BAB VI TINJAUAN MENGENAI APLIKASI AIRBORNE LIDAR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

Pengukuran Kekotaan. Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng. Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

Gambar 4.1. Kemampuan sensor LIDAR untuk memisahkan antara permukaan tanah dengan vegetasi di atasanya [Karvak, 2007]

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki wilayah yang sangat luas, kekayaan alam yang

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB 2 TEKNOLOGI LIDAR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini.

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa indikasi dari meningkatnya muka air laut antara lain adalah :

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Kenaikan permukaan air laut dari waktu ke waktu [Mackinnon, 2004]

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

ANALISIS KETINGGIAN MODEL PERMUKAAN DIGITAL PADA DATA LiDAR (LIGHT DETECTION AND RANGING) (Studi Kasus: Sei Mangkei, Sumatera Utara)

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

Analisis Drainase Bandara Muara Bungo Jambi

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

C I N I A. Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri Jarak Dekat

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data...

BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Prinsip Penggunaan dan Pengolahan TLS 4.2 Analisis Penggunaan TLS Untuk Pemantauan Longsoran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

tanpa persetujuan khusus Ditjen Hubud.

BAB 3 LIDAR DAN PENDETEKSIAN POHON

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

BAB V EVALUASI HASIL RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

STEREOSKOPIS PARALAKS

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III METODOLOGI III-1

Analisis Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara Bokondini Papua Indonesia

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

Kawasan keselamatan operasi penerbangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)


TAHAPAN STUDI. Gambar 3-1 Kamera Nikon D5000

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

- Sumber dan Akuisisi Data - Global Positioning System (GPS) - Tahapan Kerja dalam SIG

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

Gambar 7.2-5: Zona Bebas Obstacle (Obstacle Free Zone)

Dibuat Oleh : Sinta Suciana Rahayu P / Dosen Pembimbing : Ir. Fitri Sjafrina, MM

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Daftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5

MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Global Positioning System (GPS) adalah satu-satunya sistem navigasi satelit yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. informasi tersebut. Berkembangnya teknologi informasi dan komputer

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Geographics Information System

GARIS KONTUR SIFAT DAN INTERPOLASINYA

PEMROSESAN CITRA SATELIT DAN PEMODELAN UNTUK MEMPREDIKSI PENYEBARAN BANJIR BENGAWAN SOLO MENGGUNAKAN METODE NAVIER STOKES

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

BAB 3. Akuisisi dan Pengolahan Data

PDF Compressor Pro BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

BAB I PENDAHULUAN. sedang diproduksi di Indonesia merupakan lapangan panas bumi bersuhu

PT.LINTAS ANANTARA NUSA DRONE MULTI PURPOSES.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENENTUAN LOKASI (Route Location)

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

63 BAB VI TINJAUAN MENGENAI APLIKASI AIRBORNE LIDAR Survey airborne LIDAR terdiri dari beberapa komponen alat, yaitu GPS, INS, dan laser scanner, yang digunakan dalam wahana terbang, seperti pesawat terbang atau helikopter. Beberapa karateristik dari survey airborne LIDAR adalah : 1. Survey dapat dilakukan siang maupun malam hari 2. Survey airborne LIDAR dapat dilakukan dalam cuaca yang kurang baik, seperti saat berawan, selama tidak ada awan di antara wahana terbang dan permukaan tanah. 3. Mempunyai kerapatan scan yang tinggi, mulai dari 5000 hingga 50.000 pancaran laser per detik. 4. Mampu menerima satu hingga lima pantulan laser (multiple return) 6.1 Prosedur Pelaksanaan Survey Airborne LIDAR Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan survey pengambilan data airborne LIDAR, antara lain: survey pendahuluan terhadap daerah proyek, dan pengadaan titik kontrol. 6.1.1 Survey Pendahuluan Dalam survey pendahuluan, dilakukan penghitungan koordinat-koordinat batas area survey. Selain itu tipe area pengambilan data harus diketahui untuk mengetahui keadaan aktual dari area survey, seperti: kerapatan vegetasi, objek-objek penting, keadaan

64 topografi, dan lain-lain. Tipe area survey sangat penting untuk diketahui untuk menentukan kecepatan wahana terbang, sudut scanning, kerapatan scanning, serta ketinggian terbang. 6.1.2 Titik Kontrol Tanah Pelaksanaan titik kontrol tanah terdiri dari: base station, kontrol kaliberasi, dan kontrol area proyek. Seluruh titik kontrol tersebut harus mengacu pada suatu jaring titik kontrol geodesi yang berguna untuk konsistensi, dan pemeriksaan kesalahan yang terjadi pada sistem airborne LIDAR. a. Base Station, atau stasiun titik kontrol harus terletak pada jarak 30 hingga 40 kilometer dari area proyek. Penentuan lokasi titik kontrol tersebut sangat terkait dengan akurasi vertikal dan horisontal. Umumnya base station diletakkan berdekatan dengan tempat take-off dan landing dari wahana terbang. b. Kontrol kaliberasi Sistem Airborne LIDAR, adalah titik-titik yang diletakkan di sekitar area take-off dan landing wahana udara. c. Titik Kontrol Area Proyek adalah titik-titik kontrol yang diletakkan di sekitar area survey untuk melakukan pengujian akurasi terhadap data yang dihasilkan sistem airborne LIDAR. Jumlah dan letak sebaran dari titik kontrol area proyek bergantung dari topografi dan tingkat kerapatan vegetasi area survey.

65 6.1.3 Pola Scanning Airborne LIDAR Terdapat beberapa pola scanning dari sistem airborne LIDAR. Pola scanning ini bergantung dari tipe sensor yang digunakan. Pola yang dihasilkan juga sangat tergantung dari jenis terrain, dan tingkah laku wahana terbang pada saat pelaksanaan survey. Beberapa pola scanning dalam survey airborne LIDAR adalah: a. Pola zigzag b. Pola garis paralel c. Pola ellips d. Pola garis paralel-toposys 6.1.4 Pengumpulan Data Airborne LIDAR Keberhasilan dari survey airborne LIDAR sangat bergantung dari kontrol kaliberasi dan kontrol kualitas dari pengambilan data. a. Airport bidirectional dan quality control Pelaksaanaan kaliberasi sistem airborne LIDAR yang dilakukan dari dua arah, sehingga menghasilkan data yang berlebih. Kemudian dilakukan perataan untuk menentukan nilai akurasi yang akan digunakan dalam survey airborne LIDAR. b. Project cross flight lines Cross flight lines adalah jalur terbang yang berpotongan dengan jalur terbang utama dengan sudut tertentu. Fungsi dari jalur ini adalah untuk mendeteksi kesalahan sistematis dari sistem airborne LIDAR.

66 c. Lokasi kaliberasi dan titik kontrol tanah Sejumlah titik kontrol geodesi diletakkan di lokasi kaliberasi serta sepanjang area proyek sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan nilai quality control yang lengkap, seperti yang ditunjukkan gambar 6.1. Gambar 6.1 Skema Kontrol Kaliberasi pada Area Airport [www.airbornelassermapping.com] 6.1.5 Proses Pengumpulan Data Airborne LIDAR Proses pengumpulan data airborne LIDAR dilakukan dengan menggunakan wahana terbang seperti pesawat atau helikopter. Sebelum melakukan survey, wahana terbang melakukan kontol kaliberasi pada area take-off. Setelah dipastikan sistem bekerja dengan benar dan menghasilkan data yang akurat, wahana terbang melaju sesuai dengan jalur terbang yang direncanakan untuk melakukan pengambilan data. Operator akan mengawasi jalannya pengambilan data.

67 6.2 Aplikasi dari sistem Airborne LIDAR Sistem airborne LIDAR menghasilkan data berupa titik-titik yang mempunyai nilai ketinggian. Produk akhir dari survey airborne LIDAR adalah model tiga dimensi dari permukaan bumi beserta dengan objek-objek yang berada di atasnya. Model tiga dimensi dari permukaan bumi atau yang lebih dikenal dengan digital terrain model (DTM) dapat digunakan dalam berbagai kepentingan, antara lain : mitigasi bencana, perencanaan dan pemeliharaan infrastruktur, manajemen ruang udara lapangan terbang, dan lain-lain. Tabel 6.1 memperlihatkan beberapa aplikasi dari survey airborne LIDAR. Tabel 6.1 Aplikasi dari Airborne LIDAR No. Aplikasi Airborne LIDAR Sumber 1 Manajemen gangguan ruang udara pada lapangan terbang Paper oleh Waheed Uddin, University of Mississipi, Amerika Serikat, 2002 2 Perencanaan dan pemeliharaan Paper oleh Waheed Uddin, University of jalan bebas hambatan Mississipi, Amerika Serikat, 2002 3 Deteksi potensi kebocoran pipa Paper oleh Darryl Murdock, 2006 gas cair 4 Mitigasi bencana banjir Situs internet gis.esri.com 5 Mitigasi bencana tanah longsor paper oleh Sammy Cheung, 2006 6 Pemodelan daerah perkotaan Robert Fowler, 2001 7 Pemodelan daerah basah Robert Fowler, 2001 8 Pengukuran tinggi vegetasi Paper oleh Andersen, Reutebuch, dan McGaughey, 2006 Berikut ini adalah uraian dari beberapa aplikasi dari survey Airborne LIDAR dalam berbagai bidang.

68 6.2.1 Manajemen gangguan ruang udara pada lapangan terbang Lapangan terbang sebagai tempat tinggal landas dan mendarat pesawat udara, mempunyai permukaan imajiner sebagai batas untuk mengidentifikasi gangguan pada proses pendaratan atau tinggal landas berupa objek-objek tertentu seperti bangunan, pohon, maupun permukaan bumi. Sebagai contoh, FAA sebagai pihak yang berwenang atas penerbangan komersial di Amerika Serikat, membuat permukaan imajiner bagi lapangan terbang yang terdiri dari : 1. Permukaan horisontal (50 meter di atas lapangan udara) 2. Permukaan kerucut 3. Permukaan primer, yaitu permukaan di atas runway 4. Permukaan pendekatan 5. Permukaan transisi Seluruh permukaan di atas terintegrasi menjadi suatu sistem yang bertujuan melindungi proses pendaratan atau tinggal landas pesawat udara sesuai dengan peraturan yang disyaratkan. Gambar 6.2 dan 6.3 menunjukkan bentuk permukaan imajiner tersebut.

69 Gambar 6.2 Permukaan imajiner di atas lapangan udara [Uddin, 2002] Gambar 6.3 Permukaan imajiner [Uddin, 2002] Setiap lapangan terbang mempunyai syarat ketinggian yang berbeda untuk permukaan imajinernya, bergantung pada jenis dan besar pesawat yang dapat mendarat di lapangan terbang tersebut. Dan untuk lapangan terbang yang mempunyai lebih dari satu runway, maka bentuk permukaan imajinernya pun lebih rumit.

70 Selain untuk memberikan ruang yang aman bagi pesawat terbang untuk tinggal landas, mendarat dan bermanuver di atas lapangan terbang, permukaan imajiner juga ditujukkan agar menara pengawas pada lapangan terbang memiliki pandangan yang luas untuk mengamati daerah sekitarnya. Airborne LIDAR mempunyai kemampuan untuk melakukan pengukuran ketinggian di permukaan bumi dengan ketelitian yang tinggi dengan waktu yang relatif cepat. Oleh karena itu survey airborne LIDAR sangat cocok digunakan untuk melakukan pengawasan terhadap objek-objek di sekitar lapangan udara yang melanggar batas ketinggian permukaan imajiner bandara tersebut. Survey airborne LIDAR dapat menghasilkan DTM dengan kerapatan titik yang tinggi serta ketelitian yang tinggi pula. Jika DTM tersebut dipotongkan dengan data permukaan imajiner suatu bandara, maka akan didapatkan data tentang objek-objek yang melewati batas permukaan imajiner. Gambar 6.4 menunjukkan Digital Terrain Model dari daerah sekitar lapangan terbang Jackson di Mississipi, Amerika Serikat. Gambar 6.4 DTM dari Lapangan Terbang Jackson, Mississipi, Amerika Serikat [Uddin, 2006]

71 Pembuatan DTM dengan survey airborne LIDAR sangat cocok diterapkan di Indonesia, karena umumnya lapangan terbang di kota-kota besar terletak di dekat kawasan padat penduduk. Jumlah dan rapatnya bangunan akan menyebabkan sulitnya survey terestris, sehingga memunculkan banyak hambatan seperti lamanya waktu survey, banyak data yang tidak dapat diambil, pemanipulasian data, dan lain-lain, seperti yang terlihat pada gambar 6.5. Gambar 6.5 Lapangan Terbang di Kota Bandung yang terletak di kawasan padat penduduk [ Sumber : Google Earth ] 6.2.2 Perencanaan dan pemeliharaan jalan bebas hambatan [Uddin, 2002] Survey airborne LIDAR dapat juga digunakan dalam proses perencanaan jalan bebas hambatan. Kemampuan airborne LIDAR menghasilkan data titik ketinggian yang rapat dan mimiliki ketelitian yang tinggi merupakan keunggulan metode ini jika dibandingkan dengan survey lainnya.

72 Jalan bebas hambatan umumnya mengharuskan kendaraan yang melewatinya dapat dipacu dengan kecepatan tinggi, oleh karena itu hambatan-hambatan alam, seperti bukit, lembah, dan objek lainnya, harus dapat diatasi dengan berbagai rekayasa seperti pembuatan terowongan, jembatan, bahkan pengerukan bukit. Untuk dapat melakukan perencanaan rekayasa, dibutuhkan data mengenai daerah yang akan dilewati dengan ketelitian yang tinggi. Airborne LIDAR mampu menghasilkan data dengan kerapatan yang tinggi, ketelitian yang relatif tinggi, serta informasi-informasi tambahan, seperti kepadatan vegetasi dengan relatif cepat. Gambar 6.6 berikut menunjukkan DTM hasil pengolahan data airborne LIDAR yang digunakan untuk perencanaan pembuatan jalan bebas hambatan di sekitar Jackson, Mississipi, Amerika Serikat. Gambar 6.6 Peta Kontur Hasil survey LIDAR untuk Perencanaan Jalan Bebas Hambatan di Amerika Serikat [Uddin, 2002] Survey airborne LIDAR dilakukan pada daerah yang direncanakan akan dilewati jalan bebas hambatan. Kemudian data dari survey tersebut diolah dan terbentuk DTM. Dengan

73 DTM, perencana dapat merencanakan jalur jalan bebas hambatan yang memenuhi syarat, melakukan perencanaan rekayasa, seperti pembuatan jembatan, pengerukan bukit dan penimbunan lembah, dan lain-lain. Selain itu survey airborne LIDAR juga dapat dilakukan di sepanjang jalan bebas hambatan untuk keperluan pemeliharaan jalan. Akurasi dari sensor laser yang berada pada level cm, dapat mendeteksi penurunan permukaan jalan bebas hambatan secara teliti. 6.2.3 Deteksi potensi kebocoran pipa gas cair [Murdock, 2006] Pipa distribusi gas dapat terletak di atas maupun di bawah permukaan tanah. Pada bagian pipa yang terletak di atas permukaan tanah, pengamatan terhadap badan pipa sangat mudah dilakukan. Tetapi tidak demikian dengan pipa yang terletak di bawah permukaan tanah. Kerusakan pipa tidak akan dapat dilihat secara langsung. Oleh karena itu di Amerika Serikat terdapat Airborne Natural Gas Emission LIDAR (ANGEL) Service, yang melakukan survey untuk mendapatkan data tentang potensi kerusakan pipa yang terletak di bawah tanah. Dalam survey ini, perangkat laser akan digabungkan dengan kamera beresolusi tinggi untuk merekam gambar keadaan sekitar daerah survey. Bentuk pipa yang umumnya memanjang, sangat memudahkan survey airborne LIDAR yang memiliki lintasan yang memanjang pula.

74 Survey ANGEL dilakukan pada daerah Spencerport, NewYork, Amerika Serikat. Tahapan pertama dari pelaksaaan survey ANGEL adalah dengan melakukan survey airborne LIDAR pada lintasan pipa gas. Selanjutnya data hasil survey airborne LIDAR tersebut dioverlaykan dengan data pipa gas sebelumnya, sepeti yang dapat dilihat pada gambar 6.7 di bawah ini. Gambar 6.7 Jalur Pipa Gas dan Jalur Terbang Survey LIDAR [Murdock, 2006] Pengambilan data pada daerah survey dilakukan pada dua selang waktu, ataupun dilakukan secara periodik. Masing-masing data pada periode waktu tersebut akan dibandingkan satu dengan lainnya. Data tersebut dianalisa untuk melihat adanya potensi kebocoran pipa. Potensi kebocoran tersebut dapat ditentukan dari perbedaan ketinggian pada permukaan tanah di atas jalur pipa tersebut. Pada titik yang memiliki perbedaan ketinggian (lebih tinggi, atau lebih rendah dari daerah sekitarnya, potensi kebocoran pipa adalah tinggi. Gambar 6.9 menunjukkan potensi kebocoran pada jalur pipa gas.

75 Gambar 6.8 Data LIDAR pada Jalur Survey [Murdock, 2006] Gambar 6.9 Potensi Kebocoran pada Jalur Pipa Gas [Murdock, 2006] 6.2.4 Mitigasi bencana banjir Banjir adalah luapan air yang menggenangi daerah tertentu pada waktu-waktu tertentu. Dalam memperkirakan luasnya daerah yang akan terendam, tidak cukup hanya mengandalkan data jarak suatu daerah dari sumber air. Terkadang daerah yang berada jauh dari sumber air dapat terendam, tetapi daerah yang lebih dekat dengan sumber air

76 tidak tergenangi oleh air. Data yang utama dari penentuan luas daerah yang diperkirakan terendam oleh air adalah data ketinggian dari daerah tersebut. Airborne LIDAR adalah suatu metode penentuan posisi yang memiliki tingkat ketelitian yang tinggi untuk horisontal maupun vertikal, data yang rapat, serta waktu survey yang relatif cepat. Data DTM yang dihasilkan oleh survey airborne LIDAR memiliki ketelitian elevasi yang tinggi, jika digabungkan dengan data perkiraan volume air, akan menghasilkan informasi mengenai perkiraan daerah yang akan terendam banjir yang akurat. Gambar 6.10 menunjukkan pemodelan genangan air pada DTM suatu wilayah perkotaan hasil pengolahan data LIDAR. Gambar 6.10 Pemodelan Bencana Banjir [gis.esri.com] Terdapat beberapa software yang dapat melakukan perkiraan banjir dengan akurat, antara lain adalah : HEC-geoRAS, ArcGIS Hydrodata Model, GIS Stream Pro, RiverCAD, dan lainnya.

77 6.2.5 Mitigasi bencana tanah longsor [Cheung, 2005] Bencana tanah longsor adalah fenomena bergeraknya suatu massa tanah ke tempat yang lebih rendah. Tanah longsor umumnya terjadi di daerah yang bergaris kontur rapat. Beberapa faktor yang dapat mengakibatkan tanah longsor adalah : 1. Nilai kecuraman suatu daerah. 2. Tingkat curah hujan. 3. Tutupan lahan. Survey airborne LIDAR mampu menghasilkan dua dari tiga informasi di atas, yaitu nilai kecuraman dan tutupan lahan suatu daerah. Jika data curah hujan dapat diperoleh dari stasiun pengamatan curah hujan, maka informasi yang dibutuhkan untuk mengetahui potensi terjadinya tanah longsor telah lengkap. Model muka bumi tiga dimensi yang dihasilkan dari data hasil survey airborne LIDAR dapat mempunyai tingkat kerapatan dan ketelitian yang sangat tinggi. Dan kemampuan laser scanner pada sistem airborne LIDAR untuk menerima lebih dari satu pantulan sinar laser, akan menghasilkan data tentang kerapatan tutupan lahan di daerah tersebut. Sehingga pemodelan dari bencana tanah longsor dapat dilakukan dengan akurat, dan dalam waktu yang relatif cepat.

78 Gambar 6.11 Pemodelan dari Perkiraan Tanah Longsor [Cheung, 2005] Gambar 5.10 di atas memperlihatkan pemodelan daerah yang terkena dampak bencana tanah longsor, dioverlaykan di atas foto udara pada suatu daerah di Hongkong, China. Nilai ketinggian tanah yang akan menerjang daerah tersebut pun dapat diprediksi hingga level 0.1 meter. 6.2.6 Pemodelan Perkotaan [Fowler, 2001] Pemodelan DTM untuk daerah perkotaan dengan tingkat akurasi tinggi diperlukan untuk beberapa aplikasi seperti pada bidang telekomunikasi, penegakan hukum, serta perencanaan penanggulangan bencana. Pemanfaatan airborne LIDAR untuk membuat DTM daerah perkotaan memberikan banyak keuntungan dibandingkan dengan metode terestrial, antara lain : 1. Waktu survey yang relatif cepat 2. Mampu menghasilkan data yang banyak dan menjangkau daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh survey terestris. 3. Ketelitian yang relatif tinggi, yaitu : 10-20 cm untuk vertikal, dan 10-100 cm untuk horisontal.

79 Gambar 6.12 Overlay data LIDAR dengan Citra (kiri). Hasil Ekstraksi Bangunan dari Data LIDAR (kanan) [istarno, 2006] Dalam proses segmentasi pada pengolahan data LIDAR, data titik dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, seperti bangunan, permukaan tanah, vegetasi, dan lain sebagainya. Setelah itu data bangunan direkonstruksi dan dimodelkan menjadi model bangunan yang identik dengan bangunan aslinya. Gambar 6.13 Visualisasi 3-Dimensi Bangunan Buatan Manusia [Istarno, 2006] 6.2.7 Pemetaan Daerah Basah dan Daerah yang Berbahaya [Fowler,2001] Pemetaan yang dilakukan pada daerah basah, seperti rawa-rawa atau daerah pasang surut, umumnya terkendala pada sulitnya area survey. Genangan air, lumpur,dan lebatnya

80 vegetasi menjadi hambatan utama dalam melakukan survey terestris. Oleh karena itu survey airborne LIDAR menjadi solusi untuk survey pemetaan untuk daerah basah. Survey dapat dilakukan dengan relatif cepat, memiliki ketelitian yang tinggi, dan cukup mudah dilaksanakan. Tertutupnya permukaan bumi oleh vegetasi yang lebat dapat diatasi oleh kemampuan laser scanner menerima hingga lima pantulan. Gambar 6.14 Daerah Rawa dengan Tutupan Vegetasi yang Rapat [Fowler,2001] Selain itu, survey airborne LIDAR juga dapat dilakukan untuk memetakan daerah-daerah yang berbahaya, seperti daerah gunung berapi, daerah yang terkontaminasi oleh zat berbahaya, dan lain-lain.

81 6.2.8 Pengukuran Tinggi Vegetasi Beberapa bidang pekerjaan memerlukan data tentang tinggi suatu vegetasi, seperti pepohonan. Terkadang jumlah pepohonan sangat banyak atau memiliki elevasi yang sangat tinggi, sehingga sulit jika diukur secara terestris. Airborne LIDAR memiliki kemampuan untuk melakukan pengukuran tinggi pepohonan dengan waktu yang relatif cepat dan memiliki ketelitian yang tinggi. Kemampuan laser scanner menerima pantulan sinar laser hingga lima pantulan membuat berkas sinar mampu menembus pepohonan hingga ke permukaan tanah. Gambar 6.15 di bawah menunjukkan data titik LIDAR pada suatu pohon. Gambar 6.15 Raw LIDAR Data untuk objek Berupa Pohon [Andersen 2006] [Andersen 2006] Gambar 6.16 Pengukuran Terestris Vegetasi [Andersen 2006]

82 Data airborne LIDAR di atas, kemudian dibandingkan dengan data hasil pengukuran terestris seperti yang dapat dilihat pada gambar 6.16 di atas. Perbandingan ketelitian vertikal dan ketelitian horisontal antara dua metode yang digunakan, serta berdasarkan jenis vegetasi yang diukur dapat dilihat pada gambar 6.17 dan 6.18 berikut. Pengukuran dilakukan di daerah barat Amerika Utara. Ponderosa Pine Douglas Fir Terestris Airborne LIDAR Gambar 6.17 Perbandingan Ketelitian Vertikal dari Dua Jenis Vegetasi (Kanan), serta Antara Survey Airborne LIDAR dan Survey Terestris (Kiri) [Andersen 2006] Gambar 6.18 Ketelitian Horisontal Survey Airborne LIDAR berdasarkan jenis vegetasi. Objek berupa segitiga hijau menunjukkan pohon Douglas Fir, sedangkan lingkaran cokelat menunjukkan pohon Ponderosa Pine Dengan ketelitian vertikal kurang lebih 15cm dan ketelitan horisontal di bawah satu meter, data mengenai tinggi pepohonan yang dihasilkan survey airborne LIDAR dapat diandalkan untuk berbagai bidang kajian yang memerlukannya.