BAB II GAMBARAN UMUM KAUM DISABILITAS DI KOTA MEDAN A. Jumlah Populasi Kaum Disabilitas di Kota Medan Masih sangat sulit menemukan data yang paling akurat mengenai jumlah kaum disabilitas di Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya perubahan data disabilitas dari indikator kesehatan menjadi indikator kesejahteraan sosial serta berubah-ubahnya definisi operasional mengenai disabilitas oleh instansi pemerintah di Indonesia. Definisi operasional yang berbeda mengenai penyandang disabilitas ini juga menjadi salah satu faktor tidak terpenuhinya hak-hak mereka dan sulit untuk menemukan angka yang paling pasti tentang jumlah mereka. Sebelumnya, Kementerian Sosial menyebutnya sebagai penyandang cacat, Kementerian Pendidikan Nasional menyebut dengan istilah anak berkebutuhan khusus, sedangkan Kementerian Kesehatan menyebut dengan istilah Penderita cacat. 32 Menurut Ketua Pusat Pemilihan Umum Akses-Penyandang Cacat Sumatera Utara yaitu Bapak Drs. Samaun, kesulitan pendataan jumlah penyandang disabilitas ini juga disebabkan oleh masih adanya budaya malu di kalangan masyarakat yang memiliki anggota keluarga disabilitas. Kurangnya pengetahuan dan sikap sosial masyarakat, membuat mereka tidak proaktif dalam melaporkan 32 Eko Riyadi, at.al. 2012. Vulnerable Groups: Kajian dan Mekanisme Perlindungannya. Yogyakarta: PUSHAM UII. hal. 293.
anggota keluarga mereka yang merupakan penyandang disabilitas bahkan cenderung menyembunyikan. Sehingga, data jumlah kaum disabilitas di Indonesia hanya berupa estimasi atau perkiraan saja. 33 Data rekapitulasi jumlah kaum disabilitas di 21 Kecamatan di Kota Medan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1: Jumlah Kaum Disabilitas di 21 Kecamatan di Kota Medan Kecamatan Jenis Kesulitan Gangguan 1a 1b 1c 2 3 4 5 6 7 8 JLH Tuntungan - 1 2-22 4 16 31 12 3 91 Johor 9 2 91 2 91 2 13 12 16 4 242 Amplas 1-5 2 28 6 16 3 48 2 111 Denai 1-13 1 12-4 9 29-69 Area - - 6-9 - 9 11 39-74 Kota - 3 16-13 5 19 8 14 5 83 Maimun - - 8 1 1 1 20 12 28-71 Polonia 2-7 - 9-9 3 5 4 39 Baru - - 2 - - - 3 3 3-11 Selayang - - 10 2 20 3 6 36 33 2 112 Sunggal - 1 21-20 2 6 49 56 1 156 Helvetia - 1 4-26 8 17 41 16 2 115 Petisah 1-30 2 15 11 21 44 30 4 158 Barat - - - - - - - 11 2-13 Timur 1-1 2 4 3 13 12 11-47 33 Wawancara dengan Ketua PPUA-PENCA Sumatera Utara, Bapak Drs. Samaun. Pada tanggal 06 Januari 2014.
Perjuangan - - - - 6-9 8 25 2 50 Tembung - - 10 3 18 9 67 10 17-134 Deli - - - 1 - - - 5 9-15 Labuhan 2-4 3 4 12 4 17 68-127 Marelan - 10 12 1 15 7 23 33 28 1 130 Belawan 2-14 6 31 6 53 12 38 1 163 TOTAL 19 18 256 26 35 2 71 34 1 37 0 52 7 3 1 2.011 Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, Rekapitulasi Jumlah Penyandang Cacat Berdasarkan Jenis Kesulitan/ Gangguan, http://simcat.depsos.go.id, diakses tanggal 2 Januari 2014 pukul 14.05 WIB. Keterangan : 1a. Sisa Penglihatan (Low Vision), 1b.Light Perception, 1c.Buta Total (Totally Blind), 2.Pendengaran, 3.Bicara, 4. Penggunaan Lengan Dan Jari, 5. Penggunaan Kaki (Berjalan), 6. Kelainan Bentuk Tubuh, 7. Mental Intelektual (Debil, Imbisil, Idiot, Down Syndrome), 8.Eks Penyakit Jiwa /Eks Psikotik. Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah kaum disabilitas di Kota Medan sebanyak 2.011 orang. Terbagi pada jenis kecacatan berbeda yaitu gangguan pada penglihatan atau tunanetra (Low Vision, Light Perception dan Totally Blind) sebanyak 293 orang, gangguan pada pendengaran atau tunarungu sebanyak 26 orang, gangguan untuk berbicara atau tunawicara sebanyak 352 orang, gangguan pada bagian tubuh atau tunadaksa (penggunaan pada lengan dan jari, penggunaan kaki dan kelainan bentuk tubuh) sebanyak 782 orang, gangguan pada mental atau tunagrahita sebanyak 527 orang dan eks penyakit jiwa sebanyak 31 orang.
Dari tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa Kecamatan Medan Johor merupakan kecamatan dengan jumlah warga penyandang disabilitas terbanyak di Kota Medan yaitu sebanyak 242 orang penyandang disabilitas. Sedangkan Kecamatan Medan Baru merupakan kecamatan yang memiliki jumlah warga penyandang disablitas yang paling rendah di Kota Medan yaitu sebanyak 11 orang penyandang disabilitas. Kaum disabilitas di Kota Medan juga sebagian besar didominasi oleh kaum laki-laki dan rata-rata merupakan penduduk usia produktif yaitu berusia diantara 15 sampai 65 tahun. Rekapitulasi jumlah kaum disabilitas di Kota Medan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2.2 dan rekapitulasi jumlah kaum disabilitas di Kota Medan berdasarkan usia pada tabel 2.3 berikut: Tabel 2.2: Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas di Kota Medan berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kesulitan / Gangguan Perempuan Jenis Kelamin Laki-laki Sisa Penglihatan (Low Vision) 13 6 Light Perception 7 11 Buta Total (Totally Blind) 107 149 Pendengaran 12 14 Bicara 171 181 Penggunaan Lengan dan Jari 20 51 Penggunaan Kaki (Berjalan) 139 202
Kelainan Bentuk Tubuh 159 211 Mental intelektual (Debil, imbisil, idiot, down syndrome) 232 295 Eks penyakit jiwa/ eks psikotik 7 24 TOTAL 867 1144 Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, Rekapitulasi Jumlah Cacat Berdasarkan Jenis Kesulitan/ Gangguan, http://simcat.depsos.go.id, diakses tanggal 2 Januari 2014 pukul 14.05 WIB. Tabel. 2.3: Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas di Kota Medan berdasarkan Usia Usia Jumlah 0-4 Tahun 35 5-9 Tahun 130 10-14 Tahun 225 15-19 Tahun 268 20-24 Tahun 232 25-29 Tahun 203 30-34 Tahun 154 35-39 Tahun 149 40-44 Tahun 146 45-49 Tahun 96 50-59 Tahun 163 60-69 Tahun 131 70 > 79 TOTAL 2.011 Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, Rekapitulasi Jumlah Penyandang Cacat Berdasarkan Usia, http://simcat.depsos.go.id, diakses pada tanggal 2 Januari 2014 pukul 14.32 WIB.
Bagi kaum disabilitas di Kota Medan, masih sulit untuk memperoleh pekerjaan di instansi pemerintah maupun pada perusahaan-perusahaan BUMN dan swasta. Meskipun, pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah Sumatera Utara telah mengeluarkan berbagai bentuk kebijakan mengenai kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas, namun hal tersebut tidak mampu menjamin bahwa penyandang disabilitas akan diberikan kesempatan yang sama untuk bekerja pada instansi pemerintah, BUMN ataupun perusahaan swasta di Kota Medan. Setiap orang berhak atas atas pekerjaan. Hak atas pekerjaan terkandung dalam deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan diakui sebagai hak yang utama dalam hukum hak asasi manusia internasional dan juga terkandung dalam Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dimana hak atas pekerjaan menekankan pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya. Indonesia telah meratifikasi International Convention on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) sejak tahun 2005. Pasal 6 konvensi tersebut secara jelas menyatakan bahwa hak atas pekerjaan merupakan hak asasi manusia. Indonesia sebagai negara anggota ICESCR memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi semua hak dalam ICESCR tanpa diskriminasi. 34 Rekapitulasi jumlah penyandang disabilitas Kota Medan berdasarkan pekerjaan utamanya dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut: 34 Lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Convention on Economic, Social and Cultural Rights.
Tabel 2.4: Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas di Kota Medan berdasarkan Pekerjaan Utamanya Pekerjaan Utama Jumlah Tidak Bekerja 1.701 Buruh 76 PNS/ TNI/ POLRI 0 Petani 3 Jasa 91 Pegawai Swasta 1 Pegawai BUMN 0 Pedagang/ Wiraswasta 89 Peternakan/Perikanan 5 TOTAL 1.966 Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, Rekapitulasi Jumlah Penyandang Cacat Berdasarkan Pekerjaan Utama, http://simcat.depsos.go.id, diakses pada tanggal 2 Januari 2014 pukul 14.35 WIB. Salah satu hambatan masalah kesempatan atas pekerjaan bagi kaum disabilitas adalah ketidaksesuaian keterampilan tenaga kerja penyandang cacat dengan persyaratan jabatan dan kondisi kerja yang ada. 35 Kurangnya tingkat pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi kaum disabilitas di Kota Medan membuat kaum disabilitas tidak dapat memenuhi kriteria persyaratan dari instansi negara maupun perusahaan swasta. Sehingga, lebih banyak kaum disabilitas memilih bekerja sebagai wiraswasta dan bekerja pada sektor jasa, seperti menjadi 35 Alowie F. Tjepy. 2000. Makalah Kesetaraan dan Kesempatan Kerja Bagi Tenaga Kerja Penyandang Cacat, Yayasan dan LBK di Wilayah Propinsi DKI Jakarta. hal. 3.
tukang pijit bagi tunanetra. Angka pengangguran juga cukup tinggi untuk kaum disabilitas di Kota Medan. Hal ini menunjukan bahwa masalah kaum disabilitas untuk memperoleh pekerjaan juga menambah hambatan-hambatan yang dialami kaum disabilitas dalam kehidupannya sehari-hari, selain hambatan budaya dan stigma masyarakat kepada mereka. Terlebih lagi mereka juga harus menghadapi masalah aksesibilitas fisik pada fasilitas umum yang belum juga memadai. Rekapitulasi jumlah kaum disabilitas di Kota Medan berdasarkan tingkat pendidikan dan keterampilan utama yang dimiliki dapat dilihat pada tabel 2.5 dan 2.6 berikut: Tabel 2.5: Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas di Kota Medan berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Tidak Sekolah/ Tidak Tamat SD 1179 SD 389 SLTP 262 SLTA 163 D1/D2 0 D3/ Sarjana Muda 8 S1/D4 10 S2/S3 0 TOTAL 2011 Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, Rekapitulasi Jumlah Penyandang Cacat Berdasarkan Tingkat Pendidikan, http://simcat.depsos.go.id, diakses pada tanggal 24 Januari 2014 pukul 11.13 WIB.
Tabel.2.6 Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas di Kota Medan berdasarkan Keterampilan Utama Keterampilan Jumlah Tidak Memiliki 1762 Komputer 6 Elektronika 28 Jahit-menjahit 58 Pijat 61 Desain Grafis/ Percetakan 2 Keterampilan Logam 0 Pertukangan 19 Salon 6 Lainnya 35 TOTAL 1977 Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, Rekapitulasi Jumlah Penyandang Cacat Berdasarkan Keterampilan Utama, http://simcat.depsos.go.id, diakses pada tanggal 2 Januari 2014 pukul 14.45 WIB. Berdasarkan tabel 2.5 diatas, dapat diketahui bahwa hanya 163 orang penyandang disabilitas yang berpendidikan hingga tingkat sekolah menengah atas dan hanya 18 orang yang meneruskan hingga ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu pada tingkat diploma tiga dan strata satu. Sedangkan pada tabel 2.6 dapat diketahui terdapat 1762 orang disabilitas di Kota Medan yang tidak
memiliki keterampilan utama dan hanya sebagian kecil atau sebanyak 6 orang yang memiliki keterampilan utama Komputer. Padahal, keterampilan komputer atau pemahaman terhadap penggunaan alat-alat elektronik merupakan salah satu syarat yang paling sering diajukan perusahaan-perusahaan bagi calon tenaga kerjanya pada saat ini.
B. Organisasi dan Yayasan Kaum Disabilitas di Kota Medan Dalam mewujudkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Penyandang Cacat 2004-2013, dimana salah satu prioritasnya yaitu bidang pembentukan organisasi swadaya penyandang disabilitas, maka di Kota Medan telah terdapat beberapa organisasi swadaya penyandang disabilitas. Salah satunya yaitu PPDI (Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia) yang memayungi beberapa organisasi penyandang disabilitas lainnya di Sumatera Utara. Diantaranya, HWDI (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia), PPUA-PENCA (Pusat Pemilihan Umum Akses-Penyandang Cacat), GERKATIN (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia), PETRI (Persatuan Tunarungu Indonesia), PETRU (Persatuan Tunarungu Sumatera Utara) dan lain-lain. Khusus untuk Penyandang tunanetra, PERTUNI (Persatuan Tuna Netra Indonesia) sebagai organisasi masyarakat penyandang tunanetra yang menasional cukup aktif melakukan kegiatan-kegiatan pendidikan dan pemberdayaan serta memperjuangkan hak-hak tunanetra untuk mendapatkan aksesibilitas terhadap fasilitas publik, layanan publik, informasi dan komunikasi serta teknologi di Kota Medan. Dibidang politik, PERTUNI juga memiliki garis besar program kerja organisasi untuk memberikan pendidikan politik bagi tunanetra untuk menumbuhkan kesadaran akan hak-hak politiknya sebagai warga Negara Indonesia dan mendorong terlaksananya penyelenggaraan pemilihan umum yang
aksesibel bagi tunanetra agar mereka dapat menentukan pilihannya secara mandiri, bebas, langsung dan rahasia. 36 Seperti penuturan Bapak Mardison Tanjung selaku Ketua PERTUNI DPC Kota Medan, beliau menuturkan bahwa Partisipasi tuna netra dalam politik dan pemilihan umum yang aksesibel bagi tuna netra di Kota Medan menjadi salah satu yang sedang kami perjuangkan. Kami juga selalu melakukan pendidikan politik dalam setiap kesempatan, seperti pada setiap pertemuan-pertemuan anggota. 37 Khusus menangani pemilihan umum bagi penyandang disabilitas, terdapat juga organisasi yang mengkhususkan kegiatannya untuk memantau pemilihan umum yang aksesibel, yaitu PPUA-PENCA (Pusat Pemilihan Umum Akses- Penyandang Cacat) yang dibentuk pada tanggal 24 April 2002. Di Sumatera Utara, PPUA-PENCA diketuai oleh Bapak Drs. Samaun. Sesuai dengan tujuannya untuk mewujudkan aspirasi hak-hak politik penyandang cacat dalam Pemilu, pada tanggal 11 Maret 2013 lalu PPUA-PENCA bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat telah menandatangani MoU untuk meningkatkan partisipasi penyandang cacat dalam pemilihan umum. PPUA-PENCA juga menjadi organisasi penyandang disabilitas dari Indonesia yang menjadi mitra untuk bekerja sama dengan IFES (International Foundation for Electoral System) dan USAID (United States Agency for 36 Garis Besar Program Pertuni 2009-2014, Ketetapan Munas VII Pertuni Tahun 2009 Nomor III/TAP/MUNAS VII-PERTUNI/2009. 37 Wawancara dengan Ketua PERTUNI Kota Medan, Bapak Mardison Tanjung. Pada tanggal 17 Januari 2014.
International Development) beserta beberapa organisasi masyarakat sipil dan organisasi penyandang disabilitas lainnya di Asia Tenggara untuk melakukan penelitian bersama terkait masalah penyandang disabilitas di Asia Tenggara (AGENDA-The General Election Network for Disability Access). Untuk yayasan penyandang disabilitas di Kota Medan terdapat 7 yayasan penyandang disabilitas, yaitu: 38 1. Yayasan Karya Murni 2. Yayasan Taman Pendidikan Islam 3. Yayasan Abdi Kasih 4. Yayasan Bakti Luhur 5. Yayasana Grace Bethesda Abadi 6. Yayasan Musdalifah Asb Yatim 7. Yayasan Kesejahteraan Masyarakat Tunanetra Indonesia 38 Wawancara dengan Ketua Seksi Rehabilitasi Dinas Sosial Kota Medan, Ibu Deli Marpaung, SH. Pada tanggal 16 Januari 2014.
C. Kebijakan Pemerintah Daerah untuk Kaum Disabilitas di Kota Medan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan Keputusan Menteri Sosial No.82/HUK/2005 tentang Tugas dan Tata Kerja Departemen Sosial dinyatakan bahwa focal point dalam penanganan masalah penyandang disabilitas di Indonesia adalah Kementerian Sosial Republik Indonesia. Dinas Sosial Kota Medan memiliki tugas pada pelayanan dan rehabilitasi sosial untuk penyandang disabilitas yaitu proses refungsionalisasi dan pengembangan kemampuan fisik, mental dan sosial secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman untuk memungkinkan penyandang disabilitas mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Dinas Sosial juga diberikan mandat dalam pemberian bantuan sosial serta pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial kepada kaum disabilitas di Kota Medan. Program rehabilitasi untuk tunadaksa di Kota Medan dilakukan di Panti PSBD Bahagia Medan. Di panti tersebut tunadaksa diberikan pelatihan selama setahun lamanya. Pelatihan Keterampilan yang diberikan berupa keterampilan bengkel, Komputer, reparasi hand phone, jahit menjahit dan sebagainya.
Untuk program dana jaminan sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia melalui Dinas Sosial Kota Medan hanya memberikan dana bantuan sosial secara rutin kepada penyandang disabilitas yang mengalami cacat tubuh berat atau yang memiliki derajat kecacatan yang tidak dapat direhabilitasi. Sejak tahun 2008 program bantuan ini diberlakukan dan hingga saat ini di Kota Medan terdapat 203 penyandang cacat total yang mendapatkan bantuan sosial setiap bulannya berupa uang sebesar Rp. 300.000 selama 12 bulan. Penyandang disabilitas lain seperti tunanetra, tunadaksaaksa, tunawicara dan lainnya dianggap telah dapat mandiri. Selain itu bantuan sosial berupa kursi roda, alat bantu dengar, kaki palsu dan lain-lain diberikan bersama dengan yayasan atau pihak swasta di Kota Medan. Bantuan sosial juga diberikan berupa stimulant bagi kelompokkelompok penyandang disabilitas dengan sebutan KUBE (Kelompok Usaha Bersama). 39 Hingga saat ini, belum terdapat satu peraturan daerah khusus untuk menangani masalah penyandang disabilitas di Kota Medan. Sehingga, segala kebijakan terkait masalah penyandang disabilitas diambil berdasarkan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia. Seperti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Kebijakan mengenai pendidikan bagi kaum disabilitas di Kota Medan 39 Loc. cit.
Pendidikan merupakan pilar utama bagi pembangunan manusia. Setiap manusia berhak untuk memperoleh pendidikan secara layak. Maka, hak atas pendidikan juga merupakan hak asasi bagi kaum disabilitas. Dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pada pasal 12 disebutkan bahwa Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berahlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia. Pada beberapa kasus, siswa yang berasal dari sekolah khusus menghadapi perlakuan diskriminatif karena pencapaian/ tingkat pendidikannya direndahkan dan dibedakan. Salah satunya adalah dengan Ijazah yang mereka miliki tidak dapat digunakan untuk melamar pekerjaan. Selain itu, pendidikan disekolah khusus bagi penyandang disabilitas, tunadaksa misalnya juga tidak terlalu tepat, karena penyandang disabilitas hanya memiliki kelainan pada anggota tubuh bukan pada kemampuan berpikirnya. Sehingga, dalam bidang pendidikan, pemerintah Indonesia telah memberlakukan kebijakan mengenai pendidikan inklusif, yaitu sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu
lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. 40 yatu: 41 Sistem pendidikan ini berlaku bagi peserta didik yang memiliki kelainan, a. tunanetra b. tunarungu c. tunawicara d. tunagrahita e. tunadaksa f. tunalaras g. berkesulitan belajar h. lamban belajar i. autis j. memiliki gangguan motorik k. menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya l. memiliki kelainan lainnya m. tunaganda Menurut Bapak Sir Jhon selaku Ketua PPDI Sumatera Utara terkait masalah pendidikan kaum disabilitas di Kota Medan, bahwa pernah beberapa tahun lalu terdapat kasus penolakan oleh sekolah terhadap siswa disabilitas di Kota Medan, Hal ini pernah menjadi ramai dibicarakan. Sehingga, pemerintah daerah pada saat itu mengambil tindakan untuk menangani masalah tersebut. Beliau juga menuturkan bahwa Sekolah inklusif bertujuan untuk adanya pembauran antara siswa penyandang disabilitas dengan siswa normal lainnya. Penyandang Disabilitas ini hanya memiliki keterbatasan pada fisiknya, bukan pada kemampuan berpikirnya. Banyak dari kalangan disabilitas yang berprestasi di 40 Lihat pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa. 41 Ibid, pasal 3 ayat 2.
bidang akademik. Sejak tahun 2009 telah diberlakukan sekolah percontohan untuk sekolah inklusif di Kota Medan, yaitu di Kecamatan Medan Marelan dan Tuntungan. Sehingga, untuk memajukan pendidikan penyandang disabilitas ini, sudah saatnya dibuat kebijakan mengenai sekolah inklusif, sehingga pada tiap-tiap kecamatan setidaknya terdapat 1 sekolah umum yang dapat menerima dan memberikan pendidikan yang sesuai bagi siswa penyandang disabilitas dan tidak boleh ada lagi sekolah yang menolak siswa disabilitas. 42 Pemberlakuan mengenai adanya sekolah yang menerapkan sistem pendidikan inklusif diatas sebenarnya telah sesuai dengan yang tercantum pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa. Dimana pada pasal 4 disebutkan bahwa Pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sedikit 1 (satu) sekolah dasar, dan 1 (satu) sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan 1 (satu) satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif yang wajib menerima peserta didik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). Menurut Ibu Deli Marpaung, SH selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Dinas Sosial Kota Medan pada tanggal 16 Januari 2014 di Kantor Dinas Sosial Kota 42 Wawancara dengan Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Bapak. Sir Jhon. Pada tanggal 18 Januari 2014
Medan terkait masalah penyandang disabilitas dan pendidikan di Kota Medan, beliau menuturkan bahwa: 43 Kami saat ini sedang melakukan kordinasi dan sosialisasi bersama Dinas Pendidikan untuk menangani masalah sekolah inklusi di Kota Medan. Karena ada beberapa sekolah yang masih belum mau menerima anak-anak penyandang cacat dan fasilitas sekolah yang belum memudahkan bagi murid penyandang cacat. Seperti sekolah yang bertingkat sehingga menyulitkan bagi murid pengguna kursi roda. Kebijakan mengenai pekerjaan bagi kaum disabilitas di Kota Medan Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya. Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang cacat di perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan/atau kualifikasi perusahaan. 44 Kesempatan yang sama diwujudkan dengan Perusahaan harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan, untuk setiap 100 (seratus) orang karyawan. Perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang 43 Wawancara dengan Ketua Seksi Rehabilitasi Dinas Sosial Kota Medan, Ibu Deli Marpaung, SH, 16 Januari 2014. 44 Lihat pasal 14 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat.
memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan walaupun jumlah karyawannya kurang dari 100 (seratus) orang. Serta perlakuan yang sama diwujudkan dengan pemberian perlakuan yang tidak diskriminatif termasuk di dalamnya kesamaan pengupahan untuk pekerjaan dan jabatan yang sama. 45 Untuk peningkatan angka penyandang disabilitas dalam mendapatkan kesempatan pekerjaan yang sama di perusahaan, selain telah tertulis jelas pada undang-undang juga telah dikeluarkan Surat Edaran Gubernur Sumatera Utara, sehingga terdapat 47 perusahaan BUMN maupun Bank di Sumatera Utara ini agar menerima penyandang disabilitas. Bapak Sir Jhon, Ketua PPDI menuturkan : 46 Padahal tidak ada ruginya perusahaan menerima penyandang disabilitas, malah perusahaan lebih mendapatkan keuntungan. Karena rata-rata penyandang disabilitas ini sangat telaten dalam bekerja. Misalnya, apabila yang pada umumnya dapat menghasilkan produk dalam sehari 2 buah, tuna rungu dapat menghasilkan 3 buah. Karena selama bekerja, tidak ada waktu yang terbuang misalnya untuk bercakap-cakap, sehingga mereka lebih fokus dengan pekerjaannya. Tentu saja dengan penyesuaian jabatan untuk penyandang disabilitas ini harus sesuai derajat kecacatannya. Contohnya, tunanetra dapat dipekerjakan sebagai Operator Telepon, tunarungu dan tunawicara sebagai cleaning service atau tunadaksa yang menguasai komputer ditempatkan sebagai karyawan urusan ketik mengetik. Kebijakan mengenai aksesibilitas fasilitas umum bagi kaum disabilitas di Kota Medan Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan, diatur bahwa setiap bangunan harus menyediakan 45 Lihat penjelasan pasal 14 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat. 46 Wawancara dengan Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Bapak. Sir Jhon. Pada tanggal 18 Januari 2014.
fasilitas/infrastruktur untuk penyandang disabilitas, kecuali perumahan pribadi. Selain itu juga, ada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Disabilitas. Peraturan tersebut mengatur bahwa setiap penyelenggaraan fasilitas umum dan infrastruktur harus menyediakan aksesibilitas yang setara. Di Kota Medan, terkait aksesibilitas penyandang disabilitas pada fasilitas umum juga belum menjadi prioritas bagi Pemerintah Daerah Kota Medan. Belum terdapat kebijakan ataupun peraturan daerah khusus untuk menangani masalah aksesibilitas fisik ini. Sehingga aksesibilitas fisik bagi penyandang disabilitas di Kota Medan masih sangat minim. Penyediaan aksesibilitas pada bangunan umum berupa ramp, toilet, guiding blok, handrail dan lain-lain juga penyediaan aksesibilitas pada alat transportasi umum juga masih perlu mendapatkan perhatian khusus pemerintah daerah Kota Medan. Asas aksesibilitas di Indonesia menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/ PRT/ M /2006 adalah: 1. Kemudahan, semua orang dapat mencapai semua tempat. 2. Kegunaan, semua orang dapat mempergunakan semua tempat. 3. Keselamatan, Setiap bangunan dan lingkungan harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang. 4. Kemandirian, setiap orang harus dapat mencapai, masuk dan mempergunakan semua tempat tanpa bantuan orang lain. Menurut Bapak Sir Jhon, hambatan paling utama bagi disabilitas di Kota Medan ini yaitu masalah aksesibilitas pada bangunan umum. Penyediaan aksesibilitas pada fasilitas publik masih sangat minim. Di Kota Medan, hanya di
tempat-tempat seperti pusat perbelanjaan saja yang telah menyediakan aksesibilitas bagi disabilitas, sedangkan pada gedung-gedung pemerintahan misalnya, di Kota Medan hanya kantor Gubernur yang telah dilengkapi fasilitas aksesibilitas fisik bagi disabilititas. 47 Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Jenny Heryani, ketua Himpunan wanita disabilitas Indonesia, mengenai aksesibilitas fisik bagi disabilitas khususnya untuk tunanetra menurut beliau masih sangat jauh dari layak. 48 Aksesibilitas fisik pada fasilitas umum tentunya menjadi hak asasi bagi penyandang disabilitas. Hal tersebut juga menjadi kebutuhan utama mereka sehingga mereka dapat mengatasi hambatan-hambatan yang berasal dari keterbatasan fisik yang mereka miliki. Dengan itu mereka dapat melakukan aktivitas di luar rumah secara mudah, mandiri dan aman. Hal ini dapat mewujudkan partisipasi serta kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan bagi kaum disabilitas. 47 Loc. cit. 48 Wawancara dengan Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, Dra. Jenny Heryani. Pada tanggal 07 Januari 2014.