BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa dari aktivitas manusia yang sudah tidak diinginkan karena dianggap tidak berguna lagi. Sampah dihasilkan dari aktivitas rumah tangga maupun dari kegiatan industri. Volume sampah yang dihasilkan berbanding lurus dengan jumlah penduduk. Semakin banyak jumlah penduduk akan semakin banyak volume sampah yang dihasilkan. Magelang merupakan salah satu kota yang berada di Jawa Tengah dengan jumlah penduduk pada tahun 2012 mencapai 119.329 jiwa dan volume timbulan sampah yang dihasilkan adalah 300,33 m 3 /hari (KLH, 2013). Volume timbulan sampah tersebut lebih besar daripada data volume sampah rata-rata dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Sampah dan Transfer Depo (TD) Kota Magelang yaitu sebesar 208,85 m 3 /hari (BPS, 2013). Selisih volume sampah ini disebabkan tidak semua sampah terkumpul di TPS dan TD karena ada sampah yang dibuang ke sungai, dibakar dan ada pula yang didaur ulang. Data jumlah penduduk Kota Magelang dan volume sampah yang terkumpul di TPS dan TD dapat dilihat pada Tabel 1.1. Berdasarkan Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk berbanding lurus dengan volume sampah yang terkumpul. Volume sampah tahun 2011 mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan volume sampah tahun 2010. Penurunan volume sampah ini dikarenakan jumlah penduduk tahun 2011 mengalami penurunan. 1
2 Volume sampah kembali mengalami peningkatan pada tahun 2012 karena jumlah penduduk kembali meningkat. Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Magelang dan Volume Sampah yang Terkumpul di TPS dan TD Tahun Jumlah penduduk Volume sampah (m 3 /hari ) 2010 126.443 207,18 2011 118.805 193,94 2012 119.329 208,85 (Sumber: Kota Magelang Dalam Angka, 2011, 2012, dan 2013) Sampah yang dihasilkan setiap harinya ini harus ditangani agar tidak mencemari lingkungan. Salah satu solusi pengelolaan sampah yang telah dilakukan adalah dengan pembuatan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. Kota Magelang telah memiliki TPA regional, yaitu TPA Banyuurip yang mulai beroperasi sejak tahun 1993. Lokasi TPA ini berada di Dusun Plumbon, Desa Banyuurip, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang. Sampah yang telah terkumpul di TPS dan TD akan diangkut ke TPA ini. Rancangan awal TPA Banyuurip adalah menggunakan metode sanitary landfill dimana sampah dibuang dalam sel dan setelah 3 hari akan diurug dengan tanah. Sistem pengelolaan TPA Banyuurip kemudian beralih ke metode open dumping seiring berjalannya waktu. Sistem pengelolaan TPA ini beralih kembali menggunakan metode controlled landfill pada tahun 2010. Fasilitas proteksi lingkungan yang dimiliki TPA Banyuurip saat ini sudah memadai, diantaranya adalah adanya karpet kerikil, drainase (tanggul keliling), kolam penampung lindi, instalasi pengolahan air lindi, sumur pantau, dan ventilasi gas. Pengolahan air lindi di TPA ini dilakukan dengan pengendapan dan penambahan EM-4 pada air lindi yang terdapat
3 dalam kolam penampung. Dari kolam penampung lindi ini, air lindi yang telah ditambahkan EM-4 dan diendapkan, akan dialirkan ke dalam kolam resapan dan dibiarkan meresap ke dalam tanah. Kolam penampung air lindi dan kolam resapan air lindi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1. b a Gambar 1.1. Kolam Penampung (a) dan Kolam Resapan Air Lindi (b) TPA Banyuurip Magelang (Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2014) Pembuatan TPA sampah walaupun merupakan salah satu solusi pengelolaan sampah namun dapat menimbulkan potensi pencemaran lingkungan apabila sistem pengelolaannya tidak dilakukan dengan benar. Sistem pengelolaan TPA yang tidak tepat dapat berpotensi menimbulkan pencemaran, baik pencemaran air, tanah, maupun udara. Terjadinya proses pembusukkan sampah yang ada di TPA akan menimbulkan bau yang tidak sedap yang mencemari udara. Pembusukan sampah ini
4 juga akan menghasilkan air lindi (leachate) yang berpotensi mencemari airtanah. Air lindi pada kolam resapan di TPA Banyuurip yang dibiarkan meresap ke dalam tanah belum diketahui apakah masih mengandung zat-zat berbahaya atau tidak. Kandungan zat berbahaya yang kemungkinan masih terkandung dalam air lindi ini dapat menyebabkan pencemaran pada airtanah. Airtanah merupakan sumber air yang banyak digunakan oleh penduduk Indonesia. Penduduk banyak memanfaatkan airtanah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya dengan cara membuat sumur gali maupun sumur bor. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010, diperoleh data bahwa penduduk Indonesia yang menggunakan sumur gali terlindung sebanyak 27,9%, sumur gali tidak terlindung sebanyak 10,2% dan yang menggunakan sumur bor/pompa sebanyak 22,2%. Penduduk di sekitar TPA Banyuurip masih banyak yang menggunakan air tanah dari sumur gali untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Air lindi dari TPA Banyuurip ini jika mencemari airtanah dan dikonsumsi oleh penduduk akan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 19/PRT/M/2012 disebutkan jarak aman pemukiman dari TPA adalah sejauh 500 meter, namun pada kenyataannya pemukiman di sekitar TPA Banyuurip berjarak <100 meter. Jarak sumur yang letaknya paling dekat dengan TPA adalah 20 meter. Pembuatan zonasi potensi pencemaran airtanah oleh air lindi dari TPA Banyuurip ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana potensi pencemaran airtanah oleh air lindi dari TPA ini.
5 Penelitian yang telah dilakukan di beberapa TPA di Indonesia menemukan indikasi bahwa airtanah di sekitar TPA tercemar air lindi. Hasil penelitian yang dilakukan di TPA Bantar Gebang Jakarta dan TPA Dago Bandung menunjukkan bahwa kualitas air sumur di sekitar TPA sudah tidak layak lagi untuk dijadikan air minum (Hidayat, 2009). Penelitian yang dilakukan Tanauma (2000), Putra (2001) dan Sukyati (2005) juga menemukan indikasi terjadinya pencemaran airtanah di sekitar TPA Piyungan Yogyakarta. Airtanah yang tercemar oleh air lindi ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi yang penduduk yang memanfaatkannya, seperti diare, gatal-gatal dan iritasi kulit. 1.2 Permasalahan Penelitian Penentuan lokasi pembangunan TPA harus mempertimbangkan syarat-syarat tertentu seperti yang diatur dalam SNI 03-3241-1994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPA. Lokasi pembangunan TPA minimal 500 meter, namun lokasi TPA Banyuurip ini dekat dengan rumah penduduk (< 100 meter). Pengolahan air lindi yang dilakukan di TPA ini dengan penambahan EM-4 juga masih kurang optimal, sehingga berpotensi mengakibatkan pencemaran pada airtanah. Potensi pencemaran airtanah yang dapat terjadi meliputi aspek fisika (suhu, bau, warna, kekeruhan, rasa, TDS, TSS, DO dan DHL), kimia (ph, kesadahan, klorida, Mn, Na, nitrat, nitrit, SO 4, amoniak, Cd, Pb, klorida, dan permanganat) dan mikrobiologi (total koliform). Pencemaran airtanah akan merugikan penduduk di sekitar TPA yang menggunakan airtanah untuk memenuhi kebutuhannya karena dapat menyebabkan gangguan
6 kesehatan. Berdasarkan permasalahan ini, dapat dituliskan menjadi pertanyaan penelitian yaitu: 1. Bagaimana potensi pencemaran airtanah oleh air lindi dari TPA Banyuurip Magelang? 2. Bagaimana kualitas air lindi dari TPA Banyuurip Magelang dan kualitas airtanah di sekitar TPA Banyuurip? 3. Apakah penduduk yang memanfaatkan airtanah di sekitar TPA Banyuurip mengalami gangguan kesehatan? 1.3 Keaslian Penelitian Penelitian yang sejenis dengan penelitian ini telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu, yaitu dari segi lokasi penelitian, tujuan penelitian, metode yang digunakan, analisis yang digunakan dan hasil penelitian. Penelitian mengenai potensi pencemaran airtanah oleh air lindi yang berasal dari TPA Banyuurip dengan menggunakan metode LeGrand menurut pengetahuan penulis belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini juga mengkaji rekomendasi pengolahan air lindi yang cocok untuk diterapkan di TPA ini sehingga dapat memperkecil potensi terjadinya pencemaran airtanah oleh air lindi. Daftar perbandingan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 1.2.
7 Tabel 1.2 Perbandingan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu No. Peneliti Tahun Tujuan Metode Hasil 1. Adey Tanauma 2. Frista Yorhanita 2000 a. Untuk mengetahui konsentrasi unsurunsur pencemar dalam air lindi sampah yang berasal dari TPA Piyungan Kabupaten Bantul b. Untuk mengetahui pengaruh air lindi sampah TPA Piyungan terhadap mutu airtanah di sekitarnya 2000 a. Untuk mengetahui daerah-daerah dalam wilayah teras Sungai Code yang berpotensi terhadap terjadinya pencemaran airtanah b. Untuk mengetahui faktor alami fisik dan faktor fisik non alami atau faktor sanitasi lingkungan yang paling berpengaruh terhadap terjadinya pencemaran di daerah penelitian c. Untuk mengestimasi kerugian ekonomi yang timbul akibat adanya pencemaran airtanah tersebut Analisis laboratorium dengan tabel silang sederhana Metode LeGrand Aplikasi SIG Analisis statistic Analisis ekonomi a. Konsentrasi parameter air lindi telah melampaui baku mutu air limbah golongan II b. Keberadaan TPA Piyungan menyebabkan terakumulasinya unsurunsur yang berpotensi mencemari lingkungan, terhadap air permukaan maupun airtanah sekitarnya. c. Air lindi dari TPA ini telah mempengaruhi mutu airtanah di sekitarnya a. Daerah yang padat pemukiman dan penduduknya merupakan daerah yang berpotensi mengalami pencemaran airtanah. Daerah yang secara aktual mengalami pencemaran adalah daerah Cokrodiningratan hingga Keparakan di sisi barat Sungai Code hingga Purwokinanti di sisi timur Sungai Code, dimana daerah tersebut mengalami pencemaran sedang hingga berat b. Faktor fisik yang paling berpengaruh terhadap terjadinya pencemaran di daerah penelitian adalah jarak antara titik sampel paling utara dengan titik sampel yang lain. Semakin jauh jaraknya dari titik terutara pengambilan sampel, semakin besar kandungan Cl dan NO 2 dalam airtanah c. Faktor sanitasi lingkungan yang paling berpengaruh terhadap terjadinya pencemaran airtanah di daerah penelitian adalah kepadatan penduduk dan jumlah pemakaian air d. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat adanya pencemaran airtanah di daerah penelitian: - Pendekatan Biaya Substitusi PDAM = Kelurahan Kotabaru menderita kerugian materi terbesar, yaitu sebesar Rp 18.125/bulan, dan yang paling sedikit menderita kerugian adalah kelurahan Sinduadi, Purwokinanti dan Tegalpanggung yaitu sebesar Rp 6.000/bulan.
8 Lanjutan Tabel 1.2 3. Doni Prakasa Eka Putra 2001 a. Mengkaji indikasi pencemaran airtanah di area sekitar TPA Piyungan dengan memperhatikan parameter kualitas airtanahnya b. Mendeliniasi batas penyebaran pencemaran airtanah di area sekitar TPA Piyungan yang terjadi saat ini c. Memodelkan pola aliran airtanah dan pola pergerakan kontaminan leachate dalam airtanah secara lateral dan vertikal, sehingga prediksi untuk masa yang akan datang mengenai pencemaran leachate dapat dilakukan 4. Sukyati 2005 Mengetahui tingkat pencemaran airtanah dan air permukaan Uji permeabilitas dengan menggunakan slug test; uji laboratorium Penelitian deskriptif; analisis grafik, analisis keruangan, analisis indeks keragaman hewan makrobentos - Pendekatan biaya kesehatan Wilayah yang paling banyak menderita kerugian meteri dari segi kesehatan adalah Kelurahan Gowongan dan Keparakan (Rp 849.000/tahun dan Rp 651.000/tahun). Wilayah yang paling sedikit menderita kerugian materi adalah Kelurahan Purwokinanti dan Caturtunggal. a. Peningkatan konsentrasi klorida dan nitrat dapat digunakan sebagai indikasi terjadinya pencemaran airtanah akibat pencemaran leachate TPA Piyungan b. Penyebaran pencemaran leachate TPA Piyungan telah mencapai jarak 150-200 m ke arah downstream (utara-barat laut), aliran airtanah dari lokasi TPA c. Hasil simulasi transportasi kontaminan hingga tahun 2010 menunjukkan bahwa plume kontaminan telah mampu mencapai area pemukiman dengan konsentrasi < 100 mg/l, hal ini terjadi jika tidak dilakukan tindakan-tindakan pencegahan a. Keberadaan TPA Piyungan mempengaruhi airtanah dan air permukaan. Hasil tes laboratorium menunjukkan bahwa terdapat kandungan zat kimia yang melebihi standar baku mutu air pada lokasi yang berjarak kurang dari 75 m dari TPA Piyungan b. Penyebaran air lindi mengikuti arah aliran sesuai kontur airtanah yaitu menuju ke arah utara barat laut dari tapak TPA Piyungan. Pola penyebaran air permukaan mengikuti arah sungai alami menuju Sungai Opak c. Pencemaran airtanah termasuk kategori pencemaran berat karena kandungan unsur-unsur kimia terutama
9 Lanjutan Tabel 1.2 5. Nuruz Zaman 2007 Untuk mengetahui pola persebaran pencemaran airtanah di sekitar TPA ditinjau dari parameter ammonia bebas, besi total dan mangan total 6. Suhartini 2008 a. Mengetahui cara operasional pengelolaan sampah di TPA Piyungan b. Mengetahui dampak operasional pengelolaan sampah di TPA Piyungan terhadap kualitas air sumur penduduk di sekitarnya 7. Hesti Dyah Hapsari 8. Eni Muryani 2008 Untuk mengetahui: a. Pengaruh kondisi sanitasi lingkungan dengan kualitas airtanah di sekitar TPA Jetis b. Hubungan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dengan sanitasi lingkungan c. Usaha-usaha yang telah dilakukan masyarakat untuk menjaga kualitas air 2009 a. Untuk mengkaji sebaran spasial pencemaran benzene Metode survey, analisis deskriptif, uji korelasi Spearman Metode LeGrand, analisis unsur klorida, ammonium, sulfide dan nitrat telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh Gubernur Kepala DIY Nomor 214/KPTS/1991 d. Pencemaran air permukaan termasuk ke dalam kategori tercemar ringan yang diketahui dari analisis terpadu antara parameter fisik, kimia dan biologi. e. Keberadaan TPA Piyungan mempengaruhi kesehatan masyarakat di sekitar TPA Piyungan, dimana masyarakat mengalami gangguan kesehatan berupa rasa gatal-gatal pada kulit setelah mengkonsumsi airtanah yang tercemar. Pencemar menyebar mengikuti arah aliran airtanah kearah barat daya dan barat laut lokasi TPA, yakni desa Banyuurip dan Glagahombo. a. Teknik pengelolaan sampah di TPA Piyungan menggunakan metode Controlled Landfill b. Pengelolaan sampah di TPA berpengaruh terhadap kualitas air sumur masyarakat di sekitarnya, terutama parameter mikrobiologis a. Hasil kualitas airtanah berdasarkan sistem STORET di sekitar TPA Jetis menunjukkan bahwa kualitas airtanah di sekitar TPA termasuk buruk dengan skor -54 b. Menurunnya kualitas airtanah tidak hanya karena lindi tapi juga karena kondisi sanitasi lingkungan sekitar c. Menurunnya kualitas air dan sanitasi lingkungan menimbulkan beberapa penyakit seperti penyakit kulit (Scabies), konjungtivitis, typus, kolera, diare dan disentri. d. Usaha masyarakat dalam menjaga kualitas air masih kurang a. Sumur yang terletak 0-2 km di bagian selatan dan cenderung ke barat daya dari SPBU 44.552.10 berpotensi
10 Lanjutan Tabel 1.2 9. Ristie Ermawati terhadap airtanah di lingkungan sekitar SPBU 44.55.10 secara potensial dan aktual b. Menganalisis faktor lingkungan fisik yang paling berpengaruh terhadap potensi pencemaran benzene tersebut c. Mempelajari opini masyarakat tentang keberadaan SPBU 44.552.10 yang berbatas langsung dengan pemukiman penduduk 2014 a. Menganalisis potensi pencemaran airtanah oleh air lindi dari TPA Banyuurip Magelang b. Menganalisis kualitas air lindi dari TPA Banyuurip Magelang dan kualitas airtanah di sekitar TPA Banyuurip Magelang c. Mengkaji gangguan kesehatan yang dialami penduduk akibat terjadinya pencemaran airtanah oleh air lindi yang berasal dari TPA Banyuurip Magelang keruangan dengan SIG, analisis statistik, tabulasi Metode LeGrand, Uji Laboratorium Analisis Grafik mengalami pencemaran benzene. Potensi pencemaran benzene di sekitar SPBU 44.552.10 termasuk ke dalam kategori berpotensi besar, sedang, kecil dan sangat kecil. Kadar benzene secara aktual yang terdapat di lokasi penelitian di bawah batasa aman b. Faktor kedalaman muka airtanah adalah yang paling menentukan kelas potensi pencemaran benzene secara signifikan, diikuti oleh faktor jarak horizontal, daya serap di atas muka airtanah, dan permeabilitas akuifer. Kemiringan muka airtanah di lokasi penelitian sangat kecil pengaruhnya terhadap potensi pencemaran benzene pada airtanah di sekitar SPBU c. Kurang dari 50% responden setuju apabila lokasi kegiatan SPBU sangat dekat atau berbatasan langsung dengan pemukiman warga. a. Berdasarkan analisis potensi pencemaran airtanah menggunakan metode LeGrand, daerah sekitar TPA Banyuurip termasuk ke dalam kategori sulit tercemar dan sangat sulit tercemar. b. Berdasarkan hasil pengujian di lapangan dan pengujian di laboratorium, terdapat beberapa parameter yang melebihi baku mutu dari sampel air lindi dan sampel airtanah di sekitar TPA Banyuurip Magelang. Parameter air lindi yang melebihi baku mutu adalah TDS, nitrat, nitrit dan klorin sedangkan parameter airtanah yang melebihi baku mutu adalah ph, klorida, natrium, kadmium, timbal, dan total koliform. Hasil perhitungan nilai Indeks Pencemaran, menunjukkan bahwa airtanah di sekitar TPA Banyuurip termasuk ke dalam kategori tercemar ringan. c. Penduduk tidak mengalami gangguan kesehatan secara langsung akibat menggunakan airtanah di sekitar TPA, namun ditemukannya kandungan kadmium dan timbal dalam airtanah yang melebihi baku mutu akan berbahaya jika diakumulasi oleh tubuh.
11 1.4 Tujuan Penelitian a. Menganalisis potensi pencemaran airtanah oleh air lindi dari TPA Banyuurip Magelang b. Menganalisis kualitas air lindi dari TPA Banyuurip Magelang dan kualitas airtanah di sekitar TPA Banyuurip Magelang c. Mengkaji gangguan kesehatan yang dialami penduduk akibat terjadinya pencemaran airtanah oleh air lindi yang berasal dari TPA Banyuurip Magelang. 1.5 Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan terkait potensi pencemaran airtanah dan juga tingkat pencemaran airtanah aktual oleh air lindi yang berasal dari TPA Banyuurip Magelang, Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain untuk mencari tempat yang sesuai sebagai TPA Kota Magelang. b. Manfaat praktis Sebagai bahan masukan bagi instansi pengelola TPA Banyuurip Magelang dalam menetapkan kebijakan perencanaan dan pengelolaan TPA ini agar tidak mencemari lingkungan.