Katalog dalam terbitan. Departemen Kesehatan Rl Indonesia. Departemen Kesehatan. Direktorat Jederal

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1363/MENKES/SK/XII/2001 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK FISIOTERAPIS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN TERAPI OKUPASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS

STANDAR PRAKTIK FISIOTERAPI

PANDUAN KREDENSIAL KEPERAWATAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG KERANGKA KERJA MUTU PELAYANAN KESEHATAN WALIKOTA YOGYAKARTA,

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 376/MENKES/SK/III/2007 TENTANG STANDAR PROFESI FISIOTERAPI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/MENKES/PER/V/2007 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK OKUPASI TERAPIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMO 3 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE KEPERAWATAN

STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 867/MENKES/PER/VIII/2004 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK TERAPIS WICARA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa rumah. sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H

Fisioterapi menurut Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) 1363 pasal 12 dapat dijabarkan sebagai berikut :

Proses Rekredensial Proses Penambahan Kewenangan klinik. Kepada Yth, Ketua Komite Tenaga Kesehatan Profesional Lain Di tempat.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan RI. Surabaya, 5 Agustus 2010

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

ASPEK LEGAL PELAYANAN KEBIDANAN. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia, serta penyelenggaraan penelitian, pengembangan dan penapisan teknologi

TATA KELOLA, KEPEMIMPINAN DAN PENGARAHAN (TKP) > 80% Terpenuhi 20-79% Terpenuhi sebagian < 20% Tidak terpenuhi

dr. H R Dedi Kuswenda, MKes Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Ditjen Bina Upaya Kesehatan

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 012 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I. PENDAHULUAN. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 2. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran;

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 29 TAHUN 2002 SERI D NOMOR : 10 PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 12 TAHUN 2002

Justinus duma, SFt, Physio

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR KOMPETENSI PEKERJA SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP)

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2017, No Indonesia Tahun 2013 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449); 5. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tent

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT KHUSUS BERSALIN SAYANG IBU KELAS B

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. sangat ditentukan oleh perilaku, sikap, motivasi, semangat, disiplin kepuasan kerja

ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PADA TAHUN 2020 MENHHASILKAN PERAWAT PROFESIONAL, PENUH CINTA KASIH DAN MAMPU BERSAING SECARA NASIONAL.

KOMPETENSI NERS BERBASIS. KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Indonesian Qualification Framework

C:/Datafile_2002/Undang-2/KepMenKes/Kepmenkes_228_MENKES_SK_III_2002. doc (Sri PC per 8/9/02 1:44 PM)

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BYLAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SINJAI BUPATI SINJAI,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan keunggulan masing-masing agar bisa bertahan. Rumah sakit

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) RUMAH SAKIT UMUM NEGARA KABUPATEN JEMBRANA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUKAMARA

Transkripsi:

Katalog dalam terbitan. Departemen Kesehatan Rl 616.891.4 Indonesia. Departemen Kesehatan. Direktorat Jederal Ind Bina Pelayanan Medik. S Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan Jakarta : Departemen Kesehatan, 2008 1. Judul 1. REHABILITATION 2. PHYSICAL THERAPY

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 517/MENKES/SK/VI/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI Dl SARANA KESEHATAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa standar dan kriteria pelayanan fisioterapi yang perlu dilaksanakan dalam mengelola pelayanan fisioterapi di sarana kesehatan agar pelayanan fisioterapi yang diberikan kepada masyarakat bermutu dan dapat dipertanggung jawabkan; b. bahwa tenaga fisioterapi mempunyai tugas melaksanakan pelayanannya berdasarkan standar pelayanan fisioterapi di sarana kesehatan; c. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, ditetapkan Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan dengan Keputusan Menteri Kesehatan; Mengingat : 1. Undang - Undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495); 2. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Rupblik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108), Tambhan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4548; 3. Peraturan Pemerintan Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49); Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637; 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159 B/Menkes/Per/ll/1998 tentang Rumah Sakit;

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 104/Menkes/Per/ll/1999 tentang Rehabilitasi Medik; 6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1575/Menkes/SK/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana Telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1295/Menkes/Per/XII/2007; 7. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1363/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi; Menetapkan: MEMUTUSKAN: Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI DI SARANA KESEHATAN. Kedua : Standar Pelayan Fisioterapi di Sarana Kesehatan dimaksud pada Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini. Ketiga : Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Diktum kedua agar digunakan sebagai standar bagi tenaga fisioterapi di sarana kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Keempat Kelima : Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan keputusan ini dengan mengikutsertakan organisasi profesi terkait, sesuai tugas dan fungsinya masing-masing, demi kepentingan publik dan kepentingan terbaik pasien/klien yang dilayani. : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 6 JUNI 2008 MENTERI KESEHATAN DR.dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP (K)

KATA SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL BINA PELAYANAN MEDIK Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit adalah menyediakan sarana dan peralatan yang memenuhi syarat, SDM profesional serta standar, pedoman dan kriteria pelayanan untuk menjamin proses pelayanan berlangsung sesuai prosedur. Salah satu bentuk pelayanan rumah sakit yang sangat dibutuhkan masyarakat adalah pelayanan fisioterapi. Dalam dekade terakhir ini, pelayanan fisioterapi berkenbang dengan cepat. Dalam era globalises! pelayanan fioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang masuk dalam pasar bebas. Situasi ini meberi peluang bagi tenaga fisioterapi Indonesia bekerja di luar negeri sekaligus peluang tenaga fisoterpi luar negeri bekerja di Indonesia. Di masa depan persaingan pelayanan fisioterapi akan semakin ketat, mengharuskan penyedia jasa pelayanan fisioterapi untuk senantiasa meningkatakan kualitasnya. Oleh sebab itu diperlukan standar pelayanan fisioterapi nasional untuk menjamin pelayanan yang diberikan kepada masyarakat berkualitas, aman dan tidak merugikan masyarakat Indonesia. Buku ini berisikan standar dan kriteria pelayanan fisioterapi yang perlu dilaksanakan dalam mengelola pelayanan fisioterapi di sarana kesehatan agar pelayanan fisioterapi yang diberikan kepada masyarakat bermutu dan dapat dipertanggung-jawabkan. Setiap rumah sakit pemerintah maupun swasta serta unit-unit pelayanan fisioterapi mandiri harus menerapkan standar dan kriteria pelayanan fisioterapi ini agar supaya rumah sakit atau unit pelayanan fisioterapi mandiri tersebut dapat benar-benar menjaga mutu pelayanannya. Mutu pelayanan merupakan prasyarat bila rumah sakit benar-benar ingin bekerja efisien dan efektif. Dengan terbitnya standar pelayanan fisioterapi ini, diharapkan di masa depan pelayanan fisioterapi akan semakin berkembang, bermutu, aman bagi masyarakat Indonesia. Untuk menjamin dipenuhinya standar ini, maka akreditasi pelayanan fisioterapi menjadi kebutuhan. DIREKTUR JENDERAL BINA PELAYANAN MEDIK,

FARID W. HUSAIN NIP. 130808593 DAFTAR ISI Kata Sambutan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik vii BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan Penyusun Standar 2 C. Ruang Lingkup 3

BAB II PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI 5 Kebutuhan Pelayanan Fisioterapi Berkualitas 5 Perlindungan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan 6 BAB III STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI 9 Standar 1 : Falsafah dan Tujuan 9 Standar 2 : Administrasi dan Pengelolaan 11 Standar 3: Pimpinan dan Pelaksana 14 Standar 4: Fasilitas dan Peralatan 15 Standar 5 : Kebijakan dan Prosedur 16 Standar 6: Pengembangan Tenaga dan Pendidikan 17 Standar 7: Evaluasi Pelayanan dan Pengembanga Mutu 20 BAB IV PENUTUP 21 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan untuk mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut

dibutuhkan upaya pengelolaan berbagai sumber daya pemerintah maupun masyarakat sehingga dapat disediakan pelayanan kesehatan yang efisien, bermutu dan terjangkau. Hal ini perlu didukung komitmen dan semangat yang tinggi dengan prioritas pendekatan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif) di samping penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan diperlukan peranan daerah dalam mengelola berbagai sumber daya baik pemerintah maupun masyarakat. Dengan diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi, maka terjadi perubahan kebijakan tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan baik di tingkat pusat maupun daerah. Berdasarkan adanya perubahan kebijakan tersebut maka ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1575 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan Rl. Dalam SK tersebut ditetapkan bahwa Departemen Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang kesehatan, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pelayanan medik. Sebagai penjabaran tugas Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, khususnya di bidang pelayanan fisioterapi, Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik mempunyai tugas dan fungsi: 1. Merumuskan kebijakan umum dalam pelayanan fisioterapi 2. Merumuskan kebijakan pelaksanaan dalam pelayanan fisioterapi 3. Menetapkan kebijakan teknis dalam standarisasi, bimbingan dan evaluasi pelayanan fisioterapi. Dalam buku ini disusun Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan dengan memperhatikan Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan serta Standar

Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. B. Tujuan Penyusunan Standar 1. Tujuan umum: Tersedianya perlindungan bagi masyarakat dari pemberian pelayanan fisioterapi yang tidak bertanggung jawab, serta perlindungan bagi fisioterapis dari tuntutan masyarakat yang di luar kewajaran sehingga pelayanan fisioterapi menjadi optimal untuk mencapai pelayanan kesehatan prima 2. Tujuan khusus: a. Sebagai acuan dalam penyusunan rencana pengembangan pelayanan fisioterapi. b. Sebagai acuan dalam melaksanakan bimbingan teknis (clinical supervision) pelayanan fisioterapi. c. Sebagai acuan dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi pelayanan fisioterapi C. RuangLingkup Ruang lingkup standar pelayanan fisioterapi meliputi: 1. Standar 1: Falsafah dan tujuan 2. Standar2 :Administrasi dan manajemen 3. Standar 3 :Staf dan pimpinan 4. Standar4: Fasilitas dan peralatan 5. Standar 5: Kebijakan dan prosedur 6. Standar 6: Pengembangan staf dan program pendidikan 7. Standar7: Evaluasi dan pengendalian mutu. BAB II PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI Kebutuhan masyarakat akan pelayanan fisioterapi perlu diberikan dengan jaminan kualitas yang optimal, perlindungan keamanan bagi masyarakat pengguna, penyelenggara dan praktisi pelayanan fisioterapi. Disisi lain, pelayanan fisioterapi harus dikembangkan kearah persaingan globalisasi. Diperlukan pengembangkan standar pelayanan fisioterapi dengan

pertimbangan sebagai berikut: A. Kebutuhan Pelayanan Fisioterapi Berkualitas 1. Pengembangan pelayanan fisioterapi profesional, komprehensif, terpadu yang berorientasi pada kepuasan pelanggan. 2. Pengembangan manajemen pelayanan fisioterapi yang efektif, efisien pada tatanan pelayanan kesehatan. 3. Pengembangan sistem regulasi (registrasi, sertifikasi dan lisensi) demi perlindungan hukum bagi masyarakat, penyelenggara dan praktisi pelayanan fisioterapi. 4. Pengembangan sistem informasi pelayanan fisioterapi yang terpadu dengan SIK dan berorientasi pada perkembangan IPTEK, perubahan lingkungan dan partisipasi masyarakat. 5. Peningkatan kerjasama lintas program, lintas sektor termasuk organisasi profesi, institusi pendidikan dan pihak lain yang terkait. 6. Peningkatan koordinasi multi disiplin dalam pengembangan IPTEK dan pelayanan fisioterapi unggulan. 7. Peningkatan kemampuan klinik dan manajerial bagi tenaga fisioterapi. 8. Pengembangan pelayanan fisioterapi profesional melalui benchmarking dengan negara maju. 9. Peningkatan koordinasi dengan pihak terkait dalam pengelolaan sumberdaya manusia fisioterapi 10. Peningkatan kepedulian pemerintah daerah dalam rangka mobilisasi sumber daya yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat dan berpihak pada penduduk miskin (Gakin). 11. Peningkatan kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan pelayanan fisioterapi dalam pelayanan kesehatan primer. 12. Peningkatan kepedulian individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menerapkan gaya hidup sehat. 13. Pengembangan penelitian (riset) dalam rangka peningkatan mutu pelayanan fisioterapi. Perlindungan Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan

B. Perlindungan Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan Jaminan keamanan penyelenggaraan pelayanan kesehatan termasukfisioterapi seperti diaturdalam Undang-Undang Nomor23 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996. Tersurat dalam perundangan dan peraturan tersebut bahwa tenaga kesehatan wajib memiliki ijin praktik dan mematuhi standar profesi. Dalam rumusan pembangunan kesehatan dengan visi Indonesia Sehat 2010, sebagai Strategi Nasional GERAKAN PEMBANGUNAN BERWAWASAN KESEHATAN mewujudkan INDONESIA SEHAT 2010, ditekankan perlunya setiap sumber daya manusia kesehatan meningkatkan kualitas profesionalisme, demi mendukung pencapaian visi tersebut. Setiap insan sumber daya manusia kesehatan perlu membekali diri dengan perangkat professional yang dirumuskan sebagai falsafah dan definisi profesi, standar kompetensi, standar pendidikan, standar sertifikasi, sumpah profesi, kode etik profesi, registrasi, lisensi dan standar praktek profesi. BAB III STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI A. Standard 1 : Falsafah dan tujuan Falsafah fisioterapi memandang bahwa kesehatan gerak dan fungsi manusia untuk hidup sehatdan sejahtera adalah sebagai hak asasi. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan

menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi. Pelayanan fisioterapi sebagai upaya kesehatan yang dilakukan oleh fisioterapis yang kepadanya diberikan wewenang yang legal, bertujuan meningkatkan kesehatan manusia secara utuh. Pelayanan fisioterapi diberikan oleh fisioterapis baik secara mandiri dan atau bekerjasama dalam tim pelayanan pasien/klien dengan tenagalainnya. Kriteria: 1. Adanya pelayanan fisioterapi yang berpedoman pada falsafah dan tujuan yang dikembangkan ke arah pelayanan kesehatan profesional dan spesialisasi. a. Falsafah fisioterapi memandang gerak dan fungsi sebagai esensi dasar kesehatan manusia, melalui pelayanan fisioterapi dengan menganalisa gerak aktual dan memaksimalkan potensi gerak untuk mencapai gerak fungsional. b. Pelayanan fisioterapi profesional dilaksanakan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dipertanggung-jawabkan, kompeten, berwenang, etis, legal dan berkesinambungan. c. Pelayanan fisioterapi di rumah sakit dilaksanakan dan dipimpin oleh fisioterapis d. Tenaga fisioterapi yang bekerja di rumah sakit harus mampu mandiri maupun berkolaborasi dengan tenaga lain e. Tenaga fisioterapi mampu mengembangkan diri secara dinamis sesuai kebutuhan pasien/klien dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi. f. Spesialisasi pelayanan fisioterapi dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Adanya pelayanan fisioterapi yang paripurna untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan, mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas hidup dengan pendekatan integratif peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan dan pemulihan kesehatan secara mandiri.

a. Pelayanan fisioterapi merupakan pelayanan kesehatan terhadap pasien/klien sebagai individu maupun kelompok, dalam memaksimalkan potensi gerak dan meminimalkan kesenjangan antara gerak aktual dan gerak fungsional, pada dimensi pelayanan mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi sepanjang daur kehidupan. b. Pelayanan fisioterapi professional memiliki otonomi, bertanggung jawab dan bertanggung gugat dalam lingkup asuhan fisioterapi. c. Pelayanan fisioterapi dilakukan secara mandiri dan atau tim, dalam melakukan proses fisioterapi pada pasien/klien. d. B. Standar2: Administrasi dan Pengelolaan. Administrasi dan pengelolaan dilaksanakan terhadap sumber daya manusia, sarana, peralatan, organisasi dan tatalaksana. Kriteria: pasien/klien, 1. Adanya organisasi pelayanan fisioterapi serta uraian tugas secara tertulis pada semua fisioterapis yang bertugas sesuai dengan klasifikasinya. a. Bagan organisasi memperlihatkan jalur komunikasi, kewenangan dan tanggung jawab. b. Organisasi menunjukkan hubungan antara atasan langsung atau pimpinan rumah sakit dengan kepala pelayanan fisioterapi berserta wewenang dan tanggung jawabnya. c. Organisasi menunjukkan hubungan antara fisioterapis dalam perannya sebagai pengelola dan pelaksana pelayanan fisioterapi. d. Organisasi dilengkapi dengan uraian tugas jabatan dilengkapi dengan fungsi dan tanggung jawabnya. e. Organisasi dilengkapi dengan kualifikasi persyaratan untuk tiap jabatan f. Organisasi pelayanan fisioterapi dievaluasi dan disempurna-kan secara berkala. 2. Adanya perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pelayanan fisioterapi.

a. Penyusunan rencana satu tahun dan lima tahunan pelayanan fisioterapi melibatkan staf fisioterapis, dan disetujui oleh pimpinan rumah sakit. b. Hasil pelaksanaan dan evaluasi pelayanan fisioterapi dilaporkan kepada pimpinan rumah sakit 3. Adanya kebijakan pelayanan fisioterapi ditujukan pada pasien/klien sebagai individu dan kelompok sesuai asuhan fisioterapi yang mencakup masukan, proses dan keluaran. a. Kebijakan masukan pelayanan fisioterapi yang aksesibel bagi pasien/klien baik rawat inap, rawat jalan maupun kelompok masyarakat. b. Proses fisioterapi ialah pelaksanaan pelayanan oleh tenaga fisioterapi. c. Keluaran pelayanan dalam bentuk kesimpulan akhir kondisi pasien/klien dan pelaporan kinerja unit pelayanan fisioterapi secara berkala. 4. Pelayanan fisioterapi kepada pasien/klien dilaksanakan sesuai dengan proses fisioterapi yang meliputi asesmen, diagnosis, perencanaan, intervensi, evaluasi dan dokumentasi fisioterapi. a. Proses fisioterapi adalah interaksi dari berbagai elemen masukan pelayanan fisioterapi termasuk fisioterapis, pasien, etika profesi, ilmu pengetahuan, teknologi, perangkat norma dan hukum. b. Asesmen fisioterapi meliputi pemeriksaan (anamnesis, pengukuran), analisis dan sintesis terhadap problem gerak dan fungsi aktual maupun potensial, individu dan kelompok. c. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi, menyatakan hasil dari proses pertimbangan klinis, dapat berupa pernyataan keadaan disfungsi gerak, meliputi kelemahan, limitasi fungsi, kemampuan /ketidakmampuan, atau sindrom individu dan kelompok. d. Perencanaan dimulai dengan pertimbangan kebutuhan intervensi dan mengarah kepada pengembangan rencana intervensi, termasuk tujuan yang terukur yang disetujui pasien/klien, keluarga atau pelayanan kesehatan lainnya. Dapat

menjadi pertimbangan perencanaan alternatif untuk dirujuk bila membutuhkan pelayanan lain. e. Intervensi fisioterapi adalah implementasi dan modifikasi teknologi fisioterapi termasuk manual terapi, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapitik, mekanik) pelatihan fungsi, penyediaan alat bantu, pendidikan pasien, konsultasi, dokumentasi, koordinasi dan komunikasi; bertujuan untuk pencegahan, penyembuhan dan pemulihan terhadap impermen, injuri, keterbatasan fungsi, disabilitas, serta memelihara dan meningkatkan kesehatan, kebugaran, kualitas hidup pada individu segala umur, kelompok, masyarakat. f. Evaluasi fisioterapi adalah suatu kegiatan asesmen ulang setelah intervensi fisioterapi, identifikasi, penentuan perkembangan gerak dan fungsi untuk menentukan kelanjutan, modifikasi, penghentian atau rujukan. g. Dokumentasi fisioterapi adalah sistem pencatatan dan informasi fisioterapi yang menjamin tanggung jawab, hukum, pendidikan, penelitian dan pengembangan pelayanan. Dokumentasi berkaitan dengan pasien/klien dimasukkan ke dalam suatu catatan pasien/klien - seperti laporan konsultasi, laporan pemeriksaan awal, catatan perkembangan, laporan re-evaluasi, atau ringkasan hasil pemberian pelayanan fisioterapi yang telah diberikan. C. Standar 3: Pimpinan dan pelaksana. Pelayanan fisioterapi dilaksanakan dan dipimpin oleh fisioterapis yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit. Kriteria: 1. Adanya kepala pelayanan fisioterapi yang bertanggung jawab kepada atasan langsung atau pimpinan rumah sakit a. Kepala pelayanan fisioterapi adalah fisioterapis yang mempunyai kemampuan menejerial. b. Kepala pelayanan fisioterapi bekerja penuh waktu dalam unit kerja pelayanan fisioterapi. c. Kepala pelayanan fisioterapi ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.

d. Kepala pelayanan fisioterapi bertugas mengelola kegiatan unit kerja pelayanan fisioterapi serta mengembangkannya melalui kegiatan internal dan eksternal. e. Kepala pelayanan fisioterapi dapat mengusulkan penetapan tenaga staf untuk membantu pengelolaan dan pengembangan unit kerja pelayanan fisioterapi. 2. Adanya tenaga pelaksana pelayanan fisioterapi. a. Tenaga pelaksana pelayanan fisioterapi adalah fisioterapis yang memiliki kemampuan dan kewenangan untuk melakukan pelayanan fisioterapi. b. Tenaga pelaksana pelayanan fisioterapi bertanggung jawab pada kepala pelayanan fisioterapi. 3. Setiap fisioterapis yang bekerja dirumah sakit harus memiliki ijin praktik dan mematuhi Standar Profesi Fisioterapi. a. Tersedia dokumen Standar Profesi Fisioterapi yang berlaku : Standar Kompetensi Fisioterapi, Ijazah/Sertifikat Pendidikan Fisioterapi, Sumpah Profesi Fisioterapi, Kode Etik Fisioterapi, Standar Praktik Fisioterapi. b. Tersedia dokumen Surat Ijin Fisioterapi (SIF) dan Surat Ijin Praktik Fisioterapi (SIPF), dari setiap fisioterapis. D. Standar 4: Fasilitas dan peralatan Fasilitas dan peralatan yang tersedia dalam pelayanan fisioterapi merupakan dukungan bagi terlaksananya pelayananan fisioterapi di rumah sakit. Fasilitas dan peralatan teknis dan administrasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan. Kriteria: 1. Adanya fasilitas dan peralatan pelayanan fisioterapi yang sesuai standar peralatan dalam pelayanan fisioterapi. a. Fasilitas ruangan meliputi ruang tunggu, ruang pelayanan dan ruang administrasi yang aksesibel. b. Peralatan pelayanan fisioterapi baik jenis, jumlah maupun kualitas yang memenuhi penyelenggaraan pelayanan fisioterapi. c. Peralatan teknis pelayanan fisioterapi yang dikenakan pada pasien/klien ditera

setiap kurun waktu tertentu untuk menjamin efektifitas dan keamanan. 2. Adanya peralatan administrasi untuk mendukung kegiatan pelayanan fisioterapi. a. Peralatan adminsitrasi meliputi jenis dan jumlah yang memenuhi kebutuhan pelayanan. b. Dokumen adminsitrasi dan dokumen pelayanan fisioterapi disesuaikan dengan prosedur sistem komunikasi dan informasi fisioterapi. E. Standar 5: Kebijakan dan prosedur Untuk menjamin pelayanan fisioterapi yang optimal dibutuhkan suatu kebijakan, peraturan, ketentuan, dan prosedur yang tertulis. Kebijakan dan prosedur harus selalu berpedoman pada ketentuan yang berlaku, kebutuhan pasien/klien, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kriteria: 1. Adanya kebijakan dan prosedur pelayanan fisioterapi sebagai landasan kerja unit pelayanan. a. Kebijakan dan prosedur pelayanan fisioterapi dirumuskan dengan mengacu standar profesi fisioterapi. b. Kebijakan dan prosedur pelayanan fisioterapi dirumuskan oleh kepala pelayanan fisioterapi dan ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. c. Kebijakan dan prosedur dijadikan landasan kerja bagi setiap tenaga dalam unit kerja pelayanan fisioterapi. 2. Adanya prosedur standar tertulis dalam melakukan pelayanan fisioterapi. a. Prosedur dan standar pelayanan berpedoman pada asuhan fisioterapi. b. Prosedur teknis pelayanan merupakan seluruh rangkaian tindakan mulai persiapan fasilitas dan peralatan, administrasi dan proses asuhan fisioterapi. c. Prosedur teknis pelayanan disusun secara rinci dan tata urut kerja. d. Prosedur teknis pelayanan disusun oleh kepala pelayanan fisioterapi ditetapkan

oleh pimpinan rumah sakit. e. Prosedur teknis pelayanan dipatuhi oleh tenaga pelayanan fisioterapi. 3. Adanya interaksi fisioterapis dengan pasien/klien, teman sejawat, dan tenaga kesehatan lain. a. Fisioterapis menghargai dan menjunjung tinggi hak martabat dan sensibilitas pasien/klien, teman sejawat dan tenaga kesehatan lain, b. Fisioterapis menjamin kerahasian informasi dalam kapasitas profesional. c. Fisioterapis harus menghindari saling mengkritik teman sejawat dan tenaga kesehatan yang lain, d. Fisioterapistidak boleh tinggi hati (overconfidence) F. Standar 6: Pengembangan tenaga dan pendidikan. Peningkatan kualitas dan pengembangan pelayanan fisioterapi dilaksanakan dengan menyelenggarakan atau mengikutsertakan pelatihan, pendidikan dan penelitian. Pelatihan, pendidikan dan penelitian perlu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Kriteria: 1. Adanya program tertulis pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan kompetensi tenaga pelayanan fisioterapi sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan fisioterapi. a. Adanya perencanaan tertulis tentang pendidikan dan pelatihan. b. Perencanaan pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan cara peningkatan kompetensi tenaga pelayanan fisioterapi. c. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan telah dilakukan secara konsisten. d. Program pendidikan dan pelatihan dievaluasi secara berkala. 2. Adanya program penelitian tertulis tentang fisioterapi. a. Adanya perencanaan tertulis tentang penelitian. b. Tujuan penelitian untuk mendapatkan konsep baru tentang fisioterapi dalam

meningkatkan mutu pelayanan, evidance base, c. Perencanaan penelitian berpedoman pada metodologi penelitian. d. Pelaksanaan penelitian dilakukan sesuai rencana dan konsisten. e. Program penelitian dievaluasi secara berkala. 3. Adanya program tertuiis tentang pengembangan diri setiap tenaga pelayanan fisioterapi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. a. Adanya perencanaan pengembangan dan peningkatan kesejahteraan tenaga pelayanan fisioterapi. b. Perencanaan pengembangan dan peningkatan kesejahteraan tenaga pelayanan fisioterapi merupakan perencanaan yang didukung oleh pelaksana, kepala pelayanan dan pimpinan rumah sakit. c. Pelaksanaan pengembangan dan peningkatan kesejahteraan tenaga pelayanan fisioterapi telah dilakukan secara konsisten. d. Program pengembangan dan peningkatan kesejahteraan tenaga pelayanan fisioterapi dievaluasi secara berkala. 4. Adanya mekanisme tertulis untuk menilai kinerja tenaga pelayanan fisioterapi. a. Mekanisme penilaian kinerja setiap tenaga pelayanan fisioterapi disusun secara sistematis. b. Mekanisme penilaian kemajuan tenaga pelayanan fisioterapi dilakukan oleh kepala pelayanan fisioterapi secara objektif. c. Mekanisme penilaian kemajuan tenaga pelayanan fisioterapi dilakukan secara berkesinambungan, teratur, berkala dan sistematis. d. Mekanisme penilaian kemajuan tenaga pelayanan fisioterapi dievaluasi dalam kurun waktu tertentu. 5. Adanya program tertulis tentang orientasi bagi tenaga pelaksana yang baru. a. Adanya program orientasi tenaga baru di unit pelayanan meliputi perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi. b. Perencanaan orientasi tenaga baru disusun secara sistematis dan mudah dimengerti. c. Pelaksanaanorientasitenaga barudidokumentasikan. d. Program orientasi tenaga baru dievaluasi secara berkala. G. Standard 7: Evaluasi pelayanan dan pengembangan mutu Program evaluasi dan pengembangan mutu mencakup pelaksanaan asuhan fisioterapi dan kepuasan pelanggan. Data hasil evaluasi dapat merupakan umpan balik dalam upaya peningkatan mutu. Kriteria: 1. Adanya program evaluasi dan peningkatan mutu tertulis tentang pelaksanaan asuhan fisioterapi. a. Perencanaan evaluasi tentang pelaksanaan asuhan fisioterapi. b. Mekanisme evaluasi dilaksanakan secara teratur dan terukur. c. Hasil evaluasi dimanfaatkan sebagai umpan balik peningkatan standar asuhan. 2. Adanya program evaluasi dan peningkatan mutu tertulis tentang kepuasan pelanggan. a. Perencanaan evaluasi tentang kepuasan pelanggan. b. Mekanisme evaluasi dilaksanakan secara teratur dan terukur. c. Hasil evaluasi dimanfaatkan sebagai umpan balik peningkatan citra pelayanan fisioterapi.