KINERJA TEKNIK TRANSMISI OFDM MELALUI KANAL HIGH ALTITUDE PLATFORM STATION (HAPS)

dokumen-dokumen yang mirip
Kinerja Teknik Transmisi OFDM melalui Kanal HAPS (High Altitude Platform Station)

KINERJA SISTEM OFDM MELALUI KANAL HIGH ALTITUDE PLATFORM STATION (HAPS) LAPORAN TUGAS AKHIR. Oleh: YUDY PUTRA AGUNG NIM :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

Presentasi Tugas Akhir

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Sri Wahyuni, Pengaruh Penggunaan Jenis Modulasi Sistem HAPS Pada Layanan DVB-T

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Sistem Komunikasi HAPS

Estimasi Doppler Spread pada Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dengan Metode Phase Difference

IMPLEMENTASI MULTIPATH FADING RAYLEIGH MENGGUNAKAN TMS320C6713

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

PENGUJIAN TEKNIK FAST CHANNEL SHORTENING PADA MULTICARRIER MODULATION DENGAN METODA POLYNOMIAL WEIGHTING FUNCTIONS ABSTRAK

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.2 Agustus 2016 Page 1654

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang 1.2. Perumusan Masalah

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1].

STUDI BIT ERROR RATE UNTUK SISTEM MC-CDMA PADA KANAL FADING NAKAGAMI-m MENGGUNAKAN EGC

PERBANDINGAN KINERJA ANTARA OFDM DAN OFCDM PADA TEKNOLOGI WiMAX

OFDM : Orthogonal Frequency Division Multiplexing

PENGARUH MODULASI M-PSK PADA UNJUK KERJA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

Pengaruh Modulasi M-Psk Pada Unjuk Kerja Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (Ofdm)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

BAB II DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori Teknologi Radio Over Fiber

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

EVALUASI KINERJA TEKNIK ESTIMASI KANAL BERDASARKAN POLA PENGATURAN SIMBOL PILOT PADA SISTEM OFDM

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

KINERJA TEKNIK SINKRONISASI FREKUENSI PADA SISTEM ALAMOUTI-OFDM

BAB III PEMODELAN SISTEM

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan

Estimasi Kanal Mobile-to-Mobile dengan Pendekatan Polinomial untuk Mitigasi ICI pada Sistem OFDM

SIMULASI PERBANDINGAN KINERJA MODULASI M-PSK DAN M-QAM TERHADAP LAJU KESALAHAN DATA PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perancangan dan Implementasi Prosesor FFT 256 Titik-OFDM Baseband 1 Berbasis Pengkodean VHDL pada FPGA

Analisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

Analisis Penerapan Teknik AMC dan AMS untuk Peningkatan Kapasitas Kanal Sistem MIMO-SOFDMA

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

BAB II POWER CONTROL CDMA PADA KANAL FADING RAYLEIGH

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

Jurnal JARTEL (ISSN (print): ISSN (online): ) Vol: 3, Nomor: 2, November 2016

ANALISA KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC- CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI

Simulasi Dan Analisa Efek Doppler Terhadap OFDM Dan MC-CDMA

ANALISIS KINERJA MOBILE SATELLITE SERVICE (MSS) PADA FREKUENSI L-BAND DI INDONESIA

ANALISIS KINERJA SISTEM MIMO-OFDM PADA KANAL RAYLEIGH DAN AWGN DENGAN MODULASI QPSK

Unjuk kerja Trellis Code Orthogonal Frequency Division Multiplexing (TCOFDM) pada kanal Multipath Fading (Andreas Ardian Febrianto)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Simulasi Performansi Payload HAPS (High Altitude Platform System) Untuk FWA (Fixed Wireless Access) Pada Sistem CDMA2000 1x

ABSTRAK. 2. PERENCANAAN SISTEM DAN TEORI PENUNJANG Perencanaan sistem secara sederhana dalam tugas akhir ini dibuat berdasarkan blok diagram berikut:

ANALISIS MODEM AKUSTIK OFDM MENGGUNAKAN TMS320C6416 PADA LINGKUNGAN KANAL BAWAH AIR

TUGAS AKHIR UNJUK KERJA MIMO-OFDM DENGAN ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) PADA SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL DIAM DAN BERGERAK

TUGAS AKHIR PEMODELAN DAN SIMULASI ORTHOGONAL FREQUENCY AND CODE DIVISION MULTIPLEXING (OFCDM) PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS OLEH

PERHITUNGAN BIT ERROR RATE PADA SISTEM MC-CDMA MENGGUNAKAN GABUNGAN METODE MONTE CARLO DAN MOMENT GENERATING FUNCTION.

ANALISIS KINERJA TEKNIK REDUKSI PAPR DENGAN METODA TONE RESERVATION

BAB III DISCRETE FOURIER TRANSFORM SPREAD OFDM

KINERJA SISTEM MULTIUSER DETECTION SUCCESSIVE INTERFERENCE CANCELLATION MULTICARRIER CDMA DENGAN MODULASI M-QAM

SIMULASI TEKNIK MODULASI OFDM QPSK DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB

BAB II ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). Pada prinsipnya, teknik OFDM

SISTEM TRANSMISI MULTICARRIER ORTHOGONAL CDMA Sigit Kusmaryanto

KINERJA AKSES JAMAK OFDM-CDMA

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

ANALISIS KINERJA SISTEM AKSES JAMAK PADA ORTHOGONAL FREKUENSI DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) MENGGUNAKAN TEKNIK CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA)

TUGAS AKHIR. PENGARUH PANJANG CYCLIC PREFIX TERHADAP KINERJA SISTEM OFDM PADA WiMAX MUHAMMAD FAISAL

Abstrak. Kata kunci: Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM), Frequency-Domain Equalizer (FEQ), Abstract

Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA dengan Teknik Alamouti-STBC

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO

Gambar 1.1 Pertumbuhan global pelanggan mobile dan wireline [1].

Teknik Mitigasi ICI Menggunakan FIR-MMSE FEQ Pada Sistem OFDM Bergerak

Fitur Utama OFDM dan OFDMA. bagi Jaringan Komunikasi Broadband

Analisis Kinerja Sistem MIMO-OFDM pada Kanal Rayleigh dan AWGN dengan Modulasi QPSK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Unjuk Kerja Convolutional Code pada Sistem MIMO MC-DSSS Melalui Kanal Rayleigh Fading

Analisa Kinerja Sistem MIMO-OFDM Pada Estimasi Kanal LS Untuk Modulasi m-qam

Analisis Penanggulangan Inter Carrier Interference di OFDM Menggunakan Zero Forcing Equalizer

ANALISA KINERJA ESTMASI KANAL DENGAN INVERS MATRIK PADA SISTEM MIMO. Kukuh Nugroho 1.

MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 2, Desember 2009

1 BAB I PENDAHULUAN. yang relatif dekat dengan stasiun pemancar akan menerima daya terima yang lebih

Tekno Efisiensi Jurnal Ilmiah KORPRI Kopertis Wilayah IV, Vol 1, No. 1, Mei 2016

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

PENGARUH FREQUENCY SELECTIVITY PADA SINGLE CARRIER FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) Endah Budi Purnomowati, Rudy Yuwono, Muthia Rahma 1

STUDI OFDM PADA KOMUNIKASI DIGITAL PITA LEBAR

Transkripsi:

KINERJA TEKNIK TRANSMISI OFDM MELALUI KANAL HIGH ALTITUDE PLATFORM STATION (HAPS) Afriandi Ferdinan 1), Imam Santoso, ST, MT 2) ; Darjat, ST, MT 2) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jln. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia Abstrak Penyediaan layanan komunikasi pita lebar High Altitude Platform Station (HAPS) merupakan ide baru dan layak untuk diperbincangkan. Salah satunya adalah penerapan teknik transmisi OFDM sebagai media modulasi digital HAPS. HAPS merupakan sebuah teknologi baru dalam bidang telekomunikasi yang berada ketinggian 18-50 Km (lapisan stratosfer) dan digunakan untuk melayani broadband wireless access (BWA) serta perangkat multimedia lainnya. Teknologi HAPS memiliki kelebihan yang dapat menutupi kekurangan dari teknologi terestrial maupun satelit. Kinerja teknik transmisi OFDM kanal HAPS yang merupakan kanal Rician dapat dievaluasi dengan melihat pengaruh K-factor. K-factor merupakan perbandingan daya sinyal dominan (Line Of Sight) dengan daya sinyal multipath. Pada kondisi real di lapangan, daya yang diterima merupakan gabungan dari daya sinyal dominan dan daya sinyal multipath. Bertambahnya sudut elevasi antara platform HAPS dengan user terminal mengakibatkan bertambahnya nilai K-factor dan mempengaruhi kinerja sistem OFDM yang dipengaruhi multipath fading. Pengaruh K-factor dapat diketahui dengan simulasi komputer dengan menggunakan Matlab. Pengaruh K-factor diamati dengan melihat nilai Bit Error Rate () sistem terhadap nilai signal to noise ratio () dengan memvariasikan nilai bitrate dan frekuensi doppler. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin bertambahnya nilai K-factor bitrate yang sama mengakibatkan nilai semakin kecil. Hal ini menunjukkan kinerja sistem OFDM semakin baik. Sementara itu, kinerja sistem OFDM memburuk seiring bertambahnya frekuensi doppler. Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya nilai K-factor frekuensi doppler yang sama mengakibatkan nilai semakin besar. Kata Kunci : HAPS, OFDM, K-factor,, bitrate, frekuensi doppler. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan jasa multimedia yang berpita lebar dan berkecepatan tinggi semakin besar dan meningkat begitu cepat. Hal ini menuntut adanya penambahan lebar pita frekuensi juga kecepatan implementasi. Maka dari itu, lahirlah teknologi High Altitude Platform Station (HAPS) sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut. Teknologi HAPS merupakan solusi atas kekurangan infrastruktur yang terdapat sistem terestrial dan satelit. Kekurangan sistem terestrial adalah fleksibilitas dan mobilitasnya. Memang sistem ini membuat pemakainya bisa menempatkan payload mereka dengan posisi yang dekat dari bumi, tetapi harga yang harus mereka bayar tergolong besar. Sedangkan kekurangan sistem satelit adalah resiko yang tinggi, limited bandwith expansion, dan time delay yang tinggi untuk suara dan data interaktif, serta biaya keseluruhan yang mahal (perakitan, perawatan, peluncuran, dan lainlain). Jadi sebenarnya HAPS mencoba menggabungkan konsep sistem satelit jangkauan terestrial. HAPS 1) Mahasiswa Teknik Elektro UNDIP 1 dengan berbagai kelebihannya diharapkan mampu menjadi wahana yang bisa dikolaborasikan dengan teknik transmisi OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) yang juga memiliki kelebihan dalam hal keandalannya (robustness) terhadap pengaruh multipath fading. Sinyal yang transmisikan sistem OFDM berbasis HAPS akan tiba di receiver dalam dua keadaan yaitu LOS (Line of Sight) dan multipath fading. Sehingga dalam melakukan analisa, karakteristik kanal sistem dimodelkan dengan distribusi Rician dengan K-factor yang merupakan perbandingan daya sinyal langsung (LOS) dengan daya rata-rata sinyal pantul (multipath) sebagai parameter utama. Dengan melihat pengaruh K-factor dapat diketahui kinerja teknik transmisi OFDM kondisi kanal HAPS untuk kondisi multipath fading. 1.2 Tujuan Tugas akhir ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja teknik transmisi OFDM kondisi kanal High Altitude Platform Station (HAPS) yang 2) Dosen Teknik Elektro UNDIP

merupakan kanal Rician dengan melihat pengaruh K- factor yang merupakan perbandingan antara daya ratarata Line of Sight (LOS) dengan daya rata-rata sinyal multipath akibat pengaruh multipath fading. 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah: Model kanal adalah kanal AWGN dan kanal akibat pengaruh Rician fading. K-factor yang digunakan diperoleh dari penelitian yang terdahulu. Performansi sistem yang dibahas adalah perbandingan terhadap. Jumlah path sinyal multipath dibatasi sebanyak tiga path sinyal. II. LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Komunikasi High Altitude Platform Station (HAPS) High Altitude Platform Station (HAPS) merupakan teknologi baru yang sangat potensial untuk dipakai dalam industri komunikasi wireless. HAPS terdiri dari dua bagian utama [4]: Platform atau wahana yang terdiri dari perangkat propulsi, bahan bakar, perangkat komunikasi, pengendalian pengukuran, dan penyediaan energi. Payload yang terdiri dari perangkat telekomunikasi atau broadcasting. Wahana HAPS berbentuk balon udara raksasa berukuran sepanjang 200 m atau bisa lebih besar. Balon udara raksasa ini berisi helium yang memungkinkannya terbang ketinggian 18-50 km (lapisan stratosfer). Gambar 2.1 Balon Udara HAPS [8] Teknologi HAPS memiliki kelebihan yang dapat menutupi kekurangan dari teknologi terestrial maupun satelit. Untuk lebih jelasnya berikut tabel perbandingan teknologi HAPS dengan teknologi terestrial dan satelit. Tabel 2.1 Perbedaan karakteristik komunikasi Terestrial, Satelit, dan HAPS [11] No Aspek Terestrial HAPS Satelit 1 Investasi Sedang Kecil Besar 2 Biaya operasi Sedang Sedang Besar 3 Resiko Kecil Sedang Besar 4 Koordinasi Lokal Lokal Internasional 2 5 6 7 Biaya upgrade Kapasitas sistem Cakupan geografis Besar Sedang Besar Besar Besar Kecil Kecil Besar Sangat Besar 8 Delay time Kecil Kecil Besar 9 Fading Besar Kecil Kecil 2.2 Karakteristik Kanal Komunikasi HAPS Kanal komunikasi HAPS dipengaruhi oleh small-scale fading yaitu fluktuasi sinyal dalam daerah yang sempit dan periode waktu yang sangat singkat. Small-scale fading, atau disebut juga dengan multipath fading, dihasilkan oleh dua macam mekanisme sebagai berikut: time spreading sinyal sebagai akibat dari multipath, yaitu Delay Spread time varying channel yang disebabkan oleh pergerakan, yaitu Doppler Spread Delay Spread adalah perbedaan waktu antara kedatangan sinyal yang pertama dan sinyal multipath dilihat oleh stasiun penerima. Delay spread bisa memicu terjadinya Inter Symbol Interference (ISI). Hal ini dikarenakan sinyal multipath yang tertunda bertumpuk (overlapping) dan dapat menyebabkan error yang signifikan sistem dengan bitrate yang tinggi. Karena bila bitrate transmisi ditingkatkan, maka jumlah ISI juga akan meningkat. Pengaruhnya mulai menjadi sangat signifikan ketika delay spread lebih besar dari ~50% durasi bit. Doppler spread yaitu pelebaran spektrum yang disebabkan oleh laju perubahan waktu terhadap kanal (time varying) akibat Pergeseran relatif antara penerima dan platform HAPS. Jika suatu sinyal sinusoidal f c dikirim, spektrum sinyal yang diterima (spektrum Doppler) akan memiliki rentang frekuensi f c -f d, dimana f d merupakan Doppler Shift (frekuensi Doppler). Frekuensi Doppler merupakan besaran yang menunjukkan kecepatan gerak penerima. Doppler Spread mengakibatkan berkurangnya daya sinyal dan distorsi sinyal. v f cos d fd = Doppler Shift (frekuensi Doppler) v = kecepatan pergerakan relatif λ = panjang gelombang frekuensi carrier (f c) θ = sudut antara arah propagasi sinyal datang dengan arah pergerakan pengguna. Kanal Rician Kanal yang sesuai dengan karakteristik teknologi HAPS adalah kanal Rician dan kanal AWGN. Hal ini disebabkan karena posisi HAPS yang berada ketinggian 21 km dari permukaan bumi sehingga pancaran dari stasiun pengirim yang ada

HAPS dengan ground station memiliki satu lintasan (path) yang bersifat LOS tetapi tidak memungkinkan juga terjadinya multipath fading karena struktur bumi, bangunan maupun pepohonan di sekitar ground station yang menjadi acuan yang dapat digambarkan dalam distribusi Rician. Perbandingan daya sinyal LOS dan daya sinyal multipath disebut Ricean K-factor yang menggambarkan kekuatan relatif komponen LOS. PDF dari distribusi Rician dapat ditulis sebagai berikut : 2 2 R R A RA p( R) exp I 2 2 0 2 2 Dimana R adalah envelope received signal, σ adalah daya rata-rata komponen multipath, A adalah daya rata-rata komponen LOS, dan I 0 adalah fungsi Bessel orde ke nol. Dengan K-factor (K) = A 2 /2 σ 2. K-factor yang digunakan penelitian diperoleh dari penelitian yang terdahulu [3]. K-factor juga merupakan fungsi dari sudut elevasi. Tabel 2.2 Parameter Rician K-factor [3] Elevation angle K factor [] 2.4 Ghz Local Mean Received Power [m] Standard Deviation of Local Mean Received Power [] 10 o 1.4-89.8 7.6 20 o 2.0-84.8 7.0 30 o 2.3-81.4 5.0 40 o 2.7-78.2 5.1 50 o 4.6-74.3 3.3 60 o 6.4-73.5 2.9 70 o 9.2-73.2 3.6 80 o 12.2-72.3 1.6 90 o 16.8-70.1 0.5 2.3 Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) adalah teknik transmisi yang menggunakan beberapa buah frekuensi yang saling tegak lurus (orthogonal). Prinsip dari OFDM adalah membagi data yang dikirimkan secara seri menjadi beberapa bentuk aliran data paralel dengan kecepatan bit yang lebih rendah dan menggunakannya untuk memodulasi beberapa pembawa (carrier)[15]. Cara kerjanya adalah deretan data informasi yang akan dikirim dikonversikan kedalam bentuk paralel, sehingga jika bit rate semula adalah B, maka bit rate untuk setiap jalur paralel adalah B/N dimana N merupakan jumlah jalur paralel (jumlah subcarrier). Sinyal yang terkirim dapat diekspresikan dengan persamaan matematis sebagai berikut: j t s t) Re b n f t nt e 0 n Dengan: 3 Re(.) = bagian real dari persamaan b n = data informasi yang telah dimodulasi dan menjadi input untuk IFFT f (t) = respon impuls dari filter transmisi T = perioda simbol = frekuensi pembawa (frequency carrier) ω 0 III. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI PERANGKAT LUNAK 3.1 Pemancar Gambar 3.1 Blok sistem pengiriman Pembangkitan Bit Informasi Pembangkitan bit informasi dilakukan secara random atau acak yang terdistribusi uniform dengan nilai antara 0 dan 1. Level threshold yang digunakan adalah titik 0.5, jadi jika nilai acak yang dibangkitkan lebih kecil dari 0.5 maka nilai akan dikirimkan dengan bit 0, sedangkan jika bit acak yang dibangkitkan lebih besar atau sama dengan 0.5, maka nilai akan dikirimkan dengan bit 1. Konversi Serial ke Paralel Blok serial ke paralel berfungsi untuk mengubah aliran data yang terdiri dari satu baris dan beberapa kolom menjadi beberapa baris dan beberapa kolom. Hasil dari konversi serial ke paralel berupa matriks bit-bit dengan jumlah baris menyatakan jumlah subcarrier yang akan digunakan dan jumlah kolom menyatakan jumlah simbol data yang dikirimkan tiap subcarrier. Modulasi Sinyal Setelah melalui serial to paralel, maka sinyal akan memasuki blok modulasi. Pada blok ini sinyal akan dimodulasi sesuai dengan jenis modulasi yang digunakan. Pada simulasi ini jenis modulasi yang digunakan adalah QPSK (Quadrature Phase Shift Keying). Penyisipan Simbol Pilot Pada simulasi ini penyisipan pilot dilakukan domain frekuensi. Simbol pilot disisipkan frekuensi subcarrier tertentu dengan demikian frekuensi subcarrier tertentu tidak lagi mengirim simbol- simbol informasi akan tetapi digunakan untuk mengirim simbol referensi (simbol pilot). Inverse Fast Fourier Transform (IFFT) Blok IFFT sistem OFDM bertujuan untuk membangkitkan frekuensi subcarrier yang saling orthogonal dan mengubah ( (2.24) dari domain frekuensi ke domain waktu. Jumlah titik IFFT implementasi bernilai 512.

Penyisipan Guard Interval (GI) Pada simulasi ini Guard Interval yang digunakan bertipe Cyclic Prefix. Panjang Cyclic Prefix yang digunakan adalah ¼ dari panjang simbol OFDM dan ditempatkan di depan simbol. Tujuan penyisipan Guard Interval ini adalah mencegah ISI sehingga simulasi dapat berjalan dengan baik. Konversi Paralel ke Serial Sebelum memasuki kanal transmisi, simbol OFDM dalam bentuk stream paralel dikonversi ke bentuk stream serial sinyal baseband OFDM. Blok Kanal Transmisi Pemodelan kanal yang digunakan dalam simulasi ini adalah model kanal AWGN dan model kanal Rician fading karena acuan penelitian kanal HAPS. 3.2 Penerima Gambar 3.2 Blok sistem penerimaan Konversi Serial ke Paralel Pada blok ini sinyal yang telah melalui kanal transimisi dikonversi kembali dari stream serial ke bentuk paralel sehingga proses simbol-simbol yang diterima dapat diolah blok-blok operasi selanjutnya. Pengeluaran Guard Interval (GI) Pada blok ini simbol yang telah disisipkan Cyclic Prefix blok penyisipan Guard Interval dibuang kembali sehingga akan diperoleh simbol asli yang sesuai dengan pengiriman semula. Operasi blok ini merupakan kebalikan dari proses penyisipan Guard Interval blok sistem pengiriman. Langkah-langkah operasinya berupa pengeluaran Cyclic Prefix awal simbol yang diterima. Fast Fourier Transform (FFT) Pada blok ini simbol-simbol OFDM akan dipisahkan dari frekuensi carriernya. Prosesnya juga merupakan proses kebalikan dari blok Inverse Fast Fourirer transform (IFFT). digunakan. Pada akhirnya kita akan memperoleh Bit Error Rate () yang akan menunjukkan performa sinyal OFDM kondisi kanal yang bersifat Rician fading. Estimasi kanal dilakukan dengan mengubah K-factor setiap simulasi yang dilakukan sehingga diperoleh respon frekuensi kanal Rician fading masing-masing K-factor yang telah ditentukan sebelumnya. Demodulasi Sinyal Sinyal yang telah diestimasi akan diubah kembali ke bentuk bit-bit informasi dengan melakukan proses demodulasi (juga merupakan kebalikan dari proses modulasi di blok sistem pengiriman). Konversi Paralel ke Serial Pada blok ini, bit-bit informasi yang masih berupa matriks jumlah subcarrier jumlah simbol diubah kembali ke bentuk semula dengan cara dikonversi dari bentuk paralel ke bentuk serial. IV. ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis dan hasil penelitian yang dilakukan terdiri dari dua bagian yaitu hasil simulasi pengaruh K-factor kondisi kanal yang terpengaruh Delay spread dan pengaruh K-factor kondisi kanal yang dipengaruhi oleh frekuensi Doppler. Kinerja dari keseluruhan sistem yang digunakan dilihat berdasarkan jumlah bit error rate () beberapa signal to noise ratio () yang digunakan. Gambar 4.1 Tampilan depan simulasi program Pada jendela utama terdapat tombol mulai, yang merupakan tombol untuk membuka jendela menu program. Jendela menu program menunjukan pilihan program yang ingin dijalankan. Pengeluaran Simbol Pilot Pada blok ini terjadi proses pengeluaran simbolsimbol referensi (simbol-simbol pilot) yang telah disisipkan frekuensi subcarrier tertentu. Simbol pilot inilah yang kemudian diambil dan digunakan untuk mengetahui respon frekuensi kanal. Estimasi Kanal Pada blok ini simbol pilot diambil dan dianalis sehingga akan diketahui respon frekuensi kanal yang 4 Gambar 4.2 Tampilan menu program

4.1 Pengaruh K-factor Kondisi Kanal yang Dipengaruhi Delay Spread Hasil simulasi pengaruh K-factor (perbedaan sudut elevasi pengirim dan penerima) dengan berbagai perbedaan bitrate [0.5 1 2 4] Mbps sinyal yang dikirim ditunjukkan oleh Gambar 4.4 sampai Gambar 4.12. Hasil simulasi menunjukkan kinerja masing- masing K-factor dengan perbedaan variasi bitrate frekuensi Doppler 50 Hz. Pada simulasi ini akan dilihat pengaruh K-factor kondisi kanal yang dipengaruhi time delay spread. K-factor = 2.0 (Sudut Elevasi 20 o ) Tabel 4.2 Perbandingan kinerja K-factor 2.0 dengan bitrate yang berbeda 0 5 10 15 20 0.5 0.1918 0.0724 0.0211 0.0078 0.0063 1 0.1946 0.0772 0.0269 0.0148 0.0130 2 0.1652 0.0599 0.0282 0.0256 0.0262 4 0.1828 0.0839 0.0538 0.0515 0.0527 Gambar 4.3 Tampilan hasil proses program pengaruh K-factor kondisi kanal yang dipengaruhi Time Delay Spread K-factor = 1.4 (Sudut elevasi 10 o ) Tabel 4.1 Perbandingan kinerja K-factor 1.4 dengan bitrate yang berbeda 0 5 10 15 20 0.5 0.2135 0.1003 0.0391 0.0170 0.0107 1 0.2136 0.1046 0.0476 0.0296 0.0219 2 0.1775 0.0728 0.0401 0.0374 0.0383 4 0.20.1004 0.0743 0.0751 0.0769 [] Gambar 4.5 Grafik kinerja terhadap K-factor 2.0 dengan bitrate yang berbeda K-factor = 2.3 (Sudut elevasi 30 o ) Tabel 4.3 Perbandingan kinerja K- factor 2.3 dengan bitrate yang berbeda 0 5 10 15 20 0.5 0.1842 0.0657 0.0164 0.0059 0.0047 1 0.1904 0.0699 0.0219 0.0111 0.0097 bitrate = 0.5 Mbps bitrate = 1 Mbps bitrate = 2 Mbps bitrate = 4 Mbps 2 0.1618 0.0554 0.0237 0.0200 0.0199 4 0.1800 0.0769 0.0467 0.0407 0.0398 [] Gambar 4.4 Grafik kinerja terhadap K-factor 1.4 dengan bitrate yang berbeda [] Gambar 4.6 Grafik kinerja terhadap K-factor 2.3 dengan bitrate yang berbeda 5

K-factor = 2.7 (Sudut elevasi 40 o ) Tabel 4.4 Perbandingan kinerja K- factor 2.7 dengan bitrate yang berbeda 0 5 10 15 20 0.5 0.1776 0.0575 0.0125 0.0037 0.0025 1 0.1776 0.0615 0.0170 0.0075 0.0056 2 0.1567 0.0503 0.0195 0.0145 0.0119 4 0.1743 0.0704 0.0383 0.0296 0.0244 K-factor = 6.4 (Sudut elevasi 60 o ) Tabel 4.6 Perbandingan kinerja K- factor 6.4 dengan bitrate yang berbeda 0 5 10 15 20 0.5 0.1520 0.0340 0.0025 0.0001 0 1 0.1529 0.0362 0.0039 0.0003 0 2 0.1383 0.0319 0.0048 0.0005 0.0000 4 0.1496 0.0422 0.0101 0.0015 0.0000 [] Gambar 4.7 Grafik kinerja terhadap K-factor 2.7dengan bitrate yang berbeda 10-6 [] Gambar 4.9 Grafik kinerja terhadap K-factor 6.4 dengan bitrate yang berbeda K-factor = 4.6 (Sudut elevasi 50 o ) Tabel 4.5 Perbandingan kinerja K factor 4.6 dengan bitrate yang berbeda 0 5 10 15 20 0.5 0.1582 0.0408 0.0047 0.0004 0.0000 1 0.1602 0.0427 0.0066 0.0012 0.0001 2 0.1469 0.0376 0.0088 0.0026 0.0003 4 0.1562 0.0520 0.0175 0.0056 0.0007 K-factor = 9.2 (Sudut elevasi 70 o ) Tabel 4.7 Perbandingan kinerja K-factor 9.2 dengan bitrate yang berbeda 0 5 10 15 20 0.5 0.1447 0.0297 0.0017 0.0000 0 1 0.1437 0.0306 0.0021 0.0001 0 2 0.1358 0.0276 0.0026 0.0001 0 4 0.1439 0.0358 0.0051 0.0002 0 [] Gambar 4.8 Grafik kinerja terhadap K factor 4.6 dengan bitrate yang berbeda [] Gambar 4.10 Grafik kinerja terhadap K-factor 9.2 dengan bitrate yang berbeda 6

K-factor = 12.2 (Sudut elevasi 80 o ) Tabel 4.8 Perbandingan kinerja K factor 12.2 dengan bitrate yang berbeda 0 5 10 15 20 0.5 0.1398 0.0279 0.0012 0.0000 0 1 0.1394 0.0279 0.0015 0.0000 0 2 0.1353 0.0255 0.0017 0.0000 0 4 0.1387 0.0316 0.0030 0.00006 0 Dari keseluruhan hasil simulasi pengaruh K- factor terhadap kanal yang dipengaruhi delay spread terlihat bahwa semakin meningkat bitrate, maka semakin buruk kinerja sistem. Berubahnya K-factor (sudut elevasi) akan mempengaruhi kinerja sistem. Semakin besar K-factor juga akan mempengaruhi semakin besar perbaikan sistem. 4.2 Pengaruh K-factor Kondisi Kanal yang Dipengaruhi Doppler Spread 10-6 [] Gambar 4.11 Grafik kinerja terhadap K-factor 12.2 dengan bitrate yang berbeda K-factor = 16.8 (Sudut elevasi 90 o ) Tabel 4.9 Perbandingan kinerja K factor 16.8 dengan bitrate yang berbeda. 0 5 10 15 20 0.5 0.1351 0.0254 0.0008 0 0 1 0.1371 0.0259 0.00 0 2 0.1326 0.0236 0.0011 0.0000 0 4 0.1365 0.0273 0.0017 0.0000 0 K- factor Gambar 4.13 Tampilan hasil proses program pengaruh K-factor terhadap kanal yang dipengaruhi oleh Frekuensi Doppler Tabel 4.11 Perbandingan kinerja K-factor 1.4 sampai 16.8 dengan Frekuensi Doppler yang berbeda. fd = 60 fd = 80 fd = 100 fd = 120 fd = 150 1.4 0.067123 0.10595 0.12756 0.13923 0.15789 2.0 0.040369 0.070963 0.093466 0.096042 0.11173 2.3 0.030527 0.058395 0.080701 0.08269 0.09729 2.7 0.023611 0.044006 0.065796 0.067032 0.079703 4.6 0.0087555 0.016843 0.02008 0.030157 0.036203 6.4 0.0049927 0.0088135 0.014798 0.016498 0.020776 9.2 0.0024261 0.0048004 0.0076721 0.0087555 0.010864 12.2 0.0015198 0.0030884 0.004483 0.0053101 0.006958 16.8 0.0010223 0.002243 0.0028442 0.0032135 0.0042603 K-factor = 1.4 K-factor = 2.0 K-factor = 2.3 K-factor = 2.7 K-factor = 4.6 K-factor = 6.4 K-factor = 9.2 K-factor =12.2 K-factor = 16.8 0 5 10 15 [] Gambar 4.12 Grafik kinerja terhadap K- factor 16.8 dengan bitrate yang berbeda 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 Frekuensi Doppler [Hz] Gambar 4.14 Grafik kinerja terhadap frekuensi Doppler dengan Variasi K-factor 7

Pada Gambar 4.14 terlihat bahwa naiknya nilai frekuensi Doppler mengakibatkan kinerja semakin buruk. Hal ini wajar terjadi karena frekuensi Doppler sebanding dengan pergerakan pengirim atau penerima dalam mengirimkan ataupun menerima data. Semakin besar laju pergerakan ini mengakibatkan spread antara frekuensi carrier yang dikirimkan dengan frekuensi yang diterima semakin besar sehingga mengakibatkan adanya fluktuasi phasa sinyal yang memicu terjadinya error. Namun semakin bertambahnya K-factor (sudut elevasi semakin besar) sangat berpengaruh perbaikan kinerja sistem dengan semakin menurunnya nilai. 5.2 Saran 1. Teknik multiplexing yang digunakan dapat dikombinasikan dengan CDMA mengingat teknologi HAPS awalnya untuk teknologi CDMA, sehingga kelebihan dari kedua teknologi ini dapat diperoleh. 2. Menggunakan model kanal yang lain untuk merepresentasikan kondisi kanal dengan lebih baik. 3. Untuk penelitian selanjutnya dapat digunakan proses ekualisasi dan coding untuk memperbaiki performansi kanal. V. PUNUTUP 5.1 Kesimpulan 1. Semakin tinggi nilai bitrate membuat kinerja sistem semakin buruk. Nilai bitrate yang semakin cepat membuat meningkatnya delay sinyal multipath yang menyebabkan ISI. 2. semakin bertambahnya K-factor (sudut elevasi semakin besar), maka semakin baik performa sistem yang ditandai dengan semakin kecilnya nilai.. 3. Semakin besar frekuensi Doppler membuat kinerja sistem semakin buruk. Hal ini disebabkan frekuensi Doppler sebanding dengan laju pergerakan platform HAPS maupun penerima dalam mengirimkan ataupun menerima data. Semakin besar laju pergerakan ini mengakibatkan spread antara frekuensi yang dikirimkan dengan frekuensi yang diterima semakin besar, sehingga mengakibatkan adanya fluktuasi fasa sinyal yang memicu terjadinya error. 4. Pada kondisi multipath yang dipengaruhi Doppler spread pengaruh K- factor kanal HAPS juga sangat besar dalam hal menurunkan, semakin besar nilai K-factor, maka semakin baik pula kinerja sistem. 8

DAFTAR PUSTAKA [1] Klause Knoche, Channel Estimation With Linear Interpolation and Decision Feedback for UTRA FDD, IEEE 7th, Sept. 2002. [2] Osvaldo Simeone, Pilot-Based Channel Estimation for OFDM System by racking the Delay-Subspace, IEEE Trans. Wireless Commun. Vol. 3, No. 1, pp. 315 325, January 2004. [3] Iskandar,S.Shimamoto, Channel Characterization and Performance Evaluation of Mobile Communication Employing Stratospheric Platforms, IEICE Trans Commun., Vol. E89-B, No.3, 2005. [4] http://id.wikipedia.org/wiki/wahana_dirgantara super, Mei 2008. [5] A. Gifson, High Altitude Platform System sebagai wahana baru dalam telekomunikasi, 2006. [6] http://www.capanina.com.org//, Mei 2008 [7] Harada, Hiroshi dan Ramjee Prasad, Simulation and Software Radio for Mobile Communications, Artech House, 2003. [8] F. Dovis, R. Fantini, M.Mondin, and P. Savi, Small-scale fading for high altitude platform (HAP) propagation channels, IEEE J.Sel. Areas Commun., Vol. 20, No.3, pp.641-647, April 2002 [9] W.T. Ng, V.K Dubey, Effect of Employing Beamforming on OFDM Systems in Rician, IEEE Trans Wireless Commun, 2002. [10] --------------, Overview of High Altitude Platform Station R&D Project, Japan, 2003 [11] Setiawan Eddy, Wahana Teresterial Masa Depan, http://elektroindonesia.com/elektro/assi0500.htmla SSI news letter. Mei 2008 [12] STT TELKOM, Modul 1-4 TE 4103 Sistem Komunikasi Bergerak, Teknik Elektro STT TELKOM Bandung, 2006. [13] Waskita Henry, Pemodelan Kanal MobileWimax Dengan Menggunakan Model Kanal SUI, Laporan Tugas Akhir Teknik Elektro ITB, 2007. [14] http://en.wikipedia.org/wiki/phase_shift_keying. April 2008 [15] Yulanda Erika, Perancangan Estimator Media Transmisi Adaptif Sistem Modulasi Multicarrier, Laporan Tugas Akhir Teknik Elektro UNDIP, 2005. AFRIANDI FERDINAN (L2F004 453) Dilahirkan di Jakarta, 21 April 1986. Menempuh pendidikan dasar di SDK Samaria Kudus Jakarta 1998 dan melanjutkan ke SLTPK Samaria Kudus Jakarta sampai tahun 2001 kemudian dilanjutkan lagi di SMUN 78 Jakarta lulus tahun 2004. Dari tahun 2004 sampai saat ini masih menyelesaikan studi Strata-1 di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang, konsentrasi Elektronika Dan Telekomunikasi Semester VIII. Mengetahui / Mengesahkan : Dosen Pembimbing I Imam Santoso, ST, MT NIP. 132 162 546 Dosen Pembimbing II Darjat, ST, MT NIP. 132 231 135 9