BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur. Wayang tidak hanya secara artistik memiliki kualitas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa menduduki fungsi utama sebagai alat komunikasi dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya merupakan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. tulisan atau bisa disebut dengan bahasa tulis.

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan apa yang sedang dipikirkannya. Dengan demikian manusia dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kehidupan manusia. Dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di

BAB I PENDAHULUAN. membaca, menulis, menyimak, berbicara. Setiap keterampilan erat sekali kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. menyimak (listening skills); (2) keterampilan berbicara (speaking skills); (3)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Marfuah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan (dalam PLPG, 2009: 28) Menulis atau mengarang adalah. wacana yang kemudian dileburkan menjadi tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. global. Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah kurikulum,

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR BERSERI TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X SMA NEGERI 12 SIJUNJUNG ARTIKEL ILMIAH

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MENULIS CERITA PENDEK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Menulis cerpen merupakan salah satu kompetensi yang diajarkan di SMA.

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan serta meningkatkan kemampuan berbahasa. Tarigan (1994: 1) berpendapat bahwa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bidang pendidikan. Terbentuknya sistem pendidikan yang baik diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. seni. Hal ini disebabkan seni dalam sastra berwujud bacaan atau teks sehingga

2014 PENERAPAN METODE MENULIS BERANTAI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat. Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat untuk

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. hanyalah sebagai penunjang dalam mengapresiasikan karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

2015 PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN MELALUI TRANSFORMASI FILM DOKUMENTER

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai

BAB I PENDAHULUAN. diungkapkan dalam karya sastra yang lazim bermediumkan bahasa (Ali. Imron, 2009:1). Karya sastra merupakan kreativitas manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum Nasional merupakan pengembangan dari Kurikulum 2013 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa setelah menyimak,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan seorang guru dalam proses belajar-mengajar harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. didik lebih memfokuskan pada teori sastra karena tujuan pembelajaran sastra

BAB I PENDAHULUAN. orang lain serta alat untuk mengidentifikasi diri. Bahasa memiliki peranan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, keterampilan menulis selalu dibelajarkan. Hal ini disebabkan oleh menulis

BAB I PENDAHULUAN. dalam merangkai kata. Akan tetapi, dalam penerapannya banyak orang

berbahasa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi secara lisan maupun tulisan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1).

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa pada dasarnya merupakan alat komunikasi yang akurat bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah dulce at utile. Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi dalam hidup bermasyarakat bukan hanya melalui lisan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat maupun bangsa. Pendidikan juga merupakan proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUN. Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang terpadu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa mencakup keterampilan menyimak, berbicara,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari (Dalman, 2015: 1). Dengan bahasa itulah manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dibedakan atas empat aspek keterampilan, yaitu keterampilan menyimak,

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS X-2 SMA PGRI 1 KARANGMALANG SRAGEN TAHUN AJARAN 2009/2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2015 PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA SEKOLAH DASAR

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran Bahasa Indonesia meliputi empat aspek ketermpilan, yaitu mendengar,

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Dasar mulai mengembangkan keterampilan yang dimilikinya

GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam penerapan pendekatan, metode, dan teknik dalam pengajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak kepada orang lain secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan scientific akan menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor).

I. PENDAHULUAN. yang berlangsung sepanjang hari dari zaman ke zaman (Semi, 2002:1). Menurut

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR BERSERI PADA SISWA KELAS X SMA AL-ISLAM 3 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. dengan istilah catur- tunggal. Keempat keterampilan tersebut yaitu : keterampilan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PENERAPAN METODE IMAGE STREAMING MELALUI MEDIA GAMBAR DALAM PEMBELAJARAN MENULIS PUISI

BAB I PENDAHULUAN. melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia internasional mengakui wayang sebagai produk budaya dan kesenian asli Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur. Wayang tidak hanya secara artistik memiliki kualitas tinggi, tetapi juga menghadirkan muatan-muatan moralitas yang sangat bermanfaat untuk pendidikan budi pekerti. Buktinya: Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui The United Nations Education Scientifics anda Cultural Organization (UNESCO) mengeluarkan sertifikat tertanggal 7 Nopember 2003 yang isinya menyatakan bahwa wayang Indonesia sebagai karya agung budaya dunia (masterpiece of the oral and intangible of humanity) (Yasasusastra, 2011). Oleh karena wayang kini sudah menjelma menjadi kebudayaan bangsa Indonesia yang diakui dunia maka sangat penting saat ini untuk mengenalkan wayang, dan tentu saja jalinan kisahnya kepada para pelajar sebagai generasi penerus bangsa. Terlebih kini bangsa Indonesia sedang mengalami degradasi karakter dan budaya yang bila tidak dicegah secara dini, dikhawatirkan akan memunculkan masalah secara menyeluruh bagi negara Indonesia kelak. Selain itu kisah pewayangan sesungguhnya dapat dimanfaatkan sebagai salah satu tindakan pencegah terjadinya degradasi tersebut. Karena kisah pewayangan dibuat memang dengan tujuan untuk mendidik. Seperti yang diungkapkan Yasasusastra (2011), diharapkan setelah memahami kisah pewayangan, para siswa dapat memetik pelajaran dengan mengetahui perilaku yang baik untuk bisa diteladani dan watak atau sikap yang buruk untuk dijauhi. Kisah-kisah pewayangan, baik Mahabarata maupun Ramayana pernah begitu populer pada tahun 1960-an berkat seorang komikus tanah air bernama R.A. Kosasih (dianugerahi sebagai bapak komik Indonesia) yang menghasilkan karya serial wayang Mahabarata dan

Ramayana (R.A. Kosasih menggunakan judul Rama dan Sinta) dalam bentuk komik yang diterbitkan oleh Penerbit Melodie. Dalam situs www.komikindonesia.com, Suroto mengatakan R.A Kosasih sebagai seorang komikus lebih dikenal luas dibandingkan komikus lainnya karena mampu menyadur karya sastra kelas berat menjadi komik yang notabene adalah produk populer. Pada saat itu komik sempat dihujat karena dianggap produk murahan dan berakibat buruk bagi anak-anak. R.A. Kosasih kemudian tergerak untuk membuat komik cerita rakyat yang berisi pesan moral. R.A. Kosasih kemudian berpikir membuat komik dari kitab Mahabharata dan Ramayana yang punya pesan moral dan sudah mengakar dalam budaya Indonesia. Selanjutnya serial Mahabharata menjadi best seller (1954) dan berhasil mengubah citra komik menjadi bacaan yang mendidik (www.komikindonesia.com). Tidaklah berlebihan ketika budayawan Seno Gumira Ajidarma pernah berkata, Siapa pun yang menjadi presiden, sebaiknya ia tidak lupa memberi penghargaan kepada R.A. Kosasih dengan bintang Mahaputera, karena memang orang tua ini seorang mahaputera (www.komikindonesia.com). Karena komik, khususnya Mahabarata dan Rama dan Sinta (Ramayana) dilihat dari kisahnya sangat menarik, sarat dengan nuansa budaya, pendidikan, dan nilai-nilai karakter, membuat peneliti merasa perlu mengenalkan komik tersebut kepada para siswa, terlebih komik tersebut kini sulit didapat. Bilapun ada, harganya yang relatif mahal untuk setingkat siswa membuat komik tersebut semakin tidak dikenal dan jarang dibeli oleh para siswa. Selain itu, peneliti ingin pula menguji hipotesis apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan menulis cerpen berorientasi nilai karakter melalui media komik Rama dan Sinta antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi

pemetaan pikiran dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode konvensional di kelas X SMA Bina Muda. Hipotesis tersebut ingin dijawab, karena menulis cerpen pada kenyataannya bukan tugas yang mudah. Dari observasi awal peneliti menemukan kenyataan bahwa di SMA Bina Muda Kelas X para siswa memiliki kemampuan menulis cerpen yang rendah. Hal tersebut dikarenakan siswa sejak awal berasumsi bahwa menulis adalah pekerjaan yang sulit. Selain itu siswa juga kurang mampu berimajinasi dan menuangkan imajinasinya ke dalam tulisan cerpen. Terlebih waktu yang tersedia untuk berlatih menulis cerpen sangat minim. Menulis, termasuk di antaranya menulis cerpen, adalah satu dari empat keterampilan berbahasa yang harus dipelajari siswa selain berbicara, menyimak, dan membaca. Tarigan (2008: 1) mengatakan keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu: (1) keterampilan menyimak, (2) keterampilan berbicara, (3) keterampilan membaca, dan (4) keterampilan menulis Dalam pembagian kemampuan berbahasa, menulis diletakkan paling akhir setelah kemampuan menyimak, berbicara, dan membaca. Meskipun demikian, bukan berarti menulis merupakan kemampuan yang tidak penting. Menulis adalah keterampilan yang bersifat aktif dan relatif dianggap susah dibandingkan tiga keterampilan lainnya. Hal itu disebabkan karena dibutuhkan proses belajar dan latihan yang terus-menerus agar kemampuan menulis dapat meningkat dan sesuai dengan yang diharapkan (Tarigan, 2008). Kemampuan menulis tidak akan diperoleh secara serta merta. Menulis merupakan hasil dari integrasi antara kemampuan membaca, menyimak, dan bahkan berbicara. Tarigan (2008:1) menyebutnya dengan Konsep Catur-Tunggal, karena setiap keterampilan itu erat sekali berhubungan dengan tiga keterampilan lainnya dengan cara beraneka ragam.

Cerita pendek atau yang lebih populer dengan akronim cerpen, merupakan salah satu tulisan fiksi yang paling banyak ditulis orang. Hampir setiap media massa yang terbit di Indonesia menyajikan cerpen setiap minggu. Majalah-majalah hampir selalu memuat satu atau dua cerpen. Seolah-olah, tanpa memuat cerpen, isi majalah itu tidak lengkap. Bahkan pemancar radio-radio siaran juga punya rubrik cerpen yang diasuh secara berkala. Seolah-olah cerpen telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Cerpen mempunyai pembaca dan pendengar yang disiarkan melalui radio. Bukan tidak mungkin ada penggemar berat cerpen. Ini terbukti dengan adanya penerbit yang sengaja menerbitkan kumpulan cerpen berbentuk majalah secara berkala secara terus-menerus (Thahar, 2009: 1) Secara tersurat Thahar (2009: 1) mengatakan cerpen menjadi karya sastra yang menarik, termasuk bagi siswa. Beberapa sastrawan banyak pula yang sepakat dengan apa yang dikatakan Thahar. Beberapa bahkan mengatakan bahwa cerpen dapat digunakan sebagai pintu gerbang agar siswa mampu mengapresiasi karya sastra yang lebih berat seperti mengapresiasi novel dan puisi. Cerpen juga dapat digunakan sebagai media agar siswa semakin memahami dan merasakan bahwa membaca dan menulis ternyata dapat begitu menyenangkan. Berdasarkan latar belakang itulah, peneliti merasa tertarik untuk mengenalkan komik wayang beserta kisahnya yang sarat dengan nilai-nilai karakter kepada siswa. Tidak hanya mengenalkan komik wayang, peneliti juga merasa tertarik untuk menjawab pertanyaan apakah dengan menggunakan media sastra berupa komik Rama dan Sinta kemampuan menulis cerita pendek siswa akan meningkat? Penelitian mengenai komik sesungguhnya bukan hal baru karena sudah diangkat oleh seorang peneliti bernama Suci Sundusiah (2008), mahasiswa pascasarjana Universitas

Pendidikan Indonesia. Judul penelitiannya adalah Respons Pembaca Anak terhadap Cerita yang Ditransformasikan ke dalam Komik. Hasilnya, respons oleh peneliti tersebut dibagi ke dalam rentang usia. Untuk anak berusia enam tahun, respons yang didapat adalah tersenyum dan tertawa, bertanya atau menanggapi dengan satu kata, merespons satu peristiwa dalam cerita, merespons maksimal 2 tokoh dalam cerita, merespons cerita dengan baik, merespons latar dengan baik, merespons tokoh baik dan buruk tapi belum mampu menjelaskan secara verbal. Untuk anak berusia tujuh tahun, mampu membedakan kisah yang baik dan buruk, merespons spontan cerita melalui sikap visualisasi, merespons dua peristiwa dalam cerita, merespons tiga tokoh cerita, merespons dengan baik latar, dan nilai budaya cerita. Pada anak berusia delapan tahun, anak cenderung menjadi analisator dalam mendengarkan cerita, merespons dua peristiwa dalam cerita, merespons sedikitnya 3 tokoh, merespons dengan baik latar budaya dan nilai, serta kisah baik dan buruk sudah mampu dibedakan. Penelitian mengenai Pemetaan pikiran pernah dilakukan oleh Wayan Pageyasa, Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang. Judul penelitian tesisnya adalah Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa Kelas 1 MTs Sunan Kalijaga Malang Melalui Strategi Pemetaan pikiran (http://haveza.multiply.com/reviews/item/2?&show_interstitial=1&u=%2freviews%2fitem). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, sedangkan rancangan penelitiannya adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa strategi pemetaan pikiran terbukti mampu meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas 1 MTs Sunan Kalijogo Malang. Kesimpulan ini diperoleh dari adanya fakta yaitu: 1) siswa mampu mengumpulkan bahan pembicaraan, 2) siswa mampu membuat kerangka

pembicaraan, 3) siswa mampu menguraikan kerangka pembicaraan secara spesifik, 4) siswa mampu dalam mengkreasikan kerangka pembicaraan, dan 5) siswa mampu berbicara akurat, relevan, lancar, terstruktur, terurut, jelas, paham dengan isi pembicaraan, relatif nyaring, dan efektif. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, maka identifikasi masalah penelitian ini adalah adanya kendala-kendala yang dihadapi oleh Siswa Kelas X SMA Bina Muda Cicalengka dalam pembelajaran menulis cerita pendek (cerpen), di antaranya sebagai berikut. Siswa Kelas X SMA Bina Muda Cicalengka berasumsi bahwa menulis cerpen adalah suatu kegiatan yang dianggap sulit karena mereka merasa kesulitan dalam mengungkapkan gagasan dan menuangkan imajinasinya menjadi kumpulan kalimat yang koherensi dan kohesi; Siswa Kelas X SMA Bina Muda Cicalengka terbiasa dengan pembelajaran terlangsung, sehingga mereka tidak mampu berpikir kreatif dan cenderung takut mencoba dan berbuat salah; siswa Kelas X SMA Bina Muda Cicalengka merasa media pembelajaran yang digunakan guru tidak menarik sehingga menimbulkan suasana pembelajaran yang tidak menarik pula. 1.3 Rumusan Masalah Rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah pemetaan pikiran komik Rama dan Sinta? 2. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran menulis cerpen berorientasi nilai karakter dengan media komik Rama dan Sinta melalui strategi pemetaan pikiran di kelas X SMA Bina Muda?

3. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen berorientasi nilai karakter dengan media komik Rama dan Sinta sebagai media sastra melalui strategi pemetaan pikiran di kelas X SMA Bina Muda? 4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan menulis cerpen berorientasi nilai karakter melalui media komik Rama dan Sinta di kelas X SMA Bina Muda antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Strategi Pemetaan pikiran dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 5. Bagaimanakah profil kemampuan menulis cerpen berorientasi nilai karakter di SMA Bina Muda Cicalengka? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini selain bertujuan untuk mengenalkan komik Rama dan Sinta serta cerita mengenai pewayangan agar Siswa Kelas X SMA Bina Muda Cicalengka mengenal budayanya sendiri, juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen berorientasi nilai karakter. Hal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa kegiatan yaitu sebagai berikut. 1. Membuat pemetaan pikiran dari komik Rama dan Sinta. 2. Membuat perencanaan pembelajaran menulis cerpen berorientasi nilai karakter dengan media komik Rama dan Sinta melalui strategi pemetaan pikiran di kelas X SMA Bina Muda. 3. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen berbasis nilai karakter dengan menggunakan media komik Rama dan Sinta melalui strategi pemetaan pikiran di kelas X SMA Bina Muda.

4. Mendeskripsikan apakah media komik Rama dan Sinta melalui strategi pemetaan pikiran dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen berbasis nilai karakter di kelas X SMA Bina Muda. 5. Mendeskripsikan profil kemampuan menulis cerpen berorientasi nilai karakter di SMA Bina Muda Cicalengka. 1.5 Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif lain dalam pengetahuan ihwal media pembelajaran, terutama media pembelajaran yang bertemakan budaya nasional bangsa Indonesia, yaitu komik pewayangan. 2) Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang terkait dengan hal-hal: a. memberikan petunjuk praktis tentang alternatif media pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan media komik pewayangan; b. memberikan peluang-peluang penelitian lanjutan terutama mengenai komik pewayangan yang sarat dengan budaya dan nilai-nilai karakter yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran; c. meningkatkan kemampuan siswa agar mampu menulis cerpen sekaligus mengenal 1.6 Hipotesis Penelitian budaya dan nilai-nilai karakter, berpikir, dan berimajinasi. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan menulis cerpen berorientasi nilai karakter melalui media komik Rama dan Sinta di kelas X antara siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan strategi pemetaan pikiran dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 1.7 Definisi Operasional 1. Penggunaan komik Rama dan Sinta dengan menggunakan strategi pemetaan pikiran adalah adalah bacaan bertipografi komik berkisah mengenai perjalanan Rama menyelamatkan Sinta yang dijadikan sarana media pembelajaran sastra untuk meningkatkan kegiatan kreatif menulis cerpen berorientasi nilai karakter. Pembelajaran tersebut diterapkan kepada Siswa Kelas X SMA Bina Muda Cicalengka dengan menggunakan strategi pemetaan pikiran. Pemetaan pikiran adalah metode yang akan digunakan untuk menjelaskan isi dari komik tersebut. Dengan metode tersebut Siswa Kelas X SMA Bina Muda Cicalengka akan diajak untuk memahami media komik dengan penekanan pada Pemetaan pikiran, ide, kreatifitas, dan imajinasi. Berikut adalah langkahlangkahnya. a. Menuliskan ide sentral dengan kreatifitas sendiri di bagian tengah kertas. b. Membuat cabang-cabang utama (mewakili pikiran utama) yang memancar dari ide sentral. c. Cabang utama dibuat berupa garis lengkung berwarna. d. Menuliskan kata kunci tunggal di setiap cabang utama. e. Membuat cabang-cabang tingkat dua, tiga, empat, dan seterusnya yang memancar dari cabang utama. 2. Kemampuan menulis cerpen berorientasi nilai karakter merupakan kemampuan menulis kreatif berupa cerpen yang koheren dan kohesi dari segi tema, tokoh, karakter tokoh, penggambaran plot, dan diksi Siswa Kelas X SMA Bina Muda Cicalengka. Kekoheren

dan kekohesian cerpen tersebut harus bermaterikan nilai karakter jujur, bertanggung jawab, disiplin, menghargai dan menghormati orang lain, serta peduli dan perhatian terhadap orang lain maupun kondisi sosial lingkungan sekitar. Nilai karakter yang ada dalam cerpen tersebut diadaptasi dari media Komik Rama dan Sinta yang telah dipelajari sebelumnya dengan menggunakan Strategi Pemetaan pikiran.