BAB I PENDAHULUAN. jumlah pengguna seluler di Indonesia menyentuh angka 180 juta yang dilayani 10

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang kredit serta memberikan suatu kredit.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan suatu organisasi. Ketika sumber

BAB I PENDAHULUAN. rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit diklasifikasi berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan perhatian yang lebih nyata agar lebih efisien, produktif, dan prestasi. kerjanya dapat ditingkatkan (Amaliyah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan saat ini adalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang asuransi. Selama tahun 2007, total pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat sesuai

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi serta memiliki

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

STRES. Adalah respon adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi khususnya di era modern dan globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini, persaingan dalam dunia industri semakin meningkat. Salah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

FAKTOR ERGONOMI & PSIKOLOGI PERTEMUAN KE-4

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia baik negeri maupun

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompleksnya permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang penting karena merupakan bekal bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan terdiri atas rumah sakit pemerintah yang meliputi rumah sakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. pilihan kartu simcard yang ditawarkan oleh penyedia jaringan telekomunikasi.

LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 UN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan fungsi yang luas sehingga harus memiliki sumberdaya, baik modal

BAB I PENDAHULUAN. sebagai aset yang berharga. Tak jarang, perusahaan hanya mengganggap bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian PT.Indosat Mega Media (Indosat M2) Gambar 1.1 Logo Indosat M2

BAB I PENDAHULUAN. emosional dan fisik yang bersifat mengganggu, merugikan dan terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bila dihadapkan pada hal-hal yang baru maupun adanya sebuah konflik.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN. bermacam-macam, berkembang dan berubah. Seseorang bekerja karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi barang atau jasa, serta mempunyai tujuan tertentu yang ingin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, sangat memerlukan adanya sistem manajemen yang efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pada bidang-bidang pekerjaan yang sebelumnya jarang diminati oleh wanita.

BAB I PENDAHULUAN. individu tentunya akan mengalami tekanan-tekanan, tuntutan-tuntutan baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam kehidupannya selalu mengadakan aktivitas-aktivitas, salah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai kebutuhan akan alat transportasi. Menyadari hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masalah nasional dari kalangan pengusaha dan para ahli yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Disamping itu pula, pekerjaan semakin sulit untuk didapatkan.

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

Work-Related Stress: Stres di Era Globalisasi dan Dampak Seriusnya

BAB I PENDAHULUAN. sama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang dengan sekelompok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work Life Balance. (Clark dalam Fapohunda, 2014), work life balance ini, tentang bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. utama yang tidak dapat digantikan oleh unsur apapun.

Bisma, Vol 1, No. 9, Januari 2017 FAKTOR-FAKTOR STRES KERJA PADA CV SUMBER HIDUP PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penunjang. Menurut Para Ahli Rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis

BAB II URAIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. semakin modern, jaringan fisik serta pelayanan sarana dan prasarana nasional

BAB I PENDAHULUAN. Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hasibuan (2007) Byars dan Rue Sutrisno (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari hadirnya tekanan

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi saat ini meningkat dengan pesat, terutama pada

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan sumber stres..., Rio Radityo, FPsi UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan yang memberi manfaat

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya perusahaan yang terancam mengalami kebangkrutan karena tidak

BAB I PENDAHULUAN. kinerja karyawan semakin baik. Salah satu tindakan yang penting dan harus

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Semakin sulitnya kondisi perekonomian di Indonesia menjadikan. persaingan diantara perusahaan-perusahaan semakin ketat.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Rumah Sakit sebagai tempat layanan kesehatan publik makin dituntut

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bidan merupakan salah satu sumber daya yang mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut merupakan proses yang diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. dibebankan (Alex S. Nitisemito, 1991:184). Lingkungan kerja terdiri dari dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini sumber daya manusia adalah kunci sukses suatu organisasi

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA PADA PEKERJA BAGIAN OPERASIONAL PT GUNZE INDONESIA TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana salah satu upaya yang dilakukan oleh rumah sakit adalah mendukung rujukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi. Keberadaan teknologi selular pertama kali masuk ke

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjalankan tugas dan pekerjaanya. SDM merupakan modal dasar pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacammacam,

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi juga mengalami. perkembangan yang pesat terutama dalam bidang teknologi informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyediaan fasilitas untuk industri minyak yang mencakup jasa penguliran

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan industri bisnis telekomunikasi di Indonesia saat ini berkembang dengan sangat pesat, ditandai dengan jumlah pelaku usaha layanan telekomunikasi yang terus meningkat. Ketua Asosiasi Telekomunikasi Selular Indonesia (ATSI), Sarwoto Atmosutarno, mengatakan bahwa hingga Juni 2010 jumlah pengguna seluler di Indonesia menyentuh angka 180 juta yang dilayani 10 operator telekomunikasi. Berdasarkan data ATSI tahun 2010, total nilai investasi di bisnis telekomunikasi sudah mencapai angka US$ 4 miliar. Persaingan dalam industri bisnis telekomunikasi menuntut perusahaan telekomunikasi untuk terus membuat strategi agar tetap dapat bertahan dalam industri ini. Terdapat lima parameter kebutuhan pokok pengguna seluler di Indonesia yang dapat dijadikan acuan penyusunan strategi bisnis telekomunikasi. Diantaranya adalah pengadaan jaringan hingga pelosok, menghadirkan jaringan berkualitas didukung teknologi terkini, inovasi produk dan layanan, pelayanan pelanggan berstandar mutu internasional ISO, dan tarif yang semakin terjangkau (Kompas. 14 Juli 2010. Jumlah Pelanggan Indonesia 180 juta, hlm.3). Salah satu strategi perusahaan telekomunikasi untuk dapat bertahan pada industri ini adalah dengan memperluas coverage atau jangkauan daerah jaringan operator mereka. Saat ini tiap operator telekomunikasi sedang gencar melakukan penambahan BTS di seluruh daerah yang bertujuan untuk memperluas jaringan 1

2 operator tersebut. BTS adalah singkatan dari Base Transceiver Station, yaitu pemancar sinyal suatu operator. Jika seseorang melakukan aktivitas komunikasi suara maupun data, sinyalnya akan diterima oleh BTS terdekat dan pesannya akan diteruskan kemudian. Penambahan BTS berdampak positif terhadap peningkatan luas coverage, tapi disisi lain penambahan BTS menuntut frekuensi aktifitas yang tinggi. Penggunaan frekuensi yang terlalu banyak tanpa diikuti oleh pengaturan yang baik akan memicu timbulnya interferensi/gangguan yang secara tidak langsung dapat menurunkan kualitas sinyal. Hal ini secara langsung berdampak terhadap kualitas sinyal yang dirasakan pelanggan. PT. X merupakan perusahaan telekomunikasi swasta terbesar ketiga di Indonesia dengan jumlah pelanggan sebanyak 37,6 juta pelanggan pada akhir kuartal ketiga (Minggu keempat bulan November) tahun 2011. Berbagai layanan jasa telekomunikasi diberikan oleh perusahaan, termasuk layanan suara, pesan singkat, internet, blackberry dan sejumlah aplikasi dan fitur telekomunikasi lainnya. Banyaknya jumlah pelanggan dan beragamnya produk layanan yang tersedia membuat traffic layanan telepon, sms, maupun data menjadi sangat padat. Kepadatan traffic dapat mempengaruhi kualitas layanan yang diberikan kepada pelanggan, seperti menurun atau bahkan menghilangnya signal telepon pada area tertentu yang menyebabkan pelanggan menjadi sulit untuk melakukan aktifitas telekomunikasi. Sebagai upaya pengaturan network pada BTS yang ada, perusahaan perlu terus menerus melakukan maintanance dan monitoring seluruh perangkat komunikasi demi menjaga kualitas layanan yang diterima pelanggan tetap pada standar perusahaan. Kualitas pelayanan yang baik bersumber dari

3 perangkat-perangkat pendukung komunikasi yang berteknologi tinggi dan jaringan luas yang stabil. Serta kualitas sumber daya manusia (karyawan) yang kompeten dalam bidang pengaturan network. (www.pt x.co.id, diakses tanggal 11 Agustus 2011). Pada PT. X terdapat divisi yang khusus menangani pengawasan perangkat telekomunikasi yaitu Divisi Regional Fault Monitoring (RFM). Karyawan divisi RFM memegang peranan vital dalam keberlangsungan perusahaan di industri bisnis telekomunikasi ini. Karena berdasarkan hasil survey dari Erricson (2009) yang merupakan salah satu perusahaan perangkat telekomunikasi, Indonesia merupakan negara tertinggi di Asia Tenggara dimana pelanggannya sering melakukan pergantian simcard. Tingkat pergantian simcard pelanggan Indonesia mencapai 26%. Sementara negara-negara lain seperti Singapura (17%), Filiphina (14%), dan Malaysia (9%). Terdapat 12% pelanggan Indonesia yang mengganti simcard tersebut merupakan pelanggan dari PT. X. Salah satu alasan pelanggan melakukan pergantian simcard adalah karena rendahnya kualitas jaringan yang diberikan perusahaan. Manager Region PT. X juga mengatakan bahwa terdapat 7900 keluhan mengenai kualitas jaringan yang tidak memuaskan di akhir Oktober 2011 (www.sindonews.com., diakses pada tanggal 8 April 2012). Secara umum tugas dari Divisi RFM ini adalah melakukan monitoring dan investigasi terhadap semua perangkat secara maksimal berdasarkan area (region) yang dimonitor. Peranan Divisi RFM sangat penting bagi perusahaan karena hasil kerja para karyawannya akan menentukan kualitas signal yang diterima oleh

4 pelanggan yang merupakan salah satu dari lima parameter kebutuhan pokok pelanggan seluler di Indonesia. Karyawan Divisi RFM perlu memiliki dasar ilmu pengetahuan mengenai teknik telekomunikasi, menguasai penggunaan komputer terutama Microsoft Office, mampu memenuhi target waktu penyelesaian tugas dan bersedia bekerja secara shift. Kondisi kesehatan yang prima juga menjadi salah satu syarat karyawan Divisi RFM (Agenda Kerja PT.X. 2011. Job Requirement Regional Fault Monitoring). Seluruhnya Karyawan Divisi RFM berjumlah 35 orang karyawan yang terbagi kedalam empat region yaitu west, jabodetabek, central, dan east. Masingmasing region terdiri dari 8-9 orang yang harus bergantian bekerja dalam sistem shift selama delapan jam. Setiap shift terdiri dari empat orang karyawan untuk masing-masing region dan satu orang supervisor untuk seluruh region. Shift pertama mulai dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 15.00. Shift kedua mulai pukul 15.00 sampai dengan 23.00. Sedangkan shift ketiga mulai dari pukul 23.00 sampai dengan 07.00. Karyawan mendapatkan jadwal shift kerja secara bergiliran dengan pengaturan dari supervisor. Divisi RFM yang beroperasi selama 24 jam setiap hari memiliki enam tugas utama yang menjadi tanggung jawab Karyawan Divisi RFM. Tugas pertama adalah melakukan preventive maintanance yaitu karyawan harus memantau dan menganalisis performa BTS aktif. Kedua, corrective maintanance yaitu memantau alarm yang muncul dari setiap BTS akibat adanya kesalahan teknis. Ketiga, reporting yaitu melaporkan hasil analisis dari corrective maintanance pada field operator. Keempat, update database yaitu memasukan semua informasi yang

5 telah dikerjakan (pada tiga tugas sebelumnya) pada daftar database pusat. Kelima, administration yaitu memasukan data mengenai semua kegiatan yang telah dikerjakan (tugas satu sampai empat) ke dalam lembar kerja pribadi. Keenam, controlling and analyze, yaitu karyawan harus memantau hasil kerja field operator yang menangani hasil corrective maintanance yang telah karyawan laporkan. Setiap alarm memiliki batas waktu penyelesaian tertentu. (Agenda Kerja PT.X. 2011. Standard Operating Procedure Commerce Department; Regional Fault Monitoring). Tugas pekerjaan yang banyak dan sistem kerja shift yang harus dijalani Karyawan Divisi RFM menuntut karyawan agar senantiasa dalam kondisi fisik yang sehat, agar mampu mengerjakan tugas-tugas pekerjaannya secara maksimal. Selain itu juga karyawan dituntut untuk berada dalam kondisi psikologis yang prima, dimana ia harus mampu berkonsentrasi penuh selama delapan jam menjalankan tugasnya. Karyawan yang menghayati tuntutan tersebut terlalu tinggi memiliki peluang untuk mengalami stres kerja dalam bekerja sebagai Karyawan Divisi RFM. Luthans (2006) mendefinisikan stres kerja sebagai respons adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Masalah fisik yang muncul ketika seseorang mengalami stres kerja antara lain adalah masalah pada sistem kekebalan tubuh (kurangnya kemampuan tubuh untuk melawan atau menangkal penyakit dan infeksi), masalah pada sistem cardiovascular (seperti tekanan darah tinggi dan penyakit jantung), masalah pada musculoskeletal (sepert sakit kepala dan migren),

6 masalah pada pencernaan (seperti diare dan sembelit). Sedangkan masalah psikologis yang muncul ketika seseorang mengalami stres kerja antara lain adalah mudah marah, kecemasan, depresi, ketegangan, tekanan, sulit berkonsentrasi, kejenuhan/ kebosanan, sulit mengambil keputusan, dan tindakan agresi. Masalah tingkah laku yang ditunjukan seperti gangguan makan, gangguan tidur, meningkatnya perilaku merokok dan penggunaan zat-zat adiktif, kelambatan dalam bekerja, absenteeism, dan turnover. Sedangkan bagi perusahaan, akibat stres kerja yang tampak adalah kekacauan, hambatan dan gangguan aktivitas kerja serta penurunan produktivitas perusahaan dan kerugian bagi perusahaan (Luthans, 2006). Karyawan Divisi RFM yang menghayati tuntutan pekerjaannya terlalu tinggi adalah karyawan yang memandang pekerjaan di divisi RFM menuntut dirinya untuk bekerja melebihi kemampuan fisik dan psikologisnya. Karyawan tersebut akan lebih sering mengalami masalah-masalah fisik, psikologis dan atau perilaku saat bekerja menjalankan tugas sebagai karyawan divisi RFM sebagai gejala stres kerja yang ia rasakan. Seperti karyawan yang menjadi sering merasa sakit kepala dan sakit punggung saat bekerja menatap komputer, merasa cemas saat menghadapi alarm atau menjadi lamban dalam menyelesaikan tugas-tugas pekerjaannya. Misalnya saat sedang bertugas untuk melakukan monitoring timbul perasaan khawatir dari diri karyawan mengenai langkah apa yang harus ia lakukan saat muncul corrective alarm. Karyawan khawatir akan tindakan eksekusi yang dilakukannya bukan merupakan tindakan yang tepat. Target penyelesaian waktu yang ditentukan, bukan meningkatkan kecepatan kerja mereka. Karyawan justru

7 menjadi tertekan karena takut melakukan kesalahan. Akibatnya, karyawan menjadi terlalu lama saat hendak menentukan langkah eksekusi terhadap suatu alarm. Hal ini membuat pekerjaan yang mereka lakukan menjadi lebih lamban. Seringnya gejala psikologis seperti perasaan khawatir yang muncul pada diri karyawan tersebut dapat menyebabkan gangguan signal yang dirasakan pelanggan pun menjadi lebih lama. Gejala stres yang karyawan tunjukkan melalui masalah fisik, psikologis, dan atau perilakunya saat bekerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Luthans terdapat empat penyebab stres kerja, yaitu stresor ekstraorganisasi, stresor organisasi, stresor kelompok, dan stresor individual. Stresor ekstraorganisasi mencakup hal seperti perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, kondisi ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, serta kondisi tempat tinggal atau masyarakat. Stresor organisasi mencakup kebijakan dan strategi administratif, struktur dan desain organisasi, proses organisasi, dan kondisi kerja. Stresor kelompok dikategorikan menjadi dua area, yaitu kurangnya kohesivitas kelompok dan kurangnya dukungan sosial. Sedangkan stresor individu terdiri dari disposisi individu (karakteristik tipe A, kontrol personal, ketidakberdayaan yang dipelajari, dan daya tahan psikologis) dan konflik intraindividu yang berakar dari frustrasi, tujuan dan peranan (Luthans, 2006:). Notosoedirjo dan Latipun (2005), mengatakan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat menahan diri untuk tidak jatuh sakit akibat stresor (sumber stres kerja). Seseorang yang tidak sakit meskipun mengalami tekanan-tekanan maka menurut pengertian ini adalah orang yang sehat. Pengertian

8 ini sangat menekankan pada kemampuan individual merespon lingkungannya. Kemampuan karyawan Divisi RFM untuk mengatasi sumber-sumber stres kerja yang dapat menimbulkan masalah fisik, psikis, dan perilaku menentukan kesehatan mental dari karyawan itu sendiri. Karyawan yang sehat secara mental, mampu mengembangkan fungsi pribadinya secara optimal dan menjadi lebih sejahtera (Notosoedirjo dan Latipun, 2005). Berdasarkan hasil wawancara dengan supervisor, diketahui bahwa kondisi kerja Divisi RFM dianggap sebagai tuntutan pekerjaan yang tinggi oleh beberapa karyawan. Karyawan Divisi RFM bekerja dengan kondisi 80% aktifitas duduk dan menatap layar monitor secara terus menerus serta harus terus berkonsentrasi untuk munculnya memantau alarm setiap saatnya dan selalu siaga untuk menindaklanjutinya. Selain itu semenjak bulan Agustus 2011 perusahaan melakukan perubahan kebijakan atas dasar pertimbangan efisiensi biaya dan efektifitas kerja Divisi RFM. Seluruh karyawan di masing-masing region disentralisasikan ke pusat yang berkantor di Kota Tangerang. Perpindahan tempat kerja ini juga menyebabkan penurunan kecepatan kerja karyawan, terlihat dari penurunan target waktu penyelesaian alarm yang dilakukan karyawan. Selain juga muncul keluhan dari karyawan yang telah berkeluarga bahwa mereka kehilangan semangat kerja karena mereka harus berada jauh dari keluarga. Menurut supervisor setiap karyawan akan berbeda-beda menanggapi tuntutan pekerjaan dan kondisi kerja Divisi RFM PT. X Kota Tangerang tersebut. Karyawan yang menanggapi tuntutan pekerjaan sebagai motivasi, memunculkan produktifitas dan kecepatan kerja yang tinggi. Karyawan dapat lebih banyak dan lebih cepat

9 mengatasi alarm yang muncul. Sementara karyawan yang merasa tuntutan pekerjaan di Divisi RFM terlalu tinggi atau di luar batas kemampuannya, memunculkan reaksi berupa keluhan-keluhan fisik, psikologis, dan perilaku. Berdasarkan hasil survei awal dengan kuesioner dan wawancara terhadap delapan orang karyawan Divisi RFM PT. X Kota Tangerang didapatkan hasil bahwa terdapat tiga orang karyawan mengalami masalah fisik selama bekerja sebagai Karyawan Divisi RFM PT. X Kota Tangerang berupa sakit kepala dan sakit punggung. Menurut mereka, ketika bekerja sebagai karyawan divisi RFM, karyawan merasakan frekwensi sakit kepala dan sakit punggung yang tinggi. Saat menjalankan tugasnya, karyawan sering merasakan sakit kepala dan sakit punggung yang terkadang bisa mengganggu aktifitas pekerjaan mereka memonitor alarm. Tugas monitoring alarm mengharuskan mereka melihat monitor komputer secara terus menerus. Ketika terjadi urgent alarm, karyawan harus dengan segera memutuskan akan melakukan tindakan apa untuk menyelesaikannya. Proses monitoring hingga eksekusi pengambilan keputusan memiliki target waktu tertentu. Ketika karyawan sering merasakan sakit kepala, pekerjaannya untuk memonitoring menjadi terganggu. Sakit kepala yang dirasakan membuat karyawan tidak fokus pada pekerjaannya memonitor alarm. Mereka membutuhkan waktu untuk beristirahat dan meredakan rasa sakit yang mereka rasakan. Menurut tiga orang tersebut, ketika mereka sedang merasakan sakit kepala ataupun sakit punggung, banyak alarm yang tidak mampu mereka eksekusi dengan cepat.

10 Sementara terdapat dua orang karyawan lainnya yang menyatakan bahwa ia mengalami masalah sakit punggung yang sering dan disertai dengan masalah psikologis yaitu karyawan sering merasa cemas selama bekerja sebagai Karyawan Divisi RFM. Alarm yang akan mereka hadapi, berbeda-beda setiap waktunya, dan setiap alarm memiliki langkah penyelesaian yang berbeda satu sama lain. Tingkat kesulitan penyelesaian alarm tersebut juga berbeda-beda, dari yang mudah hingga yang sulit. Saat memantau alarm karyawan yang mengalami masalah psikologis ini merasa khawatir akan apa yang harus dilakukannya, ia takut melakukan kesalahan dalam penanganan alarm yang hendak ia hadapi. Perasaan cemas juga terkadang terbawa sampai ke rumah setelah ia pulang bekerja. Karyawan masih memikirkan apakah yang telah ia lakukan merupakan tindakan yang tepat sesuai prosedur, atau ia justru memikirkan pekerjaan memantau alarm yang akan dilakukan keesokan harinya. Kecemasan yang dirasakan karyawan tersebut dapat menghambat dalam kecepatan kerjanya mengatasi alarm. Karyawan yang cemas menjadi ragu-ragu dan takut mengambil keputusan, sehingga ia menjadi lamban saat harus melakukan eksekusi alarm. Disisi lain, terdapat satu orang karyawan yang mengungkapkan bahwa ia mengalami masalah perilaku selama bekerja sebagai Karyawan Divisi RFM. Karyawan tersebut mengungkapkan bahwa semenjak bekerja di Divisi RFM, ia mengalami penurunan nafsu makan. Enam tugas harian yang harus diselesaikan karyawan setiap harinya membuat aktifitas kerja mereka sangat padat. Selain karyawan harus fokus secara terus menerus memantau alarm, ia juga harus melakukan tugas-tugas lain seperti membuat report dan update database. Saat ia

11 sedang bekerja, ia tidak merasakan lapar, meskipun sebelumnya ia belum makan. Hal ini sangat sering ia rasakan, hingga berdampak pada ketidakteraturan pola makan setiap harinya. Dari seluruh karyawan yang di survey awal, terdapat dua orang Karyawan Divisi RFM PT. X Kota Tangerang yang tidak mengungkapkan masalah fisik, psikologis, maupun perilaku. Selama bekerja sebagai karyawan divisi RFM, karyawan jarang merasakan adanya masalah-masalah yang merupakan gejala stres kerja. Mereka dapat menjalankan tugasnya setiap hari tanpa ada masalah berarti dari segi fisik, psikis maupun perilaku. Hal ini menunjukkan dalam situasi pekerjaan yang sama karyawan dapat meghayatinya secara berbeda-beda. Karyawan yang jarang mengalami masalah sebagai gejala stres dapat menghadapi tuntutan pekerjaannya sebagai suatu tantangan. Berdasarkan data-data dan fakta-fakta yang telah diutarakan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Studi Deskriptif mengenai tingkat stres kerja pada karyawan divisi RFM PT. X Kota Tangerang. 1.2 Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui stres kerja yang dialami oleh Karyawan Divisi RFM PT. X Kota Tangerang. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

12 Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat stres kerja yang dialami Karyawan Divisi RFM PT. X Kota Tangerang. 1.3.2 Tujuan Penelitian Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat stres kerja pada Karyawan Divisi RFM PT. X Kota Tangerang yang ditunjukkan secara fisik, psikologis, dan atau perilaku. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai tingkat stres kerja kerja. 1.4.2 Kegunaan Praktis Memberikan informasi kepada PT. X Kota Tangerang mengenai tingkat stres kerja karyawan divisi RFM dan gambaran gejala yang ditunjukkan karyawan serta penyebab dari stres kerja tersebut. Perusahaan dapat melakukan langkahlangkah guna meminimalisir stresor dan mengatasi gejala stres yang muncul pada karyawan. 1.5 Kerangka Pemikiran Perusahaan X merupakan perusahaan telekomunikasi swasta terbesar ketiga di Indonesia. Berbagai layanan jasa telekomunikasi diberikan oleh

13 perusahaan, termasuk layanan suara, pesan singkat, internet, blackberry dan sejumlah aplikasi dan fitur telekomunikasi lainnya. Teknologi tersebut masih terus berkembang setiap saatnya. Visi misi perusahaan X adalah menjadi penyedia jasa teknologi informasi dan komunikasi terpilih di seluruh Indonesia, baik bagi pelanggan individu maupun kalangan bisnis dan pemerataan teknologi komunikasi seluler ke seluruh pelosok nusantara, demi peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat menjadi lebih baik di segala bidang. Untuk mencapai visi misi tersebut perusahaan berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas dan cangkupan wilayah selulernya di masa yang akan datang, agar kebutuhan komunikasi para pelanggan dapat senantiasa berjalan kapanpun, dan di manapun. Sebagai upaya mewujudkan visi dan misinya tersebut, perusahaan memiliki divisi RFM yang bertugas untuk melakukan monitoring alarm. Divisi RFM berperan dalam menjaga stabilitas jaringan sehingga kualitas jaringan yang diterima pelanggan tetap terjaga. Monitoring alarm merupakan pekerjaan yang harus terus menerus dilakukan. Karyawan divisi RFM harus bekerja delapan jam setiap harinya dengan sistem kerja shift. Tugas pekerjaan dilakukan dengan posisi duduk mencermati komputer secara terus menerus. Karyawan divisi RFM dituntut untuk bekerja dengan cepat agar pelanggan tidak mengalami gangguan aktifitas telekomunikasi akibat kerusakan jaringan yang terlalu lama.

14 Tuntutan pekerjaan karyawan Divisi RFM PT. X Kota Tangerang yang harus dilakukan setiap harinya adalah menyelesaikan enam tugas utamanya sesuai batas waktu yang telah ditentukan. Tugas pertama adalah melakukan preventive maintanance yaitu karyawan harus memantau seluruh BTS aktif yang ada pada regionnya dan menganalisis sejauhmana performa BTS tersebut. Kedua, corrective maintanance yaitu memantau alarm yang muncul dari setiap BTS akibat adanya kesalahan teknis atau gangguan lain seperti mati lampu, site yang jatuh, atau terbakarnya sebuah komponen teknis. Hal tersebut akan muncul pada sistem dalam komputer yang kemudian harus karyawan analisis dan eksekusikan. Ketiga, reporting yaitu melaporkan hasil analisis dari corrective maintanance pada field operator sebagai teknisi lapangan yang akan melakukan perbaikan langsung pada BTS yang dilaporkan. Tuntutan tugas yang keempat adalah update database yaitu mengumpulkan semua informasi yang telah dikerjakan (pada tiga tugas sebelumnya) dan memasukannya pada daftar database pusat. Kelima, administration yaitu memasukan data mengenai semua kegiatan yang telah dikerjakan (tugas satu sampai empat ) kedalam lembar kerja pribadi, sebagai laporan harian mengenai tugas pekerjaan yang telah dikerjakan. Hal ini juga bisa menjadi tolak ukur performa kerja setiap karyawan dan sejauhmana karyawan tersebut memenuhi target kecepatan kerja yang diharapkan perusahaan. Keenam,

15 controlling and analyze yaitu karyawan harus memantau hasil kerja field operator yang menangani hasil corrective maintanance yang telah karyawan laporkan. Jika setelah dianalisis dan dilaporkan pada field operator tetapi masih belum ada perbaikan, maka karyawan harus menganlisis ulang masalah yang terjadi untuk bisa dieksekusikan kemudian. Karyawan Divisi RFM harus melaksanakan keenam tugas pekerjaan mereka setiap harinya. Keenam tugas tersebut dilaksanakan dalam sistem kerja shift. Shift pertama mulai dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 15.00. Shift kedua mulai pukul 15.00 sampai dengan 23.00. Sedangkan shift ketiga mulai dari pukul 23.00 sampai dengan 07.00. Karyawan Divisi RFM dituntut secara fisik dan psikis agar dapat prima setiap saat guna melaksanakan tugas pekerjaannya tersebut. Karyawan Divisi RFM yang menghayati tuntutan fisik dan psikis dari pekerjaannya sebagai tuntutan yang terlalu tinggi bagi dirinya, memiliki kemungkinan untuk dapat mengalami stres kerja. Menurut Luthans (2006), stres kerja didefinisikan sebagai respon adaptif terhadap situasi eksternal yang yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Stres kerja dapat disebabkan oleh empat macam faktor yaitu Stresor ekstraorganisasi, Stresor organisasi, Stresor Individu, dan Stresor Kelompok. Stresor ekstraorganisasi mencakup hal seperti perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, kondisi

16 ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, serta kondisi tempat tinggal atau masyarakat (Luthans, 2006). Relokasi dapat menjadi penyebab munculnya stres kerja pada Karyawan Divisi RFM. Karyawan yang dipindahkan dari daerah (Bandung, Surabaya dan Lampung) ke Kota Tangerang harus menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggal baru juga penyesuaian diri dengan tempat kerja yang baru. Stresor organisasi mencakup kebijakan dan strategi administratif, struktur dan desain organisasi, proses organisasi, dan kondisi kerja. Stresor organisasi adalah stresor yang berhubungan dengan organisasi itu sendiri yang berpengaruh terhadap munculnya stres kerja pada Karyawan Divisi RFM PT. X Kota Tangerang (Luthans, 2006). Seperti sistem kerja shift yang diterapkan perusahaan terhadap Karyawan Divisi RFM. Pengaturan rotasi shift sepenuhnya menjadi hak dari supervisor tanpa ada keikutsertaan karyawan dalam penyusunan jadwalnya. Karyawan yang mendapatkan jadwal kerja shift malam lebih banyak, harus merubah pola tidur yang biasa ia jalani. Kondisi tersebut tidak dapat dihindari karena merupakan konsekuensi dari pekerjaannya. Karyawan perlu terjaga di malam hari dengan tingkat konsentrasi yang tinggi karena harus tetap memantau alarm yang muncul. Ketika karyawan menghayati sistem rotasi shift kerja sebagai stresor yang kuat, makan akan mempengaruhi tingkat stres kerjanya yang dilihat dari frekwensi penghayatan masalah fisik, psikologis dan atau perilaku karyawan.

17 Misalnya akibat sistem kerja shift tersebut karyawan menjadi sering merasakan gangguan pencernaan seperti sakit maag sebagai gejala fisik. Saat bekerja, tanpa ada penyebab yang jelas, karyawan merasakan perih di lambungnya. Hal tersebut menjadi mengganggu konsentrasi karyawan saat memantau alarm. Karyawan yang merasakan sakit maag menjadi fokus pada rasa sakit yang ia alami, sehingga ia melalaikan tugasnya dalam melakukan monitoring. Stressor kelompok dikategorikan menjadi dua area, yaitu kurangnya kohesivitas kelompok dan kurangnya dukungan sosial (Luthans, 2006: 445). Kurangnya kohesitivitas kelompok artinya adalah kurangnya waktu kebersamaan yang dimiliki oleh para Karyawan Divisi RFM. Desain pekerjaan yang mengharuskan karyawan untuk bertanggung jawab pada tugasnya masing-masing dengan target waktu tertentu, membuat setiap karyawan sibuk sendiri dengan pekerjaannya. Tingkat konsentrasi tinggi yang dibutuhkan dalam memantau alarm juga membuat suasana kerja yang serius dan tenang tanpa banyak keterlibatan komunikasi antar karyawan. Kebersamaan yang terjalin antar karyawan divisi RFM hanya bersifat seadanya saja, terbatas pada relasi formal yang terkait dengan pekerjaan. Situasi rendahnya tingkat kebersamaan antar karyawan divisi RFM dapat menjadi salah satu penyebab stres kerja. Karyawan yang menghayati kelompok sebagai stresor yang kuat dapat menunjukkan masalah sebagai gejala stres kerjanya seperti muncul perasaan bosan berada di tempat kerja pada

18 karyawan divisi RFM. Karyawan jenuh dengan rutinitas pekerjaan yang tidak disertai dengan interaksi hangat dengan rekan kerja. Stresor kelompok lainnya adalah kurangnya dukungan sosial. Karyawan sangat dipengaruhi oleh dukungan anggota kelompok yang kohesif. Dengan berbagi masalah dan kebahagiaan bersama-sama, mereka jauh lebih baik. Jika jenis dukungan ini berkurang pada individu, maka situasi akan membuat stres kerja (Luthans, 2006: 445). Kurangnya waktu yang dimiliki Karyawan Divisi RFM dengan keluarganya karena harus berada berjauhan dan sulit mendapatkan waktu libur kerja seperti waktu libur kerja normal di hari sabtu dan minggu dapat memberi peluang untuk mengalami stres kerja saat bekerja sebagai Karyawan Divisi RFM. Karyawan yang menghayati kurangnya dukungan sosial sebagai stresor yang kuat dapat menunjukkan masalah-masalah fisik, psikologis dan atau perilaku sebagai gejala stresnya. Misalnya karyawan menjadi lamban dan suka menunda-nunda pekerjaan akibat mereka tidak dapat berkonsentrasi saat bekerja. Sedangkan stressor individu terdiri dari disposisi individu (karakteristik tipe A, kontrol personal, ketidakberdayaan yang dipelajari, dan daya tahan psikologis) (Luthans, 2006). Disposisi individu (personal disposition) artinya sifat individual yang khas pada masing-masing individu, tidak bersifat umum (Alport dalam Supratiknya, 1993). Setiap karyawan akan menghayati situasi pekerjaan secara berbeda-beda dipengaruhi oleh disposisi individu masing-masing.

19 Ketika menjalankan tugas harian dengan target waktu, karyawan dengan kepribadian Tipe A terus menerus merasa dalam tekanan. Mereka bekerja dengan cepat dan berusaha menyelesaikan alarm sebanyak mungkin. Hal ini karena bagi mereka, ukuran kesuksesan dilihat dari kuantitas pekerjaan yang mampu mereka selesaikan. Profil kepribadian yang serba cepat, kompetitif, dan agresif dalam bekerja inilah yang mempengaruhi tingkat stres kerja karyawan divisi RFM. Ketika karyawan tidak dapat mencapai target yang mereka tetapkan sendiri karena menetapkan standar produktivitas yang terlalu tinggi, karyawan mengalami frekwensi masalah-masalah gejala stres yang tinggi. Hal lain yang dapat mempengaruhi tingkat stres kerja karyawan divisi RFM adalah daya tahan psikologis. Karyawan yang memiliki daya tahan psikologis tinggi akan menghayati site down condition sebagai suatu tantangan pekerjaan yang harus ia selesaikan. Karyawan menanggapi situasi tersebut dengan aktif mencari jalan keluar dan pemecahan masalah. Ia memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah dan ia mampu mengendalikan dirinya dan orang lain secara terarah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sementara karyawan dengan daya tahan psikologis rendah akan yang menghayati site down condition sebagai rintangan yang tidak mampu ia hadapi. Karyawan menunjukkan sikap menyerah pada keadaan dan tidak memiliki keyakinan diri untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Ketidakmampuannya untuk bertahan dan

20 menyelesaikan masalah dapat berpotensi meningkatkan stres kerja yang karyawan rasakan. Notosoedirjo dan Latipun (2005), mengatakan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat menahan diri untuk tidak jatuh sakit akibat stressor (sumber stres kerja). Seseorang yang tidak sakit meskipun mengalami tekanan-tekanan maka menurut pengertian ini adalah orang yang sehat. Pengertian ini sangat menekankan pada kemampuan individual merespon lingkungannya. Karyawan Divisi RFM yang tidak mengalami masalah fisik, psikologis dan atau perilaku walaupun mendapatkan tekanan dari sumber-sumber stres kerja merupakan karyawan yang sehat mentalnya. Sementara karyawan mengalami masalah akibat stres kerja dapat dikatakan sebagai karyawan yang kurang sehat secara mental. Kesehatan mental yang kurang baik membuat fungsi kepribadian, emosional, intelektual, dan fisik karyawan tidak dapat berfungsi secara optimal. Situasi pekerjaan karyawan divisi RFM dihayati secara berbeda-beda oleh setiap karyawan. Terdapat karyawan yang menghayati pekerjaan sebagai tantangan, hal ini membuat mereka meningkatkan kegiatan, perubahan, dan secara keseluruhan performa kerja meningkat (Luthans, 2006: 455). Sementara terdapat karyawan lain yang menghayati pekerjaan sebagai sesuatu yang menekan, sebagai beban yang terlalu berat untuk mereka. Karyawan dengan penghayatan tersebut menunjukkan gejala-gejala masalah fisik, psikologis, maupun perilaku.

21 Tingkat stres kerja yang dialami karyawan Divisi RFM dapat dilihat dari gejala-gejala yang muncul pada diri karyawan tersebut. Salah gejala dari stres kerja adalah munculnya masalah fisik yang dialami karyawan Divisi RFM. Diantaranya adalah masalah pada sistem kekebalan tubuh. Seperti Karyawan Divisi RFM yang menjadi lebih mudah terserang penyakit. Masalah pada sistem cardiovascular, seperti tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Masalah pada musculoskeletal (sakit kepala dan migren), seperti Karyawan Divisi RFM yang mengalami sakit kepala yang sering dan relatif mentap saat ia harus terus menerus menatap layar komputer sebagai konsekuensi pekerjaannya di Divisi RFM. Dan masalah pada pencernaan seperti diare dan sembelit. Gejala lain yang muncul adalah masalah psikologis seperti Karyawan Divisi RFM yang menjadi mudah marah saat ditanya ketika sedang bekerja. Kemudian juga munculnya kecemasan pada diri karyawan Divisi RFM saat muncul alarm yang harus dieksekusi. Selain itu juga munculnya perasaan jenuh/bosan saat karyawan Divisi RFM menjalani rutinitas pekerjaaannya. Serta masalah psikologis lain seperti depresi, ketegangan, tekanan, sulit berkonsentrasi, kejenuhan/ kebosanan, sulit mengambil keputusan, dan tindakan agresi oleh karyawan Divisi RFM PT. X Kota Tangerang. Sedangkan masalah tingkah laku yang ditunjukan adalah gangguan makan, gangguan tidur, meningkatnya perilaku

22 merokok dan penggunaan zat-zat adiktif, kelambatan dalam bekerja, absenteeism, dan turnover. Konsekuensi dari semua hal diatas adalah tingkat stres kerja kerja pada Karyawan divisi RFM PT. X Kota Tangerang dapat dikatakan tinggi atau rendah. Tingkat stres kerja dikatakan tinggi apabila Karyawan Divisi RFM dalam menanggapi situasi pekerjaan sebagai Karyawan Divisi RFM, individu menghayati adanya masalah-masalah akibat stres kerja secara fisik, psikologis, dan atau perilaku. Misalnya, Karyawan divisi RFM yang mengalami stres kerja dengan tingkat yang tinggi akan lebih mudah mengalami tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, dan sakit kepala. Masalah psikologis misalnya merasa selalu cemas, tegang, jenuh, dan mudah marah. Masalah perilaku misalnya menjadi perokok, minum minuman beralkohol, keluar dari pekerjaan, dan tidur tidak nyenyak. Sedangkan tingkat stres kerja dapat dikatakan rendah bila individu dalam menanggapi situasi pekerjaan jarang atau bahkan tidak merasakan masalahmasalah yang diakibatkan oleh stres kerja. Misalnya, Karyawan divisi RFM PT. X Kota Tangerang sangat sedikit sekali merasakan gangguan baik fisik, psikologis, maupun perilaku. Melalui penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana tingkat stres kerja kerja pada Karyawan divisi RFM PT. X Kota Tangerang yang dapat digambarkan dalam bagan berikut :

23 Karyawan divisi RFM PT. X Kota Tangerang Tingkat stres kerja kerja Tinggi Rendah Stresor - Stresor ekstraorganisasi - Stresor organisasi - Stresor kelompok - Stresor Individu Gejala Stres kerja: - Masalah fisik - Masalah psikologis - Masalah perilaku Bagan 1.1 Kerangka pikir

24 1.6 Asumsi 1. Situasi kerja Karyawan Divisi RFM yang monoton dan repetitif dan harus dijalani dalam periode waktu yang lama berpotensi untuk menimbulkan stres kerja. 2. Sistem kerja shift bergantian yang membutuhkan adaptasi secara fisik pada karyawan divisi RFM berpotensi untuk menimbulkan stres kerja. 3. Kurangnya waktu dengan keluarga sebagai stresor ekstraorganisasi memiliki kecenderungan keterkaitan dengan tingkat stres kerja yang dialami karyawan divisi RFM. 4. Tingkat stres kerja karyawan divisi RFM memiliki kecenderunagn keterkaitan dengan stresor dari dalam organisasi, kelompok dan individu. 5. Karyawan Divisi RFM yang menjalani tugas dalam periode waktu lama menunjukkan frekwensi masalah akibat gejala stres yang sering seperti mengeluhkan sakit kepala, sakit punggung, kesulitan berkonsentrasi, serta gangguan pola makan dan tidur.