PENGARUH SUHU PEMADATAN PADA LAPIS PERKERASAN LATASTON ( HRS WC ) YANG MENGGUNAKAN BAHAN PENGIKAT RETONA BLEND 55 Akem 1) Abstrak Kebutuhan aspal untuk perawatan dan pembangunan jalan di Indonesia khususnya di Kalimantan Barat saat ini sangat tinggi setiap tahunnya. Salah satu jenis aspal yang sekarang digunakan adalah Retona 55 (Refine Buton Asphalt) yang diproduksi oleh PT. Olah Bumi Mandiri Jakarta. Retona Blend 55 adalah produk dari Aspal Buton Modifikasi yang dihasilkan dari ekstraksi Asbuton. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana dampak yang terjadi terhadap lapisan perkerasan Lataston (HRSWC) akibat perubahan suhu pada saat campuran aspal dipadatkan. Penelitian ini membahas mengenai karakteristik campuran lataston (HRSWC) terhadap suhu pemadatan. Sedangkan suhu pemadatan yang ditinjau yaitu mulai dari 125 145 C. Dari hasil pengujian di Laboratorium UPMKL (Unit Pengujian Mutu Konstruksi dan Lingkungan) Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Barat yang berada di Batulayang, analisis parameter Marshall terhadap variasi kadar aspal yang digunakan, diperoleh kadar aspal optimum campuran HRSWC Retona Blend 55 adalah sebesar 6,5. Dari hasil uji Marshall terlihat bahwa penggunaan Retona Blend 55 terbukti mampu meningkatkan nilai ketahanan/keawetan pada campuran aspal panas jenis perkerasan Lataston (HRSWC). Kesimpulan dari Hasil Penelitian khusus untuk Lataston (HRSWC) dengan menggunakan bahan pengikat Retona Blend 55 diketahui bahwa dengan suhu pemadatan yang standar diperoleh nilai stablitas yang baik. Demikian juga halnya dengan nilai VIMnya juga memenuhi syarat yang diizinkan Bina Marga. Dengan demikian, berarti stablitas terpenuhi, rongga dalam campuran semakin kecil. Ini berarti penggunaan Retona Blend 55 terbukti mampu meningkatkan nilai ketahanan/keawetan pada campuran aspal panas jenis perkerasan Lataston (HRSWC). Dengan demikian direkomendasikan bahwa penggunaan Aspal Retona Blend 55 khususnya pada campuran perkerasan Lataston (HRS WC) layak untuk dipertimbangkan sebagai alternatif pengganti Aspal pen 60/70 yang mulai langka di pasaran. Katakata kunci: campuran aspal panas HRS WC, Retona Blend 55 1. PENDAHULUAN Prasarana jalan di Provinsi Kalimantan Barat pada umumnya menggunakan konstruksi perkerasan lentur. Perkerasan lentur yang biasa dipakai sebagai lapis permukaan seperti Laston (Lapis Aspal Beton), Lataston (Lapis Tipis Aspal Beton), Lapen (Lapisan Penetrasi Macadam) dan lain sebagainya. Jenis perkersan HRS menunjukkan salah satu jenis campuran perkerasan aspal yang cocok untuk daerah tropis karena memiliki kelenturan yang tinggi dan tahan terhadap kelelehan plastik. Karakteristik utama HRS adalah mempunyai gradasi senjang. Yang terpenting pada HRS adalah campuran aspal, agregat halus dan filler, di mana di dalamnya ditempatkan beberapa agregat kasar. 1) Alumnus Prodi Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura 285
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 12 NOMOR 2 DESEMBER 2012 Bahan pengikat yang digunakan pada perkerasan lentur di Provinsi Kalimantan Barat menggunakan aspal minyak. Aspal minyak yang digunakan sebagai bahan pengikat umumnya dengan penetrasi 60/70 yang diproduksi oleh PT. Pertamina. Pada saat ini di beberapa ruas jalan di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun anggaran 2010 2011 telah menggunakan aspal Retona Blend 55 seperti di ruas jalan Pontianak Tayan, Jl. A. Yani II, Jl. Veteran, Jl. Sultan Hamid II, Jl. Situt Mahmud, Jl. Khatulistiwa dan Jl. Pontianak Pinyuh. Aspal Retona Blend 55 diproduksi oleh PT. Olah Bumi Mandiri Jakarta Indonesia. PT. Olah Bumi Mandiri menyatakan bahwa aspal Retona Blend 55 langsung dapat dipakai seperti aspal biasa, mutu sangat tinggi, tahan terhadap air, stabilitas Marshall > 1300. Retona Blend 55 merupakan hasil ekstraksi aspal alam dari pulau Buton. Aspal Buton dimanfaatkan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada aspal minyak Pen. 60/70. Berdasarkan batasan masalah maka dapat dirumuskan masalah yang dibahas dalam penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh suhu pemadatan pada Lapis perkerasan lataston (HRS WC) yang menggunakan bahan pengikat Retona Blend 55. Tujuan penelitian ini adalah a. Mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan suhu pemadatan Lataston (HRSWC) dengan menggunakan bahan pengikat Retona Blend 55. b. Mengetahui pola hubungan antara variasi suhu pemadatan terhadap kuat 286 perkerasan (HRSWC) terhadap parameter Marshall dengan menggunakan bahan pengikat aspal Retona Blend 55. c. Mengetahui karakteristrik Marshall campuran Lataston (HRSWC) mempergunakan Retona Blend 55, yang meliputi: kepadatan (density), flow (kelelehan). VIM (Voids in Mixed), VMA (Voids Mix in Agregate), VFB (Voids Filled with Bitument), dan MQ (Marshall Quotient). 2. TINJAUAN PUSTAKA Asphalt Institute (2001) menyatakan bahwa materialmaterial pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampuran pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihampar dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang digunakan. Suhu pecampuran umumnya antara 145 C 155 C, sehingga disebut aspal beton campuran panas. Campuran ini dikenal pula dengan nama hot mix. Menurut Puslitbang Prasarana Transportasi (2005), beberapa sifat campuran yang harus dimiliki oleh campuran beraspal antara lain : 1. Stabiltas (stability) 2. Keawetan/daya tahan (durability) 3. Impermeabilitas (impermeability). 4. Kemudahan pelaksanaan (workability) 5. Kelenturan (flexibility) 6. Tahanan geser atau kekesatan (skid resistance). 7. Ketahanan terhadap leleh (fatique resistance).
Pengaruh Suhu Pemadatan pada Lapis Perkerasan Lataston ( HRS WC ) yang Menggunakan Bahan Pengikat Retona Blend 55 (Akem) Tabel 1. Spesifikasi untuk Campuran Lataston (HRS) Lataston Sifatsifat campuran Lapis aus Lapis fondasi Senjang Semisenjang Senjang Semisenjang Kadar aspal efektif () Min. 5,9 5,9 5,5 5,5 Penyerapan aspal () Maks. 1,7 Jumlah tumbukan per bidang 75 Rongga dalam campuran () (2) Min. 4,0 Maks. 6,0 Rongga dalam agregat (VMA) () Min. 18 17 Rongga terisi aspal () Min. 68 Stabilitas Marshall (kg) Min. 800 Pelelehan (mm) Min. 3 Marshall Quotient (kg/mm) Min. 250 Stabilitas Marshall Sisa () setelah perendaman selama 24 jam, 60 C (3) Min. 90 Rongga dalam campuran () pada kepadatan membal (refusal) (4) Min. 3 Beberapa jenis campuran beraspal panas yang ada di Indonesia : 1. Lapis tipis aspal pasir (Latasir) atau Shend Sheet Kelas A dan B 2. Lataston atau HRS yang terdiri dari HRSBase dan HRSWearing Course. 3. Laston atau AC (Aphalt Concrete) yang terdiri dari ACBase dan AC Wearing Course. Khusus untuk campuran Lataston (HRS) persyaratan yang harus dipenuhi disajikan pada Tabel 1. 2.1 UnsurUnsur Pembentuk HRS 2.1.1 Agregat Agregat adalah material berbutir keras dan kompak, yang termasuk di dalamnya 287 antara lain kerikil alam, agregat hasil pemecahan, abu batu dan pasir. Dalam Ditjen Prasarana Wilayah (2004), istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu dan pasir. 2.1.2 Agregat Kasar Agregat kasar adalah agregat dengan ukuran terkecil yang tertahan di atas saringan no. 8 (2,38 mm) atau partikel yang lebih besar 4,75 mm menurut ASTM, lebih besar dari 2 mm menurut AASHTO (Sukirman, 1992: 42). Agregat kasar berfungsi untuk memberikan kekuatan pada campuran. Bentuk serta permukaan yang diinginkan adalah yang kasar dan tidak bulat agar dapat memberikan penguncian yang baik dengan material yang lain. Agregat kasar yang
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 12 NOMOR 2 DESEMBER 2012 Tabel 2. Persyaratan agregat kasar Pengujian Standar Nilai Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan magnesium sulfat SNI 0334071994 Maks.12 Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 0324391991 Maks. 40 Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 0324391991 Min. 95 Partikel pipih dan lonjong ASTM d4791 Maks. 10 Material lolos saringan no.200 SNI 0341421996 Maks. 1 Tabel 3. Spesifikasi agregat kasar Jenis pengujian Gradasi Penyerapan air Berat jenis curah Berat jenis semu Kelekatan pada aspal Keausan pada 500 putaran Jumlah berat butir # 4 pecah dua Indeks kepipihan Bagian lunak Satuan Spesifikasi Min. Maks. 3 2,5 95 40 50 25 5 Tabel 4. Gradasi agregat kasar Ukuran saringan inci mm lolos saringan ¾ ½ 3/8 no. 3 19,1 12,7 9,52 6,35 100 30 100 0 55 0 60 digunakan adalalah batu pecah atau kerikil dalam keadaan kering dengan persyaratan seperti pada Tabel 2 s.d. Tabel 4. 2.1.3 Agregat Halus Agregat halus adalah agregat dengan ukuran terkecil yang tertahan di atas saringan no. 200 (0,074 mm). Agregat halus mempunyai fungsi untuk meningkatkan stabilitas campuran melalui saling mengunci (interlocking) antarbutir dan pengisi ruang antarbutir agregat kasar. Agregat halus terdiri dari butirbutir pecahan batu atau pasir alam maupun campuran keduaduanya dengan persyaratan seperti pada Tabel 5 s.d. Tabel 7. 288
Pengaruh Suhu Pemadatan pada Lapis Perkerasan Lataston ( HRS WC ) yang Menggunakan Bahan Pengikat Retona Blend 55 (Akem) Tabel 5. Persyaratan agregat halus Pengujian Standar Nilai Nilai setara pasir SNI 0344281997 Min.50 Material lolos saringan No. 200 SNI 0344281997 Maks. 8 Tabel 6. Spesifikasi agregat halus Jenis pengujian Gradasi Penyerapan air Berat jenis curah Berat jenis semu Kelekatan pada aspal Keausan pada 500 putaran Bagian lunak Pasir ekuivalen Satuan Spesifikasi Min. Maks. 2,5 95 50 3 40 5 Tabel 7. Gradasi agregat halus Ukuran saringan inci mm lolos saringan ¾ 3/8 No. 4 No. 80 No. 200 4,76 2,38 0,595 0,177 0,075 100 95 100 75 100 13 50 0 5 Tabel 8. Gradasi dan spesifikasi filler Jenis pengujian Gradasi ukuran saringan (inci) No. 30 No. 50 No. 100 No. 200 Berat jenis Spesifikasi Min. 100 95 90 65 2,5 Maks. 100 100 100 100 2.1.4 Bahan Pengisi (Filler) Bahan pengisi (filler) adalah agregat halus dengan partikel yang umumnya lolos saringan no. 200 atau lebih kecil dari 0,0075 mm menurut AASHTO (Sukirman, 1992 : 42). Filler mempunyai fungsi mempertinggi kepadatan dan stabilitas campuran, menambah jumlah titik kontak butiran, mengurangi jumlah bitumen yang digunakan untuk mengisi rongga dalam campuran dengan ketentuan seperti pada Tabel 8. 2.1.5 Aspal Retona Blend 55 Aspal Buton tipe Retona Blend 55 merupakan jenis bitumen yang diekstrak 289
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 12 NOMOR 2 DESEMBER 2012 sikan dari Asbuton. Sifat material dari Retona yaitu memiliki viskositas tinggi sehingga untuk kemudahan dalam pengerjaan maka Retona akan dicampur dengan aspal minyak. Proses ekstraksi dari Retona dapat menghasilkan produk retona yang berbedabeda, tergantung dari proporsi inorganic solvent yang digunakan dalam proses tersebut. Sebagai contoh, Retona 60 merupakan kadar bitumen 90 dan 10 mengandung filler. Pengembangan produk Retona terus dilakukan oleh PT. Olah Bumi Mandiri yang mengeluarkan produk Retona Blend 55. Produk ini merupakan hasil pencampuran aspal minyak dan aspal Retona. Tujuannya agar memberikan kemudahan dalam proses pengerjaan dan memberikan kinerja yang lebih baik sesuai dengan Ditjen Bina Marga (2008). Beberapa keunggulan produk ini adalah : a. Meningkatkan kestabilan, ketahanan fatigue dan kerekatan akibat suhu (fatigue life ratio 4,7332,62 kali lebih besar menurut Tu Delft). b. Kekuatan adesi dan kohesi yang tinggi, daya tahan terhadap air karena nitrogen base retona 5,61 ( 400). c. Usia pelayanan yang lebih lama (minimal dua kali), sehingga biaya pemeliharaan murah, mudah digunakan seperti aspal biasa. d. Stabilitas Marshal naik hingga 30, stabilitas dinamis naik sehingga 400 (ratarata di atas 3000 lintasan/menit). Tabel 9. Karateristik Retona Blend 55 dan persyaratan aspal yang dimodifikasi dengan aspal alam No. Jenis pengujian Metode Karakteristik Retona Syarat*) 1. Penetrasi, 25 C; 100 gr; 5 detik; 0,1 mm SNI 0624561991 40 50 40 50 2. Titik lembek, C SNI 0624341991 55 56 Min. 55 3. Titik nyala. C SNI 0624331991 270 330 Min. 225 4. Daktilitas; 25 C SNI 0624321991 50 100 Min. 50 5. Berat jenis SNI 0624411991 1,05 1,13 Min. 1,0 6. Kelarutan dalam Trichlor Ethylen, berat RSNI M042004 90 93 Min. 90 7. Penurunan berat (dengan TFOT), berat SNI 0624401991 0,01 2 Maks. 2 8. Penetrasi setelah kehilangan berat, asli SNI 0624561991 Min. 55 Min. 55 9. Daktilitas setelah TFOT, cm SNI 0624321991 Min. 50 Min. 50 10. Mineral lolos saringan no. 100, * SNI 0619681990 Min. 90 Min. 90 290
Pengaruh Suhu Pemadatan pada Lapis Perkerasan Lataston ( HRS WC ) yang Menggunakan Bahan Pengikat Retona Blend 55 (Akem) e. Stabilitas dinamis untuk jalan heavy loaded dan heavy traffic adalah minimum 3000 lintasan/menit. Ketentuan aspal Retona Blend 55 disajikan pada Tabel 9 (Ditjen Bina Marga, 2008). Aspal yang dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai: 1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat, dan antara aspal itu sendiri. 2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butirbutir agregat dan poripori yang ada dari segi itu sendiri. 3. Lapisan kedap air, yaitu menyelimuti permukaan butir agregat sehingga tahan terhadap pengaruh garam, asam dan basa. Sifatsifat aspal adalah sebagai berikut: 1) Daya tahan (durability) Daya tahan (durability) adalah kemampuan aspal menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan air dan perubahan suhu ataupun keausan akibat gesekan roda kendaraan. 2) Adesi dan kohesi Adesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal untuk mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah terjadi pengikatan. 291 3) Kepekaan terhadap temperatur Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. 4) Kekerasan aspal Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan (pada proses pelaburan). Pada proses pemanasan inilah akan terjadi pengerasan. Peristiwa pengerasan akan mengakibatkan terjadinya proses perapuhan yang terus berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai. 3. PELAKSANAAN PENELITIAN Dalam pelaksanaan penelitian ini setelah melakukan semua persiapan bahan, personil maupun literatur selanjutnya dilakukan pemeriksaan bahan yaitu terhadap agregat kasar, agregat halus, Aspal dan campuran HRSWC. Benda uji campuran HRSWC terdiri dari agregat halus, agregat kasar, filler serta aspal. Proporsi dari masingmasing agregat yang digunakan langsung ditentukan dari batas tengah spesifikasi limitnya sebagai spesifikasi ideal. Cara ini dimaksudkan agar diketahui berapa stabilitas maksimum yang dapat dicapai
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 12 NOMOR 2 DESEMBER 2012 dari agregat yang digunakan melalui suatu pengujian di laboratorium. Dengan metode ini maka perlu dihitung persentase tertahan pada masingmasing saringan sehingga didapat berat agregatnya di dalam suatu campuran dan diketahui pula proporsi masingmasing fraksi sebagai bahan acuan untuk menentukan gradasi total campuran. 3.1 Pemeriksaan Bahan dan Material Persiapan yang dilakukan adalah pengambilan agregat baik agregat halus dan kasar. Agregat selanjutnya dicuci dan dibersihkan dari kotoran agar tidak mempengaruhi daya lekatnya terhadap aspal. Kemudian, agregat dioven pada suhu 110 C ± 5 C selama 24 jam sehingga agregat benarbenar kering dan siap digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, variasi suhu pemadatan yang akan ditinjau adalah sebesar per 5 C dengan rentang suhu yang ditinjau sesuai dengan yang disarankan yaitu 125 C, 130 C, 135 C, 140 C, dan 145 C. Berdasarkan perkiraan kadar aspal optimum P b maka dibuatkan benda uji, dengan dua variasi kadar aspal di atas P b dan dua variasi kadar aspal di bawah P b (1,0, 0,5, P b, +0,5, +1,0). Benda uji terdiri dari tiga benda uji kering. Kemudian, dilakukan pengujian Marshall standar (2 75) tumbukan dan pengujian perendaman standar (waktu perendaman hanya 24 jam). Hal tersebut bertujuan untuk menentukan VIM, VMA, VFA, kepadatan, stabilitas, kelelehan. 3.2 Pembuatan Benda Uji Pembuatan sejumlah benda uji Marshall dimaksudkan untuk menghasilkan benda uji yang akan dites dengan metode Marshall. Selanjutnya, dianalisis perilaku campuran beraspal dengan variasi suhu perendaman pada suhu pemadatan tertentu yang kadar aspalnya berbedabeda. Benda uji keperluan ditentukan dari hasil bagi Marshall dan indek stabilitas sisa. Dari grafik hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall, ditarik garis di tengahtengah rentang karakteristik Marshall ditambah 0,1 untuk menentukan kadar aspal optimum (KAO) untuk menghasilkan benda uji yang akan dites dengan metode Marshall. Selanjutnya, dianalisis perilaku campuran beraspal dengan variasi kadar aspal dan variasi agregat kasar dan halus yang berbedabeda. Pembuatan sejumlah benda uji Marshall disajikan pada Tabel 10. 3.3 Diagram Alir Penelitian Metodologi Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini sesuai dengan Gambar 1. 3.4 Tempat Penelitian Pengujian benda uji dilaksanakan di Laboratorium Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Barat Unit Pengujian Mutu Konstruksi dan Lingkungan (UPMKL) Batulayang Pontianak dan menggunakan fasilitas dan 292
Pengaruh Suhu Pemadatan pada Lapis Perkerasan Lataston ( HRS WC ) yang Menggunakan Bahan Pengikat Retona Blend 55 (Akem) Tabel 10. Jumlah benda uji untuk penelitian Variasi kadar aspal Variasi suhu pemadatan 125 C 130 C 135 C 140 C 145 C Jumlah benda uji Jumlah tumbukan 1,0 3 3 3 3 3 15 2 75 0,5 3 3 3 3 3 15 2 75 P b 3 3 3 3 3 15 2 75 +0,5 3 3 3 3 3 15 2 75 +1,0 3 3 3 3 3 15 2 75 Jumlah 75 seperangkat peralatan yang tersedia di laboratorium tersebut. 4. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA Hasil penelitian dan analisis data dapat dilihat pada Tabel 11 s.d Tabel 17. Dari hasil proporsi campuran (Tabel 17) diperoleh nilai persen untuk masingmasing agregat kasar, halus dan filler. Nilai agregat kasar adalah agregat dari saringan terbesar sampai dengan yang tertahan no. 8, yaitu 100 45,64 = 54,36. Nilai agregat halus yang lolos saringan no. 30 s.d. no. 200 sebesar 100 ( agregat kasar + filler) 100 (54,36 + 4,82) = 40,82. Nilai filler lolos saringan no. 200 sebanyak 4,82. Setelah proporsi masingmasing agregat didapat maka dicari variasi kadar aspal yang akan digunakan dengan menggunakan rumus berikut: P b = 0,035 ( CA) + 0,045 ( FA) + K ( FF) + C (1) di mana P b : perkiraan awal nilai kadar aspal optimum terhadap berat campuran CA : 54,36 agregat dari saringan terbesar sampai dengan yang tertahan no. 8 (batu) FA : 40,82 agregat yang lolos saringan no. 30 s.d. no. 200 (pasir) FF : 4,82 agregat yang lolos saringan no. 200 K : 0,18 C : koefisien untuk Lataston (HRS WC) yang bernilai 2 3. Dari rumus tersebut didapat 293
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 12 NOMOR 2 DESEMBER 2012 M U L A I Studi Pendahuluan Studi Pustaka Studi Laboratorium Persiapan Bahan Persiapan Alat Lab Pemeriksaan Bahan Penelitian Pemeriksaan Aspal Retona Blend 55 Penetrasi Berat Jenis Daktilitas Titik Nyala Titik Lembek Kehilangan Berat Pemeriksaan Agregat 1. Agregat Sungai Analisa saringan Berat jenis Keausan 2. Agregat halus 3. Filler (semen Portland) Rencana Campuran / Design Campuran Agregat Design Camp. Aspal Pb = 0,035 ( CA) + 0,045 ( FA) + 0,18 ( FF) + C Variasi suhu Pemadatan (125 0 C, 130 0 C, 135 0 C, 140C, 145 0 C) Pembuatan Benda Uji Pengujian Marshall Analisa Data Gambar 1. Bagan alir penelitian Kesimpulan dan Saran 294
Pengaruh Suhu Pemadatan pada Lapis Perkerasan Lataston ( HRS WC ) yang Menggunakan Bahan Pengikat Retona Blend 55 (Akem) Tabel 11. Hasil pemeriksaan Retona Blend 55 No Jenis pemeriksaan Hasil Syarat Min. Maks. Satuan 1. Penetrasi, 25ºC, 100 gr, 5 detik 48 40 50 0,1 mm 2. Titik lembek 55 55 56 C 3. Titik nyala 315 270 330 C 4. Daktilitas, 25ºC > 85 50 100 Cm 5. Berat jenis aspal 1,0772 1,05 1,13 gr/ml 6. Penurunan berat 0,1496 0,01 2 C/berat 7. Penetrasi setelah penurunan berat 57 55 0,1 mm 8. Daktilitas setelah penurunan berat > 70 50 cm Tabel 12. Hasil pemeriksaan agreggat kasar No Jenis pemerikasaan Hasil Spesifikasi 1 Keausan agregat (Los Angeles) 25,15 40 2 Berat jenis bulk 2,649 gr/cm 3 Min. 2,5 3 Berat jenis SSD 2,666 gr/cm 3 Min. 2,5 4 Berat jenis semu (Apparent) 2,694 gr/cm 3 Min. 2,5 5 Penyerapan (Absorption) 0,633 Maks. 3 Tabel 13. Hasil pemeriksaan batu pecah 0,5 1 cm No Jenis pemerikasaan Hasil Spesifikasi 1 Keausan agregat (Los Angeles) 25,15 40 2 Berat jenis bulk 2,645 gr/cm 3 Min. 2,5 3 Berat jenis SSD 2,663 gr/cm 3 Min. 2,5 4 Berat jenis semu (Apparent) 2,693 gr/cm 3 Min. 2,5 5 Penyerapan (Absorption) 0,667 Maks. 3 P b = 0,035 (54,36) + 0,045 (40,82) + 0,18 (4,82) + 2 = 6.6 6,5. Dari nilai P b di atas dapat ditentukan nilai variasi kadar aspal yaitu dengan mengambil dua nilai kadar aspal yang berada di atas dan dua nilai kadar aspal yang berada di bawah dengan kenaikan 0,5. Berdasarkan perhitungan di atas didapat variasi kadar aspal yaitu 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5. Dari hasil perhitungan proporsi gradasi gabungan yang diperoleh maka dapat dibuat grafik seperti tampak pada Gambar 2. 295
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 12 NOMOR 2 DESEMBER 2012 Tabel 14. Hasil pemeriksaan stone dust No Jenis pemerikasaan Hasil Spesifikasi 1 Berat jenis bulk 2,631 gr/cm 3 Min 2,5 2 Berat jenis SSD 2,646 gr/cm 3 Min 2,5 3 Berat jenis semu (Apparent) 2,669 gr/cm 3 Min 2,5 4 Penyerapan (Absorption) 0 Maks 3 Tabel 15. Hasil pemeriksaan pasir No Jenis pemerikasaan Hasil Spesifikasi 1 Berat jenis bulk 2,532 gr/cm 3 Min 2,5 2 Berat jenis SSD 2,576 gr/cm 3 Min 2,5 3 Berat jenis semu (Apparent) 2,649 gr/cm 3 Min 2,5 4 Penyerapan (Absorption) 1,740 Mak 3 Tabel 16. Hasil pemeriksaan agregat halus dan filler (data sekunder) Agregat halus (Pasir) Filler (semen Portland) Jenis pemerikasaan Hasil Spesifikasi Berat jenis bulk 2,544 gr/cm 3 Min 2,5 Berat jenis SSD 2,568 gr/cm 3 Min 2,5 Berat jenis semu (Apparent) 2,609 gr/cm 3 Min 2,5 Penyerapan (Absorption) 0,979 Maks 3 Sand equivalent 97,073 Min 95 Berat jenis 3,123 gr/cm 3 Min 2,5 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis nilai masingmasing suhu pemadatan terhadap parameter Marshall berdasarkan uji sampel yang diperoleh dari nilai Kadar Aspal Optimum (KAO) Retona Blend 55 yang dilakukan dengan suhu pemadatan 125 145ºC seperti tampak pada Tabel 18. 5.1 Nilai Stabilitas Stabilitas adalah kemampuan suatu lapisan permukaan untuk menahan deformasi akibat adanya beban yang bekerja di atasnya tanpa mengalami perubahan bentuk tetap seperti gelombang dan alur, sebagaimana terlihat pada Gambar 3. 296
lolos Pengaruh Suhu Pemadatan pada Lapis Perkerasan Lataston ( HRS WC ) yang Menggunakan Bahan Pengikat Retona Blend 55 (Akem) Tabel 17. Analisis saringan/gradasi gabungan Ukuran saringan Kombinasi agregat Spesifikasi inci mm Persen () lolos Gabungan Kasar Halus Filler Senjang Semisenjang 3/4" 19,10 100,00 100,00 100,00 100,00 100 100 1/2" 12,70 100,00 100,00 100,00 92,33 90 100 87 100 3/8" 9,50 83,96 100,00 100,00 83,01 75 85 55 88 No.8 2,40 9,41 84,30 100,00 62,25 50 72 50 62 No.30 0,60 3,81 60,11 100,00 40,94 35 60 20 45 No.50 0,30 2,26 3,67 100,00 16,29 15 35 No.200 0,075 0,38 0,12 99,83 7,93 6 10 6 10 100 90 80 70 SPEK GRADASI HRS BASE SENJANG 60 50 40 30 HASIL GRADASI CAMPURAN 20 10 Gambar 2. 0 200 100 70 50 40 30 16 10 8 4 3/8 1/2 3/4 1 11/2 21 ukuran saringan Grafik gradasi gabungan 297
Stabilitas (kg) JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 12 NOMOR 2 DESEMBER 2012 Tabel 18. Hasil perhitungan nilainilai propertis Marshall berdasarkan uji sampel dari nilai KAO KAO Parameter Marshall Variasi suhu Stabilitas Flow VIM VFB MQ pemadaan kg mm kg/mm 125 C 808,00 1,90 13,50 41,00 429,40 130 C 890,10 2,70 5,40 72,70 326,90 135 C 6,50 1.051,40 3,20 4,90 74,60 334,90 140 C 6,60 1.121,60 3,60 4,20 77,70 313,30 145 C 6,25 1.140,60 3,60 3,70 79,70 314,70 Spesifikasi Min.800,00 Min. 3,00 4 6 Min.68,00 Min.250,00 1200 1150 1100 1050 1000 950 900 850 800 750 125 130 135 140 145 Suhu pemadatan ( C) Gambar 3. Grafik nilai stablitas terhadap parameter Marshall Angka ratarata nilai stabilitas minimum untuk lalu lintas sedang yaitu sebesar 800 kg. Stabilitas cenderung terus meningkat seiring dengan meningkatnya suhu pemadatan. Stabilitas yang terlalu tinggi menyebabkan campuran terlalu kaku sehingga akan mudah terjadi retak pada waktu menerima beban. Sebaliknya, dengan stabilitas yang rendah akan 298 mudah mengalami rutting oleh beban lalu lintas atau oleh perubahan bentuk subgrade. Kuat tidaknya suatu lapisan perkerasan dipengaruhi oleh bentuk, kualitas, tekstur permukaan, gradasi agregat, gesekan antarbutir agregat, penguncian antaragregat, daya lekat serta kadar aspal dalam campuran. Stabilitas cenderung naik seiring naiknya kadar aspal yang berfungsi sebagai film aspal untuk menyelimuti agregat pada campuran. Sebaliknya, penurunan nilai stabilitas pada kadar aspal tinggi disebabkan aspal yang awalnya berfungsi sebagai pengikat agregat dalam campuran telah berubah menjadi pelumas setelah melewati nilai optimum. 5.2 Nilai Flow Flow atau kelelehan adalah besarnya deformasi yang terjadi pada awal pembebanan sampai stabilitas menurun yang menunjukkan besarnya deformasi dari campuran perkerasan akibat beban yang bekerja.
VIM () Flow (mm) Pengaruh Suhu Pemadatan pada Lapis Perkerasan Lataston ( HRS WC ) yang Menggunakan Bahan Pengikat Retona Blend 55 (Akem) 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 125 130 135 140 145 Suhu pemadatan ( C) Gambar 4. Grafik nilai flow terhadap parameter Marshall Gambar 4 menunjukan nilai flow yang didapat dari masingmasing suhu pemadatan. Nilai flow campuran dipengaruhi oleh viskositas dan kadar aspal, gradasi agregat serta suhu pemadatan. Campuran yang memiliki nilai kelelehan tinggi dengan nilai stabilitas rendah cenderung bersifat plastis dan mudah mengalami perubahan bentuk apabila mengalami pembebanan lalulintas, sedangkan campuran dengan kelelehan rendah dan stabilitas yang tinggi cenderung bersifat getas. Nilai flow untuk lalu lintas sedang minimal yaitu 3 mm. Campuran dengan nilai flow lebih kecil dari 2 mm mengakibatkan campuran menjadi kaku sehingga perkerasan mudah menjadi retak. Kenaikan stabilitas cenderung berbanding terbalik terhadap nilai flow. Meningkatnya stabilitas cenderung menurunkan kelenturan (flow) dari campuran, terbukti 299 nilai flow pada suhu pemadatan 125 C dan 130 C nilainya kurang dari 3 mm, namun pada suhu 135 C sebagian sampai dengan suhu pemadatan 145 C nilai flow di atas 3,0 mm. 5.3 Nilai VIM Nilai VIM (Voids in Mixed/rongga dalam campuran) menunjukkan banyaknya rongga yang ada dalam suatu campuran untuk memungkinkan tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas yang berulang. Rongga yang kecil/sedikit akan memberikan campuran yang kedap sehingga akan meningkatkan ketahanan campuran tersebut terhadap stripping (lepasnya aspal dari agregat), sebagaimana terliha pada Gambar 5. Gambar 5 menunjukkan bahwa bertambahnya kadar aspal akan menurunkan nilai VIM. Hal ini dikarenakan aspal 16 14 12 10 8 6 4 2 125 130 135 140 145 Suhu pemadaan ( C) Gambar 5. Grafik nilai VIM terhadap parameter Marshall
VFB () JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 12 NOMOR 2 DESEMBER 2012 akan mengisi rongga campuran sehingga campuran akan menjadi lebih rapat dan nilai VIM akan semakin kecil. Nilai VIM yang disyaratkan untuk lataston adalah 4 6. Perkerasan yang memiliki nilai VIM yang terlalu rendah (< 4) akan mudah mengalami deformasi plastis. Pada saat temperatur tinggi aspal akan mencair dan mencari tempat yang kosong dan mudah ditembus. VIM rendah berarti rongga dalam campuran kecil, sehingga tidak tersedia ruang yang cukup yang dapat mengakibatkan aspal naik ke permukaan (bleeding). Sebaliknya, VIM yang terlalu besar (> 6) akan mengurangi kekedapan campuran dan dapat mengakibatkan terjadinya retakan sehingga keawetan campuran menjadi menurun. Dari Gambar 5 terlihat bahwa nilai VIM pada variasi suhu pemadatan 125 C dan 145 C tidak masuk dalam spesifikasi, namun pada suhu 130 C, 135 C, dan 140 C, nilai VIM yang didapat berada dalam rentang yang disyaratkan yaitu 4 6. 5.4 Nilai VFB Nilai VFB (Voids Filled with Bitument/ rongga terisi aspal) menunjukkan besarnya rongga yang dapat terisi aspal. Besarnya nilai VFB menentukan tingkat keawetan campuran. Semakin besar nilai VFB berarti rongga yang terisi aspal semakin besar dan kekedapan campuran semakin besar. VFB yang terlalu besar akan menyebabkan terjadinya bleeding pada saat suhu tinggi, yang disebabkan VIM yang terlalu kecil, sehingga apabila perkerasan menerima beban maka aspal akan naik ke permukaan. Sebaliknya, nilai VFB yang terlalu kecil akan mengakibatkan kekedapan perkerasan semakin kecil sehingga air dan udara akan dapat mengoksidasi aspal dalam dan keawetan campuran menjadi berkurang, seperti tampak pada Gambar 6. Grafik nilai VFB berbanding terbalik terhadap nilai VIM. Nilai VFB cenderung menurun jika nilai VIM naik. Hal ini dikarenakan nilai rongga dalam campuran (VIM) meningkat atau besar sehingga jumlah kandungan aspal yang akan menyelimuti (VFB) tidak cukup untuk menyelimuti campuran tersebut sehingga tebal film aspal menjadi kecil dan akan berpengaruh pada keawetan campuran aspal tersebut, maka campuran aspal tersebut kurang kedap air di mana akan berakibat campuran aspal tersebut 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 125 130 135 140 145 Suhu pemadatan ( C) Gambar 6. Grafik nilai VFB terhadap parameter Marshall 300
MQ (kg/mm) Pengaruh Suhu Pemadatan pada Lapis Perkerasan Lataston ( HRS WC ) yang Menggunakan Bahan Pengikat Retona Blend 55 (Akem) mudah stirpping atau mudah lepas sehingga tingkat keawetan campuran berkurang. Berdasarkan analisis data di atas pada suhu pemadatan 125 C nilai VFB tidak memenuhi syarat. Sedangkan pada suhu pemadatan 130 145 C nilai VFB (72,70, 74,60, 77,70, 79,70) menunjukan nilai di atas standar yang disyaratkan yaitu minimal 68. 5.5 Nilai MQ Nilai MQ (Marshal Quotient) adalah hasil bagi antara stabilitas dengan nilai flow. Nilai MQ mengindikasikan pendekatan terhadap kekuatan dan fleksibilitas suatu campuran aspal. Campuran yang memiliki MQ yang terlalu tinggi berarti campuran kaku dan fleksibilitasnya rendah sehingga 450 400 350 300 250 200 125 130 135 140 145 Suhu pemadatan ( C) Gambar 7. Grafik nilai MQ terhadap parameter Marshall campuran akan lebih mudah mengalami retakretak (cracking). Sebaliknya, campuran yang memiliki MQ yang terlalu rendah akan bersifat fleksibel (lentur) dan cenderung menjadi plastis sehingga mudah mengalami deformasi pada saat menerima beban lalu lintas. MQ tergantung pada besarnya nilai stabilitas yang dipengaruhi frictional resistance dan interlocking yang terjadi antara partikel dan kohesi campurannya. Gambar 7 memperlihatkan grafik MQ terhadap parameter Marshall. Dari Gambar 7 dapat dijelaskan bahwa dengan bertambahnya kadar aspal nilai MQ cenderung turun. Syarat MQ yang diizinkan Binamarga yaitu minimal 250 kg/mm. Terlihat pada suhu pemadatan 125 C, nilai MQ naik dari kadar aspal 5,5 sampai 6,5 dan nilai MQ turun lagi pada kadar aspal 7,5. Pada variasi suhu pemadatan 130 C, 135 C, dan 140 C ada kenaikan karena besarnya nilai stabilitas yang dicapai pada suhu pemadatan lebih tinggi sedangkan nilai flow cenderung turun. 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: a) Hasil pemeriksaan awal nilai P b yang diperoleh ialah 6,5 maka didapat variasi kadar aspal yaitu 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5. 301
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 12 NOMOR 2 DESEMBER 2012 Hasil pengujian di laboratorium dengan parameter Marshall diketahui pengaruh suhu pemadatan pada suhu 135 C, 140 C, 145 C memenuhi syarat, sedangkan pemadatan pada suhu 125 C, 130 C tidak memenuhi syarat Marshall. b) Kesimpulan hasil penelitian khusus untuk Lataston (HRSWC) dengan menggunakan bahan pengikat Retona Blend 55 bahwa dengan suhu pemadatan standar diperoleh nilai stablitas yang baik. Demikian juga halnya dengan nilai VIM juga memenuhi syarat Bina Marga. Dengan demikian, stabilitas terpenuhi dan rongga dalam campuran semakin kecil. Ini berarti bahwa penggunaan Retona Blend 55 terbukti mampu meningkatkan nilai ketahanan/keawetan pada campuran aspal panas jenis perkerasan Lataston (HRSWC). Dengan demikian, direkomendasikan bahwa pemakaian aspal Retona Blend 55 khususnya pada campuran HRSWC layak untuk dipertimbangkan sebagai alternatif pengganti aspal pen 60/70 yang mulai langka di pasaran. 6.2 Saran Berdasarkan penelitian ini maka disarankan sebagai berikut: a) Pada penelitian selanjutnya diharapkan pemanfaatan jenis aspal Retona Blend 55 dapat dilakukan pada jenisjenis perkerasan lain. b) Pada penelitian selanjutnya sebaiknya diteliti lebih lanjut mengenai unsurunsur kimia Retona Blend 55, serta melakukan analisis secara ekonomis tentang keuntungan dan kerugian dari penggunaan Retona Blend 55. Daftar Pustaka Asphalt Institute. 2001. Construction of Hot Mix Asphalt Pavement. Manual Series 22. 2 nd. USA. Ditjen Bina Marga. 2008. Petunjuk Praktis Penggunaan Aspal Retona Blend 55 dalam Campuran Beraspal Panas. No. 010/BM 2008. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Ditjen Prasarana Wilayah. 2002. Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas. Jakarta: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Puslitbang Prasarana Transportasi. 2005. Panduan Pemeliharaan Jalan. Serial Panduan. Departemen Pekerjaan Umum. Sukirman, Silvia. 1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova. 302