BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi. daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Bone Bolango. Dinas

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menjelaskan

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belanja modal termasuk jenis belanja langsung dan digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. wujud dari diberlakukannya desentralisasi. Otononomi daerah menurut UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

: Maytias Tri Pratiwi NPM :

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Yuwono (2005: 107) menyatakan bahwa pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah dan diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Yang dimaksud sumber pendapatan asli Daerah Kabupaten Bone Bolango yaitu: a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah c. Hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan; dan d. Lain-lain pendapatan Daerah yang sah. Berdasarkan pasal 79 Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dapat disimpulkan PAD adalah sesuatu yang diperoleh Pemerintah Daerah yang dapat diukur dengan uang karena kewenangan (Otoritas) yang diberikan masyarakat dapat berupa hasil pajak daerah dan retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah serta lain-lain pendapatan daerah yang

sah. Dari beberapa komponen PAD tersebut, maka yang perlu mendapatkan perhatian adalah pajak dan retribusi daerah, karena kedua jenis PAD ini baik secara langsung maupun tidak langsung akan membebeani rakyat. 2.1.2 Dana Perimbangan Menurut Permendagri No. 32 Tahun 2004, dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, kepada daerah diberikan Dana Perimbangan melalui APBN yang bersifat transfer dengan prinsip money follows function. Salah satu tujuan pemberian Dana Perimbangan tersebut adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah dengan daerah dan antar daerah, serta meningkatkan kapasitas daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah. Pada aspek hubungan pemerintahan pusat dan daerah ini (Elmi, 2002: 55) mengungkapkan bahwa dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan akan terjadi pembagian keuangan yang adil dan rasional. Artinya bagi daerah-daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam akan memperoleh bagian pendapatan yang jumlahnya lebih besar sedangkan daerah-daerah lainnya akan mengutamakan bagian dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). UU No.33 Tahun 2004 pada Pasal 1 ayat 19, menjelaskan Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam

rangka pelaksanaan desentralisasi. Dan Pasal 10 ayat 1 menjelaskan dana perimbangan terdiri atas: Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. 2.1.3 Belanja Modal Belanja Modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang menghasilkan aktiva tetap tertentu (Nordiawan, 2006). Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yakni dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lainnya, atau juga dengan membeli. Namun, untuk kasus di pemerintahan, biasanya cara yang dilakukan adalah membangun sendiri atau membeli. Dewi (2006) dan Syaiful (2008) mengutarakan bahwa belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. 2.1.4 Kinerja Keuangan Pengertian analisis kinerja keuangan menurut Halim (2007: 31) dalam Pratidina (2011) adalah usaha mengindentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan yang tersedia. Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD belum banyak dilakukan.

Meskipun demikian, dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien dan akuntabel, rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta. Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari suatu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui kecenderungan yang terjadi. Menurut Halim (2007: 232) dalam Pratidina (2011) beberapa rasio yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas pemerintah daerah diuraikan berikut: a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi Rasio Kemandirian berarti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat atau propinsi) semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi Rasio kemandirian, maka semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rasio kemandirian : Pendapatan asli daerah x 100% Transfer pemerintah pusat Rasio Ketergantungan : Transfer pemerintah pusat X 100% Total Pendapatan daerah

Sebagai pedoman dalam melihat pola hubungan dengan kemampuan keuangan daerah dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 3 Pola Hubungan dengan Tingkat Kemandirian Daerah Kemampuan Daerah Kemandirian Pola Hubungan Rendah Sekali 0-25 Instruktif Rendah 25-50 Konsultatif Sedang 50-75 Partisipatf Tinggi 75-100 Delegasi b. Rasio efektifitas terhadap PAD Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah yang dapat dirumuskan sebagai berikut : Rasio Efektifitas: Realisasi Penerimaan PADx 100% Anggaran penerimaan PAD Semakin tinggi rasio efektivitas menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik. Sesuai dengan keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 690.900.327 Tahun 1996, kriteria efektivitas kinerja keuangan dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut: Tabel 4 Kriteria Efektifitas Kinerja Keuangan Presentase Efektifits Kriteria Diatas 100 Sangat efektif 90-100 Efektif 80-90 Cukup efektif 60-80 Kurang efektif Dibawah 60 Tidak efektif

c. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara total realisasi pengeluaran (Belanja Daerah) dengan realisasi pendapatan yang diterima (Halim, 2007: 234 dalam Pratidina, 2012). Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik. Rumusan untuk menghitung tingkat efisiensi penerimaan pendapatan asli daerah adalah sebagai berikut: Rasio Efisiensi: Total Realisasi Belanja Daerah x 100 % Total Realisasi Pendapatan Daerah d. Rasio Keserasian Tabel 5 Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan Presentase Efisiensi Kriteria Diatas 100 Tidak Efisien 90-100 Kurang efisien 80-90 Cukup efisien 60-80 Efisien Dibawah 60 Sangat efisien Rasio keserasian menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja aparatur daerah dan belanja pelayanan publik secara optimal (Halim, 2007: 235 dalam Pratidina, 2012). Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja aparatur daerah berarti persentase belanja investasi (belanja pelayanan publik) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Rasio keserasian diformulasikan sebagai berikut:

Rasio Belanja Aparatur: Belanja Pegawai x 100% Total Belanja Daerah Rasio Belanja Publik: Total Belanja Pembangunan x 100% Total Belanja Daerah 2.1.5 Hubungan PAD, Dana Perimbangan, Belanja Modal Terhadap Kinerja Keuangan Pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas ini akan berujung pada peningkatan kemandirian daerah (Adi, 2006). Menurut UU No. 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah asli yang digali di daerah tersebut untuk digunakan sebagai modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat. Maka dari itu, PAD, Dana perimbangan dan Belanja Modal sangat pekah terhadap Kinerja Keuangan pemerintah daerah. Dana Perimbangan atau dana pemerintah pusat adalah pendapatan yang diterima pemerintah daerah yang berasal dari sumber eksternal dan tidak memerlukan adanya pembayaran kembali (Patrick, 2007). Dana Perimbangan diukur dengan proksi yang sama dalam penelitian Patrick (2007), Dana perimbangan yang mencakup Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Pengukuran ini

dipilih karena Dana Perimbangan merupakan bagian dari pendapatan yang berasal dari lingkungan eksternal bukan pajak. Dana perimbangan dengan dihitungan dan diperoleh total dana perimbangan dari pemerintah pusat kemudian dibagi total pendapatan x 100%. 2.2 Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian yang berkaitan dengan PAD, Dana perimbangan dan belanja modal telah dilakukan. Penelitian ini mendapat ide dan pengetahuan dari penelitian terdahulu antara lain Simanuallan (2013) dengan judul pengaruh Pengaruh belanja modal, dana perimbangan & PAD terhadap kierja keuangan kota dan kabupataen kepulauan riau Hasil dalam Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan belanja modal, dana perimbangan & PAD berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah untuk menguji pengaruh PAD, Dana perimbangan dan belanja modal terhadap kinerja keuangan dengan menggunakan rasio kemandirian. Penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini:

Tabel 6.Kajian Penelitian Terdahulu Yang Relevan No Nama Judul Fokus Penelitian 1. Putri analisis rasio Rasio keuangan (2010) keuangan APBD APBD untuk untuk menilai menilai kinerja kinerja kuangan keuangan pemerintah daerah pemerintah kota kediri, daerah 2. Julitawati (2012) 3. Simanuallang (2013) Pengaruh PAD, Dana Perimbangan terhadap kinerja keunagan pemerintah kabupaten/kota di provinsi aceh Pengaruh belanja modal, dana perimbangan & PAD terhadap kierja keuangan kota dan kabupataen kepulauan riau Memfokuskan PAD dan dana perimbangan terhadap kinerja keuangan pemerintah Memfokuskan pada belanja modal, dana perimbanagan & PAD terhadap kinerja keuangan Hasil Pertumbuhan APBD tahun anggaran 2005-2009 baik, namun kemampuan dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah masih kurang dan masih tergantunng pada sumber dana ekternal, utamanya dari DAU dan DAK Hasil pengujian pengaruh PAD dan Dana Perimbangan terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota secara simultan diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,125. Dengan demikian variabel independen yang meliputi PAD dan Dana Perimbangan secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan belanja modal, dana perimbangan & PAD berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah 4 Rukmana (2013) 5 Nugroho (2012) Pengaruh pajak dareah, retibusi daerah & dana perimabangan terhadap kinerja keuangan pemerintah provensi kepulauan riau Tentang pengaruh belanja modal terhadap pertumbuhan kinerja keuangan dengan PAD sebagai variabel intervening Pajak daerah, retribusi & dana perimbangan terhadap kinerja keuangan Belanja modal terhadap pertumbuhan kinerja keuangan dengan pendapatan asli daerah Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan pajak daerah, retribusi & dana perimbangan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Menilai Bahwa belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan kinerja keuangan melalui PAD

2.3 Kerangka Pikir PAD, Dana perimbangan dan belanja modal merupakan kewajiban pemerintah untuk merealisasikan secara maksimal terhadap pengeluaran secara efektif dan efisien. Kemudian dibenturkan dengan realitas yang ada maksudnya dalam megalokasikan pengeluaran harus jelas dialokasikan kemana belanja tersebut. Gambaran realitas dapat disaksikan tidak hanya dari hasil susunan angka pencapaian anggaran tapi juga terlihat pada kinerja keuangan bagaimana pemerintah daerah dapat mengelolah keuangan dengan baik agar memberikan hasil laporan realisasi anggran yang efektif, efisien dan dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnya PAD, Dana perimbangan dan belanja modal dapat pula mengukur kinerja keuangan. Sehingga dengan mudah untuk melihat apakah kinerja keuangan instansi tertentu baik atau tidak. Yang perlu diperhatikan pula adalah kinerja keuangan, dalam pandangan Hamzah (2006) kinerja keuangan merupakan suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator keuangan. Analisis kinerja keuangan pada dasarnya dilakukan untuk menilai kinerja dimasa lalu dengan melakukan berbagai analisis sehingga diperoleh posisi keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi-potensi kinerja yang akan berlanjut. Berikut kerangka pikir:

Dasar Teori Kinerja keuangan sebagaimana ditulis oleh Mardiasmo (2002: 45), bahwa indikator kinerja keuangan meliputi penyimpangan antara realisasi anggaran dengan target yang ditetapkan dalam APBD, efisien biaya, efektifitas program serta pemerataan dan keadilan. Hasil penelitian Simanuallang (2013) menunjukkan bahwa PAD, dana perimbangan & belanja modal bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Namun belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan, seperti apa yang di kemukakan oleh Ardhini (2011) dalam simanuallang (2013) yang menyatakan bahwa tingkat kemandirian keuangan daerah berpengaruh signifikan yang negatif terhadap belanja modal, sedangkan efisiensi tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, dimana dalam penelitian ini efisiensi adalah kinerja keuangan. Belanja modal yang semakin besar setiap periode tertentu dalam suatu pemerintah daerah akan mengakibatkan kinerja keuangan semakin tidak efisien, oleh karena itu belanja modal harus proporsional dengan sektor penerimaan (input) sehingga kinerja keuangan suatu pemerintah daerah akan meningkat. Namun tidak terlepas dari itu dana Perimbangan yang diterima dari pemerintah pusat akan memperlihatkan semakin kuat pemerintah daerah bergantung kepada pemerintah pusat untuk memenuhi kebutuhan daerahnya. Sehingga akan membuat kinerja keuangan pemerintah daerah menurun (Julitawati, 2012 dalam Rukmana, 2013). 1. Simanuallang (2013), hasil penelitian menunjukkan belanja modal, dana perimbangan, & PAD bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja keuangan 2. Julitawati (2012), hasil penelitian menunjukkan PAD dan dana perimbangan secara simultan berpengaruh terhadap kinerja keuangan 3. Rukmana (2013), hasil penelitian menunjukkan pajak daerah, retrbusi daerah & dana perimbangan secara simulatan berpengaruh terhadap kinerja keuangan Pengaruh PAD, Dana Perimbangan, Belanja Modal Terhadap Kinerja Keuangan Realisasi PAD Dana perimbangan Belanja modal Kinerja Keuangan Gambar 1 Kerangka Pikir

2.4 Hipotesis Hipotesis merupakan anggapan dasar yang kemudian membuat suatu teori yang masih harus diuji kebenaranya. Hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga terdapat pengaruh secara parsial dan simultan antara PAD, Dana Perimbangan, Belanja Modal Terhadap Kinerja Keuangan Kabupaten Bone Bolango