BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Menurut Keputusan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Menurut Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat. Bisnis ini bergerak di bidang manufaktur maupun jasa. Didorong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Industri didefinisikan sebagai sekumpulan orang, metode, mesin, material

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri di Indonesia, yang sekarang ini sedang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh perusahaan agar memperoleh keuntungan.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, persaingan yang terjadi dalam perusahaan semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. PD. Sandang Jaya merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. membuat sebuah produk. Dampak dari kemudahan tersebut terciptalah peluang

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya perusahaan perusahaan baru dan teknologi yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan kreatifitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowlage dari Sumber

BAB I PENDAHULUAN. antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi belakangan ini menyebabkan persaingan antar

Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. biaya simpan, serta mampu mengirimkan produk pada waktu yang disepakati.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, banyak terjadi perubahan yang cukup drastis pada lingkungan

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. menentukan efisiensi sebuah manajemen operasional perusahaan dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. manajemen perusahaan perlu mempunyai strategi-strategi yang dijalankan untuk. untuk jangka waktu yang panjang dan berkesinambungan.

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat. Dengan meningkatnya persaingan antar perusahaan, pelanggan

BAB I PENDAHULUAN. yang hasilnya ditujukan kepada pihak-pihak internal organisasi, seperti manajer

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. faktor-faktor produksi, untuk menyediakan barang-barang dan jasa bagi masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini, persaingan di dalam dunia bisnis semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN. Dalam perkembangan ekonomi saat ini usaha tumbuh dengan pesat di

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

ANALISIS INFORMASI AKUNTANSI DIFERENSIAL PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENERIMA ATAU MENOLAK PESANAN KHUSUS PADA SING SAE KONVEKSI

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Usaha Kecil, Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) di Jawa Barat Tahun

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa akan lebih baik jika terdapat perbedaan tersendiri (diferensiasi)

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin berkembangnya dunia industri dewasa ini, perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sama, yaitu persaingan dalam industrinya sehingga perusahaan

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Blocher (2007:12) Husnanto (2013:1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian dewasa ini semakin menuju pasar global, hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat suatu tuntutan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan industri di Indonesia sekarang ini semakin pesat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya dunia bisnis dari waktu ke waktu mengakibatkan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi di dunia bisnis menuntut persaingan yang ketat. Persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah penjadwalan sering muncul ketika adanya permintaan yang berfluktuasi dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan industri di Indonesia sangat pesat. Terutama sejak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak yang sangat kuat dalam dunia usaha, hal tersebut. menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

ANALISIS DIFFERENSIAL PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENJUAL LANGSUNG PRODUK ATAU PROSES LEBIH LANJUT PADA CV. SHAFA MANDIRI YANDRA PRATAMA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perusahaan kecil menengah adalah sebuah entitas yang memiliki skala

BAB IV ANALISIS DATA DAN PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN. Setelah melakukan penelitian pada Tunas Den s yang berlokasi di jalan

BAB I PENDAHULUAN. persaingan di kalangan industri atau dunia bisnis. Setiap perusahaan dituntut

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan sektor UKM sering diartikan sebagai salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Proses produksi merupakan hal yang sangat penting dalam perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Zaman sekarang ini terdapat persaingan yang semakin ketat dalam dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. ini ketatnya persaingan untuk merebut pasaran merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. barang jadi berupa kemeja pria dengan ukuran all size. CV. Dua Saudara sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak era reformasi di Indonesia, berbagai pihak termasuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. terjadi antar pelaku usaha dalam menghasilkan produk-produk berkualitas dengan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah yang sesuai. Produk-produk dari lingkungan make to stock biasanya

BAB 1 PENDAHULUAN. pakaian. Salah satu hal yang menguatkan persaingan tersebut adalah semakin banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. harus diperhatikan manajemen untuk dapat bertahan dan berkembang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Inilah yang mendasari dikembangkannya metode Activity Based Costing

BAB I PENDAHULUAN. bentuk barang dan jasa dengan mengubah masukan (input) menjadi hasil (output).

BAB I PENDAHULUAN an merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. ekonomi yang lebih besar justru tumbang oleh krisis.

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Tahap Define 5.2 Tahap Measure Jenis Cacat Jumlah Cacat jumlah

BAB I PENDAHULUAN. modal yang diperlukan untuk memproduksi barang-barang pada suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Lapangan Usaha * 2011** Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkat. Hal ini terjadi karena cepatnya perubahan model serta permintaan dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan bisnis dan industri sejalan dengan persaingan yang

BAB I PENDAHULUAN. kota Solo, Yogyakarta dengan banyaknya mahasiswa didalamnya beraneka suku,

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang, dimana tiap-tiap industri bersaing mengembangkan produk atau

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini tidak sedikit industri konveksi/industri pakaian jadi

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kemampuan melayani kebutuhan konsumen secara memuaskan.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan dunia saat ini, kehidupan manusia di

Cara Membuat Sablon Baju Secara Manual

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada cepatnya perubahan selera konsumen terhadap suatu produk. Oleh sebab

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Porter Wachjuni 2014) (Departemen Perdagangan 2007). (Suaramerdeka, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. mengkoordinasikan penggunaan sumber daya sumber daya yang berupa. sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya dana serta

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, UKM juga berperan dalam perindustrian

PENDAHULUAN. Sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki kontribusi yang cukup. penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap bertahan

BAB I PENDAHULUAN. jaman sekarang yang dimana telah mengalami perkembangan dalam dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakekatnya setiap perusahaan di dalam menjalankan usahanya

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Indonesia memiliki perkembangan fashion busana muslim yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hal ini, perusahaan sering dihadapkan pada masalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. cukup penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap

BAB 3 OBJEK DAN DESIGN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tingkat kemajuan di berbagai bidang perekonomian dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan untuk pengusaha guna mempertahankan kontinuitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan tersebut tidak hanya bersifat evolusioner namun seringkali sifatnya

Bab 1 Pendahuluan. Pada saat ini perekonomian Indonesia memburuk dilihat dari kurs dolar yang merosot terus.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Semua jenis usaha yang menghasilkan barang dan jasa membutuhkan

Sejarah Perusahaan Dewata Konveksi

BAB I PENDAHULUAN. signifikan pada beberapa tahun terakhir. Menurut data Euromonitor, nilai

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan turun ke lantai produksi. Sistem penjadwalan yang kurang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengoptimalkan setiap proses produksi. Perbaikan secara berkelanjutan ini harus

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan sektor usaha yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. UKM merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia. Jumlah UKM di Indonesia sampai tahun 2011 adalah 52.000.000. UKM sangat berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia dikarenakan menyumbang 60% dari PDB (Produk Domestik Bruto) dan menyerap 97% tenaga kerja. Salah satu usaha kecil dan menengah adalah industri konveksi. Perkembangan industri konveksi di Indonesia sangat baik, bahkan sangat populer dengan istilah bisnis konveksi. Mengutip artikel dari andalas clothing (www.andalasclothing.com, 10 Juli 2012), sebenarnya istilah bisnis konveksi berawal dari bisnis garment. Dalam proses manufaktur garment terdapat suatu proses mengubah kain, yang merupakan barang setengah jadi, menjadi pakaian siap pakai (barang jadi). Proses mengubah material setengah jadi menjadi pakaian terdiri dari tiga bagian besar, yaitu proses memotong (cutting) bahan baku kain sesuai dengan pola pakaian, proses menjahit (making) sehingga menghasilkan sebuah produk pakaian, dan proses merapikan (trimming) seperti merapikan pakaian jadi dari sisa-sisa jahitan yang kurang rapi atau benang yang masih

2 tertinggal di dalam pakaian tersebut. Tiga proses inilah, yang dikenal dengan istilah CMT (cut, make, trim), yang dikerjakan dalam industri konveksi. Yang membedakan antara bisnis konveksi dan bisnis garment terletak pada proses produksinya. Di pabrik garment proses produksi dilakukan berdasarkan jenis proses. Misalnya, ketika sedang proses membuat kerah baju maka seluruh pekerja akan mengerjakan proses pembuatan kerah. Sedangkan di pabrik konveksi proses produksi dilakukan secara keseluruhan oleh tiap-tiap operator jahit. Misalnya, satu orang operator jahit akan menjahit satu baju, mulai dari menjahit kerah, lengan, dan seterusnya sampai menjadi pakaian yang utuh. Setelah satu baju selesai selanjutnya operator jahit tersebut menjalankan proses yang sama untuk membuat pakaian lainnya. Berdasarkan terminologinya, konveksi merupakan cara bagi pabrik-pabrik garment untuk menyelesaikan pesanan yang diterima. Apabila ada pesanan yang kontraknya sudah ditandatangani dan ternyata tidak mungkin untuk dikerjakan oleh pabrik akibat pabrik sedang running sebuah proses, maka pesanan tersebut akan disubkontrakkan atau dikonveksikan kepada pemanufaktur-pemanufaktur kecil. Pemanufaktur-pemanufaktur kecil inilah yang kemudian disebut sebagai konveksi. Dari sinilah awal mula lahirnya bisnis konveksi di Indonesia. Hampir di setiap daerah di Indonesia terdapat industri konveksi. Hal tersebut disebabkan karena produk yang dihasilkan oleh industri konveksi adalah pakaian yang merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu, pasar untuk industri konveksi selalu ada. Pangsa pasar yang jelas membuat banyak pelaku industri konveksi memaksimalkan potensi yang ada. Selain itu

3 untuk memulai industri konveksi tidaklah sulit. Hal tersebut dikarenakan entry barier dalam memulai industri konveksi tidak terlalu besar. Dengan kedua faktor yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya, maka tidak heran apabila industri konveksi menjamur di setiap daerah. Salah satu kota di Indonesia yang pertumbuhan industri konveksinya sangat pesat adalah kota Bandung. Industri konveksi di Bandung telah ada sejak tahun 1950-an. Tidak dapat dipungkiri bahwa persaingan dalam industri konveksi sangat ketat. Bahkan para pengusaha industri konveksi lokal harus mampu bersaing dengan produk asing terutama produk dari Cina yang membanjiri pasar domestik. Selain itu, perkembangan industri konveksi pun diiringi dengan perkembangan teknologi dalam cara penyelesaian pekerjaan konveksi. Dimulai dengan cara sablon tradisional yaitu dengan menggunakan screen dan meja sablon, sampai dengan cara yang lebih moderensaat ini yaitu salah satunya dengan menggunakan teknologi digital printing. Walaupun ada teknologi yang lebih modern seperti digital printing, namun penggunaan cara tradisional yang lebih banyak digunakan dalam melakukan produksi dalam usaha konveksi. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pertama biaya peralatan sablon tradisional jauh lebih murah dibandingkan dengan peralatan digital printing. Dengan peralatan sablon tradisional biaya modal untuk memulai usaha konveksi sablon lebih terjangkau. Sedangkan dengan menggunankan digital printing biaya modal yang dibutuhkan jauh lebih besar dan hanya terjangkau oleh kalangan menengah ke atas. Yang kedua, melalui cara sablon yang tradisional hasil akan lebih maksimal dan tahan lama, sedangkan melalui cara modern hasil tidak tahan lama.

4 Yang ketiga, yaitu digital printing hanya bisa memproses kain-kain tertentu, sedangkan cara sablon tradisional dapat memproses segala macam bahan kain. Berdasarkan faktor-faktor tersebut dapat dikatakan bahwa usaha konveksi yang menggunakan alat-alat tradisional masih dapat bertahan dan terus berkembang walaupun teknologi moderen seperti digital printing berkembang. Dengan perkembangan teknologi maka persaingan dalam dunia usaha konveksi pun lebih ketat. Para pengusaha industri konveksi harus peka terhadap permintaan pasar agar tidak kalah bersaing. Permintaan pasar terhadap suatu produk tentunya akan mengalami fluktuasi. Perusahaan akan menghadapi dua kemungkinan, yaitu peningkatan dan penurunan jumlah permintaan. Jika perusahaan menanggapi kedua hal tersebut sebagai suatu tantangan dan peluang yang dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, maka akan berdampak terhadap kegiatan produksi perusahaan yang efektif dan efisien, kepuasan konsumen, dan membuat perusahaan dapat bertahan dalam industrinya. Untuk memenuhi jumlah permintaan dengan sebaik mungkin, perusahaan harus melakukan proses perencanaan yang tepat. Dengan adanya perencanaan yang tepat maka kegiatan produksi dapat dilakukan dengan lancar sehingga akan meraih hasil yang efektif dan efisien. Proses perencanaan dapat mengatasi masalah-masalah jangka pendek, menengah, maupun panjang yang dihadapi perusahaan. Selain itu, proses perencanaan pun dapat membantu perusahaan untuk mengatasi isu-isu kapasitas dan strategis. Untuk memenuhi jumlah permintaan yang fluktuatif dapat digunakan perencanaan agregat. Perencanaan agregat adalah perencanaan yang bersifat

5 jangka menengah (3-18 bulan) untuk memenuhi estimasi permintaan para pelanggan dengan menyesuaikan tingkat produksi, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, jumlah persediaan yang dimiliki, dan variabel lain yang dapat dikendalikan. Perencanaan ini dilakukan untuk meminimisasi biaya sepanjang periode perencanaan.hasil dari perencanaan agregat adalah tercapainya suatu rencana produksi yang menggunakan sumber daya organisasi secara efektif dan efisien. Salah satu pelaku usaha industri konveksi di Bandung adalah perusahaan 45 Industry. 45 Industry merupakan perusahaan home industry yang bergerak dalam bidang konveksi, khususnya konveksi sablon. Selain itu, perusahaan 45 Industry sering mendapatkan pesanan pembuatan pakaian seperti baju, jaket, topi, dan lain-lain. Namun, dalam perencanaan agregat dikhususkan pada satu jenis produk, yaitu dalam hal ini penelitian dikhususkan pada permintaan sablon pakaian.perusahaan 45 Industry sering dihadapkan padapermintaan pasar yang sangat fluktuatif. Perusahaan sering kali menghadapi permintaan yang over capacity sehingga permintaan pasar yang ada tidak dapat dimanfaatkan untuk dijadikan peluang mendapatkan laba semaksimal mungkin.hal tersebut dikarenakan kapasitas yang dimiliki perusahaan tidak sanggup untuk memenuhi permintaan pelanggan. Apabila 45 Industry mengalami over capacity biasanya pemilik terpaksa menolak pesanan dari pelanggan atau melakukan subkontrak dengan konveksi sablon lain sehingga melewati kesempatan untuk mendapatkan laba yang maksimal. Berikut ini adalah data permintaan 45 Industry dalam periode Januari 2010 sampai Desember 2011.

6 Tabel 1.1 Data Permintaan 45 Industry Periode Januari 2010-Desember 2011 Jumlah Permintaan (pcs) Tahun Bulan 2010 2011 Jumlah Permintaan Bulanan Produksi Sendiri Subkontrak Jumlah Permintaan Bulanan Produksi Sendiri Subkontrak Januari 6011 6011 0 6080 6080 0 Februari 5265 5265 0 7461 7219 242 Maret 6398 6198 200 7310 7010 300 April 7008 6693 315 8974 8516 458 Mei 7507 7207 300 9401 8841 560 Juni 8924 8524 400 9861 9257 604 Juli 7728 7352 376 9394 8914 480 Agustus 7240 6956 284 8393 8023 370 September 6442 6304 138 7657 7457 200 Oktober 6021 6021 0 7129 6894 235 November 6397 6297 100 6603 6418 185 Desember 5703 5703 0 5428 5428 0 Total (per tahun) 80644 78531 2113 93691 90057 3634 Sumber: Data Bagian Penjualan 45 Industry Dapat dilihat pada Tabel 1.1 jumlah permintaan dari setiap bulannya berfluktuasi. Berdasarkan wawancara dengan pemilik yang telah dilakukan pada pra penelitian, produksi sendiri yang telah dilakukan pada tabel di atas pengerjaannya menggunakan tenaga kerja normal dan lembur. Kemudian, dapat dilihat jumlah permintaan pasar yang produksinya dibantu dengan subkontrak. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan mengalami over capacity sehingga dilakukan subkontrak kepada pesaing. Selain data permintaan periode Januari 2010 sampai Desember 2011, berikut ini adalah data permintaan pelanggan 45 Industry untuk tahun 2012.

7 Tabel 1.2 Data Permintaan 45 Industry Tahun 2012 Bulan Jumlah Permintaan Bulanan Produksi Sendiri Subkontrak Januari 8936 7642 1294 Februari 7490 6637 853 Maret 9866 8254 1612 April 9515 8019 1496 Mei 11443 9708 1735 Juni 10971 9463 1508 Juli 10528 9218 1310 Agustus 10356 9140 1216 September 9907 8860 1047 Oktober 10474 9365 1109 November 12683 10000 2683 Desember 9624 8735 889 Total (per tahun) 121793 105041 16752 Sumber: Data Bagian Penjualan 45 Industry Dari data di atas dapat dibandingkan jumlah tiap bulan dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Kemudian, pada tahun 2012 jumlah permintaan pelanggan yang pengerjaan produksinya dilakukan dengan cara subkontrak bertambah banyak. Dengan melakukan produksi dengan cara subkontrak menunjukkan bahwa laba yang diperoleh 45 Industry tidak maksimal. Meningkatkan kapasitas sementara melalui cara subkontrak seperti yang sering dilakukan 45 Industry tentu memiliki resiko. Selain memakan biaya, tindakan subkontrak dapat menyebabkan pelanggan berpindah ke pesaing.selain itu, sering kali sulit untuk menemukan pemasok subkontrak yang sangat tepat, yaitu pemasok yang selalu memasok produk yang bermutu baik dan tepat waktu pengerjaannya.oleh karena itu, 45

8 Industry berencana untuk memaksimalkan atau meningkatkan kapasitas produksinya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masalah yang dihadapi 45 Industry adalah jumlah permintaan yang berfluktuasi dan sering terjadinya ketidaksesuaian kapasitas produksi baik over capacity maupun under capacity. Selain itu, sering kalinya 45 Industry melakukan peningkatan kapasitas melalui cara subkontrak yang mengakibatkan perolehan laba tidak maksimal. Untuk memenuhi permintaan yang fluktuatif dan agar dapat menghadapi terjadinya ketidaksesuaian kapasitas produksi baik over capacity maupun under capacity maka diperlukan perencanaan agregat. 45 Industry merupakan perusahaan yang menggunakan job-order system yang berarti produksi dilakukan berdasarkan pesanan, dan pada umumnya perusahaan tidak memiliki persediaan barang jadi. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu perencanaan produksi yang tepat. Selain itu, perencanaan agregat yang tepat akan berakibat pada optimalisasi penggunaan sumberdaya perusahaan sehingga biaya yang dikeluarkan dalam periode perencanaan dapat efektif dan efisien. Berdasarkan hal ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Analisis Perencanaan Agregat dengan Biaya Relevan yang Minimum (Studi Kasus di Perusahaan 45. 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah Perusahaan konveksi seperti 45 Industry tidak memiliki persediaan barang jadi dan melakukan produksi berdasarkan pesanan pelanggan. Oleh karena itu,

9 dalam memenuhi permintaan pasar yang berfluktuasi dibutuhkan suatu perencanaan agregat yang tepat. Menurut Heizer dan Render (2005:432) yang dimaksud dengan perencanaan agregat adalah sebagai berikut: Perencanaan agregat juga dikenal sebagai penjadwalan agregat adalah menyangkut penentuan jumlah dan kapan produksi akan dilangsungkan dalam waktu dekat, sering kali 3 sampai 18 bulan ke depan. Manajer operasi berupaya untuk menentukan cara terbaik untuk memenuhi ramalan permintaan dengan menyesuaikan tingkat produksi, tingkat kebutuhan tenaga kerja, tingkat persediaan, waktu lembur, tingkat nilai subkontrak, dan semua variabel yang dapat dikendalikan. Dari pengertian tersebut dapat diartikan pula perencanaan agregat adalah perencanaan yang dilakukan oleh manajer operasi untuk memenuhi estimasi permintaan dalam jangka waktu 3-18 bulan ke depan dengan cara menyesuaikan variabel-variabel yang dapat dikendalikan (sumberdaya organisasi) dengan tujuan untuk meminimisasi biaya produksi dalam jangka waktu periode perencanaan. Dalam melakukan perencanaan agregat terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan.strategi tersebut terdiri dari pilihan kapasitas dan pilihan permintaan. Berdasarkan survei pra penelitian yang telah dilakukan oleh penulis di 45 Industry dapat diketahui strategi yang telah dilakukan adalah pilihan kapasitas.hal tersebut terbukti dari seringnya 45 Industry melakukan subkontrak apabila mengalami over capacity. Subkontrak merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kapasitas. Keputusan mengenai peningkatkan kapasitas produksi merupakan suatu keputusan yang memakan biaya. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan agregat agar dapat memanfaatkan peningkatan kapasitas produksi dengan biaya minimum dan untuk memenuhi permintaan dengan sebaik mungkin. Apabila perencanaan

10 agregat tidak dilakukandengan baik, maka akan menyebabkan kenaikan total biaya produksi melalui pemanfaatan kapasitas produksi yang buruk yang tidak dapat meminimisasi biaya yang ada. Kenaikan total biaya ini akan berpengaruh terhadap harga jual. Apabila harga jual meningkat maka perusahaan akan kalah dalam persaingan. 1.2.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Berapakah jumlah peramalan permintaan perusahaan 45 Industry untuk tahun 2013 berdasarkan data permintaan tahun 2010, 2011, dan 2012? 2. Strategi pilihan kapasitas atau alternatif perubahan apa saja yang dapat digunakan pada perusahaan 45 Industry? 3. Perencanaan agregat seperti apa yang dapat menghasilkan solusi optimum jika dilihat dari biaya produksi relevan yang minimum di perusahaan 45 Industry? 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian dan rumusan masalah yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Jumlah peramalan permintaanperusahaan 45 Industry untuk tahun 2013 berdasarkan data permintaan tahun 2010, 2011, dan 2012.

11 2. Strategi pilihan kapasitas atau alternatif perubahan yang dapat digunakan di perusahaan 45 Industry. 3. Perencanaan agregat yang dapat menghasilkan solusi optimum jika dilihat dari biaya produksi relevan yang minimum di perusahaan 45 Industry. 1.3.2 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini dapat dikelompokkan dalam dua aspek, yaitu aspek teoritis dan aspek praktis. 1. Aspek Teoritis Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu manajemen khususnya manajemen operasi yang terkait dengan perencanaan agregat. 2. Aspek Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pertimbangan tambahan bagi perusahaan mengenai pentingnya keputusan mengenai peningkatan kapasitas dan perencanaan agregat untuk memenuhi permintaan dengan biaya minimum. Kemudian, diharapkan dapat memberikan saran bagi perusahaan yang berupa alternatif yang dapat diusulkan agar dapat dijadikan bahan pembanding bagi perusahaan dengan perencanaan yang telah dilakukan oleh perusahaan.