Pentingnya Pengetahuan Prasyarat dalam Memecahkan Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
Apa Implikasi dari Inti Psikologi Kognitif Terhadap Pembelajaran Matematika?

Bagaimana Mengajar Pembuktian?

BILAMANA PROSES PEMBELAJARAN MENJADI BERMAKNA BAGI SISWA? SUATU TEORI BELAJAR DARI DAVID P. AUSUBEL. Fadjar Shadiq (WI PPPPTK Matematika)

BELAJAR BERMAKNA DAVID P. AUSUBEL DI SD/MI. Nur Rahmah (Dosen Pendidikan Matematika IAIN Palopo)

IMPLIKASI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR Fadjar Shadiq

Bagaimana Cara Guru Matematika Memfasilitasi Siswanya agar dapat Membangun Sendiri Pengetahuan Mereka?

DOBEL STELD MEMPERMUDAH OPERASI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN

Ayo Belajar Memecahkan Masalah Logika, oleh Fadjar Shadiq, M.App.Sc. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta Telp:

EMPAT OBJEK LANGSUNG MATEMATIKA MENURUT GAGNE Fadjar Shadiq

Peta Kompetensi Guru Matematika SMK Non Teknik. Jenjang Dasar


PSIKOLOGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PENTINGYA STRATEGI PEMODELAN PADA PROSES PEMECAHAN MASALAH

BAGAIMANA MENGOPTIMALKAN OLIMPIADE MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR?

PENILAIAN UNTUK PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

Bagaimana Cara Guru SD Memfasilitasi Siswanya Agar Dapat Menjadi Siswa yang Mandiri Mempelajari Matematika?

PENTINGNYA PEMECAHAN MASALAH Fadjar Shadiq, M.App.Sc (Widyaiswara PPPPTK Matematika)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Sri Purnama Surya, S.Pd, M.Si. Anang Heni Tarmoko. Dra. Sri Wardhani. Penilai: Editor:

BAB I PENDAHULUAN. Mengajarkan matematika bukanlah sekedar guru menyiapkan dan

HIRARKI BELAJAR: SUATU TEORI DARI GAGNE

Untuk Apa Belajar Matematika? Fadjar Shadiq, M.App.Sc Widyaiswara PPPPTK Matematika &

APLIKASI TEORI BELAJAR. Oleh: Fadjar Belajar, M.App.Sc

Jurnal Saintech Vol No.04-Desember 2014 ISSN No

MEMANFAATKAN ALFAMETIKA DAN CRYPTARITHMS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA Fadjar Shadiq

Bagaimana Mengintegrasikan Kegiatan Eksplorasi di Kelas? Belajar dari Olimpiade Matematika SD

Peran Penting Guru Matematika dalam Mencerdaskan Siswanya

Sri Purnama Surya, S.Pd, M.Si. Anang Heni Tarmoko. Dra. Sri Wardhani. Penilai: Editor:

BAB I PENDAHULUAN. serta perubahan aspek-aspek yang lain yang ada pada individu yang belajar.

BELAJAR MEMECAHKAN MASALAH YUK Fadjar Shadiq, M.App.Sc ( & fadjar_p3g.yahoo.com)

المفتوح العضوية المفتوح العضوية

Meilantifa, Strategi Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu. Strategi Konflik Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu Variabel

Deni Hamdani, Subanji, dan Santi Irawati Universitas Negeri Malang

BAB I PENDAHULUAN. Adapun yang menjadi penyebab yaitu pembelajaran terpusat kepada guru dan

Matematika dan Kreativitas 1. Dr. Ariyadi Wijaya 2.

PEMAHAMAN SISWA SMA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN PERBEDAAN GAYA BELAJAR

Apa dan Mengapa Guru Matematika Harus Menggunakan Teknik Bertanya?

HALAMAN SAMPUL DAFTAR ISI PENDAHULUAN

MENGAPA TIDAK MENGGUNAKAN PENBELAJARAN REALISTIK PADA PENBELAJARAN PENJUMLAHAN DUA BILANGAN BULAT?

Bagaimana Cara Guru Memanfaatkan Faktor Sikap dalam Pembelajaran Matematika? Fadjar Shadiq &

Penalaran dengan Analogi? Pengertiannya dan Mengapa Penting?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

IMPLEMENTASI SCAFFOLDING UNTUK MENGATASI KESALAHAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH LINGKARAN

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika sejatinya dipandang sebagai alat untuk mengembangkan cara

Pembuktian Tidak Langsung

PEMAHAMAN RELASIONAL MAHASISWA STKIP PGRI SIDOARJO DALAM GEOMETRI LUKIS

Contoh Penalaran Induktif dan Deduktif Menggunakan Kegiatan Bermain-main dengan Bilangan

Eksplorasi Matematika di SD/MI: Contohnya, Pengertiannya, dan Keunggulannya

Bagaimana Cara Guru Matematika Membantu Siswanya Mempelajari Pernyataan Berkuantor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. laporan Programe for International Student Assessment (PISA) pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ANALYSIS OF MATHEMATICS TEACHER PROBLEM IN LEARNING IMPLEMENTATION SENIOR HIGH SCHOOL

BAB I PENDAHULUAN. dan bermutu di sekolah adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi.

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 3 Tahun 2014

PENALARAN SISWA DALAM MENGGAMBAR GRAFIK FUNGSI TRIGONOMETRI DITINJAU DARI PERBEDAAN KEMAMPUAN SISWA

BAGIAN I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tugas seorang guru adalah membantu siswanya mendapatkan informasi, ide-ide, keterampilan-keterampilan,

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 19 Januari NCTM, Algebra, diakses dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

ANALYSIS OF STUDENT REASONING ABILITY BY FLAT SHAPE FOR PROBLEM SOLVING ABILITY ON MATERIAL PLANEON STUDENTS OF PGSD SLAMET RIYADI UNIVERSITY

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENERAPKAN ATURAN EKSPONEN

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH DALAM MATEMATIKA.

ANALISIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR

BAB I PENDAHULUAN. tuntut agar selalu dapat aktif berpikir, kreatif dan kritis dalam menghadapi semua

KAJIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA (HASIL TAHAPAN PLAN SUATU KEGIATAN LESSON STUDY MGMP SMA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi kehidupan

PROFIL BERPIKIR SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA

Contoh Penalaran Induktif dan Deduktif Menggunakan Kegiatan Bermain-main dengan Bilangan

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PERSAMAAN KUADRAT PADA PEMBELAJARANMODEL CREATIVE PROBLEM SOLVING

Matematika Rekreasi melalui Permainan Kartu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional. Dalam Undang-undang ini, diharapkan dapat. determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara.

PEMAHAMAN KONSEP PERBANDINGAN SISWA SMP BERKEMAMPUAN MATEMATIKA RENDAH

Pertanyaan Terbuka: Contoh dan Pengertiannya serta Mengapa Penting Bagi Siswa?

Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penunjang keberhasilan siswa dalam belajar, baik itu kemampuan dalam. konsep yang telah diberikan oleh guru dalam kelas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. matematika. Pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

KEMAMPUAN SISWA MEMECAHKAN MASALAH DENGAN METODE MIND MAPPING DI KELAS BILINGUAL SMP NEGERI 1 PALEMBANG

Volume 2 Nomer 1 Juli 2016

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB II KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DALAMMATERI BARISAN DAN DERET ARITMATIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED DALAM PEMECAHAN MASALAH

PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG BERMAKNA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam Kurikulum Tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

Analisis Penerapan Trigonometri Menggunakan Media Klinometer Terhadap Strategi Pemecahan Masalah

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI MINAT SISWA KELAS VII SMP NEGERI DI KOTA RANTEPAO

Keywords : Worksheet, Problem Solving, Circles. PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

Transkripsi:

Pentingnya Pengetahuan Prasyarat dalam Memecahkan Masalah Fadjar Shadiq, M.App.Sc (fadjar_p3g@yahoo.com atau www.fadjarp3g.wordpress.com) WI Madya PPPPTK Matematika Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (Depdiknas, 2006: 346) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran matematika di SD, SMP, SMA, dan SMK adalah agar para siswa dapat: (1) memahami konsep matematika, (2) menggunakan penalaran, (3) memecahkan masalah, (4) mengomunikasikan gagasan, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika. Pertanyaan selanjutnya, dari lima tujuan di atas, tujuan manakah yang paling menentukan keberhasilan siswa sendiri dan bangsa kita ini? Yang jelas kelima tujuan itu sama pentingnya. Namun menurut Marquis de Condorcet seperti dikutip Fitzgerald dan James (2007:ix) menyatakan: Mathematics, is the best training for our abilities, as it develops both the power and the precision of our thinking. Artinya, matematika adalah cara terbaik untuk melatih kemampuan kita, dalam arti bahwa matematika akan dapat mengembangkan kekuatan dan ketepatan berpikir para siswa. Itulah sebabnya, pada masa sekarang; kemampuan bernalar, berkomunikasi, dan memecahkan masalah ditengarai akan jauh lebih penting daripada jika siswa hanya memiliki pengetahuan matematika saja. Tulisan ini akan membahas tiga hal, yaitu: (1) pentingya pengetahuan prasyarat yang akan didasarkan pada teori belajar yang dikemukakan para pakar, (2) pengertian dan empat langkah pemecahan masalah, dan (3) hubungan antara pengetahuan prasyarat dalam proses pemecahan masalah. Pentingya Pengetahuan Prasyarat Sudah sering dikemukakan para pakar bahwa setiap teori belajar memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri. Hal paling penting yang perlu diperhatikan para guru matematika adalah agar setiap guru dapat menggunakan dengan tepat keunggulan setiap teori tersebut di kelasnya masing-masing. Di samping itu, beberapa teori kelihatannya berbeda-beda, namun ada juga yang mirip. Untuk pemicu (trigger) diskusi perhatikan tiga bilangan berikut. (a) 15.131.372 (b) 31.117.532 (c) 23.571.113 Dari tiga bilangan dimaksud, bilangan manakah yang lebih mudah dipelajari atau diingat? Bagaimana caranya? Anda dapat saja mengingat ketiga bilangan tersebut yaitu dengan mengucapkan bilangan tersebut berulang-ulang beberapa kali. Namun sampai seberapa lama hal tersebut akan bertahan di benak? Menurut penulis, dengan bantuan seorang guru, bilangan (c) yaitu 23.571.113 akan lebih mudah ditangkap dan diingat siswa, hanya jika siswa dapat mengaitkannya dengan enam bilangan prima pertama yang sudah dipelajari dan sudah ada di benak mereka, yaitu barisan: 2, 3, 5, 7, 11, dan 13. Bilangan (b) yaitu 31.117.532 akan lebih mudah dipelajari siswa karena bilangan (b) didapat 1

dari bilangan (c) yaitu 23.571.113 yang merupakan enam bilangan prima pertama yang sudah dipelajari siswa namun dengan urutan terbalik. Bilangan (a) yaitu 17.131.352 merupakan bilangan yang paling sulit untuk dipelajari karena aturan atau polanya belum diketahui, kecuali jika angka-angka pada bilangan tersebut dapat dikaitkan dengan bilangan lain yang sudah diketahui yang menjadi pengetahuan prasyarat bagi terselenggaranya proses pembelajaran yang memfasilitasi siswanya agar lebih mudah. Contoh di atas menunjukkan bahwa suatu proses pembelajaran akan lebih mudah dipelajari dan dipahami siswa jika para guru mampu memberi kemudahan kepada siswanya sedemikian rupa sehingga para siswa dapat mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Itulah sebabnya Ausubel pernah menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip Orton (1987:34): If I had to reduce all of educational psychology to just one principle, I would say this: The most important single factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him accordingly. Menurut Ausubel, jika ia diminta untuk meringkas psikologi pendidikan hanya menjadi satu prinsip saja, maka ia akan berkata: Satu faktor terpenting yang berpengaruh pada proses pembelajaran adalah apa yang diketahui siswa. Tentukan hal itu (apa yang diketahui siswa tersebut) lalu ajarlah ia berdasar pada apa yang sudah diketahuinya itu. Ausubel juga mengemukakan adanya dua macam belajar, yaitu belajar hafalan (rote learning) dan belajar bermakna (meaningful learning). Berkait dengan perbedaan kedua macam belajar tersebut; Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip Bell (1978:132):, if the learner s intention is to memorise it verbatim, i,e., as a series of arbitrarily related word, both the learning process and the learning outcome must necessarily be rote and meaningless, Pada intinya, menurut Ausubel, jika tujuan selama belajar seorang anak adalah hanya untuk mengingat secara tepat dan eksak; yaitu hanya menganggap sebagai kata-kata yang tidak berkait satu dengan lainnya, maka baik proses maupun hasil belajarnya dinyatakan sebagai hafalan atau tidak bermakna. Sedangkan belajar bermakna yang diingini Ausubel akan terjadi ketika pengetahuan atau pengalaman baru yang didapat siswa dapat berkait dengan pengetahuan yang lama yang sudah diketahui atau dimiliki siswa. Sejalan dengan penjelasan itu. Skemp dikenal sebagai ahli teori belajar yang membedakan dua macam pemahaman; yaitu pemahaman relasional (relational understanding) dan pemahaman instrumental (instrumental understanding). Menurut Skemp (1989:2): Pemahaman relasional dapat diartikan sebagai pemahaman yang memahami dua hal secara bersama-sama, yaitu apa dan mengapanya. Pemahaman instrumental sampai saat ini belum saya golongkan kepada pemahaman secara keseluruhan. Itulah yang pada masa-masa lalu dinyatakan sebagai aturan tanpa alasan. Dengan demikian jelaslah bahwa menurut Skemp, inti belajar matematika adalah agar siswa memiliki pemahaman relasional di mana para siswa harus dapat melakukan sesuatu (apanya) namun ia juga harus dapat menjelaskan mengapa ia harus melakukan sesuatu seperti itu (mengapanya). 2

Di samping itu, konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan akan tersusun atau terbangun di dalam pikiran siswa sendiri ketika ia berupaya untuk mengorganisasikan pengalaman barunya berdasar pada kerangka kognitif yang sudah ada di dalam pikirannya, sebagaimana dinyatakan Bodner (1986:873): knowledge is constructed as the learner strives to organize his or her experience in terms of preexisting mental structures. Dengan demikian, pengetahuan tidak dapat dipindahkan dengan begitu saja dari otak seorang guru ke otak siswanya. Setiap siswa harus membangun pengetahuan itu di dalam otaknya sendirisendiri berdasar pengetahuan atau pengalaman lama yang sudah dimiliki atau pernah dialami siswa. Sebagai tambahan, teori belajar Piaget menyatakan bahwa proses similasi akan terjadi jika suatu informasi atau pengalaman baru dapat disesuaikan dengan kerangka kognitif yang sudah ada di benak siswa; sedangkan akomodasi akan terjadi jika perubahan atau pengembangan kerangka kognitif yang sudah ada di benak siswa agar sesuai dengan pengalaman yang baru dialami. Pengertian dan Proses Pemecahan Masalah Pengertian masalah dapat berbeda antara seorang pakar dengan pakar lainnya; dan juga antara satu guru dengan guru lainnya. Untuk lebih menjelaskannya, paparan tentang pengertian itu akan dimulai dengan membahas dua contoh soal berikut. 1. Dua lingkaran berpotongan di A dan B. PQ adalah segmen garis yang melalui A dan memotong dua lingkaran di P dan Q. P A Q B Buktikan perbandingan BP dan BQ (BP/BQ) adalah tetap. 2. Suatu bilangan 18 angka berbentuk A36.405.489.812.706.44B. Bilangan itu habis dibagi 99. Tentukan semua nilai yang mungkin untuk pasangan (A, B). [Pertanyaan nomor 7 Bagian 1 pada Invitational World Youth Mathematics Intercity Competition (IWYMIC) ke-4 di City Montessori School, India. yang merupakan kompetisi matematika antar kota se dunia untuk para siswa SMP. Kompetisi ini diadakan untuk perorangan dan untuk tim.] Cobalah untuk menyelesaikan dua soal di atas. Mungkin saja bahwa tidak seperti ketika menyelesaikan soal rutin yang sudah dipelajari langkah-langkahnya, soal- 3

soal di atas, kemungkinan besar Anda tertantang untuk menyelesaikannya Anda belum mempelajari langkah-langkah penyelesaiannya sehingga satu atau dua soal tersebut akan terkategori sebagai masalah. Implikasinya, termuatnya tantangan serta belum diketahuinya prosedur rutin pada suatu pertanyaan yang akan diberikan kepada para siswa akan menentukan terkategorikan tidaknya suatu pertanyaan menjadi masalah atau hanyalah suatu pertanyaan biasa. Karenanya, dapat terjadi bahwa suatu masalah bagi seseorang siswa akan menjadi pertanyaan bagi siswa lainnya karena ia sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya. Berkait dengan perbedaan antara soal latihan atau soal biasa dengan masalah, Andreescu & Gelca (2009: xv) menyatakan: Whereas by a problem, we mean a more intricate question for which at first one has probably no clue to how to approach it, but by perseverance and inspired effort, one can transform it into a sequence of exercises. Artinya, yang dimaksud dengan masalah adalah pertanyaan yang lebih menggelitik di mana si pelaku belum memiliki petunjuk sama sekali untuk menyelesaikannya, akan tetapi dengan ketekunan serta keteguhan hati dan usaha keras, maka seseorang dapat mengubah masalah tersebut menjadi soal latihan atau soal rutin biasa. Itulah sebabnya, Paul Halmos sebagaimana dikutip Andreescu & Gelca (2009: xv) menyatakan: "Problems are the heart of mathematics." Sebagai akibatnya, para guru matematika dituntut untuk lebih meningkatkan kemampuan para siswa agar menjadi pemecah masalah (problem-solver) yang tangguh. Jadi, dari lima tujuan pembelajaran matematika seperti yang disebutkan di atas tadi; puncak keberhasilan pembelajaran matematika adalah ketika para siswa mampu belajar memecahkan masalah yang mereka hadapi. Proses pemecahan masalah untuk soal/masalah nomor 1 dan 2 adalah sebagai berikut. A 1. Perhatikan segitiga APB dan AQB. Apa yang P Q dapat Anda Katakan tentang besar APB dan AQB? APB menghadap busur AB pada lingkaran yang sebelah kiri, sedangkan AQB menghadap busur AB pada lingkaran yang sebelah kanan. Karena kedua busur AB konstan maka besar APB dan AQB konstan B juga. Sekarang perhatikan segitiga PQB. Berdasar aturan sinus akan didapat: sin = sin Karena besar APB dan AQB konstan maka nilai sin APB dan nilai sin AQB adalah konstan juga, misalnya sin APB = m dan nilai sin AQB = n sehingga didapat: =. Dengan demikian terbukti bahwa =. 4

2. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah: Apa syaratnya agar suatu bilangan habis dibagi 99? Jawabnya, suatu bilangan akan habis dibagi 99 jika bilangan tersebut habis dibagi 9 dan juga habis dibagi 11. Dapat dibuktikan bahwa suatu bilangan habis dibagi 9 jika jumlah angka-angka pada bilangan dimaksud habis dibagi 9. Dapat dibuktikan juga bahwa untuk keterbagian suatu bilangan dengan 11 maka jumlah angka-angka pada bilangan di posisi genap dikurangi jumlah angka-angka pada bilangan di posisi ganjil selalu habis dibagi 11. Perhatikan sekarang bilangan A36.405.489.812.706.44B Agar bilangan itu habis dibagi 9 adalah: A+3+6+4+0+5+4+8+9+8+1+2+7+0+6+4+4+B = A + B + 71 = (A + B 1 + 72) = (A + B 1) habis dibagi 9. Nilai A + B yang memenuhi adalah: A + B = 1 atau 10 atau 19 1) Agar bilangan itu habis dibagi 11 maka: A+6+0+4+9+1+7+6+4 (3+4+5+8+8+2+0+4+B) = A + 37 (34 + B) = (A B + 3) habis dibagi 11, yaitu untuk: (A B + 3) = 0, atau 11 2) Dari sistem persamaan 1): A + B = 1 dan persamaan 2) tidak ada nilai A dan B yang memenuhi. Dari sistem persamaan 1): A + B = 10 dan persamaan 2): A B + 3 = 11, didapat nilai A dan B yang memenuhi, yaitu A = 9 dan B = 1. Pentingnya Pengetahuan Prasyarat dalam Pemecahan Masalah Seperti telah dikemukan di depan, Ausubel menginginkan proses pembelajaran di kelas-kelas matematika adalah suatu pembelajaran yang bermakna (meningful learning); yaitu suatu proses pembelajaran di mana pengetahuan atau pengalaman baru dapat terkait dengan pengetahuan lama (pengetahuan prasyarat) yang sudah dikuasai siswa. Kata lainnya, pembelajaran bermakna hanya akan terjadi jika ada pengetahuan lain di benak siswa (struktur kognitifnya) sedemikian sehingga pengalaman yang baru dapat terkait dengannya. Itulah sebabnya Ausubel menyatakan bahwa satu faktor terpenting yang berpengaruh pada proses pembelajaran adalah apa yang diketahui siswa. Jadi faktor yang sangat penting menurut Ausubel adalah pengetahuan lama tempat pengetahuan baru akan menyesuaikan. Contohnya, perkalian harus dikaitkan dengan penjumlahan atau penjumlahan berulang. Kalau para siswa belum memiliki pengetahuan tentang penjumlahan maka pembelajaran tentang perkalian tidak akan bermakna bagi siswa. Contoh lainnya adalah pengetahuan baru tentang integral harus dikaitkan dengan pengetahuan lama tentang turunan. Permendiknas No 22 (Depdiknas, 2006) tentang Standar Isi menyatakan bahwa tujuan nomor 3 pelajaran matematika adalah agar para siswa dapat: Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Secara umum, dari formulasi dan contoh di atas tadi, ada empat langkah pada proses pemecahan masalah yang harus dikuasai para siswa, 5

sehingga harus dilatihkan kepada mereka, yaitu: (1) memahami masalah; (2) merancang model matematika; (3) menyelesaikan model; dan (4) menafsirkan solusi yang diperoleh. Ketika memecahkan dua soal/masalah tadi, pengetahuan prasyarat menjadi sangat penting dan menentukan. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan adalah: 1. Pengetahuan prasyarat apa saja yang diperlukan untuk memecahkan dua soal/masalah di atas? 2. Apa yang akan terjadi jika pengetahuan prasyarat yang diperlukan tadi belum dikuasai siswa? Berkait dengan pertanyaan 1), pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai dan diperlukan untuk memecahkan dua soal/masalah di atas adalah: 1. Pengetahuan bahwa besar sudut keliling pada suatu lingkaran akan sama jika menghadap busur yang sama. Di samping itu, diperlukan juga pengetahuan tentang aturan sinus. 2. Pengetahuan tentang sifat bilangan yang habis dibagi 99. Yaitu bilangan tersebut harus habis dibagi 9 dan 11. Jadi diperlukan pengetahuan tentang sifat bilangan yang habis dibagi 9 dan 11. Di samping itu, diperlukan juga pengetahuan tentang persamaan. Berkait dengan pertanyaan 2), yang akan terjadi jika pengetahuan prasyarat yang diperlukan tadi belum dikuasai siswa adalah para siswa akan mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah tersebut. Siswa yang sudah memiliki pengetahuan prasyarat saja mungkin akan akan mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah tersebut, apalagi para siswa yang belum memiliki pengetahuan prasyarat. Namun yang pasti, proses pembelajaran akan menjadi bermakna atau meaningful bagi mereka (mengikuti pendapat Ausubel) jika siswa dapat mengaitkan pengetahuan yang baru tentang proses pemecahan masalah itu dapat dikaitkan dengan pengetahuan prasyarat yang sudah dipelajari siswa. Dapat juga disebut pemahaman relasional (mengikuti pendapat Skemp) jika para siswa dapat menjelaskan alasannya mengapa penyelesaiannya seperti hal tersebut. Sejalan dengan itu, seperti yang dinyatakan Bodner, konstruktivisme menyatakan hal yang sama yaitu pengetahuan akan terbangun di dalam pikiran siswa sendiri ketika ia berupaya untuk mengorganisasikan pengalaman barunya berdasar pada kerangka kognitif yang sudah ada di dalam pikirannya. Artinya, pengetahuan yang ada pada kerangka kognitif siswalah yang akan menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Demikian gambaran tentang pentingnya pengetahuan prasyarat dalam proses pemecahan masalah. Itulah sebabnya, sudah sejak lama Descartes, yang mengenalkan sumbu Kartesius, dalam CEuvres, vol. VI, hal 20-21 dan hal 67 menyatakan dua pernyataan berikut: Each problem that I solved became a rule which served afterwards to solve other problems. [Setiap masalah yang dapat dipecahkan dapat 6

menjadi suatu aturan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah lain]. If I found any new truths in the sciences, I can say that they all follow from, or depend on, five or six principal problems which I succeeded in solving and which I regard as so many battles where the fortune of war was on my side. [Jika saya mendapatkan suatu kebenaran baru di bidang sain, maka saya dapat menyatakan bahwa hal tersebut mengikuti dari, atau tergantung pada, lima atau enam prinsip pemecahan masalah yang sukses saya lakoni sehingga dapat saya nyatakan bahwa seperti dalam beberapa pertempuran maka keberuntungan berpihak pada diri saya]. Dua pernyataan tersebut dapat dibaca pada buku Polya (...: 2). Pada akhirnya, mudah-mudahan tulisan ini dapat membantu guru matematika memfasilitasi siswanya sehingga proses pembelajaran di kelas akan bermakna (meaningful) bagi mereka. Dengan kata lain proses asimilasi dan akomodasi dapat terjadi pada pikiran mereka. Kata lainnya, para siswa akan memiliki pemahaman relasional dan para siswa akan terbantu untuk mengkonstruksi pengetahuan berdasar pengetahuan yang ada di benak mereka. Daftar Pustaka Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics. Iowa: WBC. Bodner, G.M. (1986). Constructivism: A theory of knowledge. Journal of Chemical Education. Vol. 63 no. 10. pp:873-878. Orton, A (1987). Learning Mathematics. London: Casell Educational Limited. Skemp, R.R (1989). Mathematics in the Primary School. London: Routledge. Andreescu, T. & Gelca, R. (2009) Mathematical Olympiad Challenges. Boston: Birkhäuser. Depdiknas (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Fitzgerald, M. and James, I. (2007). The Mind of the Mathematician. Baltimore: The Johns Hopkins University Press. Polya, G (...). Mathematical Discovery. Combined Edition. New York: John Wiley and Sons Inc. 7