TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Pongo pygmaeus di Borneo dan orangutan Pongo abelii di Sumatera merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001) adalah

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Area. Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan satu kesatuan

EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Orangutan yang sedang beraktivitas di hutan

Informasi singkat tentang jenis primata baru khas Sumatera. Orangutan Tapanuli. Pongo tapanuliensis. Jantan dewasa Orangutan Tapanuli Tim Laman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang,

TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai kekhasan/keunikan jenis tumbuhan dan/atau keanekaragaman

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

BAB III METODE PENELITIAN

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

Burung Kakaktua. Kakatua

Kampus USU Medan 20155

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

Estimasi Populasi Orang Utan dan Model Perlindungannya di Kompleks Hutan Muara Lesan Berau, Kalimantan Timur

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.1

Prinsip-Prinsip Ekologi. Faktor Biotik

BAB II KAJIAN PUSTAKA jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo, 1993: 258). Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mc Naughton dan Wolf (1992) tiap ekosistem memiliki

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

II. TINJAUAN PUSTAKA

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

EKOLOGI TERESTRIAL. Ekologi adalah Ilmu Pengetahuan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

I. PENDAHULUAN. dan gajah yang keberadaannya sudah mulai langka. Taman Nasional. Bukit Barisan Selatan termasuk ke dalam taman nasional yang memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Soal ujian semester Ganjil IPA kelas X Ap/Ak. SMK Hang Tuah 2

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

TINJAUAN PUSTAKA. Bio-ekologi Orangutan. Klasifikasi dan Morfologi

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Secara morofologis orangutan Sumatera dan Kalimantan sangat serupa, tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya (Napier dan Napier, 1967). Orangutan Kalimantan bila sudah dewasa warna bulunya mengarah pada warna coklat kemerahan dan orangutan Sumatera berwarna lebih pucat (Galdikas, 1978). Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001) adalah sebagai berikut : Kerajaan Filum Subfilum Kelas Bangsa Keluarga Subkeluarga Marga : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mamalia : Primata : Homonidae : Pongoninae : Pongo Jenis : Pongo abelii Lesson, 1827. Ciri fisik orangutan Kedua jenis orangutan ini secara genetis terpisah sekitar 1,5 juta tahun yang lalu. Orangutan Sumatera (Pongo abelii) cenderung lebih kurus dibandingkan dengan saudaranya di Borneo (Pongo pygmaeus), memiliki rambut

dengan warna merah yang lebih pucat dan lebih panjang, serta struktur wajah yang lebih panjang. Orangutan dewasa jantan memiliki kumis dan bantalan pipi yang tegas yang tertutup oleh rambut halus berwarna putih. Baik jantan maupun betina memiliki janggut yang panjang. Orangutan Borneo memiliki rambut yang kasar dan panjang yang bisa berwarna jingga, coklat, atau merah marun. Bayi orangutan lahir dengan wajah berwarna merah muda, namun sejalan dengan bertambahnya umur, pigmen kulitnya berubah menjadi coklat tua atau hitam. Orangutan jantan memiliki kantong leher yang besar dan menggantung. Dibandingkan dengan spesies Sumatera, orangutan Borneo memiliki pipi yang lebih besar dan ditutupi oleh rambut yang kasar dan pendek (Wich et al., 2011). Tabel 1. Perbedaan fisik orangutan Borneo dengan orangutan Sumatera BORNEO SUMATERA Warna rambut badan Lebih tua, hampir merah marun Merah yang lebih pucat Janggut, terutama jantan Tidak begitu nyata Lebih nyata Bentuk wajah Berbentuk angka 8 Berbentuk 0 Rahang Agak maju Lebih rata Bentuk badan Lebih gemuk Lebih berotot Rambut badan, terutama saat muda Lebih jarang Lebih padat Rambut kepala pada jantan dewasa Tidak bayak Dekat, seperti tersisir ke belakang Warna lingkar mata pada anakan Kebiruan Tidak tegas Kumis Tidak ada Ada Bantalan pipi (bentuk) Cembung keluar, persegi Rata dan menyudut Dapat terlihat, halus mengilat Bantalan pipi (rambut) Pendek dan kasar Kantong leher Besar menggantung Tidak begitu kasar Warna rambut di kepala antara kaki Seperti pada badan Putih atau kuning

Gambar 1. Orangutan Sumatera (Pongo abelii. Lesson, 1827.) Habitat Orangutan Dua spesies orangutan terpisah secara geografis dan hanya bisa dijumpai di pulau Borneo dan Sumatera. Orangutan hidup dengan kepadatan populasi yang rendah di habitatnya dalam delapan wilayah Borneo, yaitu Sabah, Kutai, Kalimantan Tengah, Bukit Raya atau Bukit Baka, Tanjung Puting, Muara Kendawangan, Gunung Palung, dan Gunung Nyiut. Di Sumatera, orangutan terutama ditemukan di bagian barat laut dalam ekosistem Leuser dan sekitarnya. Beberapa lainnya kemungkinan tersebar ke arah pantai barat. Orangutan dengan kepadatan populasi yang tinggi dapat ditemui di daerah yang memiliki berbagai jenis habitat yang menyediakan pakan dalam jumlah besar sepanjang tahun, seperti hutan rawa dataran rendah dengan keragaman pohon lebih tinggi dibandingkan daerah berbukit atau bergunung. Hutan rawa gambut merupakan areal yang dapat menyokong kehidupan orangutan dengan kepadatan populasi sedang, sedangkan hutan meranti merupakan tempat hidup sebagian orangutan dengan kepadatan populasi rendah. Dalam hutan gambut dan hutan rawa dataran

rendah di Borneo yang memiliki keragaman fauna yang tinggi, wilayah jelajah oranguatan betina mencapai 3,5 hingga 6 km 2. Di Sumatera, orangutan menempati dataran yang lebih tinggi dan hutan rawa dengan keragaman rendah. Wilayah jelajah orangutan betina di areal tersebut cenderung lebih luas, yaitu mendekati 8,5 km 2 (Hartman et al., 2009). Orangutan sumatera hanya terdapat di hutan pulau Sumatera (Rijksen dan Meijaard, 1999). Khususnya, populasi liar yang bertahan saat ini hanya di daerah barat laut pulau itu tepatnya di provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Kedua provinsi ini berlokasi diantara Samudra Hindia di sebelah barat hingga Selat Malaka yang memisahkan daratan Sumatera dari Malaysia di bagian timur. Kedua provinsi ini juga disekat oleh pegunungan bukit Barisan yang berjejer di sepanjang pulau Sumatera. Pegunungan ini mencapai ketinggian lebih dari 3.000 meter di atas permukaan laut (m dpl), dengan puncak tertinggi adalah Gunung Kerinci di Sumatera Barat (3800 m dpl) dan Gunung Leuser (3404 m dpl) di Aceh dan memberikan suatu pengaruh besar pada pola curah hujan. Daerah bagian barat lebih besar menerima curah hujan dibandingkan di daerah timur, seperti yang berlaku angin dari laut Indonesia dipaksa menuju ke tempat yang lebih tinggi, mendinginkan lebih cepat dan mengembunkan (kondensasi) uap air yang kemudian jatuh sebagai air hujan. Perilaku Orangutan Maple (1980) menyatakan bahwa aktivitas utama orangutan dipenuhi oleh aktivitas makan, selanjutnya istirahat, berjalan-jalan, bermain dan aktivitas yang dilakukan dalam prosentase waktu yang relatif sedikit adalah aktivitas mebuat sarang. Di alam liar secara umum orangutan turun dari sarang tidurnya sekitar 30

menit sebelum matahari terbit (MacKinnon, 1974 diacu dalam Maple, 1980). Orangutan masuk ke sarangnya ketika hari sudah mulai gelap. Setiap harinya orangutan selalu bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dengan jarak rata-rata 500 m. Aktivitas orangutan cukup lamban dan malas (MacKinnon, 1974 diacu dalam Maple, 1980). Tidak dapat diragukan bahwa orangutan pilih-memilih makanan mereka. Kenyataan bahwa makan kulit kayu turun sampai nol sedang laju makan daun menurun secara tajam selama bulan-bulan ketika banyak spesies pohon mulai berbunga atau berbuah, member kesan bahwa buah merupakan makanan yang paling disenangi. Meskipun demikian, antara berbagai spesies buah yang dapat dimakan, masih ada jenis tertentu yang lebih disenangi daripada jenis yang lain. Pohon-pohon tertentu dari spesies yang disenangi dikunjungi berulang kali sedang pohon-pohon yang berbuah lebat dari spesies yang kurang disenangi diabaikan, bahkan kadang-kadang tidak dijamah sama sekali (Galdikas, 1978). Makanan Orangutan Tidak dapat diragukan bahwa orangutan pilih-memilih makanan mereka. Kenyataan bahwa makan kulit kayu turun sampai nol sedang laju makan daun menurun secara tajam selama bulan-bulan ketika banyak spesies pohon mulai berbunga atau berbuah, member kesan bahwa buah merupakan makanan yang paling disenangi. Meskipun demikian, antara berbagai spesies buah yang dapat dimakan, masih ada jenis tertentu yang lebih disenangi daripada jenis yang lain. Pohon-pohon tertentu dari spesies yang disenangi dikunjungi berulang kali sedang pohon-pohon yang berbuah lebat dari spesies yang kurang disenangi diabaikan, bahkan kadang-kadang tidak dijamah sama sekali (Galdikas, 1978).

Galdikas (1984) menyatakan meskipun variabilitas pada susunan makanan orangutan sangat besar, orangutan pada dasarnya bersifat sebagai pemakan buah (Frugivora). Waktu makan buah merupakan 61% dari seluruh waktu makan. Di ketambe, Rijksen (1978) menyatakan bahwa buah merupakan sumber pakan utama 58% dari waktu makan digunakan makan buah, 25% daun muda, 14% insekta dan 3% kulit kayu. Selanjutnya Galdikas (1984) juga menyatakan makan kulit kayu turun sampai nol dan makan daun muda turun tajam selama bulanbulan ketika spesies pohon lain berbuah. Makanan utama orangutan adalah buah-buahan, termasuk beberapa diantaranya berisi biji besar yang hanya beberapa spesies saja yang dapat mengkonsumsinya, dan akhirnya menyebarkan biji-biji tersebut di wilayah yang luas. Jika primata pemakan buah besar dikeluarkan dari hutan tropis (misalnya dengan perburuan), maka penyebaran spesies pohon yang berbiji besar akan semakin terbatas, frekuensi penyebarannya akan berhenti sama sekali. Selain itu, orangutan juga melakukan peran aktif dalam perkecambahan bijiuntuk spesies tertentu (Zulkipli, 1999). Morfologi Tumbuhan Morfologi tumbuhan yaitu ilmu yang mempelajari struktur organ tumbuhan baik mengenai akar, batang, daun, bunga, buah, maupun bijinya. Daun merupakan bagian vegetatif dari tumbuhan dimana proses fotosintesis dapat berlangsung. Adapun bentuk dan keadaan daun sangat bervariasi. Berdasarkan macamnya, dikenal adanya daun tunggal dan daun majemuk. Perbedaan utama dari keduanya adalah pada ketiak daun tunggal terdapat tunas, sedangkan pada ketiak anak daun tidak ada. Pada beberapa tumbuhan sering dijumpai daun

penumpu (stipula) yang terdapat pada pangkal tangkai daun. Bunga merupakan bagian reprodukif yang kompleks dari tumbuhan berbunga dimana dihasilkan buah dan biji. Meskipun tipe bunga sangat bervariasi, namun pola dasar dari bunga adalah sama (Parjatmo et al., 1987). Produktivitas Pohon Sumber pakan yang sangat dominan dikonsumsi oleh orangutan adalah yang berasal dari pohon. Pohon merupakan sumber pakan tertinggi yang dapat menghasilkan daun-daun, tunas muda, bunga, biji, epifit, liana, dan kulit kayu. Kelimpahan pohon pakan hingga saat ini belum dapat dipastikan dapat memenuhi kebutuhan aktivitas makan orangutan, terlebih lagi jika terdapat ancaman yang terjadi pada habitat orangutan tersebut (Galdikas, 1978). Untuk mengetahui produktivitas pohon pakan maka dilakukan pengukuran Diameter Breast High (DBH) pohon pakan. Data pengukuran DBH pohon pakan akan membantu dalam menentukan ada atau tidaknya korelasi antara DBH dengan produktivitas pohon pakan orangutan dalam menyediakan sumber pakan bagi orangutan. Untuk menilai variasi temporal dalam ketersediaan pangan dan produktivitas hutan di lokasi penelitian c. Sekitar 1500 pohon di 2 hektar fenologi petak diperiksa bulanan untuk kehadiran dan kelimpahan bunga, buah dan daun muda. Di Tuanan, misalnya, plot terletak di sepanjang dua transek di tengah daerah penelitian. Semua pohon dalam 5 m di kedua sisi transek dan dengan diameter setinggi dada (dbh) dari 10 cm telah diberi label dengan angka, diukur dan diidentifikasi. Menurut Van Schaik (1996) pengambilan data ketersediaan pakan orangutan ditentukan dengan metode fenologi (monitoring pohon pakan), yakni mengetahui ketersediaan pohon pakan yang dilihat dari daun muda, buah

masak dan belum masak, serta bunga. Ketersediaan pakan ini ditentukan berdasarkan klasifikasi pada Tabel 2. Tabel 2 Klasifikasi penentuan produktivitas pohon pakan orangutan (Zweifel, 2012) Daun muda Buah Bunga 0% = 0 0 = 0 Tidak Ada = 0 0<YL<5% = 2,5 1 10 = 1+ Sedikit = 1 5<YL<25% = 15 10 100 = 10+ Sedang = 2 5<YL<25% = 15 100 1000 = 100+ Banyak = 3 50%<YL<75% = 62,5 1000 10000 = 1000+ 75%<YL<100% = 87,5 Relung Ekologi Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antar makhluk hidup dengan lingkungannya. Hubungan ini sangat erat dan kompleks sehingga Odum (1957, 1971) menyatakan bahwa ekologi adalah biologi lingkungan (enviromental biology). Relung ekologi (ecological niche) adalah jumlah total semua penggunaan sumberdaya biotik dan abiotik oleh organisme di lingkungannya. Salah satu cara unuk menangkap konsep itu adalah melalui analogi yang dibuat oleh ahli ekologi Eugene Odum : Jika habitat suatu organisme adalah alamatnya, relung adalah pekerjaannya. Dengan kata lain, relung suatu organisme adalah peranan ekologisnya bagaimana ia cocok dengan suatu ekosistem. Relung suatu populasi kadal pohon tropis, misalnya terdiri dari banyak variabel, antara lain kisaran suhu yang dapat ia tolerir, ukuran pohon dimana ia bertengger, waktu siang hari ketika ia aktif, serta ukuran dan jenis serangga yang ia makan. Istilah relung fundamental (fundamental niche) mengacu pada kumpulan sumberdaya yang secara teoristis mampu digunakan oleh suatu populasi dibawah keadaan ideal. Pada kenyataannya, masing-masing populasi terlibat dalam jaring-

jaring interaksi dengan populasi spesies lain, dan pembatas biologis, seperti kompetisi, predasi, atau ketidakhadiran beberapa sumberdaya yang dapat digunakan, bisa memaksa populasi tersebut untuk hanya menggunakan sebagian relung fundamentalnya. Sumberdaya yang sesungguhnya digunakan oleh suatu populasi secara kolektif disebut relung realisasi (realized niche) nya.