BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT

BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.

4.4.1 Proses dan Produk Diagenesa Proses Mikritisasi Mikrobial

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU

// - Nikol X - Nikol 1mm

HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY

Mikrofasies dan Diagenesa Batugamping Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Studi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan

Nama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1

BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, batuan karbonat kerap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT

TUGAS AKHIR A. Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

GEOLOGI DAN ANALISIS DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU, DAERAH DESA TINAPAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BLORA, JAWA TENGAH

Batuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar.

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

PETROGRAFI BATUAN KARBONAT

01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat

BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III Perolehan dan Analisis Data

TUGAS AKHIR A. Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

DAFTAR PUSTAKA. Adinegoro, U. dan Hartoyo, P., 1974, Paleogeography of Northeast Sumatera, Proceedings Indonesian Petroleum Association, hal 45.

: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB I PENDAHULUAN. reservoar, batuan tudung, trap dan migrasi. Reservoar pada daerah penelitian

Ciri Litologi

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

Gambar 1. Chert dalam Ukuran Hand Spicemen. Gambar 2. Chert yang terlipat. Gambar 3. Bedded Chert dan Sayatan Radiolarian Chert

Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur

BAB IV FASIES BATUGAMPING

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 4 Fasies Batugamping Formasi Citarate

GEOLOGI DAN STUDI FASIES BATUGAMPING DAERAH KALIORANG BARAT, KABUPATEN KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR

PEMBENTUKAN RESERVOIR DAERAH KARST PEGUNUNGAN SEWU, PEGUNUNGAN SELATAN JAWA. Oleh : Salatun Said Hendaryono

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

Subsatuan Punggungan Homoklin

Proses Sedimentasi. Oleh : Muhammad Yusuf Awaluddin

BAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAN FASIES BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG, DAERAH PASIR SALAM DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CILOGRANG, KABUPATEN LEBAK, BANTEN

LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

Bab IV Sistem Panas Bumi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland. dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir.

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

METODE PENDISKRIPSIAN BATUGAMPING UNTUK KARAKTERISASI RESERVOAR HIDROKARBON

IV. BATUAN METAMORF Faktor lingkungan yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

STAG3012 Petrologi batuan endapan

Batuan sedimen : batuan yang terbentuk. (pelapukan transportasi sedimentasi diagenesa) Komposisi sedimen :

C. Batas Wilayah Secara administratif area pendataan berada di Desa Bandung Rejo dan Desa Sumber Bening, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang.

DASAR-DASAR ILMU TANAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT. 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C

BAB I PENDAHULUAN. dan sejarahnya (termasuk perkembangan kehidupan), serta proses-proses yang telah

BENTANG ALAM KARST. By : Asri Oktaviani

KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

LINGKUNGAN PEMBENTUKAN DAN DIAGENESIS BATUGAMPING DAERAH KEMANG BARU DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SIJUNJUNG

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS FACIES DAN SEJARAH DIAGENESA BATUAN KARBONAT FORMASI RAJAMANDALA, PADALARANG, JAWA BARAT

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

Lokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas

BAB I PENDAHULUAN. dengan udara terbuka. Salah satu metode pertambangan bawah tanah yang sering

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH. Karst Research Group Fak. Geografi UGM

Transkripsi:

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING 4.1 Diagenesis Batugamping Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada suatu batuan meliputi proses kimiawi maupun fisika, namun perubahan ini bukan yang disebabkan oleh perubahan suhu dan tekanan (metamorfisme) (Scholle dan Ulmer- Scholle, 2003). Beberapa hal yang mengontrol proses diagenesis diantaranya, yaitu : komposisi dan mineralogi dari sedimen asal komposisi dari cairan pori serta kecepatan aliran fluida faktor sejarah geologi sedimen asal, seperti pengangkatan dan perubahan muka air laut juga mempengaruhi proses diagenesis. Proses diagenesis tahap awal dimulai bila batuan terangkat ke permukaan. Iklim, pada iklim kering, sementasi di lingkungan air tawar kemungkinan akan terbatas dibandingkan dengan porositas primer yang terawetkan. Sebaliknya pada iklim lembab, umumnya hanya sedikit sekali porositas primer yang terhindar dari proses sementasi, tetapi porositas sekunder seperti moldic dan vug berkembang secara signifikan. 4.2 Proses dan Produk Diagenesis Enam proses utama yang terdapat dalam proses diagenesis, yaitu: pelarutan, sementasi, neomorfisme, dolomitisasi, mikritisasi mikrobial dan kompaksi. Proses ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, tekanan, temperatur, stabilitas mineral, kondisi kesetimbangan, rate of water influx, waktu dan kontrol struktur. Tiga proses utama dalam proses diagenesis adalah, pelarutan (dissolution), sementasi dan penggantian (replacement). Setiap proses dicirikan oleh kenampakan yang berbedabeda yang menginterpretasikan kondisi pembentukan batuan karbonat. Berikut adalah proses yang terjadi dalam proses diagenesis : 1. Mikiritisasi Mikrobial Proses ini terjadi di lingkungan laut, yang trebentuk oleh adanya aktivitas pemboran butiran oleh endolithic algae, fungi dan bakteri di sekitar batas skeletal kemudian lubang yang terbentuk diisi dengan sedimen berbutir halus atau semen yang 31

menghasilkan micrite envelope, yaitu mikrit yang mengelilingi cangkang. Jika aktivitas organisme tersebut sangat aktif, maka akan dihasilkan cangkang yang sepenuhnya termikritisasi. Proses ini merupakan proses yang penting yang umunya terjadi dalam lingkungan stagnant marine phreatic zone dan active marine phreatic zone (Longman, 1980). 2. Pelarutan Proses pelarutan diketahui dengan adanya mineral yang tidak stabil larut dan membentuk mineral lain yang stabil pada lingkungan yang baru, hal ini terjadi jika ada perbedaan lingkungan diagenesis. Proses pelarutan dapat terjadi pada lingkungan freshwater vadose maupun freshwater phreatic (Longman, 1980). 3. Sementasi Proses sementasi merupakan proses diagenesis utama dalam sedimen karbonat terjadi pada waktu air pori yang sudah jenuh sewaktu fase semen dan tidak ada faktor kinetik yang bisa menghalangi presipitasi semen. Proses ini memerlukan sirkulasi air tawar ataupun air laut yang besar sekali. Lingkungan diagenesis ditunjukkan oleh adanya mineralogi dan fabric semen yang berbeda-beda tergantung pada komposisi air pori, kecepatan suplai karbonat dan kecepatan presipitasi. 4. Neomorfisme Neomorfisme adalah proses penggantian dan rekristalisasi dimana terjadi perubahan mineralogi. Contohnya yaitu pengasaran ukuran kristal pada lumpur karbonat atau mikrit (aggrading neomorphism) dan penggantian cangkang aragonit dan semen oleh kalsit (calcitization) (Tucker, 1991).. Proses ini dapat terjadi pada awal pemendaman freshwater phreatic dan deep burial. 5. Dolomitisasi Dolomitisasi adalah proses penggantian mineral kalsit menjadi dolomit yang disebabkan oleh meningkatnya kadar Mg dalam batuan karbonat. Faktor-faktor yang mempercepat presipitasi dolomit adalah besarnya perbandingan Mg/Ca pada mineral, besarnya kandungan CO 2, tingginya temperatur dan ph, rendahnya kandungan sulfat, rendahnya kadar salinitas serta pengaruh material organik. Proses dolomitisasi bisa berupa replacement melalui proses presipitasi atau berupa sementasi, yang dapat terjadi pada lingkungan mixing zone dan deep burial (Morrow, 1982). 32

6. Kompaksi Menurut Tucker dan Wright (1990) proses kompaksi dibagi jadi 2 macam, yaitu: Kompaksi mekanik yang terjadi pada saat pembebanan semakin besar yang menyebabkan terjadinya retakan di dalam butir, butir saling berdekatan, porositas berkurang. Kompaksi kimia, terjadi ketika antar butir bersentuhan sehingga mengalami pelarutan yang menghasilkan kontak suture dan kontak concavo-convex. 4.3 Lingkungan Diagenesis Gambar 4.l Lingkungan Diagenesis (Tucker dan Wright, 1990). Lingkungan diagenesis (Gambar 4.1) merupakan daerah dimana pola diagenesis yang sama muncul, lingkungan diagenesis ini dapat saja tidak ada kaitannya dengan lingkungan pengendapan dan dapat berubah sepanjang waktu. Mempelajari produkproduk diagenesis yang hadir pada lingkungan tertentu merupakan kunci penting untuk memprediksi kecenderungan porositas pada batuan karbonat. Longman (1980) membagi menjadi lima lingkungan diagenesis, yakni: Zona Marine Phreatic Sedimen berada pada lingkungan marine phreatic bila semua rongga porinya terisi oleh air laut yang normal. Umumnya karbonat diendapakan dan memulai sejarah diagenesisnya pada lingkungan marine phreatic. Lingkungan ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu lingkungan yang berhubungan dengan sirkulasi air sedikit, dicirikan oleh kehadiran mikritisasi dan sementasi setempat. Lingkungan kedua berupa lingkungan yang berhubungan dengan sirkulasi air yang baik dimana tingkat sementasi 33

intergranular dan mengisi rongga lebih intensif. Semen aragonit berserabut dan Mg kalsit merupakan ciri lain dari lingkungan ini. Zona Mixing Zona mixing merupakan percampuran lingkungan freshwater phreatic dan freshwater vadose dengan karakteristik adanya air payau dan bersifat diam. Seluruh rongga yang semula terisi air laut akan mulai tergantikan oleh air tawar. Dolomitisasi merupakan salah satu penciri lingkungan ini jika salinitas air sekitarnya rendah. Jika salinitasnya tinggi akan terbentuk Mg kalsit yang menjarum. Zona Meteoric Phreatic Zona ini terletak di bawah zona meteoric vadose dan zona mixing. Semua ruang pori batuan diisi air meteorik yang mengandung material karbonat hasil pelarutan dengan kadar yang bervariasi. Lingkungan ini dicirikan oleh proses pencucian, neomorfisme butir yang diikuti atau tanpa diikuti sementasi kalsit secara intensif Zona Meteoric Vadose Zona Meteoric Vadose terletak di bawah permukaan dan di atas muka air tanah yang menyebabkan rongga pada batuan terisi oleh udara dan air meteorik. Proses utama yang terjadi di lingkungan ini berupa pelarutan yang menghasilkan porositas sekunder vug dan saturasi yang membentuk semen pendant dan meniskus akibat air yang jenuh kalsit maupun penguapan CO 2. Zona Burial Lingkungan ini dicirikan adanya proses kompaksi baik kompaksi mekanik maupun kompaksi kimia. Menurut Longman (1980), lingkungan ini dicirikan oleh semen kalsit atau dolomit kasar yang bersifat ferroan dengan tekstur poikilotopik, terjadinya grain failure, stylolite dan dissolution seam. 34

4.4 Diagenesis Batugamping Daerah Penelitian No. Sampel Nama Batuan Butiran Bentuk Semen Alizarin red Semen Jenis Semen Stylolite (Y/T) (%); Jenis Porositas IA3/5 Packstone foraminifera dan alga blocky 1. Kalsit Y (5%); moldic IA5/1 IA5/3 IA5/5 IA4/2 Grainstone Grainstone Grainstone Packstone koral, foraminifera dan alga koral, foraminifera, dan alga koral, foraminifera, litoklas, dan alga koral, foraminifera, litoklas dan alga blocky dan rhombic Blocky dan rhombic blocky, fibrous dan rhombic Blocky dan rhombic 1. Kalsit 2. Dolomit 1. Kalsit 2. Dolomit 1. Kalsit 2. Aragonit 3. Dolomit 1. Kalsit 2. Dolomit T Y T Y (5%); moldic (5%); moldic (5%); vug (5%); vug Proses Diagenesis mikrobial, disolusi, dolomitisasi, neomorfisme dan kompaksi mikrobial, disolusi, dolomitisasi dan neomorfisme. mikrobial, dolomitisasi, disolusi, neomorfisme dan kompaksi mikrobial, disolusi, neomorfisme dan dolomitisasi mikrobial, dolomitisasi, disolusi, neomorfisme dan kompaksi Tabel 4.1 Data pengamatan terhadap 5 sampel sayatan Batugamping dengan alizarin merah. 35

No. Sampel Nama Batuan Butiran Alizarin red Semen Bentuk Semen Jenis Semen Stylolite (Y/T) (%); Jenis Porositas Proses Diagenesis IA7/3 Packstone Koral, foraminifera dan alga Blocky 1. Kalsit T (10%); moldic mikrobial, disolusi dan neomorfisme IA7/7 Grainstone Koral, foraminifera dan alga Blocky dan bladed 1. Kalsit T (5%); vug dan moldic mikrobial, disolusi dan neomorfisme IA7/10 Packestone Foraminifera dan alga Blocky 1. Kalsit T (5%); moldic IA12/1 Wackestone Foraminifera dan alga Blocky 1. Kalsit T (10%); vug IA9/3 Grainstone Foraminifera dan alga Blocky 1. Kalsit T (5%); moldic mikrobial, disolusi dan neomorfisme mikrobial, disolusi dan neomorfisme mikrobial, disolusi dan neomorfisme Tabel 4.2 Data pengamatan terhadap 5 sampel sayatan Batugamping dengan alizarin merah 36

4.5 Produk Diagenesis Batugamping Daerah Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan sayatan tipis dari contoh batugamping bisa diketahui produk diagenesis yang terdapat pada batugamping Formasi Tendehantu, yaitu: mikritisasi mikrobial, dolomitisasi, sementasi, pelarutan, neomorfisme dan kompaksi (Tabel 4.1 dan 4.2). 4.5.1 Mikritisasi mikrobial Gambar 4.2 Mikritisasi mikrobial pada fosil foramnifera (A2) kode sampel IA3/5. Mikritisasi mikrobial (Gambar 4.2) merupakan hasil dari diagenesis yang terjadi pada tahap awal di lingkungan marine phreatic (Longman, 1980). Produk ini umumnya terlihat pada semua sampel. Mikritisasi mikrobial merupakan selaput mikrit (micritic envelopes) yang dibentuk oleh organisme pembor yang melubangi bagian pinggir cangkang fosil yang kemudian terisi oleh mikrit. Selaput tersebut lebih tahan terhadap perubahan kondisi lingkungan sehingga ketika cangkang yang berkomposisi aragonit atau Mg-kalsit terlarutkan, selaput tersebut tetap melindungi cangkang. Bagian cangkang yang telah terlarut apabila tidak terisi akan membentuk porositas moldic. 37

4.5.2 Pelarutan Proses pelarutan terjadi jika ada perbedaan lingkungan diagenesis yang menyebabkan mineral yang tidak stabil larut dan membentuk mineral lain yang lebih stabil pada kondisi lingkungan diagenesis yang baru. Pada sampel sayatan yang telah dianalisis diperkirakan terjadi dua kali pelarutan. Dari proses pelarutan pertama menghasilkan porositas moldic yang terjadi pada lingkungan diagenesis marine phreatic-meteoric phreatic. Pelarutan kedua ditandai dengan adanya pelarutan lanjut dimana adanya rongga yang lebih besar (vug) (Gambar 4.3). Porositas ini memotong butiran dan semen yang ada. Pelarutan ini terjadi pada lingkungan meteoric vadose. Gambar 4.3 Pelarutan pertama menghasilkan porositas moldic (C8 dan C3) pada sampel IA7/10 (kiri) dan pelarutan kedua menghasilkan porositas vuggy (B7) yang memotong butiran dan semen terdapat pada sampel IA7/7 (kanan). 4.5.3 Sementasi Terdapat empat jenis semen yang hadir pada sampel sayatan yang diteliti yaitu: semen rhombic, bladed, fibrous dan semen blocky. Semen bladed, fibrous dan rhombic hanya ditemukan dibeberapa sampel sayatan. Jenis semen blade dan fibrous, terbentuk pada lingkungan diagenesis marine phreatic (Scholle dan Ulmer-Scholle, 2003). Semen lain yang ditemukan pada sampel sayatan yaitu semen blocky atau disebut juga equant berkomposisi kalsit dan semen rhombic berkomposisi dolomite (Gambar 4.4). Jenis semen blocky dapat terbentuk pada lingkungan diagenesis meteoric phreatic (Longman, 1980) dan lingkungan burial dan semen rhombic yang 38

bentukannya relatif jelas dengan mineral dolomit yang mencirikan lingkungan mixing zone (Tucker dan Wright, 1990). Gambar 4.4 Semen bladed (D7) pada nomor sampel IA7/7 (kiri) dan semen blocky (C6) pada nomor sampel IA4/6 (kanan). 4.5.4 Neomorfisme Dari hasil pengamatan sayatan tipis, yang dihasilkan dari proses ini adalah aggrading neomorphism yaitu rekristalisasi mikrit menjadi kristal-kristal yang berukuran lebih besar yaitu mikrospar dan spar (Gambar 4.5). Kristal-kristal yang terbentuk memiliki kenampakkan yang lebih keruh daripada semen mikrospar dan spar biasa. Hal ini disebabkan karena kristal-kristal tersebut berasal dari rekristalisasi mikrit yang berasal dari lumpur karbonat. Proses ini terdapat di beberapa sampel sayatan. Tucker dan Wright (1980) menyatakan bahwa neomorfisme terjadi pada lingkungan diagenesis meteoric phreatic dan dapat pula pada lingkungan burial. 39

Gambar 4.5 Neomorfisme (C5) pada nomor sampel IA12/1 dimana terjadi perubahan 4.5.5 Dolomitisasi ukuran matriks menjadi spari kalsit yang berukuran lebih besar. Gambar 4.6 Proses dolomitisasi, ditandai dengan adanya mineral dolomit (C6) yang terjadi pada nomor sampel IA3/5. 40

Produk dari proses ini adalah mineral dolomit yang menggantikan mineral kalsit. Morrow (1982) menggunakan dua model pembentukkan dolomit, yaitu model mixedwater atau mixing zone yang dicirikan oleh dolomit non-fe dengan besar kristal sedang (62-250 mikron) dan model burial compaction yang dicirikan oleh dolomit Fe dengan besar kristal kasar mencapai ukuran millimeter sampai sentimeter. Kristal dolomit dijumpai pada sebagian contoh sayatan batuan mengalami proses dolomitisasi dengan ukuran kristal yang relatif sedang (halus). Pada gambar 4.6, proses dolomitisasi terjadi pada nomor sampel IA4/6 yang dicirikan oleh mineral berbentuk rhombic dan tidak bewarna. Berdasarkan model dari Morrow (1982) mengenai model pembentukkan dolomit maka diperkirakan bahwa pembentukkan dolomit terjadi di lingkungan diagenesis mixing zone. 4.5.6 Kompaksi Produk diagenesis ini terlihat di beberapa contoh sayatan tunjukkan dengan adanya gejala kompaksi kimia. Penyebababnya adalah adanya peningkatan tekanan akibat pembebanan yang menyebabkan antar butir bersentuhan dan larut (pressure dissolution) menghasilkan microstylolite (Gambar 4.7) selain itu terdapat rekahan yang memotong butir akibat adnya kompakasi secara mekanik (namun sudah terisi oleh semen). Struktur kompaksi ini membutuhkan penimbunan sedalam ratusan hingga ribuan meter. Gambar 4.7 Kompaksi kimia (B1 sampai B5) menghasilkan microstylolite yang terjadi pada sampel IA5/3. 41

4.6 Lingkungan Diagenesis Batugamping Formasi Tendenhantu Berdasarkan pengamatan terhadap produk diagenesis yang terbentuk, bias diinterpretasikan lingkungan diagenesis yang pernah dilalui oleh batugamping Formasi Tendehantu, meliputi lingkungan marine phreatic, burial, mixing zone, meteoric phreatic, dan meteoric vadose. Selaput mikrit (micritic envelope) akibat aktivitas organisme pembor (mikritisasi mikrobial) dan semen fibrous pada foraminera, koral dan alga merupakan salah satu penciri lingkungan diagenesis marine phreatic. Lingkungan diagenesis burial diantaranya dicirikan oleh adanya stylolite dan rekahan pada butiran (namun sudah terisi oleh semen) yang merupakan hasil dari kompaksi kimia dan adanya rekahan yang menandakan adanya kompaksi mekanik. Untuk lingkungan Mixing zone dicirkan oleh adanya proses dolomitisasi yang menghasilkan mineral dolomit (hadir semen berbentuk rhombic) yang berukuran sedang (halus) sebagai pengganti mineral kalsit. Kehadiran semen kalsit blocky pada rongga butiran dan adanya semen kalsit bladed dengan adanya pengkasaran kristal semen ke arah pusat pori (ruang antar butir) (Longman, 1980) menunjukkan lingkungan diagenesis meteoric phreatic; neomorfisme mikrit menjadi mikrospar dan spar serta terbentuknya porositas moldic akibat pelarutan dari cangkang koral, alga, foraminifera dan moluska. Hadirnya porositas vug mengindikasikan lingkungan meteoric vadose. 4.7 Sejarah Diagenesis Batugamping Formasi Tendenhantu Urutan perubahan lingkungan diagenesis yang terjadi pada Batugamping Formasi Tendenhantu di daerah penelitian yaitu lingkungan diagenesis marine phreatic, burial, mixing zone, meteoric phreatic dan meteoric vadose (Gambar 4.8). Dengan menganalisis produk- produk diagenesis yang teramati, diperkirakan sejarah lingkungan diagenesis dimulai dari lingkungan marine phreatic. Hal ini ditandai dengan adanya mikritisasi mikrobial yang menghasilkan selaput mikrit (micritic envelope) dan adanya sementasi intergranular pada cangkang foraminifera oleh semen aragonit yang berbentuk fibrous. Kemudian terjadi pengendapan satuan batuan yang lebih muda menyebabkan Satuan Batugamping memasuki lingkungan burial yang ditandai dengan kehadiran stylolite dan rekahan (namun sudah terisi oleh semen kalsit). 42

Proses tektonik yang terjadi menyebabkan lingkungan diagenesis berubah menjadi mixing zone. Hal ini ditandai oleh adanya mineral dolomit yang mengisi rekahan yang ada pada butiran. Setelah itu lingkungan diagenesis batugamping pada daerah penelitian mengalami perubahan menjadi meteoric phreatic. Hal ini ditandai oleh terbentuknya semen kalsit blocky, neomorfisme mikrit menjadi mikrospar dan dengan adanya semen kalsit bladed dengan tekstur kristal yang mengkasar kea rah pusat pori (runag antar butir). Akibat proses tektonik yang masih terjadi menyebabkan terangkatnya Batugamping Formasi Tenedenhantu di daerah penelitian menuju lingkungan meteoric vadose yang ditandai dengan adanya produk diagenesis berupa porositas moldic, lingkungan ini merupakan lingkungan dimana Batugamping Formasi Tendenhantu mengalami kontak langsung dengan air hujan yang tidak jenuh CaCO 3 menyebabkan proses pelarutan berlangsung intensif menghasilkan porositas sekunder yaitu vug. Skema perubahan lingkungan diagenesis Batugamping Formasi Tendenhantu di daerah penelitian bisa di interpretasikan seperti gambar 4.8 di bawah ini: Gambar 4.8 Skema perubahan lingkungan diagenesis yang terjadi pada daerah penelitian (Tucker dan Wright, 1990). Menurut Choquette dan Pray (1970) berdasarkan waktu terjadinya diagenesis maka proses diagenesis pada daerah penelitian meliputi (a) tahap eogenetik yang terjadi dekat permukaan, (b) tahap mesogenetik yaitu diagenesis pada lingkungan burial, dan (c) tahap telogenetik yang terjadi setelah pengangkatan. 43