LAPORAN AKHIR SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING

KODE JUDUL : X.47 SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING MOCH ROMLI

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting dari keseluruhan

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

MEMBUAT SILASE PENDAHULUAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

Kajian Teknologi Spesifik Lokasi Budidaya Jagung Untuk Pakan dan Pangan Mendukung Program PIJAR di Kabupaten Lombok Barat NTB

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gandum dan padi. Biji Jagung menjadi makanan pokok sebagian penduduk Afrika

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42%

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. masyarakat. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan perbaikan taraf

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

logo lembaga [ X.291] Ir. Annas Zubair, M.Si Serli Anas, S.Pt Dwi Rohmadi, S.Pt Jaka Sumarno, STP Sukarto

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan

ANALISIS USAHATANI TERPADU TANAMAN PADI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

X.156 PENGEMBANGAN MODEL NERACA AIR LAHAN KERING BERIKLIM KERING UNTUK PENGEMBANGAN PETERNAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

LAPORAN KEMAJUAN TAHAP II PROGRAM INSENTIF PKPP KAJIAN PENGELOLAAN HARA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERBASIS EFISIENSI PEMUPUKAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) KELOMPOK TANI KALISAPUN DAN MAKANTAR KELURAHAN MAPANGET BARAT KOTA MANADO

PEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

POTENSI LIMBAH KULIT KOPI SEBAGAI PAKAN AYAM

PENERAPAN TEKNOLOGI PAKAN DAN FORMULASI RANSUM PADA KELOMPOK TERNAK KAMBING DI KABUPATEN BIREUEN

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

KEMENTERIAN PERTANIAN

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2012

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al.,

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH PENDAHULUAN

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

Transkripsi:

KODE JUDUL : X.47 LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN Peneliti/Perekayasa Ir. Moch. Romli Ir. Teger Basuki, MP Ir. Joko Hartono Dr. Ir. Sudjindro, MS Dr. Nurindah INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 2012 1

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan akan terus meningkat kebutuhannya seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan industri makanan dan minuman. Pada tahun 2014 diperkirakan konsumsi gula mencapai 5,7 juta ton/tahun, sehingga dicanangkan gerakan intensifikasi dalam rangka swasembada gula dan daging. Begitu juga kebutuhan akan daging bertambah tahun juga meningkat. Limbah tebu yang berupa pucuk daun dan daun rogesan sangat digemari oleh ternak sapi. Salah satu strategi untuk memotivasi petani menanam tebu dikembangkan program integrasi tebu ternak. Limbah tanaman tebu pada on farm, yaitu daun pucuk dan daun rogesan belum dimanfaatkan secara optimal, terutama dalam sistem integrasi tebu-ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peranan tebu sebagai sumber pakan alternatif dan peranan limbah ternak dalam sistem usahatani tebu, serta untuk memformulasi pakan ternak dengan bahan dasar daun rogesan. Pengembangan tebu rakyat diprioritaskan untuk mendukung swasembada gula 2014. Luas total areal tebu pada 2012 450.297 ha yang terdiri atas tebu rakyat 252.166 ha dan areal tebu swasta 198.131 ha (Muhammad, 2012). Rata-rata produktivitas tebu di Indonesia adalah 76,7 ton/ha (Licht, 2009), dan limbah tanaman berupa pucuk tebu sebesar 30,8 ton/ha. Limbah pucuk tebu tersebut berpotensi sebagai pakan ternak ruminansia. Dengan luas areal pengembangan saat ini, maka akan terdapat 13.869.147,6 ton pucuk tebu yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif atau substitusi hijauan untuk ternak sapi. Adanya potensi pakan ternak yang cukup melimpah dan bermutu ini membuka peluang dikembangkannya ternak sapi di lingkungan perkebunan tebu. Dengan demikian, dapat dikembangkan konsep integrasi tebu-ternak yang dapat 2

memberikan keuntungan sinergis, yaitu yang diperoleh ternak dari pemanfaatan hasil samping tebu untuk pakan dan yang diperoleh tanaman dari limbah ternak berupa pupuk kandang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi peluang integrasi tebu-ternak pada beberapa kondisi agroekosistem di Jawa Timur untuk dapat dikembangkan sebagai model integrasi tebu dan ternak pada perkebunan tebu rakyat. Integrasi tanaman dan ternak berperan untuk dijadikan tenaga kerja untuk pengolahan tanah, memanfaatkan limbah kotoran untuk menjaga kesuburan lahan, sebagai tabungan dan menambah pendapatan, dan menjadikan lapangan pekerjaan pada saat petani menunggu panen. Seiring program akselerasi, kelayakan usahatani tebu masih harus terus dikaji guna meyakinkan petani bahwa usahatani tebu-ternak masih dapat diharapkan sebagai sumber pendapatan keluarga. Populasi ternak sapi dan kerbau di Indonesia mencapai 13,5 juta ekor (Departemen Pertanian, 2007) yang tersebar di Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, sebagian Sumatera dan Kalimantan. Untuk daerah Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera. Produksi daging dalam negeri pada tahun 2011 sebesar 2.468.220 ton,sebagian besar berasal dari ternak unggas (66,56%) dan selebihnya berasal dari herbifora yang didominasi ternak rominansia (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011). Umumnya peternak memanfaatkan padang pangonan atau kawasan lain untuk mengembalakan ternak, dan hampir tidak ada inovasi untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas pakan, sehingga pada musim kemarau banyak ternak yang kurus bahkan mati karena kekurangan pakan. Pada musim kemarau terutama di daerah pengembangan tebu limbah daun tebu cukup melimpah, pada hal tanaman tebu menghasilkan daun pucuk yang jumlahnya melimpah terutama pada musim tebang, namun belum banyak dimanfaatkan oleh petani sebagai sumber pakan ternak. Kualitas hijaun/pakan ternak asal limbah pertanian nilai biologisnya sangat rendah, hal ini disebabkan karena tanaman pertanian umumnya dipanen pada saat hasil utamanya telah mencapai tingkat kematangan yang diinginkan. Di Jawa pemanfaatan daun pucuk tebu untuk pakan ternak sudah sangat umum, namun hanya pada musim tebang banyak limbah daun pucuk 3

tebu yang belum dimanfaatkan secara maksimal, sehingga pada waktu selesai panen di beberapa daerah kesulitan untuk mendapatkan pakan ternak, sehingga dengan merubah limbah tebu menjadi silase diharapkan dapat memecahkan masalah tersebut. Menurut Sarwar et al., (2006) menyatakan penambahan urea 4 % dan molase 4% pada proses fermentasi limbah gandum sampai umur 40 hari tidak mempengaruhi keasaman, berat kering dan menaikkan amonim nitrogen, sehingga kalau diberikan pada kerbau dapat menaikkan pertumbuhannya. Gradiz et al., (2007) Hasil penelitian di Jepang integrasi tebu dan ternak dapat menekan biaya pembelian pakan ternak dan biaya pemupukan. Menurut Kementerian Pertanian (2010) Kandungan bahan kering pucuk tebu umumnya kualitas nutrisi hasil ikutan industri gula tebu cukup rendah, oleh karena itu perlu mendapat perlakuan tertentu sebelum diberikan kepada ternak. Perlakuan dimaksud bertujuan untuk memperpanjang waktu simpan juga untuk meningkatkan kandungan nutrisi. Kandungan dari nutrisi daun pucuk daun pucuk tebu umumnya lebih rendah dari pada jerami padi maupun jagung, namun kandungan nutrisi lainnya seperti protein kasar lebih tinggi dan jumlah daun pucuk tebu setiap ha bisa mencapai 3,8 ton bahan kering. B. Pokok Permasalahan Integrasi tebu-ternak telah banyak dilakukan dalam sistem usahatani tebu seperti direkomendasikan oleh pemerintah. Walaupun demikian, pada kenyataannya pemanfaatan limbah tebu seperti pucuk tebu dan daun roges (daduk) untuk ternak maupun pemanfaatan limbah ternak untuk tanaman tebu masih belum dilakukan secara optimal. Hal ini diindikasikan dengan masih banyaknya limbah tebu yang hanya dibiarkan di lahan sebagai biomassa, terutama pada pertanaman tebu di Jawa Timur. Oleh karena itu diperlukan identifikasi pemanfaatan limbah tebu dan ternak dalam sistem integrasi tebuternak. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa sistem pertanian terpadu petani tebu-ternak guna mendukung swasembada gula dan daging diperlukan keterpaduan antara pengembangan ternak dan usahatani tebu serta industri olahannya dengan mengoptimalkan pemanfaatan produk samping yang 4

dihasilkan. Daun pucuk tebu yang dihasilkan cukup banyak pada waktu panen yang relative singkat, untuk itu perlu teknologi pengawetan agar dapat bertahan dan ternak perlu pakan yang cukup untuk menanggulangi kekurangan pakan pada musim kemarau dapat diatasi, sehingga diharapkan mempunyai prospek yang sangat baik, karena ternak dapat diusahakan dengan biaya pakan yang sangat murah, tersedianya kotoran ternak untuk pupuk organik untuk menyuburkan lahan, dan tersedianya pakan ternak sepanjang tahun. Sebelum dilakukan pengujian akan timbul pertanyaan apakah sistem pertanian terpadu tebu-ternak mempunyai prospek yang sangat baik. Kandungan bahan kering pucuk tebu lebih rendah dari jerami padi namun nutrisi protein kasar lebih tinggi dari pada jerami padi maupun jagung. Peranan limbah daun tebu yang melimpah kalau dijadikan pakan ternak apakah mutunya akan lebih baik dan tersedianya pakan ternak sepanjang tahun dan mutu pakan ternak tidak menurun. Pertanyaan selanjutnya untuk mendapatkan pakan ternak yang bermutu tinggi berapa tekanan yang ideal pada proses pembuatan pakan ternak. Keterpaduan antara pengembangan ternak dan usahatani tebu serta industry olahannya dengan mengoptimalkan pemanfaatan produk samping yang dihasilkan. Daun pucuk tebu yang dihasilkan cukup banyak pada waktu panen yang relative singkat, untuk itu perlu teknologi pengawetan agar dapat bertahan dan ternak perlu pakan yang cukup untuk menanggulangi kekurangan pakan pada musim kemarau dapat diatasi, sehingga diharapkan mempunyai prospek yang sangat baik, karena ternak dapat diusahakan dengan biaya pakan yang sangat murah, tersedianya kotoran ternak untuk pupuk organik untuk menyuburkan lahan, dan tersedianya pakan ternak sepanjang tahun. Kandungan bahan kering pucuk tebu lebih rendah dari jerami padi namun nutrisi protein kasar lebih tinggi dari pada jerami padi maupun jagung. Peranan limbah daun tebu yang melimpah kalau dijadikan pakan ternak apakah mutunya akan lebih baik dan tersedianya pakan ternak sepanjang tahun dan mutu pakan ternak tidak menurun. Pertanyaan selanjutnya untuk mendapatkan pakan ternak yang bermutu tinggi berapa tekanan yang ideal pada proses pembuatan pakan ternak. 5

C. Maksud dan Tujuan Kegiatan Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengindentifikasi peranan tebu sebagai sumber pakan alternatif, dan untuk mengkarakterisasi dan mengindentifikasi peranan limbah ternak dalam sistem usahatani, dan (2) untuk mendapatkan teknik proses pembuatan silase yang menghasilkan pakan ternak bermutu. D.Metodologi Pelaksanaan 1. Lokus Kegiatan Kegiatan penelitian integrasi tebu-ternak dilaksanakan di lima kabupaten di Jawa Timur, yaitu Kabupaten Situbondo, Probolinggo, Lumajang, Pasuruan dan Malang. 2. Fokus: Pertanian Pangan Karakterisasi dan identifikasi peran tebu sebagai sumber pakan ternak, karakterisasi dan identifikasi peranan limbah ternak dalam sistem usahatani tebu-ternak dan merakit Teknik pembuatan silase untuk pakan ternak bermutu. 3. Ruang Lingkup Kegiatan direncanakan akan dilakukan pada tahun 2012, yaitu (1) survey pemanfaatan limbah tebu dan ternak dalam sistem integrasi tebuternak, dan (2) pemanfaatan limbah daun tebu untuk pakan ternak. 4. Bentuk Kegiatan Sistem pertanian terpadu tebu ternak mendukung swasembada gula dan daging terdiri 2 kegiatan, yaitu : 1. Survei pemanfaatan limbah tebu dan ternak dalam sistem integrasi tebu Ternak 2. Pemanfaatan limbah daun tebu untuk pakan ternak 6

BAB II. PPERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. Tahapan pelaksanaan Kegiatan 1. Perkembangan Kegiatan Koordinasi dengan Dinas Peternakan dan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur untuk mendapatkan informasi tentang progran integrasi tebu ternak serta kemungkinan akses dalam implementasi program integrasi tebu ternak dengan instansi terkait di lokasi tertentu. Koordinasi dengan Dinas Peternakan dan Dinas Perkebunan Di kab. Lumajang dan Kabupaten Situbondo untuk mendapatkan data lokasi, luas lahan pertanaman tebu, dan jumlah ternak di masing-masing kabupaten. Wawancara dengan pengelola koperasi unit desa yang pernah melaksanakan program integrasi tebu-sapi pada tahun 2010, yaitu KUD Ngajum, Kabupaten Malang, untuk mendapatkan informasi model integrasi yang telah diterapkan. Survei pendahuluan di Kabupaten Situbondo, Probolinggo, Pasuruan dan Lumajang untuk mendapatkan informasi tentang potensi pemanfaatan limbah tanaman tebu dan populasi sapi. Pelaksanaan survey usahatani tebu dan dan usahatani non tebu serta usaha peternakan, Pengembangan model integrasi tebu-sapi sesuai dengan pola pengusahaan tebu/sapi. penelitian teknik pembuatan silase dari limbah tanaman tebu (daun rogesan, pucuk dan anakan) untuk pakan ternak yang bernutrisi. 2. Kendala dan Hambatan Pelaksanaan kegiatan peternak. Sulitnya mencari responden sebagai petani tebu sekaligus sebagai 7

B. Pengelolaan Administrasi Manajerial 1.Perencanaan Anggaran No URAIAN JUMLAH (Rp) 1. Gaji dan upah 149.695,000,- 2. Bahan Habis Pakai 8.745.000,- 3. Perjalanan 75.600,000,- 4. Lain-lain 15,960,000,- Jumlah Biaya 250.000.000,- 2.Mekanisme Pengelolaan Anggaran NO URAIAN JUMLAH 1. Gaji dan upah Rp 119.314.000,- 2 Bahan Rp 8.608.820,- 3 Perjalanan Rp 60.243.200,- 4 Belanja operasional lainnya Rp 10.942.800,- 5. T o t a l Rp 199.108.820,- 3.Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset Tidak ada 4.Kendala dan Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial Tidak ada. 8

BAB III. METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA A. Metode Pencapaian Target Kinerja 1. Kerangka Rancangan metode penelitian A.1.1. Survei pemanfaatan limbah tebu dan ternak dalam sistem integrasi tebu Ternak Survei pemanfaatan limbah daun tebu untuk pakan ternak dilaksanakan di lima kabupaten di Jawa Timur, yaitu Kabupaten Situbondo, Probolinggo, Lumajang, Pasuruan dan Malang. Berdasarkan data areal tebu dan keberadaan pabrik gula serta populasi ternak ditentukan 5 kabupaten (Malang, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang dan Situbondo) untuk lokasi penelitian. Kelima kabupaten tersebut merupakan daerah pengembangan tebu yang memasok ke pabrik gula yang berlokasi di lima kabupaten tersebut maupun pabrik gula yang berlokasi di kabupaten lainnya. Pada lima kabupaten tersebut usaha ternak sapi potong sangat berkembang dan integrasi tebu ternak sapi potong pada umumnya terjadi di lima kabupaten tersebut. Data yang diperoleh meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data usaha tani tebu dan ternak sapi potong baik di tahun 2011 maupun 2012. Pengambilan data primer tahap pertama meliputi data usaha tani tebu maupun ternak sapi potong pada tahun 2011 dan sebagian data primer pada tahun 2012 (kegiatan pengolahan tanah s.d. tanam dan pemupukan pertama). Pengambilan data primer tahap ke II meliputi kegiatan penyiangan pertama s.d. kegiatan perogesan ke II dan pengambilan data primer tahap ke III meliputi perogesan tahap III sampai dengan kegiatan pasca panen. Pengambilan data primer usaha ternak dilaksanakan dua tahap yaitu tahap pertama meliputi kegiatan pembuatan kandang, pembelian ternak dan 6 bulan pertama pemeliharaan ternak. Sedangkan tahap ke II meliputi pemeliharaan 6 bulan ke II sampai dengan penjualan sapi serta pemanfaatan limbah ternak. Pengambilan data sekunder tahap pertama pada saat awal kegiatan dan tahap ke II pada saat akhir kegiatan. Secara purpossive di setiap kabupaten tersebut di atas dipilih satu kecamatan berdasarkan areal tebu dan banyaknya peternak sapi potong dan di setiap kecamatan ditentukan dua desa sebagai lokasi penelitian. Pada 9

setiap desa ditentukan/ dipilih petani tebu yang memiliki ternak sapi potong, kemudian secara acak sederhana di setiap desa diambil 20 petani tebu yang memiliki ternak sapi potong. A.1.2. Pemanfaatan limbah daun tebu untuk pakan ternak Kegiatan pemanfaatan limbah daun tebu untuk pakan ternak dilakukan pada tahun 2012 di laboratorium Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat serta laboratorium Universitas `Brawidjaja Malang. Penelitian dilakukan selama 8 (delapan) bulan dimulai pada Februari sampai Oktober 2012. Bahan yang digunakan meliputi daun rogesan tebu, molase, urea, bahan kimia pendukung, dan bahan pembantu lainnya. Alat yang digunakan antara lain timbangan, hidrolis, pompa vacuum, alat penyemprot, skop, dan alat tulis kantor. Formulasi yang digunakan terdiri dari kombinasi : 1). Campuran daun roges tebu kering dan pucuk daun tebu dengan perbandingan 30:70 (b/b), 2). Molase sebanyak 2% dan 4% dan 3). Urea sebanyak 0%, 2% dan 4%. Proses pembuatan silase dilakukan dengan mencampurkan bahan-bahan tersebut dengan mempertahankan kelembaban 50%. Setelah tercampur sempurna, maka masing-masing campuran sesuai perlakuan dimasukkan dalam wadah plastic untuk proses fermentasi pada suhu 40 o C. Waktu fermentasi selama 20, 30 dan 40 hari. Setelah masing-masing waktu fermentasi tercapai, selanjutnya campuran dikeringkan pada suhu 70 o C untuk dianalisa kimianya. Pengamatan dilakukan terhadap bahan pakan kering untuk mengukur kualitas pakan sebagai pakan ternak ruminansia. Parameter pengamatan meliputi: % Gula, % Pati, % Serat kasar, % Nitrogen, % kadar abu, dan C/N ratio. Analisis data dilakukan menggunakan sidik ragam, dengan pembandingan uji Beda Nyata terkecil (BNT) taraf 5%. A.2. Indikator Keberhasilan Pencapaian 1. Terbangunnya model integrasi tebu-ternak sapi di wilayah pengembangan tebu. 2. Terkarakterisasinya silase pakan sapi berbasis limbah daun tebu. 10

A.3. Perkembangan dan hasil Pelaksanaan Penelitian Koordinasi dengan tim peneliti untuk pelaksanaan survei untuk penelitian perakitan pembuatan pakan ternak dari limbah daun tebu, dan koordinasi dengan Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur dan pabrik gula. Koordinasi untuk mendapatkan informasi tentang progran integrasi tebu ternak dengan Dinas Peternakan serta kemungkinan akses dalam implementasi program integrasi tebu ternak dengan Dinas di lokasi tertentu. Kunjungan ke Dinas Peternakan Propinsi dan kabupaten. diskusi dengan pelaksana implementasi program integrasi tebu ternak di Jawa Timur (Kab. Malang, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, dan Situbondo), kunjungan ke Loka penelitian sapi potong, kunjungan ke pabrik gula, dan diskusi dengan ketua asosiasi petani tebu. Populasi ternak dan luas pertanaman tebu di lima Kabupate yang disurvei tersaji pada Tabel 1. Populasi ternak untuk sapi potong tertinggi di Kabupaten Probolinggo dan terendah di Kabupaten Lumajang, sedang populasi sapi perah tertinggi di Kabupaten Malang dan terendah di Kabupaten Situbondo. Luas pertanaman tebu terluas terdapat di Kabupaten Malang, dan tersempit di Kabupaten Probolinggo. Hasil survei menunjukkan bahwa usahatani tebu di lahan sawah lebih menguntungkan dibandingkan dengan lahan tegal (Tabel 2). Pada pertengahan tahun 2012 Kabupaten Lumajang mendapatkan hadiah dan bantuan dari gubernur Jawa Timur karena berhasil meningkatkan populasi ternak. Hadiah yang diberikan berupa insentif sebesar Rp 500.000,- apabila mempunyai ternak yang bunting lima bulan dan maksimal 5 ekor per kepala keluarga (KK), sedang pada keluarga rumah tangga sangat miskin di beri bantuan berupa 4 ekor kambing/domba atau 35 ekor ayam/itik setiap KK. Ketersediaan pucuk daun tebu untuk pakan ternak sapi potong selama 7 bulan dan kotoran ternak sebagian besar dimanfaatkan petani untuk kesuburan lahan tebu dan non tebu. 11

Tabel 1. Populasi Ternak Besar dan Luas Areal tanaman Tebu Tahun 2010/2011 di kabupaten Kabupaten Jenis ternak (ekor) Luas areal Sapi potong Sapi perah Kerbau Kuda tebu (ha) Malang 225.895 89.431 2.421 692 36.999,000 Pasuruan 95.728 81.356 253 1.161 3.189,716 Probolinggo 291.792 8.722 88 762 2.084,825 Lumajang 32.518 620 228 22 11.969,800 Situbondo 204.925 67 327 413 8.224,000 Sumber : BPS kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo,Lumajang dan Situbondo 2011. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketersediaan limbah tebu dan pemanfaatannya untuk pakan ternak adalah kondisi agroekologi, jenis pengelolaan usahatani tebu, populasi ternak, dan sosial budaya. Waktu ketersediaan limbah tanaman tebu berupa daun rogesan 2-3 bulan sebelum waktu giling pucuk daun tebu dan anakan yang tidak diharapkan selama musim giling. Jumlah anakan selama waktu giling yang dimulai pada bulan Juni hingga Desember sebesar 30% dari total produksi tebu per hektar. Pada daerah yang beriklim basah, dimana hijauan untuk pakan ternak tersedia sepanjang tahun, limbah tebu per hektar dengan produktivitas tebu 150 ton/ha dapat memsubstitusi hijauan sebagai pakan 5 ekor sapi selama 220 hari. Untuk daerah kering dengan produktivitas tebu rata-rata 70 ton/ha, limbah tebu per hektar dapat memsubstitusi hijauan untuk 3 ekor ternak selama 180 hari. Nilai limbah tebu untuk substitusi hijauan tersebut adalah Rp 1.100.000,- per ekor untuk daerah beriklim basah dan Rp 900.000,- per ekor untuk daerah beriklim kering. Pengelolaan limbah tanaman tebu dari lahan petani dilakukan oleh tenaga penebang dan petani/peternak, sedangkan di lahan hak guna usaha (HGU) dilakukan sepenuhnya oleh tenaga penebang. Potensi limbah tebu dan pemanfaatannya dapat dilihat pada Tabel 4. Limbah tanaman tebu yang berlebih pada daerah dengan populasi ternak rendah akan diperdagangkan oleh tenaga penebang dengan nilai Rp 280.000,- per hektar. Limbah ternak berupa pupuk kandang digunakan untuk usaha tani 12

tebu dan non-tebu. Pupuk kandang yang dihasilkan 3 ekor sapi dewasa per tahun dapat menghemat aplikasi pupuk anorganik sebesar 50%. Tabel 2. Biaya usahatani tebu, penerimaan dan pendapatan petani di lima kabupaten di Jawa Timur Kabupaten Biaya (Rp) Penerimaan (Rp) Pendapatan (Rp) Malang Sawah 49.634.000 69.176.250 19.542.250 Tegal 44.021.750 57.528.000 13.506.250 Pasuruan Tegal 15.690.300 19.820.000 4.129.700 Probolinggo Tegal 18.540.000 28.912.200 10.372.200 Lumajang Sawah 31.610.000,- 61.610.000 30.000.000,- Tegal 19.436.000 21.817.000 2.381.000 Situbondo Sawah 32.518.000 61.381.600 28.863.600 Tegal 27.579.500 45.568.250 17.988.750 Keterangan : Data hasil wawancara dengan petani di lima kabupaten Ternak sapi potong dipelihara di lima kabupaten dan sebagian besar memanfaatkan pucuk daun tebu maupun daun rogesan untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Hasil survei menunjukkan bahwa usahatani ternak di lima kabupaten dapat dilihat pada Tabel 3. Usaha ternak sapi potong/perah yang pakannya memanfaatkan limbah tanaman tebu berupa pucuk tebu tercukupi dari daun pucuk tebu selama 180 s.d. 220 hari per tahun. Usaha ternak sapi potong/perah ini mendapatkan keuntungan sebanyak Rp 4.500.000,- ekor/tahun (kabupaten Malang) Rp 3.378.127,- per ekor/tahun (kabupaten Pasuruan), Rp 2.812.500,-ekor/tahun (kabupaten Probolinggo), Rp 2.545.000,- ekor/tahun (kabupaten Lumajang) dan keuntungan usahatani ternak di kabupaten Situbondo sebesar Rp 1.56.167,-ekor/tahun (kabupaten Situbondo) karena pakan tinggal mengambil di lahan. Ketersediaan pakan dan hijauan lain dapat dilihat pada Tabel 4. 13

Tabel 3. Biaya usahatani ternak, penerimaan dan pendapatan petani di Lima kabupaten di Jawa Timur Kabupaten Harga beli ternak (Rp) Biaya (Rp) Penerimaan (Rp) Pendapatan (Rp) Malang 7.000.000,- 2.500.000,- 14.000.000,- 4.500.000,- Pasuruan 3.000.000,- 1.604.000,- 7.982.127,- 3.378.127,- Probolinggo 4.000.000,- 997.000,- 7.809.500,- 2.812.500,- Lumajang 4.000.000,- 1.335.000,- 7.880.000,- 2.545.000,- Situbondo 4.750.000,- 1.247.000,- 7.561.107 1.56.167,- Keterangan : Data hasil wawancara dengan petani di lima kabupaten (mencari rumput/pucuk tebu tidak dihitung) Tabel 4. Ketersediaan pakan dan waktu ketersediaan limbah tebu dan hijauan lain Kabupaten Ketersediaan hijauan lain Waktu ketersediaan limbah Anakan Pucuk Daun rogesan Malang Sawah Bulan 1-8 Bulan 2-5 Bulan 5-11 Bulan 2-5 Tegal Bulan 1-6 Bulan 3-5 Bulan 5-11 Bulan 2-6 Pasuruan Tegal Bulan 1-6 Bulan 3-5 Bulan 5-10 Bulan 2-6 Probolinggo Tegal Bulan 1-6 Bulan 3-5 Bulan 6-11 Bulan 2-6 Lumajang Sawah Bulan 1-8 Bulan 2-5 Bulan 6-10 Bulan 2-6 Tegal Bulan 1-6 Bulan 3-5 Bulan 6-10 Bulan 3-6 Situbondo Sawah Bulan 1-9 Bulan 2-5 Bulan 6-11 Bulan 2-6 Tegal Bulan 1-7 Bulan 3-5 Bulan 6-11 Bulan 3-6 Keterangan : Data hasil wawancara di lima kabupaten Hasil penelitian pembuatan silase berbasis daun tebu menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kandungan gula, pati, serat, dan abu diantara perlakuan, kecuali kandungan nitrogen dan C/N rationya. Kandungan nitrogen berturut-turut mulai yang terendah adalah Urea 0%, Urea 14

2%, dan Urea 4%, sedang C/N ratio pada perlakuan urea 4% (21,005%) dan tertinggi perlakuan kontrol (61,040%) (Tabel 6). Kabupaten Tabel 5. Potensi limbah tebu dan pemanfaatannya Ketersediaan limbah (kg/ha) Anakan Pucuk Daun rogesan Pemanfaatan Anakan Pucuk Daun rogesan Malang Sawah 3-5% 20-25% tidak terukur Pakan Pakan Mulsa Tegal 2-3% 20-25% tidak terukur Pakan Pakan Mulsa Pasuruan Tegal 2-3% 15-25% tidak terukur Pakan Pakan Mulsa Probolinggo Tegal 2-3% 15-25% tidak terukur Pakan Pakan Mulsa Lumajang Sawah 3-5% 20-25% tidak terukur Pakan Pakan Mulsa Tegal 2-3% 15-25% tidak terukur Pakan Pakan Mulsa Situbondo Sawah 3-5% 20-25% tidak terukur Pakan Pakan Bahan bakar Tegal 2-3% 15-25% tidak terukur Pakan Pakan Mulsa Keterangan :% dari bobot tebu Semakin tinggi pupuk urea diberikan maka semakin tinggi kandungan nitrogen pada silase, hal ini karena semakin tinggi pupuk urea maka semakin banyak kandungan nitrogennya, Meskipun pupuk urea mengalami perombakan selama proses pembuatan silase tetapi yang tersisa masih memberikan gambaran kandungan nitrogen awal dengan perbandingan yang sama. Tabel 6. Hasil analisa kimia silase pada masing-masing perlakuan Perlakuan Gula Pati Serat Nitrogen Abu C/N U0%M2% 0,3150 a 77,3699 40,1250 0,8216 a 11,4050 40,045 cd U0%M4% 0,3700 a 75,8799 44,0250 1,1608 ab 11,0550 45,425 d U2%M2% 0,3700 a 73,4300 43,9599 1,4512 b 10,7350 29,480 ab U2%M4% 0,4000 a 71,3549 45,3450 1,5512 bc 12,9799 36,830 bcd U4%M2% 0,3650 a 72,0549 45,2500 1,7040 c 10,9899 31,845 bc U4%M4% 0,3600 a 71,8349 44,0100 1,7976 c 10,4250 21,005 a Kontrol 0,5100 b 76,8000 47,9200 1,0016a 11,3600 61,040 e BNT 0,05 0,1043 Tidak nyata Tidak nyata 0,4337 Tidak nyata 10,793 KK (%) 11,22 2,68 8,48 12,53 13,11 13,31 Keterangan : U = pupuk urea, M = molase 15

B. Potensi Pengembangan ke Depan 1. Kerangka Pengembangan ke depan Penelitian survei pemanfaatan limbah tebu dan ternak dalam sistem integrasi tebu-ternak dan pemanfaatan limbah daun tebu untuk pakan ternak dapat dipergunakan sebagai model pengembangan tebu dan ternak guna meningkatkan produksi dan kualitas tebu dan ternak dengan memperhatikan faktor agroekologi, pengelolaan usahatani tebu dan ternak, serta sosial budaya. 2. Strategi Pengembangan ke Depan Implementasi model integrasi tebu ternak spesifik lokasi sesuai dengan kondisi agroekologi, pengelolaan usahatani tebu, sosial budaya masyarakat dan populasi ternak. Model integrasi ini diterapkan pada bulan Juni sampai Desember. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai model pengembangan tebu dan ternak yang dapat meningkatkan produksi dan kualitas tebu dan ternak dengan memperhatikan faktor agroekologi, pengelolaan usahatani tebu dan ternak, serta sosial budaya. 16

BAB IV. SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN A. Sinergi koordinasi Kelembagaan Program 1. Kerangka Sinergi koordinasi Koordinasi dengan pemerintah daerah di masing-masing lokasi penelitian yaitu Dinas Perkebunan, Dinas Peternakan, Dinas koperasi (Koperasi Unit Desa dan Koperasi Petani tebu Rakyat, Asosiasi petani Tebu Rakyat (APTR). 2. Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi Survei untuk mengidentifikasi peran limbah tanaman tebu untuk pakan ternak dan limbah ternak untuk tanaman tebu dapat terlaksana dengan baik di 5 kabupaten sesuai rencana. 3. Perkembangan Sinergi Koordinasi Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai model pengembangan tebu dan ternak yang dapat meningkatkan produksi dan kualitas tebu dan ternak dengan memperhatikan faktor agroekologi, pengelolaan usahatani tebu dan ternak, serta sosial budaya. B. Kerangka Pemanfaatan hasil Litbangyasa 1. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Model integrasi tebu-ternak sapi yang dikembangkan dapat diimplementasikan di lokasi survei berdasarkan kondisi agroekosistem, pengelolaan usahatani tebu dan ternak, serta sosial budaya di lokasi tersebut. 3. Perkembangan Pemanfaatan Hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan bagi pemegang kebijakan untuk mengembangkan komoditas tebu dan ternak, khususnya di kabupaten Malang, Pasuruan, probolinggo, Lumajang, dan Situbondo, dan Jawa Timur pada umumnya. 17

2. Indikator keberhasilan pemanfaatan Terjadinya keterpaduan yang menguntungkan secara ekonomis, sosial dan ekologis antara usahatani tebu dan ternak sapi pada suatu wilayah pengembangan tebu. 1. Kesimpulan BAB V. PENUTUP a. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran Koordinasi dengan instansi terkait untuk mendapatkan informasi tentang model integrasi tebu-sapi, potensi limbah tebu yang dapat dimanfaatkan untuk ternak sapi dan limbah sapi untuk usahatani tebu. Data kuantitatif belum banyak didapatkan. Pelaksanaan survey usahatani tebu dan dan usahatani non tebu serta usaha peternakan, Pengembangan model integrasi tebu-sapi sesuai dengan pola pengusahaan tebu/sapi, Penelitian teknik pembuatan silase dari limbah tanaman tebu (daun rogesan, pucuk dan anakan) untuk pakan ternak yang bernutrisi. Berdasarkan hasil survei tersebut, maka model integrasi tebu-ternak yang dikembangkan harus memperhatikan agroekologi, jenis pengelolaan usaha tani tebu, dan sosisal budaya masyarakat. Anggaran yang diperlukan kegiatan survei pemanfaatan limbah tebu dan ternak dalam sistem integrasi tebu ternak dan Pemanfaatan limbah daun tebu untuk pakan ternak sebesar Rp 250.000.000,- meliputi gaji dan upah sebesar Rp 149.695,000,-, bahan habis pakai Rp 8.745.000,-, Perjalanan Rp 75.600,000,- dan Belanja operasional lain sebesar Rp15,960,000,- b. Metode Pencapaian Target Kinerja Kunjungan dan diskusi ke Dinas Peternakan Propinsi dan Kabupaten, Diskusi dengan pelaksana implementasi program integrasi tebu ternak dan Diskusi dengan ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) serta Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) 18

c. Potensi pengembangan ke Depan Data yang diperoleh dapat dijadikan acuan di daerah pengembangan baru dalam rangka untuk mendukung swasembada gula dan daging. Dan diperoleh model integrasi tebu ternak yang dapat diterapkan di daerah pengembangan baru dengan memperhatikan faktor seperti kondisi agroekosistem, jenis pengelolaan usahatani tebu, populasi ternak dan sosial budaya. d. Sinergi Koordinasi kelembagaan Program Koordinasi dengan pemerintah daerah di masing-masing lokasi penelitian yaitu Dinas Perkebunan, Dinas Peternakan, Dinas koperasi (Koperasi Unit Desa dan Koperasi Petani tebu Rakyat, Asosiasi petani Tebu Rakyat (APTR) e. Kerangka Pemanfaatan hasil Litbangyasa Model integrasi tebu-ternak sapi yang dikembangkan dapat diimplementasikan di lokasi survei berdasarkan kondisi agroekosistem, pengelolaan usahatani tebu dan ternak, serta sosial budaya di lokasi tersebut. 2. Saran a. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan Perlu penelitian lanjutan di daerah pengembangan baru seperti penelitian yang sudah dilaksanakan untuk mendukung swasembada gula dan daging. b. Keberlanjutan Dukungan Program Ristek Perlu dana penelitian untuk daerah pengembangan baru dan dana pendampingan serta pemberian insentif untuk menunjang pengembangan tebu dan ternak dalam menunjang swasembada gula dan daging. 19

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2009, Road Map Swasembada Gula Nasional 2010-2014. Kementerian Pertanian Jakarta. Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang 2011. Kabupaten Malang dalam Angka,. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang, Malang... Kabupaten Pasuruan 2011. Kabupaten Pasuruan dalam Angka,. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Pasuruan, Pasuruan...Kabupaten Probolinggo 2011. Kabupaten Probolinggo dalam Angka,. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo, Probolinggo...Kabupaten Lumajang 2011. Kabupaten Lumajang dalam Angka,. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Lumajang, Lumajang...Kabupaten Situbondo 2011. Kabupaten Situbondo dalam Angka. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Situbondo, Situbondo. Departemen Pertanian. 2007. Prospek dan arah pengembangan agribisnis sapi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011.Kebutuhan gula nasional mencapai 5,700 juta ton tahun 2014 pada Temu Koordinasi Kehumasan Direktorat Jenderal Perkebunan yang diselenggarakan tanggal 23-25 Maret 2011 di Semarang, Jawa Tengah.Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Jakarta Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan,2011. Production livestok in Indonesia. Direktorat Jenderal peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta Gradiz L., A. Sugimoto, K, Ujihara, S. Fakuharam A.K. Kahi, and H. Hirooka, 2007. Beef cow0calf production system integrated with sugarcane production: Simulation model development and Aplication in Jepang.www. Hasnudi dan Eniza Saleh, 2004. Rencana pemanfaatan lahan kering untuk pengembangan usaha peternakan ruminansia dan usahatani terpadu di Indonesia. Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan, USU, Medan. 20

Kementerian Pertanian. 2010. Pedoman teknis pengembangan usaha integrasi ternak sapi dan tanaman. Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan, Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia, Jakarta. Licht,F.O. 2009. World Sugar Statistics 2010. Kent, UK: Agra Informa Limited. Muhammad, D. 2012. Manisnya Pembangunan Pabrik Gula Hingga 'Disemuti' 20 Pengusaha. Republika On Line, Jumat, 27 Juli 2012, 20:23 WIB. (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/ 07/27/m7tmizmanisnya-pembangunan-pabrik-gula-hingga-disemuti-20-pengusaha) (diakses pada 12 September 2012). Rahmat, M. 1999. Profil Tebu Rakyat di Jawa Timur. JAE Vol. II/ No. 2/ Okt 1992. Hal. 39 57. Sarwar,.M, M. Nisa, Z. Hasan,and M.A.Shahzat, 2006. Influence of urea molasses treated wheat straw fermented with cattle onchemical composition and feeding value for growing buffalo calfes. www 21

Lampiran: Kegiatan survei pemanfaatan limbah tebu dan ternak dalam sistem integrasi tebu ternak dapat dilihat pada Gambar 2 sampai dengan 11 Gambar 2. Proses wawancara dengan petani tebu Gambar 3. Tanaman tebu Gambar 4.Ternakyang dikandangkan Gambar 5. Tumpukan pupuk kandang Gambar 6. Tanaman tebu yang diberi pupuk kandang Gambar 7. Kegiatan Panen Tebu 22

Gambar 8. Peternak mencari pucuk Tebu Gambar 9. Pucuk tebu ada yang dijual Gambar 9. Pucuk tebu diolah menjadi Silase Gambar 10. Silase siap disimpan Gambar 10. Tebu siap dikirim ke Pabrik Gula Gambar 11. Pucuk tebu diangkut dengan gerobag 23