BAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. mana kaitan (koefisien korelasi) antara suatu variabel dengan variabel lainnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada dimasyarakat dan biasanya dituntut untuk dilakukan (Staub, dalam Baron

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di

c. Pengalaman dan suasana hati.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui tingkat internal locus of control siswa dilakukan dengan

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dijadikan sebagai sampel penelitian. sampel penelitian ini, dalam salah satu aspek prososial yaitu sharing,

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai kesetiakawanan,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN ALTRUISME PADA PENDONOR DARAH (PMI) : Siti Sara NPM : : Dr. Mahargyantari Purwani Dewi, M.

BAB I PENDAHULUAN. warga Bosnia oleh Kroasia. Seorang reporter TV Inggris, Michael Nicholson,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistik (Sugiyono,

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA. religiusitas homoseksual Muslim dan Kristen meliputi :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN. alasan ekonomi dan atau reproduksi (Gladding, 2012: 434).

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini

HUBUNGAN PERSEPSI POLA ASUH OTORITATIF DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA

Landasan Agama Bimbingan dan Konseling

PENGARUH RELIGIUSITAS DAN INTERAKSI SOSIAL TERHADAP PERILAKU SEKS BEBAS SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 WONOASRI KABUPATEN MADIUN

Skripsi. disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. oleh. Maftuhatun Ni mah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. forum diskusi ilmiah, mempraktikkan ilmu pengetahuan di lapangan, dan. juga dibutuhkan pula oleh orang lain (Zuhri, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menjawab pertanyaan penelitian pada Bab I, berikut ini dijelaskan beberapa teori

BAB I PENDAHULUAN. yakni tingginya angka korupsi, semakin bertambahnya jumlah pemakai narkoba,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kecemasan Menghadapi Kematian. ciri yang mengarah pada diri sendiri. Menurut Freud (Alwisol, 2005;

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh Kartini Kartono (1981) mengarikan perilaku (behavior) adalah respon

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Mandailing, dan Batak Angkola. Kategori tersebut dibagi berdasarkan nama

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Rahman (2013), perilaku prososial adalah segala tindakan yang

PENDAHULUAN. sehari-hari. Bentuknya sangat bervariasi seperti membukakan pintu untuk orang lain

TINGKAH LAKU PROSOSIAL

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB III METODE PENELITIAN. Asumsi dari penelitian kuantitatif ialah fakta-fakta dari objek penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada umumnya memiliki keberagamaan, dan hal tersebut berupa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjelang pergantian tahun 2004, Indonesia dirundung bencana. Setelah

BAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HAKEKAT RELEGIUSITAS Oleh Drs.H.Ahmad Thontowi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekaligus menggiring manusia memasuki era globalisasi ini, agaknya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sedang mengalami krisis multidimensi yang berkepanjangan.

BAB I PENGANTAR I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA KARANG TARUNA DESA PAKANG NASKAH PUBLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. a. Variabel terikat (Y), yaitu Perilaku Prososial. b. Variabel bebas (X), yaitu Gender

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi. kebutuhan untuk mengerjakan atau melakukan kegiatannya lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KERANGKA DASAR PEMIKIRAN TEORETIK

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

PERILAKU PROSOSIAL ANAK YANG DIASUH OLEH NENEKNYA. NAMA : ERIKA ERMAWATY NPM : KELAS : 3PA07 DOSEN : ERIK SAUT H. HUTAHAEAN, S.Psi, M.

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN DAN DAMPAK KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA BAGI REMAJA DI KECAMATAN ULUJAMI KABUPATEN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia jumlah pengguna narkotika dan obat terlarang dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar

SKRIPSI. diajukan dalam rangka menyelesaikan studi Strata 1 untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Universitas Negeri Semarang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian. Penyusunan desain penelitian merupakan tahap perencanaan penelitian

BAB III METOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan jenis kuantitatif,

RELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISTIK PADA SISWA SMK BINA PATRIA 2 SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Berpikir Positif. kesimpulan secara induktif, serta membuat kesimpulan secara deduktif. Dengan

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB 1 PENDAHULUAN. organisme hidup saling berinteraksi. Dalam memberikan asuhan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANI DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akan memberikan rasa dekat dengan Tuhan, rasa bahwa doa-doa yang dipanjatkan

BAB I PENDAHULUAN. penuh keramahan. Namun akhir-akhir ini banyak ahli yang harus berpikir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan, bukan hanya terjadi ketika seseorang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tahap anak-anak merupakan salah satu tahapan kehidupan yang pasti

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. (supernatural) (Jalaluddin, 2002). Manusia di mana pun berada dan bagaimana pun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan kata lain, perilaku kita pada umumnya di motivasi oleh suatu

BAB IV ANALISIS A. Analisis Pelaksanaan Metode SEFT Total Solution dalam Menangani Trauma Remaja Korban Perkosaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA HIDUP CLUBBING DENGAN RELIGIUSITAS PADA REMAJA DI SMA NEGERI 5 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

BAB II KAJIAN TEORI. tahun 1990-an. Sebelumnya Gardner (Goleman, 2009:51-53)

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. penerima sedemikian rupa, sehingga orang yang menolong akan merasa bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Prososial 2.1.1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial didefinisikan sebagai tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk membantu atau memberi keuntungan pada individu atau sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Eisenberg dan Mussen (1989) menjelaskan bahwa perilaku prososial mengarah pada perilaku sukarela yang dimaksud untuk membantu kelompok atau orang lain. Sejalan dengan itu Einsenberg & Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan sharing (membagi), cooperative (kerjasama), donating (menyumbang), helping (menolong), honesty (kejujuran), generosity (kedermawanan), serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku prososial adalah tindakan menolong dengan sukarela untuk membantu dan memberikan kesejahteraan serta keuntungan bagi orang lain. 2.1.2. Aspek- Aspek untuk Mengukur Perilaku Prososial Bentuk perilaku prososial yang merujuk pada perilaku sosial yang masih bersifat adalah sebagaimana diungkapkan oleh Eisenberg dan Mussen dan 7

dikutip oleh Dayakisni dan Hudaniah (2006) yang menyatakan bahwa perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan: 1. Berbagi (sharing), yaitu kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain dalam suasana suka maupun duka. 2. Kerjasama (cooperative), yaitu kesediaan untuk kerjasama dengan orang lain demi tercapainya suatu tujuan kooperatif dan biasanya saling menguntungkan, saling memberi, saling menolong, dan menenangkan. 3. Menyumbang (donating), yaitu kesediaan untuk memberikan secara sukarela sebagian barang miliknya kepada orang yang membutuhkan. 4. Menolong (helping), yaitu kesediaan menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan, meliputi membantu orang lain atau menawarkan sesuatu yang menunjang berlangsungnya kegiatan orang lain. 5. Kejujuran (honesty), yaitu kesediaan untuk berkata jujur dan tidak berbuat curang terhadap orang lain. 6. Kedermawanan (generosity), yaitu kesediaan memberi secara sukarela untuk orang yang membutuhkan. Dapat disimpulkan bahwa perilaku prososial merupakan tindakan sharing (membagi), cooperative (kerjasama), donating (menyumbang), helping (menolong), honesty (kejujuran), generosity (kedermawanan) dengan 8

mempertimbangan dan menghargai hak orang lain sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan orang yang mendapatkan pertolongan. 2.1.3 Faktor-faktor yang Mendasari Perilaku Prososial Menurut Staub (dalam Dayakisni&Hudaniah, 2006) terdapat beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial, yaitu: 1. Self-gain Harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan. 2. Personal values and norms Adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik. 3. Empathy Kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Kemampuan untuk empati ini erat kaitannya dengan pengambilalihan peran. Jadi prasyarat untuk mampu melakukan empati, individu harus memiliki kemampuan untuk melakukan pengambilan peran. Berdasarkan uraian di atas, maka faktor-faktor yang mendasari seseorang untuk melakukan tindakan prososial adalah jika individu memiliki 9

harapan untuk memperoleh atau menghindari kehilangan sesuatu (self-gain), ada nilai-nilai dan norma sosial yang berkaitan dengan tindakan prososial (personal values and norms), serta memiliki kemampuan untuk merasakan perasaan atau pengalaman orang lain (empathy). 2.2. Religiusitas 2.2.1 Pengertian Religiusitas Religiusitas menurut Glock dan Stark (dalam Amrullah, 2008) adalah komitmen religius (yang berhubungan dengan agama atau keyakinan agama), yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan dengan agama atau keyakinan iman yang dianut. Religiusitas berarti juga individu memiliki pengalaman-pengalaman bersama Tuhan dan memiliki pengetahuan mengenai dasar keyakinan, tradisi-tradisi, dan kitab suci. Jadi religiusitas adalah sejauh mana manusia menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya dengan melakukan perintah-perintah agama dan memiliki pengetahuan tentang keyakinan yang dianutnya, yang membuat manusia mengalami pengalaman-pengalaman yang datang dari Tuhan. 2.2.2 Dimensi Religiusitas Glock dan Stark (1965) berpendapat bahwa dimensi religiusitas terdiri dari: a. Ideological involvement (keterlibatan ideologi), berkaitan dengan tingkatan sejauh mana individu menerima hal-hal yang bersifat dogmatik di dalam agama masing masing; 10

b. Ritual involvement (keterlibatan ritual), mencakup kewajiban ritual individu dalam agamanya, mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang harus dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya, misalnya: upacara-upacara, sembahyang, puasa, haji dan lain-lain; c. Experiental involvement (keterlibatan pengalaman), berkaitan dengan perasaan-perasaan, persepsi, dan sensasi yang dialami dan dirasakan. Tingkah laku ini menunjukkan apakah seseorang mempunyai sesuatu yang spektakuler yang merupakan keajaiban yang datangnya dari Tuhan, maka hal ini akan nampak dalam tingkah lakunya, misalnya: merasa dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasa doanya dikabulkan, diselamatkan oleh Tuhan dan sebagainya. d. Intellectual involvement (keterlibatan intelektual), mengacu pada harapan bahwa orang-orang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar keyakinan, kitab suci dan tradisi tradisi serta sejauh mana seseorang tersebut tergerak hatinya melakukan aktivitas untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang agamanya; e. Consequental involvement (keterlibatan konsekuensi), mengacu pada identifikasi akibat akibat keyakinan keagamaan, praktek pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Tingkah laku seseorang konsekuen dengan ajaran agamanya dengan menjauhi apa yang dilarang oleh agamanya. Peneliti menggunakan dimensi religiusitas untuk penelitian ini, yaitu ideological involvement (keterlibatan ideologi), ritual involvement 11

(keterlibatan ritual), experiental involvement (keterlibatan pengalaman), intellectual involvement (keterlibatan intelektual), dan consequental involvement (keterlibatan konsekuensi). 2.2 Kaitan Religiusitas dengan Bimbingan Konseling Konseling berakar pada pengalaman religius dan pada ilmu-ilmu tentang tingkah laku. Menurut Prayitno dan Amti (1999) terdapat 5 landasan dalam bimbingan dan konseling. Landasan tersebut meliputi landasan filosofis, religius, psikologis, sosial budaya, dan pedagogis. Peneliti tertarik untuk mengaitkan perilaku prososial dengan religiusitas. Pemberian layanan bimbingan dan konseling harus berpegang pada nilai-nilai agama, sebab nilai-nilai agama bersifat mendasar, universal, mutlak. Berbeda dengan nilai kemasyarakatan yang bersifat relatif, berubah dan berkembang sejalan dengan perubahan dan perkembangan masyarakat, agama memberikan dasar-dasar dan pegangan bagi pengendalian hawa nafsu, yang merupakan sumber dari segala permasalahan yang dihadapi manusia, termasuk anak-anak dan pemuda. Agama juga memberikan dasar-dasar dan pegangan dalam membina hubungan antar manusia, bagaimana manusia saling membantu dan meringankan beban, dan saling mengingatkan dalam kebaikan (Syaodih, 2007). Dalam upaya membantu para konselor agar mampu memberikan layanan konseling secara efektif kepada klien yang beragam latar belakangnya, Michael D. Andrea dan Judy Daniels telah melakukan terobosan baru, yaitu dengan memunculkan model konseling respectful. (Yusuf & Nurihsan, 2008) 12

Kerangka kerja konseling ini menekankan tentang perlunya konselor menyadari, bahwa perkembangan psikologis, baik dirinya maupun klien dipengaruhi oleh faktor-faktor multidimensi, yaitu: identitas religious (R), Etnik (E), identitas seksual (S), kematangan psikologis (P), kelas sosial ekonomi (E), tentang kronologis (C), ancaman (T), sejarah keluarga (F), keunikan karakteristik fisik (U), dan lokasi tempat tinggal (L). Faktor-faktor tersebut, terangkum dalam nama model konseling RESPECTFUL. Peneliti membahas faktor yang pertama yaitu identitas religius yang berkaitan tentang penelitian ini. Aspek identitas religius ini menggambarkan, bahwa faktor keyakinan beragama berperan atau berpengaruh sangat penting bagi perkembangan psikologis atau kepribadian individu. Orang yang mempunyai keyakinan beragama dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta memaknai nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran yang dianutnya, akan memperoleh kenyamanan, atau kebahagiaan dalam kehidupannya, baik dalam lingkup kediriannya, maupun hubungannya dengan orang lain. Nilai-nilai keyakinan beragama yang sudah terinternalisasi dalam diri individu merupakan landasan bagi perkembangan sifat-sifat pribadi dan perilaku yang sehat, seperti: sikap jujur, bertanggung jawab, sikap optimis, berpikir positif, tabah dalam menghadapi musibah, dan sikap altruis yaitu perilaku tanpa pamrih yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan yang ditolong dan menolong. Sikap Altruis merupakan aspek dari tingkah laku prososial (Brigham, 1991). Hasil penelitian Pengaruh Bimbingan dan Konseling Islam Terhadap Religiusitas Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Islam Surabaya oleh Anisa (2011) menyatakan dari hasil koefisien yang bertanda positif menunjukkan 13

adanya hubungan yang searah atau korelasinya bersifat positif yang artinya semakin tinggi bimbingan konseling Islam yang didapat maka semakin tinggi pula religiusitas pasien pada pasien rawat inap Rumah Sakit Islam Surabaya. Hasil penelitian Pengaruh Konseling Individu terhadap Peningkatan Religiusitas Remaja (Studi Kasus Pelaksanaan Konseling Individu di Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang) oleh Syarifah (2008) menyatakan bahwa konseling individu berpengaruh positif terhadap peningkatan religiusitas remaja di Panti Pamardhi Putra Mandiri Semarang. 2.4 Hipotesis Ada hubungan yang positif signifikan antara religuisitas dengan perilaku prososial pada mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Kristen Satya Wacana. 14