BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Teori yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu Theory of Planned

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan sumber dana yang berasal dari luar negeri dan dalam negeri.

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) merupakan pengembangan dari Teori Perilaku Beralasan (Theory of

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam peraturan perundang-undangan maupun sistem. wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, maka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. disetujui masyarakat melalui perwakilannya di dewan perwakilan, dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian-penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pajak membutuhkan kajian teori sebagai berikut : digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam menjalankan roda pemerintahan, kesejahteraan rakyat merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian landasan teori akan dijelaskan mengenai beberapa teori yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Pranata (2014) menyataka n legitimasi didapatkan jika apa yang dijalankan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. membuat pengelompokkan jenis pajak berdasarkan aktivitas yang menyebabkan

BAB II BAHAN RUJUKAN

PROVINSI BANTEN BUPATI TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumber pendapatan terbesar yang dimiliki suatu Negara

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dibayarkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Undang nomor 16 tahun 2009, sebagai berikut :

BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan perbaikan, pembangunan, dan kemajuan negara ini salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui. Berbeda dengan pajak yang mempunyai umur tidak terbatas, dengan melihat semakin bertambahnya jumlah penduduk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pajak merupakan penerimaan terbesar Indonesia. Pajak merupakan alat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 2 14 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian ini menggunakan Theory of Planned Behavior yang menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.efektivitas

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB II LANDASAN TEORI. dapat mengatasi masalah pembiayaan dalam pembangunan tersebut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tahun 2009 (KUP) pasal 1 ayat 1 bahwa pajak adalah kontribusi wajib pajak

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

BAB I PENDAHULUAN. digolongkan menjadi penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior (TPB) menjelaskan bahwa perilaku individu

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak pada dasarnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. barang-barang yang dikuasai pemerintah, denda-denda dan iuran masyarakat

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah kepada masyarakat yang akan digunakan untuk membiayai keperluan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam setiap tahun pajak. merupakan sumber penghasilan yang besar bagi pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB II LANDASAN TEORI

BUPATI WONOSOBO PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL

Transkripsi:

11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Theory of Planned Behavior Dalam Theory of Planned Behavior (TPB) dijelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat untuk berperilaku. Sedangkan munculnya niat untuk berperilaku ditentukan oleh tiga faktor (Mustikasari, 2007), yaitu: a. Behavioral Beliefs. Behavioral beliefs merupakan keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut. b. Normative Beliefs. Normative beliefs yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut. c. Control Beliefs. Control beliefs merupakan keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power). Penelitian tentang kepatuhan pajak telah banyak dilakukan. Penelitian sebelumnya yang menggunakan teori tersebut adalah

12 penelitian Mustikasari (2007). Dikaitkan dengan penelitian ini, Theory of Planned of Behavior relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebelum individu melakukan sesuatu, individu tersebut akan memiliki keyakinan mengenai hasil yang akan diperoleh dari perilakunya tersebut. Kemudian yang bersangkutan akan memutuskan bahwa akan melakukannya atau tidak melakukannya. Hal tersebut berkaitan dengan kesadaran wajib pajak. Wajib pajak yang sadar pajak, akan memiliki keyakinan mengenai pentingnya membayar pajak untuk membantu menyelenggarakan pembangunan negara (behavioral beliefs). Ketika akan melakukan sesuatu, individu akan memiliki keyakinan tentang harapan normatif dari orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs). Hal tersebut dapat dikaitkan dengan pelayanan pajak, dimana dengan adanya pelayanan yang baik dari petugas pajak, sistem perpajakan yang efisien dan efektif, serta penyuluhan-penyuluhan pajak yang memberikan motivasi kepada wajib pajak agar taat pajak, akan membuat wajib pajak memiliki keyakinan atau memilih perilaku taat pajak. Sanksi pajak terkait dengan control beliefs. Sanksi pajak dibuat adalah untuk mendukung agar wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak akan ditentukan berdasarkan persepsi wajib pajak tentang seberapa kuat sanksi pajak mampu mendukung perilaku wajib pajak untuk taat pajak.

13 Behavioral beliefs, normative beliefs, dan control beliefs sebagai tiga faktor yang menentukan seseorang untuk berperilaku. Setelah terdapat tiga faktor tersebut, maka seseorang akan memasuki tahap intention, kemudian tahap terakhir adalah behavior. Tahap intention merupakan tahap dimana seseorang memiliki maksud atau niat untuk berperilaku, sedangkan behavior adalah tahap seseorang berperilaku (Mustikasari, 2007). Kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak dapat menjadi faktor yang menentukan perilaku patuh pajak. Setelah wajib pajak memiliki kesadaran untuk membayar pajak, termotivasi oleh fiskus dan sanksi pajak, maka wajib pajak akan memiliki niat untuk membayar pajak dan kemudian merealisasikan niat tersebut. 2. Pajak Pengertian atau definisi perpajakan sangat berbeda-beda namun perbedaan tersebut pada prinsipnya mempunyai inti atau tujuan yang sama. Menurut Mardiasmo (2011) Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) serta tidak mendapat jasa timbal secara langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membiayai kepentingan umum. Sedangkan Menurut Waluyo (2011) pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

14 umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (10) pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam membangun infrastruktur nasional diperlukan peranan pemerintah dalam mengatur seluruh sektor perekonomian suatu negara dan untuk mewujudkannya diperlukan keikutsertaan masyarakat untuk aktif membantu pemerintah dalam membangun infrastruktur negara, dengan melaksanakan kewajibannya membayar pajak, selain itu dibutuhkan biaya yang besar dan biaya tersebut diperoleh pemerintah yang salah satunya berasal dari pajak. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar negara dan paling efektif dari kebijakan fiskal untuk menggerakan partisipasi masyarakat kepada negara. Pajak merupakan suatu bentuk kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan tujuan membiayai pengeluaran negara. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya didalam pelaksanaan pembangunan negara. Adapun jenis fungsi pajak sebagai berikut :

15 a. Fungsi Anggaran (budgetair). Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. b. Fungsi Mengatur (regulerend). Pemeintah dapt mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan negara. c. Fungsi Stabilitas. Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. d. Fungsi Redistribusi Pendapatan. Pajak dapat digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, seperti membiayai pembangunan negara, sarana dan prasarana umum, transportasi umum dan membuka lapangan kerja baru sehingga pendapatan masyarakat meningkat. 3. Pajak Daerah Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran

16 rakyat. Berdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2009, pajak di Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu : a. Pajak Provinsi 1) Pajak kendaraan bermotor. 2) Bea balik nama kendaraan bermotor. 3) Pajak Bahan bakar kendaraan bermotor. 4) Pajak air permukaan. 5) Pajak rokok. b. Pajak kabupaten / kota 1) Pajak hotel. 2) Pajak restoran. 3) Pajak hiburan. 4) Pajak reklame. 5) Pajak penerangan jalan. 6) Pajak parkir. 7) Pajak air yanah. 8) Mineral bukan logam dan batuan. 9) Sarang burung walet. 10) Bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan. 11) Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel serta mencakup seluruh persewaan di hotel. Pengenaan pajak hotel tidaklah merata diseluruh kabupaten/kota di Indonesia dikarenakan

17 terkait dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak daerah. pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang Pajak Hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan (Siahaan, 2010). 4. Pajak Hotel Kategori Rumah Kos Dari jenis pajak hotel tersebut, usaha rumah kos menjadi pilihan masyarakat dirasa dapat menghasilkan penghasilan yang dapat dibilang menguntungkan. Akan tetapi banyak masyarakat yang kurang memahami tentang peraturan atau tata cara pembayaran pajak atas rumah kos tersebut. Sehingga masyarakat yang memiliki usaha rumah kos belum begitu memiliki pemahaman bahwa ada Peraturan daerah yang mengatur tentang usaha rumah kos di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Di dalam Peraturan Kota Daerah Yogyakarta No.1 Tahun 2011 tentang pajak daerah tentang pajak hotel dimana fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, mencangkup motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 kamar, dan tarif pajak yang dikenakan sebesar 10%, sedangkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No.1

18 Tahun 2011 menetapkan tarif sebesar 5%. Besaran pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebesar 10% untuk Kota Yogyakarta dan 5% untuk Kabupaten Sleman dengan jumlah kamar yang disewakan wajib pajak. 5. Kepatuhan Wajib Pajak Tingkat kepatuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayan fiskus, penegakan hukum, dan pemeriksaan pajak. Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia saat ini adalah self assessment system dimana wewenang sepenuhnya diberikan kepada wajib pajak dan menuntut wajib oajak untuk berperan aktif serta meningkatkan kepatuhan dalam membayar pajak mulai dari menghitung, menyetor, hingga melaporkan sendiri pajak terhutangnya. Kepatuhan wajib pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan suatu negara yang diharapkan di dalam pemenuhannya diberikan secara sukarela. Kepatuhan wajib pajak menjadi aspek penting mengingat sistem perpajakan Indonesia menganut Self Assessment system di mana dalam prosesnya secara mutlak memberikan kepercayaan atau wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar dan melapor kewajibannya. Untuk memenuhi kewajiban dan melaksanakan hak

19 perpajakan wajib pajak, menurut Muliari dan Setiawan dalam Arum (2012) menjelaskan bahwa kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000 wajib pajak patuh adalah sebagai berikut: a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir. b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir. d. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak lima persen. e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak memengaruhi laba rugi fiskal. Di tahun 2012 Peraturan Mentri Republik Indonesia menjadi No.74/PMK.03/2012 tentang tata cara penetapan dan pencabutan penetapan wajib pajak dengan kriteria tertentu dalam rangka pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Persyaratan dan

20 penetapan wajib pajak dengan kriteria tertentu terdapat di Pasal 2. Untuk dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu, Wajib Pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan; b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak; c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan d. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. 6. Kesadaran Wajib Pajak Kesadaran merupakan unsur dalam manusia untuk memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Dibutuhkan motivasi yang kuat untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak membayar pajak. Irianto dalam Vanesa dan Hari (2009) menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk

21 membayar pajak. Terdapat tiga bentuk kesadaran utama terkait pembayaran pajak yaitu : a. Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. b. Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. c. Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. Kesadaran membayar pajak ini tidak hanya memunculkan sikap patuh, taat dan disiplin tetapi diikuti sikap kritis juga. Semakin maju masyarat dan pemerintahannya, maka semakin tinggi kesadaran membayar pajak. Namun sebaliknya semakin kritis dalam menyikapi masalah perpajakan, maka aka semakin tinggi juga tingkat prasangka negatif. Dengan kata lain kesadaran tumbuh dari dalam masing-masing individu itu sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak manapun Susanto (2012). Kesadaran masyarakat yang tinggi akan mendorong semakin banyaknya masyarakat untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan mengikuti sistem self assessment yaitu mulai dari menghitung melaporkan hingga membayar pajaknya sendiri sebagai wujud tanggung jawab terhadap negara.

22 7. Pengetahuan Wajib Pajak Pengetahuan pajak adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seorang wajib pajak atau kelompok wajib pajak dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dengan adanya sosialisasi yang dilakukan pemerintah salah satunya dengan diadakannya penyuluhan tentang peraturan perpajakan, sehingga pengetahuan wajib pajak terhadap kewajiban perpajakannya meningkat. Pengetahuan akan peraturan perpajakan masyarakat melalui pendidikan formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak. Pengetahuan peraturan perpajakan dalam sistem perpajakan yang baru, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kegotong royongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar, melaporkan sendiri pajak yang terutang. Dengan adanya sistem ini diharapkan para wajib pajak tau akan fungsi pembayaran pajak. Dan diharapkan sistem ini dapat terwujud keadilan. Yang dimaksud adil disini wajib pajak menghitung dengan sesuai ketentuan perpajakan dan pemerintah tau menggunakan semua ini sesuai kebutuhan guna untuk membangun negara. Menurut Widayati dan Nurlis (2010) terdapat beberapa indikator bahwa wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan sebagai berikut: a. Kepemilikan NPWP. b. Pengetahuan dan Pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai

23 c. wajib pajak. d. Pengetahuan dan pemahaman mengenai PTKP, PKP dan tarif pajak. e. Pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan. f. Wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui g. sosialisasi yang dilakukan oleh KPP. h. Wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui i. Training perpajakan yang mereka ikuti. 8. Sanksi Pajak Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang melanggar peraturan. Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena pemerintah Indonesia memilih menerapkan Self Assessment System dalam rangka pelaksaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menhitung menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri.penting bagi wajib pajak untuk memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi huum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Saefudin (2003), undang-undang pajak dan peraturan pelaksaan tidak memuat jenis penghargaan bagi wajib pajak yang taat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan baik berupa perioritas untuk

24 mendapatkan pelayanan publik ataupun piagam penghargaan. Adanya sanksi yang ditetapkan oleh pemerintah mempengaruhi niat wajib pajak untuk tidak melakukan pelanggaran hukum. Akan tetapi diperlukan pengawasan dan pemeriksaan oleh pemerintah agar pelanggaran yang menyangkut tentang pajak dapet diminimalisir. Dalam undang-undang perpajakan ada dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana (Mardiasmo, 2011). Pada Perda Kota Yogyakarta No.1 Tahun 2011 pasal 71 ayat (2) dikenakannya Sanksi administrasi apabila SKPDKB dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak dan pasal 89 ayat (2) wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat merugikan keuangan daerah dapat dpidana dengan pidana kurungan paling lama 2(dua) tahun atau denda paling banyak 4(empat) kali jumlah terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pemberlakuan sanksi yang sama pada Perda Kabupaten Sleman No.1 Tahun 2011 pasal 13 ayat (2) dikenakannya sanksi administrasi berupa 2% (dua persen) paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung

25 saat terutangnya pajak dan pasal 32 ayat (2) juga diterapkan sanksi pidana yang sama dengan Perda Kota Yogyakarta. 9. Pelayanan Fiskus Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasaan pelanggan (Utami dkk, 2012). Kualitas fiskus sangat menentukan didalam efektivitas pelaksaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Bila dikaitkan dengan optimalisasi target penerimaan pajak, maka fiskus haruslah orang yang berkompeten dibidang perpajakan,memiliki kecakapan teknis dan bermoral tinggi. Menurut Suhartini (2012), Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak tergantung pada bagaimana petugas pajak memberikan mutu pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam arti memiliki keahlian, pengetahuan, dan pengalaman dalam hal perpajakan, administrasi pajak, dan perundang-undangan perpajakan (Arum, 2012). Selama ini wajib pajak masih mempersepsikan pajak adalah pungutan wajib bukan sebagai wujud peran serta dalam pembangunan karena mereka belum merasakan dampak secara nyata pajak bagi masyarakat dan negara, apalagi ditambah persepsi mereka terhadap petugas pajak. Selain itu masih banyak wajib pajak yang berpersepsi negatif terhadap petugas pajak yang terlihat dari rendahnya pelayanan

26 petugas pajak (Supriati dan Hidayati dalam Hakim, 2015). Tjiptono (2006) menyimpulkan bahwa citra kualitas pelayanan yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang/ persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang/ persepsi konsumen. Dalam kaitannya dengan pelayanan yang berkualitas (Supriono dalam Mutia, 2014) mengungkapkan perlunya beberapa kriteria sebagai berikut : a. Tepat dan relevan, artinya pelayanan harus mampu melebihi preferensi, harapan dan kebutuhan individu dan masyarakat. b. Tersedia dan terjangkau, artinya pelayanan harus dapat dijangkau oeh setiap orang atau kelompok yang mendapat prioritas. c. Dapat menjamin rasa keadilan, artinya terbuka dalam memberikan perlakuan terhadap individu atau kelompok dalam keadaan yang sama. d. Dapat diterima, artinya pelayanan memberikan kualitas apabila dilihat dari teknis/cara, kualitas, kemudahan, kenyamanan, menyenngkan, dapat diandalkan, tepat waktu, cepat, responsif dan manusiawi. e. Ekonommis dan efisien, artinya dari sudut pandang pengguna pelayanan dapat dijangkau melalui tarif pajak oleh semua lapisan masyarakat. f. Efektif, artinya menguntungkan bagi pengguna dan semua lapisan masyarakat.

27 B. Penurunan Hipotesis Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, kajian teori dan kerangka konseptual diatas maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis terhadap permasalahan tersebut sebagai berikut : 1. Pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan pajak Kesadaran merupakan unsur dalam manusia memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia kesadaran dalam diri, akan diri sesama, masa silam, dan kemungkinan masa depannya (Widayati dan Nurlis, 2010). Mutia (2014) menyatakan bahwa kesadaran perpajakan berpengaruh signifikan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini berarti semakin tinggi kesadaran wajib pajak, maka kepatuhan wajib pajak tentu akan meningkat pula. Sedangkan dalam penelitian Widayati dan Nurlis (2010) menyatakan bahwa kesadaran membayar pajak tidak berpengaruh terhadap kesadaran dalam membayar pajak wajib pajak, hal ini dikarnakan adanya tiga fakto yaitu pertama, kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Kedua, kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Ketiga, kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan.

28 H 1 : Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. 2. Pengaruh pengetahuan wajib pajak terhadap kepatuhan pajak Pengetauan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya. Dalam penelitian Widayati dan Nurlis (2010) menguraikan beberapa indikator bahwa wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan dan hasil penelitian bahwa pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan pajak akan berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Dalam penelitian Utami dkk (2012) dan Mutia (2014) menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan Pajak berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan membayar pajak. Pengetahuan dan pemahaman dapat merubah tidak tahu menjadi tahu dan menghilangkan keraguan terhadap suatu perkara (Widayati dan Nurlis, 2012). H 2 : Pengetahuan wajib pajak berpengaruh positf terhadap kepatuhan wajib pajak

29 3. Pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak Sanksi adalah hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan, dan denda adalah hukuman dengan cara mambayar uang karena melanggar peraturan dan hukum yang berlaku, sehingga dapat dikatakan bahwa sankisi denda adalah hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan dengan cara mambayar uang (Jotopurnomo dan Mangoting, 2013). Penting bagi wajib pajak untuk memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi huum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Dalam undang-undang perpajakan ada dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana (Mardiasmo, 2011). Sedangka menurut Hananto (2015) sanksi pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak membayak pajak karena dalam pembayaran pajak PBB setelah jatuh tempo tidak ada hukuman yang diberikan oleh Direktorat Jendral Pajak terhadap wajib pajak selain denda administrasi sebesar 2%. H 3 : Sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak

30 4. Pengaruh pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak Kualitas fiskus sangat menentukan didalam efektivitas pelaksaan peraturan perundang-undangan. Menurut Suhartini (2012), Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak tergantung pada bagaimana petugas pajak memberikan mutu pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Tjiptono (2006) menyimpulkan bahwa citra kualitas pelayanan yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang/ persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang/ persepsi konsumen. Hal ini disebabkan karena konsumenlah yang mengkonsumsi serta yang menikmati jasa layanan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa merupakan penilaian yang menyeluruh terhadap keunggulan suatu jasa layanan. Sedangkan penelitian Andinata (2015) menyatakan bahwa kualitas fiskus tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi, selama ini peranan fiskus kebanyakan hanya sebagai pemeriksa saja seharusnya adanya peranan lebih dari fiskus agar wajib pajak tetap patuh terhadap kewajiban perpajakannya. H 4 : Pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

31 C. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dimaksudkan sebagai konsep untuk menjelaskan dan mengungkapkan keterkaitan antara variable yang akan diteliti, berdasarkan latar belakang, rumusan msalah, dam kajian teori yang telah dikemukakan diatas untuk meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak hotel kategori rumah kos. Berikut ini adalah kerangka pemikiran yang akan menghubungkan antara variable dalam penelitian ini : Kesadaran ( X 1 ) Pengetahuan ( X 2 ) Sanksi Pajak ( X 3 ) Pelayanan Fiskus ( X 4 ) + + + + Kepatuhan ( Y ) Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran