BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sedini mungkin sejak anak masih didalam kandungan. Upaya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. anak-anak yang berkualitas agar dapat melanjutkan cita-cita bangsa dan

PENGARUH PEMBERIAN GLUKOSA ORAL 40% TERHADAP RESPON NYERI PADA BAYI YANG DILAKUKAN IMUNISASI PENTAVALEN DI PUSKESMAS BAKI SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH INTERVENSI GLUKOSA ORAL 30% TERHADAP RESPON NYERI BAYI DENGAN IMUNISASI DI PUSKESMAS BAKI SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kesehatan nasional (Budioro. B, 2010). Dalam lingkup pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. (SKN). Pembangunan kesehatan dalam Undang-Undang Kesehatan 36 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. masa bayi ini sangat rawan karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar

BAB I PENDAHULUAN. diulang lagi, maka masa balita disebut sebagai masa keemasan (golden period),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Balita merupakan anak dengan usia dibawah lima tahun (Depkes RI 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

PENGARUH BREASTFEEDING TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA BAYI YANG DILAKUKAN IMUNISASI DI PUSKESMAS KASIHAN 2 YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai ciri khas yang berbeda-berbeda. Pertumbuhan balita akan

BAB I PENDAHULUAN. tombak pelayanan kesehatan masyarakat di pedesaan/kecamatan. pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama (Kemenkes, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. masa bayi ini sangat rawan karena memerlukan penyesuian fisiologi agar diluar

BAB I PENDAHULUAN. bayi dan kematian ibu melahirkan. Menitik beratkan pada pembangunan bidang

BAB I PENDAHULUAN. Imunisasi merupakan hal yang wajib diberikan pada bayi usia 0-9

No. Dok UPT.PUSKESMAS RANGKASBITUNG. Revisi KERANGKA ACUAN IMUNISASI. Tanggal Halaman A. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Imunisasi adalah prosedur yang dilakukan untuk memberikan kekebalan. tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin

BAB I PENDAHULUAN. Bayi adalah anak usia 0-2 bulan (Nursalam, 2013). Masa bayi ditandai dengan

KERANGKA ACUAN PELAYANAN IMUNISASI PROGRAM IMUNISASI

BAB I PENDAHULUAN. proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB I PENDAHULUAN. sebuah Negara, juga merupakan salah satu indikator yang paling sensitif dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan ke 8 tahap mulai bayi (0-18 bulan), toddler (1,5 3 tahun), anakanak

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan seutuhnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sehingga berkontribusi besar pada mortalitas Balita (WHO, 2013).

PELAYANAN IMUNISASI PANDUAN BAB I DEFINISI BAB II

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan tentang imunisasi sangat penting untuk ibu, terutama ibu

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (SKN), salah satu indikator kerjanya ditinjau dari angka

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Suhu yang dimaksud adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN NYERI. No. Dokumen: Halaman: 1 dari 3. No. Revisi: 00 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Disahkan oleh DIREKTUR UTAMA

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunitas merupakan daya tahan tubuh. Sistem imun adalah jaringan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mempersiapkannya diperlukan anak-anak Indonesia yang sehat baik fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu indikator untuk menilai derajat kesehatan masyarakat adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian

suatu penyakit, jika suatu saat dia terkena penyakit yang sama maka tubuhnya sudah kebal terhadap penyakit tersebut (Matondang & Siregar,

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Ranuh dkk, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal sesuai usianya, baik sehat secara fisik, mental,

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu dari 17 program pokok pembangunan kesehatan adalah program

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang. akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan

EFEKTIFITAS METODE 5 S (SWADDLING, SIDE/ STOMACH POSITION, SUSHING, SWINGING, SUCKING) TERHADAP RESPON NYERI PADA BAYI SAAT IMUNISASI PENTAVALEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan Ibu dan Anak menjadi target dalam tujuan pembangunan

Gambaran Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi Usia 0-12 Bulan

BAB I PENDAHULUAN. intrauterin ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2013 : 1). neonatus sebagai individu yang harus menyesuaikan diri dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010). Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR BALITA DI KELURAHAN BRONTOKUSUMAN KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA

KERANGKA ACUAN KERJA STIMULASI, DETEKSI DAN INTERVENSI DINI TUMBUH KEMBANG ( SDIDTK)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini terbukti dengan masih ditemukannya kasus gizi kurang dan gizi

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (WHO, 2011). Angka kematian neonatal sejak lahir sampai usia

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN

Lalu, kekebalan seperti apa yang dimiliki bayi di bulan-bulan pertamanya?

1. Apakah anda mengetahui tentang imunisasi? a. Ya b. Tidak 2. Apakah anda mengetahui tentang tujuan imunisasi? a. Ya b. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP KEPATUHAN PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DI DESA MOROREJO KALIWUNGU KABUPATEN KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. mencegah tubuh dari penularan penyakit infeksi. Penyakit infeksi. adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme

BAB I PENDAHULUAN. sampai mengancam jiwa (Ranuh, dkk., 2001, p.37). dapat dijumpai pada 5% resipien, timbul pada hari 7-10 sesudah imunisasi dan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG IMUNISASI DI PUSKESMAS PEMBANTU BATUPLAT

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

BAB I PENDAHULUAN. agar terhindar dari penyakit sehingga tercapai kekebalan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 ini masih jauh lebih baik dibandingkan dengan 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang

BAB I PENDAHULUAN. ditimbulkannya akan berkurang (Cahyono, 2010). Vaksin yang pertama kali dibuat adalah vaksin cacar (smallpox).

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Peningkatan Ketrampilan Guru Paud Dalam Melakukan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dalam kelompok penyakit infeksi dan merupakan ancaman besar bagi

PELATIHAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit yang dapat. menyerang anak dibawah usia lima tahun (Widodo, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. anak (Morbidity Rate) di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Nasiolnal

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. xvi

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB I PENDAHULUAN. tidak sedikit yang berujung pada kematian bayi (Achmadi, 2016). harus menyelesaikan jadwal imunisasi (Kemenkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Program kesehatan di Indonesia periode adalah Program

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Imunisasi sebagai salah satu pencegahan upaya preventif yang

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup 1,4 juta anak balita yang meninggal. Program Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. satu diantaranya adalah pencegahan penyakit. Sebagai upaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. imunisasi antara lain untuk menurunkan kesakitan dan kematian akibat penyakitpenyakit

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya pembangunan masyarakat seutuhnya antara lain melalui upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin sejak anak masih didalam kandungan. Upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih didalam kandungan sampai usia lima tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup sekaligus untuk meningkatkan kualitas hidup anak agar tercapai tumbuh kembang optimal baik fisik, mental, emosional maupun sosial serta memiliki intelegensi majemuk sesuai dengan potensi genetik. Lima tahun pertama kehidupan merupakan masa yang sangat peka terhadap lingkungan dan masa ini berlangsung sangat pendek serta tidak dapat diulang lagi, masa balita tersebut sebagai masa keemasan (golden periode), jendela kesempatan (window of opportunity) dan masa kritis (critical periode) (Depkes RI, 2009). Salah satu periode kehidupan anak yang perlu diperhatikan dari lima tahun kehidupan pertama anak adalah pada satu tahun pertama kehidupannya. Pada masa itu anak-anak masih sangat rentan terjangkit penyakit terutama penyakit infeksi karena daya tahan tubuhnya yang belum terbentuk dan berfungsi secara optimal. Anak yang sering sakit dapat mempengaruhi tumbuh kembangnya. Untuk itu perlu dilakukan suatu upaya untuk pencegahan penyakit tersebut. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan 1

2 mempertahankan status kesehatan seluruh rakyat diperlukan tindakan imunisasi sebagai tindakan preventif. Upaya yang dilakukan pemerintah salah satunya dengan pencanangan wajib imunisasi dasar pada satu tahun kehidupan pertama anak (Permenkes RI, 2013). Anak mempunyai hak untuk mendapatkan kesehatan yang terbaik agar pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi optimal. Orang tua yang bijaksana akan selalu memberi prioritas utama untuk melindungi dan memberikan kesehatan yang terbaik pada anaknya. Hal ini dapat diwujudkan dengan memberikan imunisasi sejak bayi lahir, yang akan memberikan perlindungan terhadap berbagai penyakit yang berbahaya (Astuti, 2011). Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Dari segi bahasa, imunisasi berasal dari kata imun, yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistansi pada penyakit itu saja. Sehingga, agar terhindar dari penyakit lain, diperlukan imunisasi yang lain. Maka dari itu, pada bayi baru lahir, ada beberapa jenis imunisasi dasar yang wajib diberikan (Putra, 2012). Program imunisasi untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) pada anak yang dicakup adalah satu kali imunisasi BCG, tiga kali imunisasi DPT-HB, empat kali imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak. Sebagian besar dari imunisasi tersebut dilakukan dengan metode menyuntikkan vaksin ke dalam tubuh anak baik dengan cara intrakutan, subkutan maupun intra muskuler. Hal ini berarti bahwa dalam satu

3 tahun kehidupan pertamanya anak mendapatkan kurang lebih 9 kali suntikan (Astuti, 2011). Imunisasi adalah salah satu tindakan invasif minor yang tidak terlepas dari pelayanan medis di tempat praktek atau dipuskesmas yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Tindakan imunisasi tersebut dapat menyebabkan rasa nyeri pada bayi. Rasa nyeri yang timbul, akan menimbulkan ketidaknyamanan pada bayi. Perilaku distress yang ditunjukan bayi merupakan cara bayi mengkomunikasikan rasa nyeri yang dirasakannya. Telah terbukti bahwa anak-anak yang mendapat pengalaman menyakitkan yang berulang sewaktu bayi menunjukan sensitifitas terhadap nyeri pada masa anak-anak, misalnya terhadap imunisasi, dan anak tersebut dapat lebih takut terhadap nyeri dibandingkan teman-temannya (Lissauer, 2006). Rasa ketidaknyamanan bayi yang ditimbulkan akibat dari rasa nyeri tersebut dapat diamati melalui perilaku menangis dan meronta. Kondisi tersebut, dapat menimbulkan stress bagi orang tua dan dapat mengganggu konsentrasi tenaga kesehatan saat memberikan intervensi pada bayi (Hockenberry and Wilson, 2009). Penanganan nyeri pada bayi saat dilakukan imunisasi masih belum menjadi perhatian utama bagi tenaga kesehatan. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, diantaranya: ketidakmampuan bayi untuk menyampaikan rasa nyeri, keengganan memakai analgesik karena takut terhadap efek sampingnya, kesalahan menafsirkan ekspresi nyeri pada bayi sebagai ekspresi rasa takut dan perhatian untuk mengutamakan penanganan penyakit dasarnya (Hockenberry and Wilson, 2009).

4 Nyeri dapat diatasi dengan metode farmalogi dan non farmalogi. Intervensi non farmalogi adalah penanganan nyeri yang mempunyai efek samping minimal. Pemberian larutan glukosa merupakan suatu jenis intervensi non farmalogi yang terbukti mampu meminimalkan nyeri saat dilakukan prosedur pada bayi (Devaera dkk., 2007). Selain sediaan glukosa yang murah dan mudah didapatkan, efek analgesia glukosa yaitu akibat dari terjadinya pelepasan beta endorphin yang merupakan hormon opiat endogen yang di produksi sendiri oleh tubuh dan mirip sifatnya dengan morfin serta terjadinya mekanisme preabsorpsi dari rasa manis (Triani & Lubis, 2006). Mekanisme pelepasan beta endorphin terjadi karena saat glukosa oral diberikan dengan cara meneteskan larutan glukosa dimulut bayi, lidah yang mempunyai bintilbintil syaraf pengecap yang berfungsi untuk masing-masing rasa. Rasa tersebut akan ditafsirkan oleh otak, setelah itu akan terjadi preabsorbsi rasa manis yang dapat merangsang reseptor syaraf asenden, dimana rangsangan tersebut akan dikirim ke hipotalamus dengan perjalanan melalui spinal cord, diteruskan ke bagian ponds, dilanjutkan ke bagian kelabu pada otak tengah (periaqueduktus), rasangan yang diterima periaqueduktus ini disampaikan kepada hipotalamus, dari hipotalamus inilah melalui alur syaraf desenden hormon endorphin dikeluarkan dan nyeri akan berkurang (Potter and Perry, 2005). Konsentrasi glukosa yang disarankan untuk memberikan efek analgesik yaitu antara 12%-50% dan pemberian glukosa efektif diberikan 1-2 menit sebelum tindakan imunisasi. Pemberian glukosa konsentrasi 40%, dianggap praktis dan mudah untuk digunakan dalam penatalaksanaan nyeri (Wati dkk, 2007).

5 Penilaian rasa nyeri yang tepat perlu dilakukan oleh tenaga kesehatan agar mampu menginterpretasikan rasa nyeri yang dialami oleh bayi. Penilaian skala nyeri pada bayi dapat dilakukan dengan menggunakan skala FLACC (Face, Legs, Activity, Cry, Consolability). Indikator dalam skala ini meliputi penilaian: 1) ekspresi muka, 2) gerakan kaki, 3) aktivitas, 4) menangis, 5) kemampuan dihibur (Merkel, et al, 1997, dalam Glasper and Richardson, 2006). Menurut pengalaman petugas kesehatan yang melakukan tindakan imunisasi di puskesmas, imunisasi Pentavalen memiliki respon nyeri yang paling tinggi yang ditunjukan bayi dengan intensitas menangis yang lebih lama dibandingkan dengan imunisasi lain. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Baki Sukoharjo, diperoleh data bahwa pencapaian imunisasi di wilayah kerja puskesmas tersebut pada tahun 2014, bulan Januari-Februari, pencapaian imunisasi Pentavalen I, II, dan III untuk bayi < 1 tahun, berkisar 41 bayi (48%) dari 86 bayi. Dari observasi yang telah dilakukan pada 13 bayi yang diberikan imunisasi Pentavalen dengan menggunakan skala nyeri FLACC, diperoleh hasil rata-rata skor yaitu 7 yang berarti nyeri berat. Terkait dengan nyeri pada bayi yang diimunisasi, belum ada tindakan penatalaksanaan yang menjadi kebijakan khusus dari puskesmas. Setelah dilakukan imunisasi, tindakan yang biasa dilakukan adalah bayi dipangku yang dilakukan oleh pengantar (orang tua, pengasuh, nenek). Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik untuk mencari solusi penatalaksanaan nyeri pada bayi yang diimunisasi. Oleh karena itu, peneliti terinspirasi untuk melakukan riset

6 pengaruh pemberian larutan glukosa oral untuk mengurangi rasa nyeri pada bayi saat dilakukan imunisasi. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah Apakah ada pengaruh pemberian glukosa oral 40% terhadap respon nyeri pada bayi yang dilakukan imunisasi Pentavalen? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian glukosa oral terhadap respon nyeri pada bayi yang dilakukan imunisasi Pentavalen di Puskesmas Baki Sukoharjo. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui perbedaan respon nyeri pada bayi saat diimunisasi pentavalen setelah dilakukan intervensi antara kelompok pemberian glukosa oral 40% dan kelompok kontrol pada saat injeksi. b. Untuk mengetahui perbedaan respon nyeri pada bayi saat diimunisasi pentavalen setelah dilakukan intervensi antara kelompok pemberian glukosa oral 40% dan kelompok kontrol pada menit ke 3 setelah injeksi. c. Untuk mengetahui perbedaan respon nyeri pada bayi saat diimunisasi pentavalen setelah dilakukan intervensi antara kelompok pemberian glukosa oral 40% dan kelompok kontrol pada menit ke 5 setelah injeksi.

7 d. Untuk mengetahui pengaruh pemberian glukosa oral 40% terhadap respon nyeri pada bayi yang dilakukan imunisasi pentavalen di puskesmas Baki Sukoharjo. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam melakukan asuhan keperawatan pada bayi yang akan dilakukan imunisasi untuk menurunkan respon nyeri sehingga dapat meningkatkan rasa nyaman dan meminimalkan trauma pada bayi. 2. Ilmu Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan anak khususnya dalam penatalaksanaan manajemen nyeri pada anak. 3. Penelitian Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya dan memberikan informasi awal bagi pengembangan penelitian serupa dimasa yang akan datang. E. Keaslian Penelitian 1. Devaera, dkk (2007), Larutan Glukosa Oral Sebagai Analgesik pada Pengambilan Darah Tumit Bayi Baru Lahir dengan metode uji klinis acak tersamar ganda pada bayi baru lahir yang perlu pengambilan sampel darah melalui tumit menggunakan skala PIPP saat pengambilan darah tumit bayi baru lahir. Hasil penelitian ini adalah pemberian 0,5 ml larutan glukosa

8 30% per oral 2 menit sebelum pengambilan darah melalui tumit bayi baru lahir dapat mengurangi nyeri. 2. Astuti (2011), Studi Komparasi Pemberian ASI dan Larutan Gula Terhadap Respon Nyeri Saat Imunisasi pada Bayi dengan desain eksperimen dengan post test kelompok kontrol non ekuivalen. Sampel terbagi kedalam tiga kelompok, yaitu kelompok pertama diberikan intervensi ASI, kelompok kedua diberikan larutan gula 24% dan ketiga sebagai kontrol. Intervensi diberikan dua menit sebelum sampai lima menit setelah tindakan imunisasi. Pengukuran respon nyeri dilakukan dengan menggunakan skala perilaku FLACC. Hasil penelitian bahwa terdapat perbedaan respon nyeri yang bermakna antara ketiga kelompok tersebut, respon nyeri pada kelompok ASI dan gukosa oral 24% 2 ml yang diberikan 2 menit sebelum imunisasi secara signifikan lebih rendah dibanding dengan kelompok kontrol.