BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Antihipertensi adalah obat obatan yang digunakan untuk mengobati

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia contohnya adalah obesitas, diabetes, kolesterol, hipertensi, kanker usus,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Proporsi kematian

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penyakit kardiovaskuler. The Third National Health and Nutrition

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kualitas hidup seseorang (Navazesh dan Kumar, 2008; Amerongen, 1991).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diekskresikan ke dalam rongga mulut. Saliva dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

HAL-HAL YANG BERPENGARUH PADA KOMPOSISI SEKRESI SALIVA. Departemen Biologi Oral FKG USU

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai proteksi, pengaturan reseptor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OBAT ANTI HIPERTENSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, maka populasi penduduk lansia juga akan meningkat. 2 Menurut Badan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Tekanan Darah (Benowitz,2012)

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keadaan cukup istirahat maupun dalam keadaan tenang. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ketiga terbanyak di negara-negara maju, setelah penyakit jantung dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bersifat subjektif dan disebabkan oleh banyak faktor. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. VII, 2003). Diagnosis hipertensi seharusnya didasarkan pada minimal tiga kali pengukuran

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN UKDW. disebut the silence disease. Penyakit ini juga dikenal sebagai heterogenous

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada pemeriksaan berulang (PERKI, 2015). Hipertensi. menjadi berkurang (Karyadi, 2002).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hipertensi adalah salah satu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OBAT KARDIOVASKULER. Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung. Kadar lemak di plasma, ex : Kolesterol

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian kerena payah jantung, infark miocardium, stroke, atau gagal. ginjal (Pierece, 2005 dalam Cahyani 2012).

YUANITA ARDI SKRIPSI SARJANA FARMASI. Oleh

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. mmhg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam

1.1 Pendahuluan 1.2 Farmakokinetik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. batas-batas tekanan darah normal yaitu 120/80 mmhg. Penyebab hipertensi

GAMBARAN KETEPATAN DOSIS PADA RESEP PASIEN GERIATRI PENDERITA HIPERTENSI DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi.

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi

RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PENDERITA STROKE DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEM

GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT DAN KEPATUHAN MENGKONSUMSI OBAT PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD KRATON KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. tingkat stress yang dialami. Tekanan darah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hipertensi umumnya tidak mengalami suatu tanda atau gejala sebelum terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang albuminuria, yakni: mikroalbuminuria (>30 dan <300 mg/hari) sampai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS. darah arteri meningkat melebihi batas normal.menurut World. (2001) seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan

BAB III METODE PENELITIAN. cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Purwanto,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Penyakit Ginjal Kronis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Hipertensi

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antihipertensi 2.1.1 Definisi Antihipertensi adalah obat obatan yang digunakan untuk mengobati hipertensi. 14 Antihipertensi juga diberikan pada individu yang memiliki resiko tinggi untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dan mereka yang beresiko terkena stroke maupun miokard infark. Pemberian obat bukan berarti menjauhkan individu dari modifikasi gaya hidup yang sehat seperti mengurangi berat badan, mengurangi konsumsi garam dan alkohol, berhenti merokok, mengurangi stress dan berolahraga. 15,16 Pemberian obat perlu dilakukan segera pada pasien dengan tekanan darah sistolik 140/90 mmhg. Pasien dengan kondisi stroke atau miokard infark ataupun ditemukan bukti adanya kerusakan organ tubuh yang parah (seperti mikroalbuminuria, hipertrofi ventrikel kiri) juga membutuhkan penanganan segera dengan antihipertensi. 15 2.1.2 Tujuan Pada dasarnya pengobatan dengan antihipertensi itu penting agar pasien dapat mencapai tekanan darah yang dianjurkan. Level tekanan darah yang diharapkan pada pasien hipertensi yang tidak disertai komplikasi adalah 140/90 mmhg atau lebih rendah bila memungkinkan, sedangkan pada pasien mengalami insiden kerusakan organ akhir atau kondisi seperti diabetes, level tekanan darah yang diharapkan 6

7 adalah 130/90 mmhg, dan pada pasien proteinuria (>1 g / hari) diharapkan tekanan darah di bawah 150/75 mmhg. 15 Adapun tujuan pemberian antihipertensi yakni 17,18 : 1. Mengurangi insiden gagal jantung dan mencegah manifestasi yang muncul akibat gagal jantung. 2. Mencegah hipertensi yang akan tumbuh menjadi komplikasi yang lebih parah dan mencegah komplikasi yang lebih parah lagi bila sudah ada. 3. Mengurangi insiden serangan serebrovaskular dan akutnya pada pasien yang sudah terkena serangan serebrovaskular. 4. Mengurangi mortalitas fetal dan perinatal yang diasosiasikan dengan hipertensi maternal. 2.1.3 Klasifikasi Dikenal lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang digunakan untuk pengobatan awal hipertensi yaitu : diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik (β-blocker), penghambat angiotensin converting enzyme (ACE-inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker, ARB), dan antagonis kalsium. 19 2.1.3.1 Diuretik Mekanisme kerja : Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menghancurkan garam yang tersimpan di alam tubuh. Pengaruhnya ada dua tahap yaitu : (1) Pengurangan dari volume darah total dan curah jantung; yang menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer; (2) Ketika curah

8 jantung kembali ke ambang normal, resistensi pembuluh darah perifer juga berkurang. 20 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Bumetanide, Furosemide, Hydrochlorothiazide, Triamterene, Amiloride, Chlorothiazide, Chlorthaldion. 18-20 2.1.3.2 Penyekat Reseptor Beta Adrenergik (β-blocker) Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain : (1) penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung; (2) hambatan sekresi renin di sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan Angiotensin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroresptor, perubahan neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosentesis prostasiklin. 19 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Propanolol, Metoprolol, Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol, Pindolol, Acebutolol, Penbutolol, Labetalol. 18-20 2.1.3.3 Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor) Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama banyak digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung. 19 Mekanisme kerja : secara langsung menghambat pembentukan Angiotensin II dan pada saat yang bersamaan meningkatkan jumlah bradikinin. Hasilnya berupa vasokonstriksi yang berkurang, berkurangnya natrium dan retensi air, dan meningkatkan vasodilatasi (melalui bradikinin). 20 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Kaptopril, Enalapril, Benazepril, Fosinopril, Moexipril, Quianapril, Lisinopril. 5,18-20

9 2.1.3.4 Penghambat Reseptor Angiotensin Mekanisme kerja : inhibitor kompetitif dari resptor Angiotensin II (tipe 1). Pengaruhnya lebih spesifik pada Angiotensin II dan mengurangi atau sama sekali tidak ada produksi ataupun metabolisme bradikinin. 20 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Losartan, Valsartan, Candesartan, Irbesartan, Telmisartan, Eprosartan, Zolosartan. 18-20 2.1.3.5 Antagonis Kalsium Mekanisme kerja : antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti efek takikardia dan vasokonstriksi, terutama bila menggunakan golongan obat dihidropirin (Nifedipine). Sedangkan Diltiazem dan Veparamil tidak menimbulkan takikardia karena efek kronotropik negatif langsung pada jantung. 19 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Amlodipine, Diltiazem, Verapamil, Nifedipine. 18,19 2.1.4 Efek Samping Antihipertensi dari golongan diuretik, ACE-inhibitor dan beberapa β-blocker dapat menyebabkan reaksi likenoid. ACE-inhibitor juga diasosiasikan dengan kehilangan sensasi pada lidah dan rasa terbakar pada mulut. ACE inhibitor dan penghambat reseptor angiotensin II pernah diimpliksikan bahwa keduanya menyebabkan angioedema pada rongga mulut pada sekelompok 1% dari pasien yang mengonsumsinya. Meskipun oedema pada lidah, uvula, dan palatum lunak yang

10 paling sering terjadi, tetapi oedema larynx adalah yang paling serius karena berpotensi menghambat jalan nafas. 2 Efek samping obat obatan antihipertensi pada rongga mulut adalah xerostomia, reaksi likenoid, pertumbuhan gingiva yang berlebih, pendarahan yang parah, penyembuhan luka yang tertunda. 1,2,9,21,22 Sedangkan efek samping yang sistemik yang paling sering dilaporkan adalah konstipasi, batuk, pusing, mengantuk, letih, frekuensi berkemih yang meningkat, berkuranya konsentrasi, disfungsi seksual dan rasa tidak enak pada perut. 4 2.2 Xerostomia 2.2.1 Definisi Xerostomia yang sering dikenal sebagai mulut kering adalah gejala umum yang paling sering disebabkan akibat penurunan jumlah saliva atau terjadinya perubahan pada kualitas saliva. 7 Xerostomia bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari berbagai kondisi seperti perawatan yang diterima, efek samping dari radiasi di kepala dan leher, atau efek samping dari berbagai jenis obat. Dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan penurunan fungsi kelenjar saliva. 21 2.2.2 Etiologi Faktor penyebab timbulnya xerostomia: 1. Gangguan pada kelenjar saliva: Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang

11 mempengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Sialodenitis kronis lebih umum mempengaruhi kelenjar submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi dari sel asini dan penyumbatan duktus. Kistakista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian mempengaruhi sekresi saliva. Sindrom Sjőgren merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar airmata dan kelenjar saliva. Sel-sel asini kelenjar saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresinya berkurang. 7,8,23,24 2. Keadaan fisiologis: Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh keadaan - keadaan fisiologis. 23 Pada saat berolahraga dan berbicara yang lama dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva sehingga mulut terasa kering. Bernafas melalui mulut juga akan memberikan pengaruh mulut kering. 7,24 Gangguan emosionil, seperti stress, putus asa dan rasa takut dapat menyebabkan mulut kering. 22,24 Hal ini disebabkan keadaan emosionil tersebut merangsang terjadinya pengaruh simpatik dari sistem syaraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik yang menyebabkan turunnya sekresi saliva. 24 3. Penggunaan obat-obatan: Banyak sekali obat yang mempengaruhi sekresi saliva. 7,8,22,23 Prinsip dasar dari obat obatan yang menyebabkan xerostomia adalah antikolinergik dan aksi simpatomimetik, adapun obat obatan yang paling sering menyebabkan xerostomia adalah antidepresan, antipsikotopik, benzodiazepine, atropinik, β-blocker, dan antihistamin. 2,3,8,22,23 Obat-obat tersebut mempengaruhi

12 aliran saliva dengan meniru aksi sistem syaraf autonom atau dengan secara langsung beraksi pada proses seluler yang diperlukan untuk salivasi. Obat-obatan juga dapat secara tidak langsung mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar. 24 4. Usia: Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut. 8,24 Keadaan ini disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya sedikit. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging. Terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung, lining sel duktus intermediate mengalami atropi. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva. Selain itu, penyakit- penyakit sistemis yang diderita pada usia lanjut dan obat-obatan yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemis dapat memberikan pengaruh mulut kering pada usia lanjut. 8,22,24 5. Keadaan-keadaan lain: Agenesis dari kelenjar saliva sangat jarang terjadi, tetapi kadang-kadang ada pasien yang mengalami keluhan mulut kering sejak lahir. Hasil sialograf menunjukkan adanya cacat yang besar dari kelenjar saliva. Kelainan syaraf yang diikuti gejala degenerasi, seperti sklerosis multiple akan mengakibatkan hilangnya innervasi kelenjar saliva, kerusakan pada parenkim kelenjar dan duktus, atau kerusakan pada suplai darah kelenjar saliva juga dapat mengurangi sekresi saliva. 24 Belakangan telah dilaporkan bahwa pasien-pasien AIDS juga mengalami mulut kering sebab terapi radiasi untuk mengurangi ketidaknyamanan pada sarkoma

13 kaposi intra oral dapat menyebabkan disfungsi kelenjar saliva. 8,24 2.2.3 Gejala dan tanda Xerostomia menyebabkan mengeringnya selaput lendir, mukosa mulut menjadi kering, mudah mengalami iritasi dan infeksi. Keadaan ini disebabkan oleh karena tidak adanya daya lubrikasi dan proteksi dari saliva. 23,24 Proses pengunyahan dan penelanan makanan sulit dilakukan khususnya makanan kering. 2,3,23-25 Rasa pengecapan dan proses berbicara juga terganggu. 2,3,7,23,24 Kekeringan pada mulut menyebabkan fungsi pembersih saliva berkurang, sehingga terjadi radang dari selaput lendir yang disertai keluhan mulut terasa seperti terbakar. 2,7,23,24 Selain itu, pda penderita xerostomia fungsi bakteriose dari saliva berkurang sehingga menyebabkan proses karies gigi. 7,23,25-27 2.2.4 Diagnosa Diagnosa dari xerostomia dilakukan berdasarkan anamnesa terarah dan dapat juga dilakukan dengan mengukur laju aliran saliva total yaitu dengan saliva collection. Saliva collection Laju aliran aliva memberi informasi yang penting untuk tindakan diagnostik dan tujuan penelitian tertentu. Fungsi kelenjar saliva dapat dibedakan dengan tehnik pengukuran tertentu. Laju aliran saliva dapat dihitung melalui kelenjar saliva mayor individual atau melalui campuran cairan dalam rongga mulut yang disebut saliva murni. 27

14 Metode utama untuk mengukur saliva murni yaitu metode draining, spitting, suction, dan swab. Metode draining bersifat pasif dan membutuhkan pasien untuk memungkinkan saliva mengalir dari mulut ke dalam tabung dalam suatu masa waktu. Metode suction menggunakan sebuah aspirator atau penghisap saliva untuk mengeluarkan saliva dari mulut ke dalam tabung pada periode waktu yang telah ditentukan. Metode swab menggunakan gauze sponge yang diletakkan didalam mulut pasien dalam waktu tertentu. Metode spitting (metode yang digunakan Nederfords sesuai dengan metode standard Navazesh) dilakukan dengan membiarkan saliva untuk tergenang di dalam mulut dan meludahkan kedalam suatu tabung setiap 60 detik selama 2-5 menit. 27 Untuk mengukur saliva murni maka tidak diperkenankan makan dan minum dalam kurun waktu 90 menit sebelum dilakukan pengukuran laju aliran saliva. 25 Laju aliran saliva yang diukur adalah laju aliran saliva tanpa stimulasi (USFR/unstimulated salivary flow rate) dan laju aliran saliva terstimulasi (SSFR/stimulated salivary flow rate). Laju aliran saliva tanpa stimulasi (USFR/unstimulated salivary flow rate) <0,1 ml/min dan laju aliran saliva terstimulasi (SSFR/stimulated salivary flow rate) <1,0 ml/min adalah merupakan indikasi xerostomia. 27 2.3 Hubungan Antihipertensi terhadap Xerostomia Di depan telah disebutkan bahwa obat - obatan antihipertensi memiliki efek samping sistemik maupun rongga mulut yang salah satunya adalah xerostomia. 5,6

15 Adapun penelitian yang dilakukan Nederfors, 1994 tentang hubungan β- adenoreseptor terhadap sekresi saliva menunjukkan adanya pengurangan laju aliran saliva akibat penggunaan obat. Hal ini terjadi akibat perubahan pada sel asini dimana kalsium disekresi mengubah konsentrasi kelenjar saliva menjadi lebih tinggi dan adanya perubahan osmotik yang mengakibatkan penurunan laju alir saliva. 9 Penelitian lain yang dilakukan Nederfors, 1995 tentang hubungan Kaptopril terhadap sekresi saliva menunjukkan bahwa adanya peningkatan laju aliran saliva baik yang distimulasi maupun tidak. Pada penelitian ini ditemukan kontroversi bahwa yang terjadi adalah sebaliknya peningkatan dari laju alir saliva. Penyebabnya adalah dari segi farmakodinamik seperti sistem renin-angiotensin yang berperan penting dalam regulasi hemostasis kardiovaskuler. Angiotensin II mengakibatkan vasokontriksi arteri dan menstimulasi pembentukan aldosteron. Sedangkan mekanisme primer dari kaptopril adalah menghambat angiotensin converting enzyme yang dan terjadi kaskade sistem renin-angiotensin-aldosteron. Akibat berkurangnya konsentrasi aldosteron, ACE inhibitor menstimulasi natriursis. Hal ini juga yang menjelaskan mengapa ACE inhibitor yang menyebabkan penurunan tekanan darah, dimana peningkatan sedikit tekanan darah juga menyebabkan peningkatan laju aliran darah ke kelenjar saliva. 5 Penelitian berikutnya yang dilakukan Nederfors, 1996 tentang hubungan metoprolol terhadap sekresi saliva ditemukan adanya penurunan laju alir saliva yang signifikan. Hal ini dijelaskan dari mekanisme efek Metoprolol yang pada awalnya mengurangi curah jantung dan massa ventrikel kiri, tanpa peningkatan yang besar

16 dari resistensi perifer total. Kemudian resistensi perifer total berkurang yang mengakibatkan peningkatan curah jantung, penurunan dari resistensi perifer total dijelaskan sebagai perubahan struktural dari resistensi arteri. Jadi, penurunan tekanan darah yang terjadi dengan mengonsumsi obat ini diperkirakan akibat pengurangan aktivitas saraf simpatis pada resistensi arteri. Hal ini menunjukkan perubahan yang serupa pada saraf simpatis yang terjadi di dalam kelenjar saliva. 11,22

17 2.4 Kerangka Teori Antihipertensi Diuretik Penyekat reseptor beta adrenergik (β-blocker) Penghambat angiotensin converting enzyme (ACEinhibitor) penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin -receptor blocker, ARB) Antagonis kalsium Efek Samping Xerostomia