FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD): Rekomendasi Kebijakan Penyempurnaan Pelaksanaan Program UPSUS Pajale ke Depan: Evaluasi UPSUS Pajale 2015

dokumen-dokumen yang mirip
POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE

KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STRATEGI PENCAPAIAN UPAYA KHUSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI SUKOHARJO (STUDI KASUS DI DALANGAN TAWANGSARI)

Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN PENYULUHAN DALAM UPSUS PADI, JAGUNG DAN KEDELAI TAHUN 2015

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian

PERAN PENYULUH DAN MAHASISWA DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADI JAGUNG DAN KEDELAI

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2015 Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Suprapti NIP Laporan Kinerja Tahun 2014

5. Pupuk dan benih belum enam tepat; 6. Lemahnya permodalan petani; 7. Fluktuatif harga komoditas Harus bisa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. Penjabaran Nawacita di dalam program dan kegiatan

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA (IKK)

Gambar 2.5: Hasil uji sensitivitas 2.4. HASIL ANALISIS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/Permentan/OT.140/3/2015 TENTANG

PANEL PETANI NASIONAL (Patanas): DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH. Saptana

I. EVALUASI UPSUS 2015

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

STRATEGI DAN PROGRAM PRIORITAS PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT KABUPATEN PASER BIDANG INDUSTRI TANAMAN PANGAN TAHUN 2018

DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIP (PIP) DI KABUPATEN KULON PROGO

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN BRIGADE ALSINTAN

FORM D A. URAIAN KEGIATAN

PENGEMBANGAN ALSINTAN PENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS HASIL KENTANG

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK)

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2015 Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Dr. Ir. Winny Dian Wibawa, M.Sc NIP

PERAN KOMPONEN TEKNOLOGI DALAM PERCEPATAN SWASEMBADA PANGAN

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

RENCANA AKSI DINAS PERTANIAN DAN PANGAN KAB. BLITAR TH 2018

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

MODUL KAJIAN KEBUTUHAN DAN PELUANG (KKP)

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA (IKK)

PENETAPAN KINERJA ( PK ) TAHUN 2013 (REVISI) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/Permentan/OT.140/3/2015 TENTANG

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MATARAM

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT

LATAR BELAKANG? Sarana Pendukungnya Tahun Anggaran Permentan Nomor 03/Permentan/OT.140/2/2015 tentang Pedoman Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan

Oleh : SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN MEDAN

KATA PENGANTAR. Jakarta, 2015 Direktur Jenderal, Sumarjo Gatot Irianto Nip

PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN KELOMPOKTANI DI LOKASI SENTRA PANGAN TAHUN 2016

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan

I. PENDAHULUAN. Menghaadapi tahun sektor pertanian masih dihadapkan pada

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian

PENGANTAR. Ir. Suprapti

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian,

LAPORAN KINERJA DINAS TANAMAN PANGAN DAN PETERNAKAN LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN (LKJ.IP) KABUPATEN PACITAN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

SIMPUL KRITIS KEGIATAN BALAI BESAR MEKANISASI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN TAHUN 2014

KEMENTERIAN PERTANIAN

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 14.1/Permentan/RC.220/4/2015 TANGGAL : 1 April 2015

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

BAB I. PENDAHULUAN. manusia untuk meningkatkan dan pemerataan taraf hidup semua anggota

MENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL. OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr.

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA

LAPORAN KINERJA TA DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN. Kementerian Pertanian. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

Abstrak

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

JUDUL KEGIATAN: KAJIAN MODEL PTT DALAM BUDIDAYA JAGUNG LOKAL DAN POTENSI PENGEMBANGAN JAGUNG QPM SEBAGAI SUMBER PANGAN ALTERNATIF

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

Oleh Tim Inovasi Pertanian Bioindustri Spesifik Lokasi. Disampaikan Pada Seminar Proposal Kegiatan 2018 Kusu, 25,26, dan 29 Januari 2018

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

Pedoman Teknis. PENDAMpINGAN PENYULUHAN. PADA PROGRAM PERCEpATAN OpTIMALISASI LAHAN

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

RENCANA KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN KABUPATEN PACITAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN PENDAMPINGAN PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN:

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

Jakarta, Februari Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS. DAA NIP

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

III. AKUNTABILITAS KEUANGAN

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

Transkripsi:

FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD): Rekomendasi Kebijakan Penyempurnaan Pelaksanaan Program UPSUS Pajale ke Depan: Evaluasi UPSUS Pajale 2015 1. Beberapa RJIT telah dilakukan belum bisa dimanfaatkan secara baik, karena: (i) RJIT yang dibangun belum ada saluran primer dan sekundernya, (ii) terjadi perbedaan start antara program RJIT oleh Kementan dan pembangunan saluran primer dan sekunder oleh Kemen-PU (sebagai contoh pada lokasi yang sama RJIT adalah program Kementan th 2015, sementara pembangunan saluran primer dan sekunder adalah program Kemen-PU th 2016). Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi dan sinkronisasi program antara Kementan dengan Kementerian lainnya. 2. Target RJIT, optimasi lahan, dan GPPTT jauh melebihi luas baku lahan sawah yang ada, sehingga capaian target sulit untuk direalisasikan. Masalah lainnya adalah terjadi ketidakkonsistenan dalam pelaksanaan menyebabkan ketiga program tersebut tumpang tindah pada lahan yang sama karena untuk memenuhi luasan yang telah ditargetkan. Selain itu, karena anggaran per ha RJIT lebih rendah dari GPTT menyebabkan beberapa kabupaten menolak program RJIT sehingga angggarannya harus dikembalikan. Hal ini akan mempengaruhi serapan dan kinerja Kementan. Oleh karena itu, pada tahun-tahun berikutnya perlu dibuat perencanaan target yang lebih matang dan rasional, serta penetapan CPCL secara tepat sehingga tidak tumpang tindih dengan program lainnya. 3. Sekretariat Posko UPSUS yang selama ini ada di Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian/Bapeluh dianggap tidak efektif, karena yang justru sering ke lapang adalah PSP BPTP. Oleh karena itu, keberadaan sekretariat Posko UPSUS tersebut perlu dipertimbangankan. 4. Proses pencairan dana di KPKN sangat lama dan berbelit-beli, sehingga akan sangat memperlambat serapan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pendekatan khusus ke KPKN agar kesalahan-kesalahan kecil (tidak substansial) jangan sampai menghambat proses pencairan dana. 5. Pencapaian target optimasi lahan (opla) pada sawah daerah irigasi di Jawa sudah sangat sulit untuk dilakukan karena usahatani padi sudah dilakukan secara intensif. Oleh karena itu, kedepan program optimasi lahan sebaiknya difokuskan pada lahan suboptimal/rawa di luar Jawa agar mampu memberikan tambahan produktivitas/produksi secara signifikan. 6. Tidak tersedianya ongkos angkut bantuan alsin dari kabupaten ke kelompok tani karena pada DIPA titik bagi alsin hanya sampai pada Dinas Kabupaten. Oleh 1

karena itu perlu dijelaskan ke pada Dinas bahwa ini adalah tugas Dinas/Pemda untuk mendorong petani berpartisipasi secara aktif untuk mau menanggung ongkos angkut tersebut atau ada sharing dari pemda. 7. Kemampuan SDM dalam mengelola Alsin rendah, termasuk pada tingkat penyuluh. Oleh karena itu perlu dilakukan pelatihan dan sosialisasi secara intensif tentang mengoperasikan alsin secara baik. 8. Terdapat kekeliruan pemahaman terhadap UU No.23 Tahun 2014 terhadap DAK yang masuk DIPA APBD, dimana dipahami bahwa Bansos hanya dibolehkan untuk kelompok tani yang sudah Berbadan Hukum, sehingga menyebabkan realisasi pemanfaatannya sangat kecil.. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi bahwa yang dimaksud dalam UU No.23 th 2014 bahwa dana bansos tidak memerlukan persyaratan BH, yang memerlukan badan hukum adalah Dana Hibah. 9. Dalam implementasinya beberapa hal/aspek yang ada pada Pedum UPSUS tidak sejalan dengan dinamika yang ada di lapangan. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan revisi Pedum UPSUS untuk selaraskan dengan kondisi dan permasalahan nyata di lapangan. 10. Masalah penyuluh tidak dapat honor dan sementara Babansi dapat honor menyebabkan kinerja penyuluh menjadi tidak optimal. Oleh karena itu perlu diformulasikan atau dbuat hubungan tata kerja yang definitif antara penyuluh dan Babinsa. 11. UPSUS terkesan masih fokus pada peningkatan produksi padi saja dan belum banyak menyentuh peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, padahal pada MK petani lebih menguntungkan menanam komoditas bukan padi karena masalah ketersediaan air. Oleh karena itu, sebaiknya pada lokasi ini petani dberikan kebebasan untuk menanam komoditas yang lebih ekonomis dari padi. 2

HASIL FGD EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM UPSUS TAHUN 2015 A. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) ASPEK YANG DI EVALUASI KEUANGAN Terdapat kekeliruan pemahaman terhadap UU No.23 Tahun 2014 terhadap DAK yang masuk DIPA APBD, dimana dipahami bahwa Bansos hanya dibolehkan untuk kelompok tani yang sudah Berbadan Hukum, sehingga menyebabkan realisasi pemanfaatannya sangat kecil. Proses pencairan dana di KPKN sangat lama dan berbelit-beli, sehingga akan sangat memperlambat serapan. Di beberapa lokasi terjadi peningkatan harga bahan/material (pasir, batu kali dan upah tenaga kerja) yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga yang tertera pada DIPA dengan harga actual pada saat realisasi sehingga mempengaruhi kualitas Pertanggungjawaban oleh kelompok terlambat sehingga tidak dapat mencairkan dana termin berikutnya sehingga mempengaruhi realisasi MANAJEMEN Sekretariat Posko ada di Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian/Bapeluh dipandang kurang efektif, karena yang banyak turun ke lapangan adalah BPTP dan PSP. Perlu dilakukan sosialisasi bahwa yang dimaksud dalam UU No.23 th 2014 bahwa dana bansos tidak memerlukan persyaratan BH, yang memerlukan badan hukum adalah Dana Hibah. Menyarankan memberikan kemudahan persyaratan ber BH hanya sampai akte notaries Perlu dilakukan pendekatan khusus ke KPKN agar kesalahankesalahan kecil (tidak substansial) jangan sampai menghambat proses pencairan dana. Meningkatkan peran swadaya masyarakat untuk menutup kekurangan satuan dengan adanya kenaikan harga, melaui kegiatan gotong royong/kerjabakti dan atau program padat karya Pendampingan manajemen dan administrasi keuangan oleh PPL serta melibatkan tokoh masyarakat yang berpengalaman dalam aspek keuangan Sekretariat Posko bisa di BKPP/Bapeluh dan atau Dinas Pertanian dengan meningkatkan koordinasi lembaga pusat dan daerah. Tahapan pencairan dana secara bertahap secara berturut-turut 30%, 50%, 20% kurang efektif dalam pelaksanaan, karena belanja modal awal dalam pembengunan RJIT memerlukan biaya besar dan berpengaruh terhadap lambannya realisasi penyerapan Disarankan agar termin pencairan dana RJIT dibuat 50%, 30%, 20% sehingga dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan dan realisasi. Penyuluh tidak dapat honor dan sementara Babansi dapat honor menyebabkan kinerja penyuluh menjadi tidak optimal. Perlu diformulasikan atau dbuat hubungan tata kerja yang definitif antara penyuluh dan Babinsa.

PELAKSANAAN Beberapa RJIT telah dilakukan belum bisa dimanfaatkan secara baik, karena: (i) RJIT yang dibangun belum ada saluran primer dan sekundernya, (ii) terjadi perbedaan start antara program RJIT oleh Kementan dan pembangunan saluran primer dan sekunder oleh Kemen-PU (sebagai contoh pada lokasi yang sama RJIT adalah program Kementan th 2015, sementara pembangunan saluran primer dan sekunder adalah program Kemen-PU th 2016). Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi dan sinkronisasi program antara Kementan dengan Kementerian lainnya. Target RJIT, optimasi lahan, dan GPPTT jauh melebihi luas baku lahan sawah yang ada, sehingga capaian target sulit untuk direalisasikan. Masalah lainnya adalah terjadi ketidakkonsistenan dalam pelaksanaan menyebabkan ketiga program tersebut tumpang tindah pada lahan yang sama karena untuk memenuhi luasan yang telah ditargetkan. Selain itu, karena anggaran per ha RJIT lebih rendah dari GPTT menyebabkan beberapa kabupaten menolak program RJIT sehingga angggarannya harus dikembalikan. Hal ini akan mempengaruhi serapan dan kinerja Kementan. Pemberian bantuan pompa (sumur air dalam atau air dangkal) yang belum sepenuhnya tepat lokasi. Di Wilayah Grobogan dan Wilayah Timur Blora cocok diberikan bantuan sumur air dangkal, sedangkan di Kabupaten Sragen terjadi konflik dengan air rumah tangga Pada Th. 2016 dan seterusnya perlu dibuat perencanaan target yang lebih matang dan rasional, serta penetapan CPCL secara tepat sehingga tidak tumpang tindih dengan program lainnya. Pemberian bantuan pompa harus dirancang bersifat spesifik lokasi sesuai kebutuhan masyarakat

B. Alat dan Mesin Pertanian: ASPEK YANG DI EVALUASI KEUANGAN Tidak tersedianya ongkos angkut bantuan alsin dari kabupaten ke kelompok tani karena pada DIPA titik bagi alsin hanya sampai pada Dinas Kabupaten, sehingga alsin belum dimanfaatkan secara optimal Perlu dijelaskan ke pada Dinas bahwa ini adalah tugas Dinas/Pemda untuk mendorong petani berpartisipasi secara aktif untuk mau menanggung ongkos angkut tersebut atau ada sharing dari pemda. MANAJEMEN Kemampuan SDM dalam mengelola Alsin rendah, termasuk pada tingkat penyuluh. Perlu dilakukan pelatihan dan sosialisasi secara intensif tentang mengoperasikan alsin secara baik baik kepada kelompk tani sasaran maupun penyuluh yang selanjutnya akan mendampingi petani Bantuan alsintan diikuti dengan pelatihan manajemen administrasi keuangan dalam pengelolaannya alsintan (UPJA) sehingga usaha jasa alsintan dapat berkelanjutan PELAKSANAAN Bantuan alsintan sudah jalan tetapi pemanfaatannya belum optimal (sarana operasional belum lengkap) dan dibebankan ke kelompok Bantuan alsisntan tidak sesuai dengan spesifik lokasi (topografi), seperti kasus combine harvester tidak dapat diterapkan pada daerah berbukit dan pada MH. Mendorong partisipasi swadaya masyarakat, terkait biaya pemeliharaan dan bahan bakarnya, dan mendorong tumbuhnya kelompok UPJA sehingga mampu menggangu sendiri biaya pemeliharaan dan operasionalnya. Pemberian bantuan alsin harus bersifat spesifik lokasi sesuai kondisi lahan dan kebutuhan petani setempat. Bantuan transplanter belum bisa dimanfaatkan secara optimal karena kurangnya ketersediaan tray sesuai jumlah yang dibutuhkan. Bantuan alsintan kurang memberikan efek demonstratif karena diberikan di pelosokpelosok atau pedalaman Lemahnya monitoring dan evaluasi dalam bantuan alsintan dari saat pengadaan, penyaluran dan penggunaan alsintan. Meningkat partisipasi masyarakat dalam menyediakan tray, adanya sharing dana dari APBD, serta membuat alternatif tray berbahan baku lokal. Bantuan alsintan diprioritaskan pada daerah-daerah sentra produksi agar memberikan dampak secara luas a. Perlu dilakukan monev dari tahap pengadaan, penyaluran, serta pemanfaatan alsin, termasuk yang didistibusikan pada th sebelumnya.

C. Optimasi Lahan: ASPEK YANG DI EVALUASI KEUANGAN Anggaran atau dana per satuan terbatas, terutama untuk pompa air besar atau pompa air dalam, serta pertanggung jawaban keuangan agak rumit. MANAJEMEN PELAKSANAAN Dalam implementasinya beberapa hal/aspek yang ada pada Pedum UPSUS tidak sejalan dengan dinamika yang ada di lapangan. Pencapaian target optimasi lahan (opla) pada sawah daerah irigasi di Jawa sudah sangat sulit untuk dilakukan karena usahatani padi sudah dilakukan secara intensif. Memperbesar pagu anggaran untuk pompa air dalam, serta penyederhanaan dalam Pertanggungjawabannya. Perlu dilakukan revisi Pedum UPSUS untuk selaraskan dengan kondisi dan permasalahan nyata di lapangan. Kedepan program optimasi lahan sebaiknya difokuskan pada lahan suboptimal/rawa di luar Jawa agar mampu memberikan tambahan produktivitas/produksi secara signifikan. UPSUS terkesan masih fokus pada peningkatan produksi padi saja dan belum banyak menyentuh peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, padahal pada MK petani lebih menguntungkan menanam komoditas bukan padi karena masalah ketersediaan air. Sebaiknya pada lokasi ini petani dberikan kebebasan untuk menanam komoditas yang lebih ekonomis dari padi.

D. GP PTT: ASPEK YANG DI EVALUASI KEUANGAN Di bberapa lokasi pencairan dana mengalami keterlambatan, sehingga penggunaan input produksi sesuai dosis tidak tepat waktu, sehingga berpengaruh terhadap performance tanaman dan target produktivitas. MANAJEMEN Manajemen pengelolaan tanaman secara terpadu belum dilakukan secara penuh, terutama sistem tanam jajar legowo, pupuk lengkap dan berimbang, serta pengendalian hama secara terpadu Persyaratan pengembangan GP-PTT dalam satu kawasan (50 hektar) sulit untuk dipenuhi GP-PTT belum benar-benar merupakan gerakan masal, karena belum diikuti secara masal oleh masyarakat petani GP-PTT belum mengintegrasikan antara tanaman dengan ternak dalam memproduksi dan menghasilkan pupuk kandang, sehingga diperkirakan penggunaan Pupuk Organik akan ditinggalkan kembali pada saat tidak ada bantuan PELAKSANAAN Adopsi petani terhadap teknologi GP-PTT belum optimal, terutama penggunaan transplanter,combine Harverster, penerapan sistem tanam Jarwo. Lokasi GP-PTT umumnya memiliki pola tanam padi-padi-padi sehingga dalam jangka menengah dan panjang menjadi daerah endemik OPT (wereng coklat, tikus, blast, sundep dan beluk) Pencairan dana harus tepat waktu sesuai kalender tanaman, agar target produktivitas dapat dicapai Sosialisasi program dan teknologi budidaya GP-PTT tidak cukup hanya kepada petani penggarap, tetapi juga kepada pemilik sawah dan buruh tani (yang menangani jasa pengolahan lahan, tanam, menyiang dan panen), sehingga membantu mengimplementasikan program GP-PTT Peryaratan kawasan 50 hektar agar diperlonggar disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi Sistem tanam jarwo tidak perlu dipaksakan kepada semua petani, perlu diberikan beberapa alternatif teknologi jajar legowo dan paket teknologi lainnya, sehingga sistem ini mengalami adaptasi secara bertahap ditengah-tengah masyarakat Kedepan GP-PTT perlu diintegrasikan dengan bantuan ternak dan pembuatan pupuk organik, sehingga penggunaan pupuk organik berkelanjutan Kepada para peserta program dipersyaratkan untuk menerapkan GP-PTT secara lengkap Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT, pengembangan pola tanam yang tepat, introduksi varietas tahan OPT tertentu