reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 merupakan tonggak awal. pelaksanaan otonomi daerah dan proses awal terjadinya reformasi

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. berpolitik di Indonesia baik secara nasional maupun regional. Salah satu agenda

BAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan informasi keuangan kepada publik, Dewan Perwakilan. rakyat Daerah (DPRD), dan pihak-pihak yang menjadi stakeholder

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan. transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. pembaruan dan perubahan untuk menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan baik berupa Undang-Undang (UU) maupun

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kepentingan Bangsa dan Negara. Lembaga pemerintah dibentuk

BAB I PENDAHULUAN. dewan melainkan juga dipengaruhi latar belakang pendidikan dewan,

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik (good government governance)

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. daya daerah, dan (3) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi. keuangan daerah secara ekonomis, efesien, efektif, transparan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

PENGARUH PERSONAL BACKGROUND, POLITICAL BACKGROUND DAN PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN TERHADAP PERAN DPRD DALAM PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

SKRIPSI. Disusun Oleh: RIYA B

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan. akuntabel (Pramita dan Andriyani, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit. Hal tersebut berbeda

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, yang disebut dengan Desentralisasi adalah penyerahan

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. semua pihak. Keinginan untuk mewujudkan good government merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

Faisal, Yusri Hazmi, Ali Imran, & Aryati. Politeknik Negeri Lhokseumawe Banda Aceh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan suatu kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 telah menimbulkan tuntutan yang

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Terdapat tiga

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah telah ditetapkan di Indonesia sebagaimana yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB 1 PENDAHULUAN. roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

BAB II DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD)

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansidapatdidefinisikan sebagai sebuahseni, ilmu (science)maupun

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah. dana, menentukan arah, tujuan dan target penggunaan anggaran.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan gerak yang tidak dapat dibendung akibat sistem penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu melalui agenda reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi daerah, pemanfaatan dan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, yang berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah dan dasar pembuatan peraturan Undang-Undang yang berkaitan dengan desentralisasi daerah. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 menyatakan secara parlementer dimana kedudukan Dewan Perwakilan Daerah DPRD yang menjadikan kedudukan Kepala daerah berada di bawah DPRD sehingga peran kepala Daerah menjadi terbatas, namun saat ini telah dirubah menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yang memperbaiki peraturan sehingga kedudukan kepala daerah menjadi lebih luas sehingga tidak lagi bergantung pada keputusan DPRD. Selain itu Undang-Undang No. 25 1999 yang tadinya menegaskan mengenai tata kelola pemerintah yang cenderung liberal terutama dalam hal pembagian keuangan pusat dengan keuangan daerah, saat ini sudah diubah menjadi Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 yang didalamnya mengatur mengenai dana perimbangan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi lebih baik dan adil sebagai langkah awal menuju otonomi daerah. Dan revisi 1

2 peraturan perundangan tersebut sasaran utama terletak pada mekanisme pengawasan yaitu adanya pemerintah pusat tidak lagi memiliki hak preventif yang banyak terhadap peraturan daerah, baik dalam hal pembentukan Perda maupun kebijakan yang lain. Sehubungan dengan itu pemerintah berupaya untuk mewujudkan keseimbangan fiskal dengan mempertahankan kemampuan negara yang bersumber dari pendapatan pajak dan sumber-sumber lainnya guna memenuhi keinginan masyarakat. Salah satu ciri yang penting dalam mewujudkan keseimbagan tersebut adalah berlangsungnya proses politik untuk menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat. Implikasi positif dari berlakunya Undang-Undang tentang Otonomi Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, diharapkan DPRD yang selanjutnya disebut dewan akan lebih aktif di dalam menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian mengadopsinya dalam berbagai bentuk kebijakan publik di berbagai daerah bersama-sama Kepala Daerah (Bupati dan Walikota). Dampak lain yang kemudian muncul dalam rangka otonomi daerah adalah tuntutan terhadap pemerintah untuk menciptakan good govermance sebagai prasyarat penyelenggaraan pemerintah dengan mengedepankan akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan transparansi. Untuk mendukung akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan transparansi diperlukan internal control dan eksternal control yang baik serta dapat dipertanggungjawabkan. Sehubungan dengan hal tersebut maka peran dari dewan menjadi semakin

3 meningkat dalam mengontrol kebijaksanaan pemerintah. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Anggaran menjelaskan bahwa: (1) Pengawasan atas anggaran dilakukan oleh dewan, (2) Dewan berwenang memerintahkan pemeriksa eksternal di daerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan anggaran. Realitasnya, peranan dewan ketika menyusun anggaran dimasa orde baru sangat kecil bahkan tidak ada, apalagi peran masyarakat. Dewan terkesan hanya memberikan pengesahan atas RAPBD yang diajukan eksekutif dan praktis tidak diberi wewenang untuk mengubahnya (fungsi legislasi). Dengan adanya UU No. 22/1999 sebagai dampak dari reformasi, telah terjadi perubahan mengenai hubungan legislatif dan eksekutif di daerah, karena kedua lembaga tersebut sama-sama memiliki power. Dewan tidak hanya diberi kekuasaan untuk bersama-sama dengan eksekutif menyusun anggaran (fungsi budgeting), eksekutif juga bertanggungjawab terhadap DPRD (fungsi controling). Di samping itu, diterapkannya Undang-Undang Otonomi daerah juga diikuti dengan pelimpahan wewenang dari pusat dan daerah yang diikuti pula pelimpahan dana. Pelimpahan dana ini dibarengi dengan dilaksanakannya reformasi penganggaran dan reformasi sistem akuntansi keuangan daerah (Halim, 2003). Reformasi penganggaran yang terjadi adalah munculnya paradigma baru dalam penyusunan anggaran yang mengedepankan prinsip akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan transparansi anggaran. Disamping itu,

4 anggaran harus dikelola dengan pendekatan kinerja (performance oriented), prinsip efisien dan efektif (Value For Money), keadilan dan kesejahteraan dan sesuai dengan disiplin anggaran (Mardiasmo, 2003). Secara umum, lembaga legislatif mempunyai tiga fungsi yaitu: fungsi legislasi (fungsi pembuat peraturan perundang-undangan), (2) fungsi anggaran (fungsi untuk menyusun anggaran), dan (3) fungsi pengawasan (fungsi untuk mengawasi kinerja eksekutif). Dalam penelitian ini, fungsi dewan yang akan dibahas adalah fungsi pengawasan anggaran. Permasalahannya adalah apakah dalam melaksanakan fungsi pengawasan lebih disebabkan pengetahuan dewan anggaran ataukah lebih disebabkan permasalahan yang lain. Di samping itu, apakah akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik juga akan berpengaruh terhadap pengawasan anggaran. Penelitian Andriani (2002) menyimpulkan bahwa pengetahuan anggaran berpengaruh terhadap pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh dewan. Winarni dan Murni (2007) juga menyimpulkan bahwa pengetahuan dewan tentang anggaran memiliki pengaruh terhadap pengawasaan keuangan daerah (APBD). Sementara Pramono (2002) dalam pengawasan adalah adanya reformasi dan legitimasi wakil rakyat sedangkan faktor-faktor yang menunjang fungsi pengawasan adalah adanya reformasi dan legitimasi wakil rakyat sedangkan faktor-faktor yang menghambat fungsi pengawasan adalah minimya kualitas sumber daya manusia (SDM) dan kurangnya sarana dan prasarana.

5 Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Sopanah dan Mardiasmo (2003) dan hasilnya menunjukkan bahwa pengetahuan anggaran berpengaruh terhadap pengawasan APBD. Pengaruh yang ditunjukan adalah positif artinya semakin tinggi pengetahuan dewan tentang anggaran maka pengawasan yang dilakukan semakin meningkat. Disamping itu, interaksi pengetahuan anggaran dengan partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap pengawasan APBD yang dilakukan oleh dewan. Sedangkan interaksi pengetahuan anggaran dengan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh terhadap pengawasan yang dilakukan oleh anggota dewan. Werimon dkk (2007) menyimpulkan bahwa pengetahuan anggaran memiliki pengaruh terhadap pengawasan APBD yang dilakukan oleh Dewan dan juga ditemukan adanya hubungan interaksi antara pengetahuan anggaran dengan partisipasi masyarakat yang memiliki pengaruh terhadap pengawasan APBD yang dilakukan oleh Dewan. Sedangkan interaksi antara pengetahuan anggaran dengan transparansi kebijakan publik tidak memiliki pengaruh terhadap pengawasan APBD yang dilakukan oleh Dewan. Hasil penelitian Werimon dkk (2007) ini merupakan studi empiris di provinsi Papua. Penelitian lain yang dilakukan oleh Lin Febrina (2008) menyimpulkan bahwa pengetahuan dewan tentang anggaran memiliki pengaruh terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD), kedua menunjukkan bahwa interaksi antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan partisipasi masyarakat tidak memiliki pengaruh terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD), dan ketiga menunjukkan bahwa interaksi antara pengetahuan dewan tentang

6 anggaran dengan transparansi kebijakan publik tidak memiliki pengaruh terhadap pengawasaan keuangan daerah (APBD). Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Ayu, (2012). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Ayu terdapat pada obyek yang diteliti. Ayu menggunakan obyek anggota DPRD di Kabupaten Kebumen, sedangkan pada penelitian ini mengunakan obyek anggota DPRD di Kabupaten Karanganyar. Sesuai dengan latar belakang tersebut mendorong dilakukanya penelitian mengenai seberapa besar pengaruh interaksi pengetahuan Dewan tentang anggaran, akuntabilitas, partisipasi masyarakat, dan transparasi kebijakan publik terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD) yang dituangkan dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Pengetahuan Dewan tentang Anggaran terhadap Pengawasan Keuangan Daerah (APBD) dengan Variabel Moderator Akuntabilitas, Partisipasi Masyarakat dan Transparasi Kebijakan Publik

7 B. Perumusan Masalah Untuk mewujudkan anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) berdasarkan anggaran berbasis kinerja (ABK) dengan memperhatikan prinsipprinsip pengetahuan dewan, akuntabilitas, partisipasi masyarakat, transparansi dan pengawasan keuangan memerlukan partisipasi aktif dari aparat pemerintah daerah. Dukungan aparat pemerintah yang terlatih merupakan faktor yang sangat penting keberhasilan partisipasi anggaran secara maksimal yang berorientasi pada pencapain hasil kinerja. Terkait dengan tuntutan itu maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah pengetahuan dewan tentang anggaran berpengaruh terhadap pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD)? 2. Apakah akuntabilitas berpengaruh terhadap hubungan antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD)? 3. Apakah partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap hubungan antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD)? 4. Apakah transparasi kebijakan publik berpengaruh terhadap hubungan antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD)?

8 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan dewan tentang anggaran terhadap pengawasan dewan pada keuangan daerah. 2. Untuk mengetahui pengaruh akuntabilitas terhadap hubungan antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan pengawasan dewan pada keuangan daerah. 3. Untuk mengetahui pengaruh partisipasi masyarakat terhadap hubungan antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan pengawasan dewan pada keuangan daerah. 4. Untuk mengetahui pengaruh transparasi kebijakan publik terhadap hubungan antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan pengawasan dewan pada keuangan daerah. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Bagi Pemerintah Daerah Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah khususnya meningkatkan peran pegawai Pemerintah dalam pengawasan anggaran APBD dalam mewujudkan tata kola pemerintahan yang baik (good government).

9 2. Bagi peneliti Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa tambahan pengetahuan kepada penulis mengenai pengaruh pengetahuan dewan tentang anggaran, akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan transparasi kebijakan publik terhadap pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD). 3. Bagi pembaca Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan literatur akuntansi sektor publik (ASP), selanjutnya dapat dijadikan sebagai acuan guna penelitian lanjutan. E. Sistematika Penulisan Secara garis besar, pembahasan penelitian ini akan dituangkan dalam lima bab yaitu: BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian serta manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini mencakup segala konsep yang mendasari penelitian meliputi pengelolaan anggaran, pengertian akuntansi sektor publik, standar akuntansi pemerintah, penyusunan keuangan daerah, definisi anggaran, syarat-syarat anggaran, keuntungan anggaran, pengertian dewan dan fungsi dewan,

10 pengetahuan dewan, akuntabilitas, partisipasi masyarakat, Kelemahan LAKIP, transparasi kebijakan publik, pengawasan dewan, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, perumusan hipotesis. BAB III METODE PENELITIAN Bab III terdiri dari metode penelitian yang digunakan, ruang lingkup penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian dan teknis analisis data. BAB 1V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang pengujian data dan pembahasan yang berisi deskripsi hasil penelitian, hasil pengujian instrument dan pengujian asumsi klasik, hasil pengujian hipotesis dan pembahasan. BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil analisis data yang telah diperoleh dan saran bagi peneliti di masa yang akan datang.