * 1/ 0.0 0.0 0. 0.4 0.6 0.8 1.0 1. 1.4 1.6 1.8.0 j l * 1/ Gambar 9. Data batasan CCF berdasarkan kecepatan superficial Korelasi yang digunakan Wallis untuk memprediksikan kecepatan superficial pada celah 5 mm, memiliki posisi yang lebih rendah dari ukuran celah 4,0 mm, yang merupakan hasil eksperimen. 13

KESIMPULAN Eksperimen perpindahan panas pada celah sempit telah menunjukkan bahwa penetrasi air ke dalam celah panas terhambat dengan adanya efek batasan CCF yang pada akhirnya membuktikan bahwa fluks kalor pada celah sempit lebih rendah dibandingkan pada peristiwa didih kolam. Untuk kasus dengan ukuran celah 1,0 mm, didih film sesuai dengan yang diprediksikan melalui korelasi aliran uap laminar, sedangkan didih film untuk ukuran celah 4,0 mm hampir mendekati prediksi Bromley untuk kasus didih kolam. Kecepatan superficial non-dimensi untuk celah 1,0 mm dan 4,0 mm telah dihitung untuk memperjelas efek batasan CCF terhadap ukuran celah, kedua kasus tersebut masih lebih tinggi dibandingkan untuk kasus Wallis. DAFTAR PUSTAKA [1] MPR Association, USA, TMI- Core damage, http://www.mpr.com/graphics/dd_tmicoredamage.gif, USA, 007. [] Technical Assessment Task Force Reports, Technical Staff Analysis Reports Summary, http://stellar-one.com/nuclear/staff_reports/summary_core_damage.htm, 00. [3] Ishibashi, E. and Nishikawa, K., Saturated Boiling Heat Transfer in Narrow Spaces, Int. Journal Heat Mass Transfer, Vol. 1, pp. 863-894, 1969. [4] Monde, M., Kusuda, H. and Uehara, H., Critical Heat Flux During Natural Convective Boiling in Vertical Rectangular Channels Submerged in Saturated Liquid, Transactions of the ASME, Vol. 104, pp. 300-303, 198. [5] Chang, Y. and Yao, S. C., Critical Heat Flux of Narrow Vertical Annuli with Closed Bottoms, Trans of ASME, Vol. 105, pp.19-195, 1983. [6] Ohtake, H., Koizumi, Y. and Takahashi, A., Study on Rewetting of Vertical-Hot- Thick Surface by a Falling Film, JSME, Vol.64, No. 64, pp181-189, 1998. [7] Murase, M., et al., Heat Transfer Models in Narrow Gap, Proceeding of ICONE-9, Nice, France, Apr. 8-1, 001. [8] Tanaka, F., Juarsa, M., Mishima, K., et al., Experimental Study on Transient Boiling Heat Transfer in an Annulus with a Narrow Gap, 11th International Conference on Nuclear Engineering, ICONE-11, Tokyo, Japan,, April 0-3, 003. [9] Juarsa, M., Study on Boiling Heat Transfer under Transient Cooling in an Annulus with a Narrow Gap, Master Thesis, Graduate School of Energy Science, Kyoto University, 00. [10] Fujita, Y., et al., Int. J. Heat Mass Transfer, Vol. 31, No., pp. 9-39, 1988. 14

[11] Jeong, J. H., et al., SARJ-97 workshop, JAERI-Conf. 98-009, 1997. [1] Koizumi, Y., Nishida, H., Ohtake, H. and Miyashita, T., Gravitation water Penetration into Narrow-Gap Annular Flow Passages with Upward Gas Flow, Eighth International Topical Meeting on Nuclear Reactor Thermal-Hydraulics, Kyoto, Japan, Sep. 30-Oct. 4, Volume 1, pp.48-5, 1997. [13] Koizumi, Y., et al., 36th Japanese Heat Transfer Conference, D1, 1999. [14] Mishima, K., Boiling Burnout at Low flow Rate and Low Pressure Condition, Disertation Thesis, Research Reactor Institute, Kyoto University, 1984. [15] Mishima, K. and Nishihara, H., Flooding Velocities for Counter Current Air- Water Flow in Thin Rectangular Channels, Annual Report of the Reactor Research Institute, Kyoto University, Japan, Vol. 17, 1-14, 1984. [16] Wallis, G.B., One-dimension Two-Phase Flow, McGraw-Hill, New York, 1969. [17] Bromley, L. A., Heat Transfer in Stable Film Boiling, Chemical Engineering Progress, Vol.46, pp.1, 1950. [18] Lienhard, J.H and Dhir., A Heat Transfer Textbook, Third edition, Phlogiston press, 00. [19] Chunlin Xia, et al., Natural Convection Boiling in Vertical Rectangular Narrow Channels, Experimental Thermal and Fluid Science, Vol. 1, pp. 313-34, 1996. [0] Kutateladze, S. S., Heat Transfer in Condensation and Boiling, nd ED., Mashgiz, Moscow, AEC Translation 3770, U. S. AEC Tech. Info. Service, 195. 15