ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
III. KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR

I. PENDAHULUAN. Indonesia yang berada di daerah tropis merupakan negara yang kaya

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB I PENDAHULUAN. bidang, termasuk didalamnya adalah pembangunan di bidang ekonomi. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis SWOT untuk menentukan Strategi Pengembangan Industri. Biofarmaka Daerah Istimewa Yogyakarta

instansi yang belum maksimal. Hal tersebut menyebabkan jamu masih saja belum menjadi produk unggulan.

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc

3 KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. pula pada kemampuan pengusaha untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi. tersebut agar usaha perusahaan dapat berjalan lancar.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

III. METODE PENELITIAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khasiat sebagai obat. Bahkan, sekitar 300 spesies dimanfaatkan sebagai bahan

BAB I PENDAHULUAN spesies tumbuhan, 940 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat dan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

IV. METODE PENELITIAN

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI

Lampiran 1. Indikator dan Parameter Faktor Internal. No Indikator Parameter Skor 1. Ketersediaan bahan baku obat tradisional

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. Sehat merupakan salah satu hal terpenting dalam hidup. Bebas dari segala penyakit

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ekonomi nasional. Hasil analisis lingkungan industri menunjukkan bahwa industri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk rnewujudkan kesehatan

III. METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat.

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Negara lndonesia memiliki jenis tumbuhan beraneka ragam yang dapat

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan di lndonesia berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat

LAPORAN AKHIR PENELITIAN PERGURUAN TINGGI PERSEPI DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP OBAT HERBAL. Ketua/Anggota Tim

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Menjadikan Bogor sebagai Kota yang nyaman beriman dan transparan

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam yang tinggi. Kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia diperkirakan

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hayati sebagai sumber bahan pangan dan obat-obatan (Kinho et al., 2011, h. 1).

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

Resep Alam, Warisan Nenek Moyang. (Jamu untuk Remaja, Dewasa, dan Anak-anak)

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

julukan live laboratory. Sekitar jenis tanaman obat dimiliki Indonesia. Dengan kekayaan flora tersebut, tentu Indonesia memiliki potensi untuk

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Obat tradisional 11/1/2011

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan bisnis dan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan-i 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi persaingan bisnis menjadi semakin meningkat, baik di pasar

BAB I PENDAHULUAN. industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. di pasar domestik (nasional) maupun dipasar internasional atau global.

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN PRODUK HERBAL BERBASIS RISET

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan

Gambar I.1 Jumlah Petani Indonesia tahun 2013 (Sumber : BPS, 2013)

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri

Langkah Strategis. Kawi Boedisetio

BAB I PENDAHULUAN. Tren kehidupan masyarakat saat ini semakin mengarah pada Back To

I. PENDAHULUAN. Agribisnis mencakup ruang lingkup yang sangat luas, meliputi. pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan maupun perkebunan.

BAB I PENDAHULUAN. dan memeliharanya. Salah satu cara untuk menjaga amanat dan anugrah yang Maha Kuasa yaitu

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

AGRIBISNIS TANAMAN OBAT

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT. Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A

IDQAN FAHMI BUDI SUHARDJO

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

Transkripsi:

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA Oleh: ERNI DWI LESTARI H14103056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Permasalahan... 4 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.4 Manfaat Penelitian... 6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 6 II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 7 2.1 Tinjauan Teori-teori... 7 2.1.1 Pengertian Industri... 7 2.1.2 Daya Saing... 7 2.1.3 Strategi... 15 2.1.4 Prospek Industri Jamu... 17 2.2 Penelitian Terdahulu... 18 2.3 Kerangka Pemikiran... 20 2.4 Hipotesis... 22 III METODOLOGI PENELITIAN... 23 3.1 Jenis Data Dan Sumber Data... 23 3.2 Analisis Data... 23 3.2.1 Analisis Daya Saing... 23 3.2.2 Analisis Strategi... 25 3.2.3 Analisis Prospek Industri Jamu... 26 IV GAMBARAN UMUM... 28 4.1 Pengertian Jamu... 28 4.2 Proses Produksi Jamu... 31

4.3 Industri Jamu Nasional... 36 4.4 Industri Jamu Internasional... 38 V PEMBAHASAN... 41 5.1 Analisis Daya Saing Dengan Pendekatan The National Diamond System... 41 5.1.1 Analisis Komponen Daya Saing... 41 5.1.2 Analisis Keunggulan dan Kelemahan Komponen Daya Saing 57 5.1.3 Analisis Keterkaitan Antar Komponen Daya Saing... 58 5.2 Analisis Strategi... 61 5.2.1 Analisis Komponen SWOT... 61 5.2.2 Matrik SWOT... 67 5.3 Analisis Prospek Industri Jamu... 74 VI KESIMPULAN DAN SARAN... 79 6.1 Kesimpulan... 79 6.2 Saran... 80 DAFTAR PUSTAKA... 81 LAMPIRAN... 83

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1 Perbedaan Obat Tradisional, Fitofarmaka, dan Obat Farmasi... 2 1.2 Jumlah Perusahaan IOT dan IKOT... 4 4.1 Cara Pengolahan Simplisia Yang Baik... 34 5.1 Perbandingan Permintaan Antara Obat Modern dan Obat Alami... 45 5.2 Persentase Nilai Ekspor terhadap Nilai Produksi... 47 5.3 Jenis Bahan Baku Yang Digunakan Oleh Industri Jamu... 49 5.4 Nilai CR4 Industri Jamu... 53 5.5 Hasil Peramalan... 77

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 2.3 Alur Rancangan Penelitian... 21 3.1 Porter,s Diamond... 24 3.2 Matrik SWOT... 26 5.1 Jalur Pemasaran Produk Jamu... 50 5.2 Matrik SWOT... 68 5.3 Plot Time Series Nilai Output Dan LOGE Nilai Output... 74 5.4 Plot Autokorelasi Dan Partial Autokorelasi Sebelum Differencing... 75 5.5 Plot Autokorelasi Dan Partial Autokorelasi Setelah Differencing... 76

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Hasil Pengolahan Data... 83 2 Tabel Hasil Estimasi... 84 3 Plot Hasil Peramalan... 89

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, industri obat-obatan merupakan industri yang berbasis riset, secara berkesinambungan memerlukan inovasi, memerlukan promosi yang membutuhkan biaya mahal, organisasi dan sistem pemasaran yang baik, serta produknya diatur secara ketat, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Industri obat tradisional merupakan salah satu usaha yang mempunyai peranan penting dalam usaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan menyediakan dan memproduksi obat-obatan tradisional yang berkualitas. Beberapa produk obat-obatan yang beredar di Indonesia terbagi menjadi tiga yaitu obat tradisional, obat fitofarmaka dan obat farmasi atau yang disebut dengan obat sintetis. Obat fitofarmaka merupakan jenis peralihan antara obat tradisional dan obat farmasi (sintetis), sehingga dapat disimpulkan bahwa obat fitofarmaka adalah obat tradisional yang diproses secara modern, dengan menggunakan standar dan melalui uji klinis tertentu. Obat fitofarmaka sering disebut sebagai obat tradisional atau orang sering menyebutnya dengan jamu kemasan karena menggunakan bahan-bahan alami dari alam namun melalui sebuah produksi yang modern dan higienis dan melalui sejumlah uji klinis tertentu, sehingga tidak berbeda kualitasnya dengan obat modern atau obat farmasi. Pada tabel 1.1 akan di jelaskan perbedaan antara obat tradisional, obat fitofarmaka, dan obat farmasi (sintetis). Tabel 1.1 Perbedaan Obat Tradisional, Fitofarmaka, Dan Obat Farmasi Obat Tradisional Fitofarmaka Obat farmasi 1. Individual 1. Berlaku umum 1. Berlaku secara umum 2. Belum ada Standar 2. Standar ada 2. Standar ada 3. Efektifitas berdasarkan 3. Efektifitas teruji 3. Pharmacodynamic uji tradisi 4. Obat bebas 5. Pemasaran dengan iklan 4. Obat bebas 5. Pemasaran melalui dokter dan iklan 4. Obat keras 5. Pemasaran melalui dokter Sumber:Sirait,2001 Sejak dahulu masyarakat Indonesia telah mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya penanggulangan masalah kesehatan, sebelum pelayanan kesehatan formal dengan pengobatan modern dikenal masyarakat. Pengetahuan tentang tanaman obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengalaman, pengetahuan dan keterampilan secara turun temurun yang diwariskan kepada generasi penerus bangsa. Pengobatan dan pendayagunaan obat termasuk obat tradisional merupakan salah satu komponen alternatif pelayanan kesehatan dasar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan beberapa contoh kasus yang terjadi di masyarakat, obat-obatan sintetis modern atau yang disebut dengan obat farmasi yang dibuat secara kimiawi ternyata sering menimbulkan efek samping yang merugikan dan banyak meninggalkan residu pada tubuh manusia, tingkat keamanan dan keberhasilannya masih diragukan walaupun sudah melalui pengujian terhadap efektifitas dan stabilitas produknya. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia berdampak langsung pada kenaikan harga-harga produk dan biaya hidup semakin meningkat, sehingga masyarakat mulai harus berpikir untuk dapat lebih menghemat dalam pengeluaran uang tiap bulannya. Hampir semua barang mengalami kenaikkan harga, tidak terkecuali harga obat farmasi. Padahal masyarakat sangat membutuhkan obat untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya atau hanya menjaga kesehatan dari perubahan iklim dan cuaca yang tidak menentu. Tingkat kesehatan masyarakat cenderung menurun sebagai akibat daya beli masyarakat yang rendah khususnya terhadap obat-obatan. Oleh karena itu banyak masyarakat yang beralih pada pengobatan tradisional karena pengobatan tradisional lebih murah dan dapat menekan harga, masyarakat lebih percaya karena faktor pengalaman dan alasan hasil warisan turun-temurun. Pengunaan bahan alam dalam rangka pemeliharaan kesehatan lebih dekat pada proses biologis pada tubuh manusia, aman bagi kesehatan, bebas dari bahan kimia, bebas efek samping walaupun keberhasilan penyembuhannya tidak secepat obat farmasi. Kekayaan flora Indonesia yang begitu besar merupakan peluang untuk berkembangnya produksi industri jamu atau obat tradisional. Perkembangan produksi jamu dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Peningkatan produksi tidak hanya untuk konsumsi dalam negeri tetapi juga untuk ekspor.

2 Selain itu, juga terjadi peningkatan unit kerja dan pabrik disejumlah perusahaan jamu terbesar. Oleh karena itu industri jamu mempunyai kesempatan bisa sejajar dengan industri farmasi. Jumlah industri jamu semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kebiasaan mengkonsumsi obat tradisional. Sesuai data dari Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) jumlah IOT (Industri Obat Tradisional) dan IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional) tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1.2 Perkembangan Industri Obat Tradisional (IOT) Dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) di Indonesia Tahun IOT Pertumbuhan (%) IKOT Pertumbuhan Total Pertumbuhan (%) (%) 1998 79-608 - 687-1999 87 9.19 722 18,75 809 17,75 2000 93 6,89 856 18,55 949 17,30 2001 98 5,37 899 5,02 997 5,05 2002 105 7,14 907 0,89 1012 1,50 Sumber:Badan POM,2004 Perkembangan jumlah perusahaan obat tradisional mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan perkembangan dalam industri jamu nasional. Menurut gabungan perusahaan jamu (2004), industri jamu akan terus berkembang dan persaingan dengan perusahaan farmasi yang memproduksi obat-obatan sintetis akan semakin tinggi. Pangsa pasar produk obat-obatan sampai saat ini masih dikuasai oleh industri farmasi tetapi dari tahun ke tahun pangsa pasar industri obat tradisional atau jamu terus meningkat. 1.2 Permasalahan Peningkatan jumlah penduduk dan harga obat sintetis yang jauh diatas harga obat tradisional pada saat ini, mengakibatkan masyarakat berpikir untuk kembali ke alam atau back to nature. Obat sintetis mulai ditinggalkan karena dirasa terlalu mahal dengan efek samping yang cukup membahayakan. Masyarakat berpikir bahwa dengan obat tradisional akan lebih murah dan tidak membahayakan kesehatan karena bahannya yang berasal dari alam. Selain itu juga faktor pengalaman dan alasan hasil warisan turun-temurun yang dipercaya kemanjurannya telah menjadi salah satu motivasi bagi mereka untuk mengembangkan industri jamu di Indonesia. Adanya pasar AFTA yang akan dibuka tahun 2010, menyebabkan pangsa pasar akan bertambah besar sehingga jika dapat dikuasai akan menciptakan keuntungan yang sangat besar. Selain memperbesar pangsa pasar, dibukanya pasar AFTA akan menyebabkan semakin tingginya persaingan. Industri jamu tidak hanya bersaing dengan industri farmasi nasional saja, tetapi juga dengan perusahaan asing. Oleh karena itu peningkatan daya saing industri jamu harus ditingkatkan, berbagai strategi harus dirancang setiap perusahaan-perusahaan jamu nasional sehingga prospek industri jamu di masa depan akan semakin baik, tetapi jika tidak, industri jamu nasional akan semakin terancam atau jika tidak industri jamu tidak bisa bertahan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana daya saing industri jamu di Indonesia? 2. Strategi apakah yang dapat mendukung peningkatan daya saing industri jamu di Indonesia? 3. Bagaimana prospek industri jamu di Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian terhadap permasalahan yang telah dikemukakan diatas adalah untuk: 1. Menganalisis daya saing industri jamu dengan menggunakan porter s diamond. 2. Merumuskan strategi yang digunakan untuk meningkatkan daya saing jamu nasional dengan matrik SWOT 3. Melihat prospek industri jamu nasional melalui peramalan (forecasting). 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan studi komparatif bagi penelitian lain yang berkaitan dengan masalah ini. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan kinerja perusahaan jamu nasional di Indonesia. 3. Sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia akademis dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya membahas tentang industri jamu, tidak membahas tentang produk jamu dan kegunaan atau manfaatnya. Peramalan nilai output yang digunakan adalah data nilai output industri jamu

3 secara keseluruhan dari industri besar dan sedang yang telah diolah oleh Badan Pusat Statistik, tidak dibedakan menurut jenis atau bentuk jamu maupun kegunaan jamu. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Teori-Teori 2.1.1 Pengertian Industri Industri diartikan sebagai sekumpulan perusahaan yang serupa atau sekelompok produk yang berkaitan erat (Lipsey, et al., 1996). Dumairy (1995) menjelaskan bahwa industri memiliki dua arti. Pertama, industri adalah himpunan perusahaan sejenis. Dalam konteks ini, industri jamu sama artinya dengan himpunan atau kelompok perusahaan penghasil obat-obatan tradisional. Kedua, industri dapat juga diartikan sebagai suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. 2.1.2 Daya Saing Daya saing sering diidentikkan dengan produktifitas (tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan). Peningkatan produktifitas meliputi, peningkatan jumlah input fisik (modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi (total faktor produktifitas). Menurut Michael E. Porter ada empat faktor utama yang menentukan daya saing suatu industri yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, kondisi industri pendukung dan terkait serta kondisi struktur, persaingan dan strategi industri. Dan ada dua faktor yang mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan dan faktor pemerintah. 1. Kondisi Faktor Sumberdaya Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimiliki yang merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu. Faktor produksi tersebut digolongkan ke dalam lima kelompok yaitu: a. Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia yang mempengaruhi daya saing industri nasional terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah), etika kerja (termasuk moral). b. Sumberdaya Fisik atau Alam Sumberdaya fisik atau sumberdaya alam yang mempengaruhi daya saing industri nasional mencakup biaya, aksebilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi), ketersediaan air, mineral dan energi serta sumberdaya pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan (termasuk sumberdaya perairan laut lainnya), dan sumberdaya peternakan, serta sumberdaya alam lainnya, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis, dan lain-lain. c. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sumberdaya IPTEK mencakup ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan teknis, dan pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi barang dan jasa. Begitu juga ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan, dan sumber pengetahuan dan teknologi lainnya. d. Sumberdaya Infrastruktur Sumberdaya infrastruktur yang mempengaruhi daya saing nasional terdiri dari ketersediaan jenis, mutu, dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi persaingan, termasuk sistem transportasi, komunikasi, pos dan giro, pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik, dan lain-lain. 2. Kondisi Permintaan Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu daya saing industri, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik merupakan sasaran pembelajaran perusahaan-perusahaan domestik untuk bersaing dipasar global. Mutu permintaan (persaingan yang ketat) di dalam negeri memberikan tantangan bagi setiap perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya sebagai tanggapan terhadap mutu persaingan di pasar domestik. Ada tiga faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi daya saing industri nasional yaitu:

4 (a) Komposisi Permintaan Domestik Karateristik permintaan domestik sangat mempengaruhi daya saing industri nasional. Karakteristik tersebut meliputi: Struktur segmen permintaan merupakan faktor penentu daya saing industri nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh daya saing pada struktur segmen permintaan yang lebih luas dibanding dengan struktur segmen yang sempit Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan kepada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi standar yang tinggi yang mencakup standar mutu produk, product features, dan pelayanan. Antipasi kebutuhan pembeli dari perusahaan dalam negeri merupakan pembelajaran untuk memperoleh keunggulan daya saing global. (b) Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat persaingan dalam negeri, terutama disebabkan oleh jumlah pembeli bebas, tingkat pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan baru, dan kejenuhan permintaan lebih awal sebagai akibat perusahaan domestik melakukan penetrasi pasar lebih awal. (c) Internasionalisasi Permintaan Domestik Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan mendorong daya saing industri nasional, karena dapat membawa produk tersebut ke luar negeri. Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan sering mengunjungi suatu negara juga dapat mendorong meningkatnya daya saing produk negeri yang dikunjungi tersebut. 3. Industri Pendukung dan Industri Terkait Keberadaan industri pendukung dan industri terkait yang memiliki daya saing global juga akan mempengaruhi daya saing industri utamanya. Industri terkait dan pendukung jumu nasional memberikan konstribusi yang sangat penting dalam upaya meningkatkan daya saing global. Industri terkait adalah industri yang berada dalam sistem komoditas secara vertikal, mulai dari pengadaan bahan baku, bahan tambahan, bahan kemasan sampai pemasaran. Di lain pihak industri pendukung adalah industri yang memiliki konstribusi tidak langsung pada sistem komoditas secara vertikal. Industri hulu yang memiliki daya saing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah sesuai dengan kebutuhan industri utama sehingga industri tersebut juga akan memiliki daya saing global yang tinggi. Begitu juga industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki daya saing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh daya saing global. 4. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu faktor pendorong bagi perusahaanperusahaan yang berkompetisi untuk terus melakukan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan pada perusahaan lain meningkatkan daya saingnya. Perusahaan-perusahaan yang telah teruji pada persaingan ketat dalam industri nasional akan lebih mudah memenangkan persaingan internasional dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang belum memiliki daya saing yang tingkat persaingannya rendah. Struktur industri dan struktur perusahaan juga menentukan daya saing yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut. Struktur industri yang monopolistik kurang memiliki daya dorong untuk melakukan perbaikan-perbaikan serta inovasi-inovasi baru dibandingkan dengan struktur industri yang bersaing. Dilain pihak, struktur perusahaan yang berada dalam industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan yang bersangkutan dikelola dan dikembangkan dalam suasana tekanan persaingan, baik domestik maupun internasional. Di samping itu, juga berpengaruh pada strategi perusahaan untuk memenangkan persaingan domestik dan internasional. Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatkan daya saing global industri yang bersangkutan. Struktur Pasar ( Market structure) Istilah struktur pasar digunakan untuk menunjukkan tipe pasar. Derajat persaingan struktur pasar (degree of competition of market structure) dipakai untuk menunjukkan sejauh mana perusahaanperusahaan individual mempunyai kekuatan (power) untuk mempengaruhi harga atau ketentuan-ketentuan lain dari produk yang dijual di pasar.