BAB I PENDAHULUAN. peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. digunakan sebagai acuan dalam pemecahan masalah yang sedang diteliti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kesenjangan anggaran dapat ditelusuri dari pengembangan agency theory

BAB I PENDAHULUAN. 1977; Nori, 1996) dalam (Putu Novia, dkk: 2015). Mardiasmo (2002) dalam (Putu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. situasi atau organisasi (perusahaan) tertentu. Dalam partisipasi penyusunan anggaran,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penelitian ini, selanjutnya akan diuraikan mengenai penelitian- penelitian sejenis

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007)

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran merupakan suatu unsur atau bagian penting dalam sebuah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Hubungan agensi muncul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan teori keagenan ( agency theory) sebagai teori

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pelaksanaan (actuating), dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan yang baik karena merupakan proses penentuan kebijakan dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kontrak atau dokumen untuk komitmen dan kesepakatan yang telah dibuat

BAB I PENDAHULUAN. disfungisional terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi (Indriantoro dan

2015 PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN BUDGET EMPHASIS SEBAGAI VARIABEL MODERASI

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas menjadi hal penting dalam

PERANAN PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA KEADILAN PROSEDURAL DAN KINERJA MANAJERIAL (Survei pada BAPPEDA Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. negara, tidak terkecuali di Indonesia. Baik pada sektor publik maupun pada sektor

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Suatu rencana mengidentifikasi tujuan dan tindakan yang akan dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BABI PENDAHULUAN. Anggaran dalam dunia bisnis merupakan unsur utama dalam perencanan dan

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

BAB I PENDAHULUAN. digerakkan oleh sektor bisnis (Privat) dan sektor publik (entitas publik).

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi sektor publik pada dasarnya membutuhkan sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan,

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut (Hansen dan Mowen [1997]). Proses

Kata Kunci :partisipasi penyusunan anggaran, budgetary slack, komitmen organisasi, etika

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dan inovatif dengan mempertimbangkan faktor-faktor ekstern organisasi yang. tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan kegiatan organisasi secara lebih efektif dan efisien (Scief dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori agensi merupakan kondisi dimana prinsipal (pemilik atau manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran merupakan kunci penting bagi seluruh jenis organisasi, baik

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Mardiasmo,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menggabungkan pendekatan top down dengan pendekatan bottom up dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penjelasan mengenai konsep budgetary slack dimulai dari pendekatan agency

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan paradigma anggaran daerah dilakukan untuk menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam operasionalnya memiliki tujuan yang hendak dicapai. Untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. negeri, dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. serta tujuan jangka pendek dan jangka panjang (Hansen dan Mowen, 2001).

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. adanya faktor-faktor situasional yang dapat mempengaruhi variabel satu dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Bab ini akan memaparkan teori-teori yang digunakan dalam penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepentingan organisasi dibandingkan dengan tujuan-tujuan individu

INTERAKSI BUDAYA ORGANISASI, INFORMASI ASIMETRI, DAN GROUP COHESIVENESS DALAM HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN BUDGETARY SLACK

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi. Dalam anggaran haruslah memuat kerangka kerja organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kepuasaan, dan ketenangan. Resort berarti tempat beristirahat untuk sementara waktu.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk mencapai tujuannya, yaitu memperoleh laba.

BAB I PENDAHULUAN. yang dibiayai dari uang publik. Melalui anggaran, akan diketahui

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. perusahaan untuk berbagai macam tujuan Otley (1980) dalam Suryanawa (2008).

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk mengkomunikasikan rencana-rencana manajemen, peranan dalam hal merencanakan pembiayaan dan pendapatan pada suatu

Rina Ismawati B

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Bagian ini membahas mengenai teori-teori dan pendekatan yang

BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dengan teori-teori berikut ini (Shield dan Shield, 1998 dalam Sumarno, 2005).

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Penelitian xii

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan atau lebih (Mikesell, 2007) dalam Widhianto (2010). Kenis (1979) koordinasi, komunikasi, evaluasi kerja, serta motivasi.

Abstrak. Kata kunci: senjangan anggaran, partisipasi penganggaran, kepercayaan diri, komitmen organisasi

BAB I PENDAHULUAN. direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 serta Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. secara mandiri. Masing-masing daerah telah diberikan kekuasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan suatu manajemen yang baik. Menurut Welsch (2000) misinya tanpa suatu manajemen yang baik.

suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi digunakan dalam pengendalian disiapkan dalam rangka menjamin bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran merupakan rencana yang dinyatakan dalam unit moneter yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. persaingan global akan menyebabkan suatu ketidakpastian dalam lingkungan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap

PENGARUH ASIMETRI INFORMASI DAN PELIMPAHAN WEWENANG TERHADAP HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN DAN KINERJA MANAJER

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai. secara sistematis untuk satu periode.

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya partisipasi dalam penyusunan anggaran diharapkan setiap. ditetapkan sebelumnya (Sardjito dan Muthaher, 2007).

BAB II LANDASAN TEORI. principal dan agen. Pihak principal adalah pihak yang memberikan mandat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kinerja organisasi yang optimal tergantung dari bagaimana perusahaaan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin majunya dunia bisnis, semakin kompleks pula masalah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. didefinisikan sebagai suatu kontrak yang terjadi pada saat prinsipal mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi desentralisasi. Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974 yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (suplementer) dan saling terkait antar dokumen kebijakan. (APBD) merupakan dokumen yang saling berkaitan.

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang. perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, membawa perubahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Bab ini mengkaji landasan teori, konsep-konsep yang digunakan, dan hasil

PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN TINGKAT KESULITAN TARGET ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN SISTEM REWARD

ABSTRAK PERAN PENGENDALIAN ANGGARAN KETAT DAN ETIKA MEMODERASI PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN PADA SENJANGAN ANGGARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Pada umumnya disusun secara tertulis (Darsono, 2010). mengemukakan bahwa dalam penyusunan anggaran perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penyusunan anggaran publik umumnya menyesuaikan dengan peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia, proses penyusunan anggaran disesuaikan dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengaturan keuangan, khususnya perencanaan serta anggaran pemerintah dan organisasi sektor publik lainnya. Anggaran pemerintah daerah merupakan salah satu wujud pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang akuntabel. Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mampu memanfaatkan sumber daya secara ekonomis, efisien, efektif, adil dan merata untuk mencapai akuntabilitas publik (Mardiasmo, 2002). Anggaran diperlukan dalam pengelolaan sumber daya tersebut dengan baik untuk mencapai kinerja yang diharapkan oleh masyarakat dan untuk menciptakan akuntabilitas terhadap masyarakat. Penganggaran dalam sektor publik merupakan suatu proses politik, karena melalui proses yang rumit dan melibatkan banyak pihak dengan kepentingannya masing-masing, sehingga diperlukan perencanaan yang baik dalam penyusunan anggaran yang akan dilakukan. Pada situasi tertentu proses perencanaan menjadi masalah yang kompleks bagi organisasi karena kejadian dimasa mendatang sulit 1

2 diprediksi dan dipengaruhi oleh ketidakpastian (Chenhall dan Moris, 1986). Anggaran merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik (Mardiasmo,2002). Penganggaran sektor publik terkait pada proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang disusun. Anggaran juga merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian agar manajer dapat melaksanakan kegiatan organisasi secara lebih efektif dan efisien (Schiff dan Lewin, 1970; Welsch et al., 1996 dalam Ikhsan dan Ane, 2007). Proses penganggaran dapat dilakukan dengan top down, bottom up dan partisipasi (Abdul, 2008). Partisipasi penganggaran merupakan proses yang menggambarkan individu-individu yang terlibat dalam penyusunan anggaran dan mempunyai pengaruh terhadap target anggaran serta perlunya penghargaan atas pencapaian target anggaran tersebut (Brownell,1982). Penghargaan dianggap perlu sebagai motivasi dalam pencapaian target anggaran. Anthony dan Govindarajan (2011) juga menyatakan bahwa mekanisme anggaran akan memengaruhi perilaku bawahan yaitu merespon positif atau negatif tergantung pada penggunaan anggaran. Bawahan dan atasan akan merespon positif atau negatif apabila tujuan pribadi mereka sesuai dengan tujuan organisasi. Partisipasi memberikan peluang untuk memengaruhi anggaran dengan cara yang mungkin tidak selalu sesuai

3 dengan keinginan dan kepentingan atasan (Komalasari dkk., 2004). Dengan partisipasi diharapkan tercipta anggaran yang sebaik-baiknya, sesuai dengan standar dan harapan dimasa yang akan datang. Akan tetapi, ada banyak faktor yang menyebabkan bawahan melaporkan anggaran tidak sesuai dengan estimasi maksimalnya atau melakukan senjangan (slack); yaitu dengan meninggikan biaya atau menurunkan pendapatan dari seharusnya sehingga anggaran mudah tercapai. Senjangan anggaran merupakan jumlah yang dibuat oleh penyusun anggaran melebihi kebutuhan sumber-sumber yang dibutuhkan dalam anggaran atau dengan sengaja merendahkan kemampuan produktivitas organisasi (Dunk, 1993 dalam Husnatarina dan Nor, 2007). Hal ini dapat terjadi ketika tujuan pribadi pihak penyusun anggaran tidak sejalan dengan tujuan organisasi. Pencapaian atas target anggaran yang telah ditentukan akan memberikan penilaian baik terhadap kinerjanya. Menurut Schiff dan Lewin (1970) terjadinya senjangan anggaran karena pelaporan anggaran di bawah kinerja yang diharapkan yang dapat terjadi karena pihak penyusun anggaran menghindari kinerja yang buruk. Kinerja yang buruk tentunya akan berpengaruh pada promosi atau reward ketika organisasi memberlakukan sistem penghargaan atas pencapaian target anggaran. Merchant (1981) menyatakan tiga alasan utama melakukan senjangan anggaran: (a) pihak penyusun anggaran selalu percaya bahwa hasil pekerjaan mereka akan terlihat bagus di mata atasan jika mereka dapat mencapai anggarannya; (b) senjangan anggaran selalu digunakan untuk mengatasi kondisi ketidakpastian, jika ada kejadian yang tidak terduga yang

4 terjadi, pihak penyusun anggaran tersebut tetap dapat melampaui atau mencapai anggarannya; (c) rencana anggaran selalu dipotong dalam proses pengalokasian sumber daya. Dari beberapa definisi senjangan anggaran di atas dapat disimpulkan mengenai definisi senjangan anggaran, yakni merupakan perbedaan antara anggaran yang sesuai dengan estimasi terbaik yang diharapkan dengan realisasi yang terjadi dari sebuah mekanisme penyusunan anggaran sebuah organisasi. Mencapai tujuan organisasi diperlukan dukungan dari masing-masing individu di dalamnya, sehingga dapat tercipta keadilan prosedural dan iklim kerja etis dalam organisasi. Keadilan prosedural berkaitan dengan persepsi anggota organisasi tentang keadilan prosedur yang digunakan untuk membuat keputusan. Prosedur-prosedur ini mengacu pada proses dalam penyusunan anggaran, pada saat penyusun anggaran memiliki kesempatan untuk memengaruhi proses penyusunan anggaran sebelum pengambilan kebijakan anggaran ditetapkan. Prosedur dikatakan adil jika dapat mengakomodasikan kepentingan anggota organisasi. Permasalahannya adalah bahwa setiap anggota organisasi menginginkan kepentingannya dapat diakomodasikan pada prosedur tersebut, padahal kepentingan-kepentingan tersebut seringkali berbeda satu dengan lainnya dan tidak jarang saling bertentangan. Pengambilan keputusan dalam proses penganggaran harus dibuat secara konsisten tanpa adanya bias-bias pribadi dengan menggunakan sebanyak mungkin informasi yang akurat dan mewakili kepentingan-kepentingan anggota organisasi dalam organisasi dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai etis

5 dalam organisasi. Robbins (2006) menyatakan bahwa para pimpinan saat ini harus menciptakan iklim etika yang sehat bagi bawahanya, dimana mereka dapat menjalankan pekerjaannya secara produktif dan menghadapi sesedikit mungkin kekaburan terkait perilaku yang benar dan yang salah. Perilaku etis harus dilakukan oleh semua elemen dalam organisasi untuk menciptakan kinerja yang lebih baik dan kepuasan dalam kerjasama. Iklim kerja yang beretika adalah salah satu aspek penting dari budaya organisasi. Iklim kerja yang beretika akan menciptakan gaya, karakter, jiwa dan cara bekerja individu yang berpengaruh untuk kinerja terbaik. Keunggulan budaya organisasi untuk menciptakan iklim kerja yang etis akan memotivasi kekuatan internal organisasi untuk saling berinteraksi dalam perilaku yang penuh etika dan integritas. Jadi dapat disimpulkan iklim kerja etis merupakan bagian dari persepsi yang memengaruhi pemikiran anggota organisasi mengenai bagaimana harus berperilaku etikal yang benar dan bagaimana seharusnya menangani isu-isu etikal (Sulasmi dan Widhianto, 2009). Definisi ini mengandung pengertian tentang persepsi, dimana iklim kerja etis organisasi tertentu merupakan sesuatu yang dipercaya ada oleh anggota organisasi dan akan menjadi faktor-faktor yang menentukan perilaku setiap individu dan berkembang menjadi prinsip-prinsip atau aturan-aturan untuk membuat keputusan dalam proses penyusunan anggaran. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dengan keadilan prosedural dan iklim kerja etis sebagai variabel pemoderasi pada Pemerintah Kabupaten Tabanan. Penulis tertarik

6 dengan topik ini dan penting untuk diuji kembali karena dalam beberapa penelitian menunjukkan ketidakkonsistenan antara satu penelitian dengan penelitian lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Dunk (1993), Marchant (1985) dan Onsi (1973) menunjukkan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran dapat mengurangi senjangan anggaran. Hal ini terjadi karena bawahan membantu memberikan informasi tentang prospek masa depan, sehingga anggaran yang disusun menjadi lebih akurat. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Lowe dan Shaw (1968), Lukka (1988) dan Young (1985) menunjukkan bahwa peningkatan partisipasi anggaran semakin meningkatkan senjangan anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa bawahan memberikan informasi yang bias dalam penyusunan anggaran, sehingga mengurangi keakuratan dalam penyusunan anggaran. Riset yang berkaitan dengan partisipasi penganggaran dan senjangan anggaran relatif banyak dilakukan di Indonesia, Akan tetapi adanya faktor situasional pada masing-masing organisasi berbeda, maka peneliti termotivasi dan penting untuk melakukan pengujian kembali. Motivasi lain yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini pada Pemerintah Kabupaten Tabanan selain tempat bekerja karena juga adanya tuntutan masyarakat untuk mengelola anggaran pemerintah dengan transparan. Lembaga sektor publik sering dinilai sebagai sarang inefisiensi, pemborosan, sumber kebocoran dana dan institusi yang selalu merugi (Mardiasmo, 2002). Hal ini mendorong perlunya reformasi dalam lingkup manajemen keuangan daerah yang meliputi manajemen penerimaan dan manajemen pengeluaran daerah.

7 Pengelolaan pemerintah daerah yang baik dan bersih semakin menjadi sorotan masyarakat sehingga mendorong pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang jelas, tepat, teratur dan efektif. Permasalahan ini mendorong peneliti untuk meneliti kembali tentang pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dengan menambahkan variabel pemoderasi yaitu keadilan prosedural dan iklim kerja etis. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Apakah partisipasi penganggaran berpengaruh pada senjangan anggaran? 2) Apakah pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dimoderasi oleh keadilan prosedural? 3) Apakah pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dimoderasi oleh iklim kerja etis? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1) Untuk membuktikan secara empiris adanya pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran.

8 2) Untuk membuktikan secara empiris adanya pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dimoderasi oleh keadilan prosedural. 3) Untuk membuktikan secara empiris adanya pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dimoderasi oleh iklim kerja etis. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat praktis bagi peneliti maupun Pemerintah Daerah dan manfaat teoritis bagi pengembangan ilmu pengetahuan. 1.4.1 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran atau acuan mengenai prosedur-prosedur dan etika yang seharusnya diterapkan dalam proses penyusunan anggaran bagi anggota organisasi yang terlibat dan mempunyai pengaruh dalam pembuatan keputusan penganggaran sehingga dapat mengurangi terjadinya senjangan anggaran pada Pemerintah Kabupaten Tabanan. 1.4.2 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang akuntansi dengan memberikan bukti empiris mengenai ada tidaknya pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dengan keadilan prosedural dan iklim kerja etis sebagai variabel pemoderasi.

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai sebuah kontrak antara satu atau lebih yang bertindak sebagai prinsipal (yaitu pemegang saham) yang menunjuk orang lain sebagai agen (yaitu manajer) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan prinsipal termasuk mendelegasikan kekuasaan dalam pembuatan keputusan. Entitas di Indonesia terdiri dari dua sektor, yaitu entitas sektor publik dan non publik/swasta. Anggaran sektor publik berhubungan dengan proses penentuan jumlah dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter yang menggunakan dana masyarakat, serta bersifat terbuka untuk publik. Sedangkan anggaran pada sektor swasta bersifat tertutup untuk publik. Meskipun berbeda, kedua sektor memiliki kesamaan dalam hal pihak-pihak yang mengelola entitas tersebut yaitu prinsipal dan agen. Eisenhard (1989) dalam Sandrya (2012), menyatakan ada tiga asumsi mengenai teori keagenan yaitu : 1) asumsi tentang sifat manusia, yaitu sifat manusia yang mengutamakan kepentingan sendiri (self interest), keterbatasan rasionalitas atau daya pikir terhadap persepsi masa depan (bounded rationality), dan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi yang terjadi antara prinsipal dan agen; dan 3) asumsi tentang informasi, adalah 9

10 informasi dianggap sebagai barang komoditi yang dapat diperjualbelikan. Berdasarkan ketiga asumsi tersebut manusia akan bertindak opportunistik, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan organisasi. Agen akan termotivasi untuk meningkatkan kompensasi dan jenjang karir di masa mendatang, sedangkan prinsipal termotivasi untuk meningkatkan utilitas dan profitabilitasnya. Konflik kepentingan antara agen dan prinsipal akan terus meningkat, karena prinsipal tidak dapat memonitor kegiatan agen setiap hari. Sebaliknya, agen memiliki lebih banyak informasi penting mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan organisasinya secara keseluruhan. Hal inilah yang menimbulkan asimetri informasi yaitu ketidakseimbangan informasi antara prinsipal dan agen. Teori keagenan juga menyatakan bahwa entitas merupakan urat nadi dari hubungan-hubungan keagenan dan mencoba untuk memahami perilaku organisasi dengan menguji bagaimana pihak-pihak dalam hubungan keagenan tersebut memaksimumkan utilitas melalui kerjasama. Latuheru (2005) menyatakan jika bawahan (agent) yang berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran mempunyai informasi khusus tentang kondisi lokal, akan memungkinkan bawahan memberikan informasi yang dimilikinya untuk membantu kepentingan perusahaan. Namun sering keinginan atasan tidak sama dengan bawahan sehingga menimbulkan konflik diantara mereka. Hal ini dapat terjadi dalam melakukan kebijakan pemberian rewards organisasi kepada bawahan didasarkan pada pencapaian anggaran. Bawahan cenderung memberikan informasi yang bias agar anggaran mudah dicapai dan mendapatkan

11 rewards berdasarkan pencapaian anggaran tersebut. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya senjangan anggaran. 2.2 Pendekatan Kontijensi Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ada ketidakkonsistenan antara satu peneliti dengan peneliti lainnya, sehingga para peneliti berkesimpulan bahwa ada variabel lain yang memengaruhinya. Govindarajan (1986) dalam Husnatarina dan Nor (2007) mengemukakan bahwa untuk menyelesaikan perbedaan dari berbagai hasil temuan tersebut, dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan kontijensi (contigency approach). Pendekatan kontijensi tersebut memungkinkan adanya variabel-variabel lain yang dapat bertindak sebagai variabel moderating maupun intervening yang memengaruhi hubungan antara partisipasi penganggaran dengan senjangan anggaran. Murray (1990) dalam Husnatarina dan Nor (2007) menjelaskan bahwa Variabel Moderating adalah variabel yang memengaruhi hubungan antara dua variabel. Sedangkan variabel intervening adalah variabel yang dipengaruhi oleh suatu variabel lain dan memengaruhi variabel lainnya. Dengan kata lain variabel intervening merupakan variabel perantara antara dua variabel. Dalam penelitian ini, pendekatan kontijensi akan digunakan untuk mengevaluasi keefektifan hubungan partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran. Berdasarkan pendekatan kontijensi di atas peneliti menduga keadilan prosedural dan iklim kerja etis akan memoderasi hubungan partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran.

12 2.3 Anggaran Anggaran merupakan rencana kegiatan yang terdiri dari sejumlah target yang akan dicapai oleh pimpinan organisasi dalam melaksanakan serangkaian kegiatan tertentu pada masa yang akan datang (Husnatarina dan Nor, 2007). Rencana kegiatan ini memerlukan informasi lokal dari bawahan untuk tercapainya target tersebut. Anggaran juga dapat dikatakan sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama perioda waktu tertentu dalam ukuran finansial (Mardiasmo, 2002). Anggaran daerah harus bisa menjadi tolak ukur pencapaian kinerja yang diharapkan, sehingga perencanaan anggaran daerah harus bisa menggambarkan sasaran kinerja secara jelas. Kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh pihak yang bertanggung jawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut (Kenis, 1979). Pencapaian sasaran anggaran akan lebih mudah dicapai ketika pihak penyusun mengerti mengenai rencana yang akan dilaksanakan. Yusfaningrum dkk. (2005) menyatakan bahwa anggaran memberikan manfaat, antara lain: 1) Anggaran merupakan hasil dari proses perencanaan dan anggaran berarti mewakili kesepakatan negosiasi diantara partisipasi dominan dalam suatu organisasi mengenai tujuan kegiatan pada masa akan datang. 2) Anggaran merupakan gambaran tentang prioritas alokasi sumber daya karena dapat bertindak sebagai blue print aktivitas perusahaan.

13 3) Sebagai alat komunikasi antar divisi, dimana anggaran dapat sangat membantu melakukan komunikasi internal antar divisi dalam organisasi maupun manajemen puncak. Proses penyusunan anggaran menurut Chandra (1993) dibagi menjadi dua pendekatan yaitu imposed budgets approaches dan participative budgeting approaches. Proses penganggaran imposed budget dikenal dengan pendekatan top-down, sedangkan participative budgeting dikenal dengan pendekatan bottom-up. Menurut Siegel dan Marconi (1989) proses penyusunan anggaran melibatkan banyak pihak, mulai dari manajemen tingkat atas sampai manajemen tingkat bawah. Anggaran mempunyai dampak langsung terhadap perilaku manusia, terutama bagi individu yang langsung terlibat dalam penyusunan anggaran. Adapun tujuan dari penyusunan anggaran menurut Anthony dan Govindarajan (2011) adalah sebagai berikut: 1) Memperbaiki rencana strategis. 2) Mengkoordinasikan aktivitas berbagai bagian organisasi. 3) Mengarahkan tanggung jawab kepada manajer, memberikan otorisasi besarnya biaya yang boleh dikeluarkan dan memberikan umpan balik kepada manajer atas kinerjanya. 4) Sebagai perjanjian atau komitmen yang merupakan dasar untuk mengevaluasi kinerja manajer sesungguhnya.

14 Mardiasmo (2005:63) menyatakan terdapat beberapa alasan pentingnya anggaran sektor publik yaitu: a) Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. b) Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarkat yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas. Anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber daya (scarcity of resources), pilihan (choice), dan trade offs. c) Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung jawab terhadap rakyat. Dalam hal ini anggaran publik merupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembagalembaga publik yang ada. 2.4 Proses Penyusunan anggaran Pada dasarnya prinsip-prinsip dan mekanisme penganggaran relatif tidak berbeda antara sektor swasta dengan sektor publik (Henley et al., 1990). Menurut Mardiasmo (2002) siklus anggaran meliputi empat tahap yang terdiri atas : 1) Tahap persiapan anggaran Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah

15 tersebut, yang perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya dilakukan penaksiran pendapatan secara lebih akurat. Perlu disadari adanya masalah yang cukup berbahaya jika anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan pembuatan keputusan tentang anggaran pengeluaran. 2) Tahap ratifikasi Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki managerial skill, namun juga harus mempunyai political skill, salesman ship dan coalition building yang memadai. Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahap ini. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan dan bantahan dari pihak legislatif. 3) Tahap implementasi/pelaksanaan anggaran Dalam tahap ini yang paling penting harus diperhatikan oleh manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem informasi akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini bertanggung jawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan andal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati sehingga dapat diandalkan untuk tahap

16 penyusunan anggaran periode berikutnya. Sistem akuntansi yang baik dapat dilihat dari sistem pengendalian intern yang memadai. 4) Tahap pelaporan dan evaluasi anggaran Tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Pada saat tahap implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan tahap pelaporan dan evaluasi anggaran tidak akan menemukan banyak masalah. Proses penyusunan anggaran pemerintah daerah dimulai dengan pelaksanaan Musyawarah Pembangunan Desa (Musrenbangdes) yang dilaksanakan bulan Januari dengan menyerap aspirasi atau program-program yang diajukan oleh masyarakat dalam bentuk prioritas pembangunan desa sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Pada bulan Pebruari dilanjutkan dengan Musyawarah Pembangunan Kecamatan (Musrenbangcam) untuk membahas program-program yang diajukan oleh desa yang menjadi prioritas yang sudah dibahas dalam Musrenbangdes. Kemudian bulan Maret dilaksanakan Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (Forum SKPD) untuk membahas program-program SKPD yang sinkron dengan programprogram yang sudah disepakati dalam Muserenbangcam dan menentukan SKPD yang mana akan melaksanakan program tersebut yang dilanjutkan dengan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kabupaten/Kota, sehingga bulan Mei sudah dihasilkan penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Dari RKPD tersebut pada bulan Juni diadakan pembahasan dan kesepakatan

17 mengenai Kebijakan Umum APBD (KUA) antara kepala daerah dan DPRD yang berisikan kebijakan secara umum mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah. Berdasarkan KUA dilanjutkan dengan pembahasan dan kesepakatan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang berisikan program dan kegiatan masing-masing SKPD dan plafon anggaran untuk membiayai program dan kegiatan tersebut, kemudian dilanjutkan dengan penyusuanan Rencana Kerja Anggaran (RKA) SKPD berdasarkan plafon anggaran yang ada. RKA-SKPD yang sudah final dibuatkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) yang akan menjadi Rancangan APBD (RAPBD) yang disusun antara bulan Juli sampai September. Pada bulan Oktober sampai Nopember dilaksanakan pembahasan dan persetujuan RAPBD antara kepala daerah dan DPRD, penyusunan rancangan Perda tentang APBD dan penetapan Perda APBD bulan Desember yang dilampiri DPA masing-masing SKPD sehingga pada bulan Januari tahun berikutnya APBD sudah bisa dilaksankan. 2.5 Partisipasi Penganggaran Brownell (1982) dalam Rosalia (2004) menyatakan salah satu fungsi dari partisipasi penganggaran adalah sarana komunikasi antara bawahan dan atasan, tidak hanya seputar masalah anggaran, tetapi juga isu lain yang terkait dengannya. Partisipasi Penganggaran memungkinkan bawahan untuk bertukar dan mencari informasi dari atasan mereka, yang tentunya dapat mendukung terciptanya pemahaman yang lebih mendalam mengenai proses penentuan anggaran dan urusan keorganisasian lainnya. Selain itu juga memungkinkan

18 bawahan untuk menyampaikan kritiknya, untuk mencari informasi bagi penyelesaian tugasnya. Siegel dan Marconi (1989) dalam Falikhatun (2007) menyatakan bahwa partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran mempunyai hubungan yang positif dengan pencapaian tujuan organisasi. Bawahan mempunyai kesempatan untuk melaporkan informasi yang dimiliki kepada atasannya, sehingga atasan dapat memilih keputusan yang terbaik untuk pencapaian tujuan organisasi. Menyusun anggaran secara partisipatif diharapkan dapat meningkatan kinerja para pimpinan dan bawahannya. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa ketika suatu tujuan atau standar yang dirancang secara partisipatif disetujui, maka bawahan akan bersungguh-sungguh pada tujuan atau standar yang ditetapkan, dan bawahan akan memiliki rasa tanggung jawab pribadi untuk mencapainya karena ikut serta terlibat dalam penyusunannya (Milani, 1975). Utomo (2006) mengemukakan bila partisipasi penganggaran tidak dilaksanakan dengan baik dapat mendorong bawahan atau pelaksana anggaran tidak melaksanakan dengan baik sehingga dapat mendorong bawahan atau pelaksana anggaran melakukan senjangan anggaran. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Sastropoetro (1980;39) partisipasi adalah keterlibatan yang bersifat spontan yang disertai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Batasan pengertian tentang partisipasi dari pendapat diatas, memberikan gambaran tentang adanya beberapa hal pokok yang terkandung dalam partisipasi yaitu:

19 1) Partisipasi berarti keterlibatan mental dan emosi yang lebih banyak daripada fisik. Partisipasi yang didorong oleh mental dan emosi akan menimbulkan kesadaran yang menumbuhkan partisipasi sukarela, bukan ikut-ikutan atau tertekan dan terpaksa untuk keikutsertaan karena paksaan bukan partisipasi. 2) Partisipasi mendorong orang untuk menyumbang atau mendukung (to contribute) kepada kehidupan kelompok atau institusi kehidupan bersama bukan menyumbang (hadiah) kepada seseorang, sehingga adanya sumbangan (dukungan) kepada kehidupan kelompok dari anggota kelompok, jelas akan memberikan pengaruh yang sangat menentukan pada kelangsungan kehidupan kelompok. 3) Partisipasi mendorong orang untuk ikut bertanggung jawab dalam suatu kegiatan untuk kepentingan bersama. Karena apa yang disumbangkan itu adalah berdasarkan sukarela, sehingga menimbulkan rasa self involved kepada organisasi. Soobaroyen (2005) dalam Pratama (2013) menyebutkan bahwa partisipasi penganggaran dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu : 1) Keikutsertaan penyusunan anggaran. 2) Besarnya pengaruh terhadap penetapan anggaran. 3) Kebutuhan memberikan pendapat.

20 2.6 Keadilan Prosedural Peran keadilan dalam proses penganggaran telah menjadi fokus riset akuntansi perilaku. Pihak yang bekerja dengan sumber-sumber yang terbatas tidak dapat memenuhi semua permintaan yang berkaitan dengan penganggaran, artinya masalah-masalah tentang keadilan nampaknya akan muncul ketika dinas menghadapi sumber-sumber daya yang terbatas (Libby, 1999). Kehadiran suatu prosedur diawali dengan pemikiran bahwa semua operasional lembaga akan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Sementara adil adalah tidak berat sebelah dan hanya berpihak kepada yang benar (Syukri, 2012). Keadilan secara umum diartikan sebagai perbuatan atas perlakuan yang adil. Menurut Greenberg dan Baron (2003) keadilan prosedural didefinisikan sebagai persepsi keadilan atas pembuatan keputusan dalam organisasi yang telah dibuat. Pihak-pihak di dalam organisasi sangat memperhatikan dalam pembuatan keputusan secara adil dan mereka beranggapan bahwa organisasi dan karyawan akan diuntungkan jika organisasi melaksanakan prosedur dengan adil secara konsisten. Sedangkan definisi keadilan prosedural menurut Kreitner dan Kinicki (2000) adalah keadilan yang dirasakan dari proses dan prosedur yang digunakan untuk mengalokasikan keputusan. Keadilan prosedural terkait dengan kepatuhan dan transparansi dari proses-proses pembuatan keputusan. Mendengarkan keterangan semua pihak sebelum membuat keputusan merupakan salah satu langkah yang dianggap tepat untuk diambil, agar suatu proses dapat dianggap adil secara prosedural (Syukri, 2012 dalam Meiraningsih, 2014).

21 Leventhal (1980) mengusulkan beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam mengevaluasi keadilan dalam suatu proses pengalokasian: Representativeness: proses tersebut menggabungkan minat dan nilai-nilai dari semua subgroup penting dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh keputusan itu; Accuracy: keputusan-keputusan yang berdasarkan informasi yang benar dan akurat, pendapat yang mengandung informasi yang baik; Competency: semua orang yang dipengaruhi oleh proses menerima perlakuan yang sama (konsisten antar orang) dan proses yang digunakan dibuat dalam cara yang sama setiap saat (konsisten antar waktu); Bias Suppression: pengambilan keputusan tidak memiliki kepentingan pribadi dalam keputusan tersebut dan memberikan semua pandangannya dengan pertimbangan yang cukup; Correctability: proses tersebut memungkinkan melakukan koreksi terhadap keputusan yang buruk; dan Ethically: proses tersebut sesuai dengan standar etika dan moralitas pribadi. Pareke (2003) dalam Fitri (2009) menyatakan bahwa perspektif komponen-komponen struktural mengatakan bahwa keadilan prosedural merupakan suatu fungsi dari sejauh mana sejumlah aturan-aturan prosedural dipatuhi atau dilanggar. Aturan-aturan tersebut memiliki implikasi yang sangat penting karena dipandang sebagai manifestasi nilai-nilai proses dasar dalam organisasi. Jadi individu dalam organisasi akan mempersepsikan adanya keadilan prosedural manakala aturan prosedural yang ada dalam organisasi dipenuhi oleh para pengambil kebijakan. Sebaliknya apabila prosedur dalam organisasi itu dilanggar maka individu akan mempersepsikan adanya ketidakadilan. Karenanya keputusan harus dibuat secara konsisten tanpa adanya bias-

22 bias pribadi dengan melibatkan sebanyak mungkin informasi yang akurat, dengan kepentingan-kepentingan indivudu yang terpengaruh terwakili dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai etis mereka. Dengan adanya keadilan prosedural diduga akan memperlemah pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran. 2.7 Iklim Kerja Etis Istilah etika secara etimologis berasal dari kata ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat kebiasaan, yang dibatasi dengan dasar nilai moral menyangkut apa yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan, yang baik atau tidak baik, yang pantas atau tidak pantas pada perilaku manusia. Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya untuk menegaskan mana yang benar dan salah. Etika merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, susila serta agama (Pramono, 2012). Etika mengatur hubungan antara manusia mengenai bagaimana orang berperilaku dalam berhubungan dengan orang lain. Menurut Aren (1995) perilaku beretika diperlukan oleh masyarakat agar semua sisi kehidupan dapat berjalan dengan baik dan teratur. Kebutuhan akan etika dalam masyarakat sangat penting, sehingga banyak diantara nilai-nilai etika dimasukkan dalam undang-undang. Terdapat dua alasan utama mengapa orang tidak beretika: 1) Standar etika seseorang berbeda dari masyarakat secara keseluruhan. 2) Seseorang memutuskan untuk bertindak semaunya.

23 Iklim etis didefinisikan sebagai kebijakan-kebijakan dan prosedurprosedur organisasi yang khusus yang berisi nilai-nilai etis. Iklim etis merupakan persepsi- persepsi yang menunjukkan tipe kebijakan dan prosedur organisasi yang memiliki nilai-nilai etis. Ethical work climate bukan suatu konstruk normatif untuk mengukur bagaimana etika yang berlangsung dalam suatu organisasi, tetapi dapat digunakan untuk menegakkan suatu indikator pemikiran etikal dalam suatu organisasi (Victor dan Cullen, 1988). Pertimbangan atas situasi-situasi etika dengan memperhatikan ruang lingkup etika, biasanya memerlukan dua dimensi fokus pengamatan (Rachels, 1989, 1999; Solomon, 1992 dalam Sulasmi dan Widhianto, 2009), yaitu: 1) Pertama menyangkut kriteria etika yang digunakan yang menyangkut masalah hasilnya, prinsip-prinsip yang berkembang atau aturan lain untuk membuat keputusan. 2) Dimensi kedua, yang disebut sebagai locus of analysis menjelaskan tentang siapa atau apa yang dipengaruhi oleh kejadian dengan cara yang relevan secara etika. Lingkupnya dapat bersifat individual (self), organisasi atau masyarakat. Victor dan Cullen (1988) dalam Sulasmi dan Widhianto (2009) menggunakan tiga klasifikasi moral philosophy untuk mendesain dimensi kriteria ethical work climate, yaitu: 1) Egoism artinya memaksimalkan kepentingan pribadi. 2) Benevolence artinya memaksimalkan kepentingan bersama.

24 3) Principle artinya ketaatan pada tugas, peraturan, hukum atau standar yang berlaku. Iklim kerja etis sangat penting diterapkan secara konsisten dalam organisasi sektor publik sebagai acuan anggota organisasi dalam berperilaku. Terutama sebagai pedoman etika bagi pihak penyusun anggaran dalam proses penyusunan anggaran sehingga menghasilkan keputusan penganggaran yang sesuai dengan aturan. Semakin etis iklim kerja suatu organisasi, diduga akan memperlemah pengaruh partsisipasi penganggaran pada senjangan anggaran, sebaliknya semakin tidak etis suatu organisasi, diduga akan semakin memperkuat pengaruh partisipasi anggaran pada senjangan anggaran. 2.8 Senjangan Anggaran Senjangan anggaran adalah perbedaan antara jumlah anggaran yang diajukan oleh subordinates dengan jumlah estimasi yang terbaik dari organisasi (Anthony dan Govindarajan, 2011). Faktor yang memotivasi bawahan untuk melakukan senjangan anggaran adalah untuk mendapatkan penilain kinerja yang baik dari atasan. Desmiyawati (2009) mendefinisikan senjangan anggaran sebagai tindakan bawahan yang mengecilkan kapasitas produktifnya ketika bawahan diberi kesempatan untuk menentukan standar kinerjanya. Hal ini menyebabkan perbedaan antara anggaran yang dilaporkan dengan anggaran yang sesuai dengan estimasi terbaik bagi organisasi. Senjangan anggaran terjadi apabila manajer dengan sengaja melakukan permintaan yang lebih besar terhadap sumber-sumber melebihi anggaran yang

25 sebenarnya dibutuhkan atau manajer dengan sengaja menyatakan kemampuan produktivitasnya lebih kecil dari yang sebenarnya ketika diberi kesempatan untuk memilih suatu standar kerja yang akan digunakan untuk menilai kinerjanya (Young, 1985). Anthony dan Govindarajan (1998) mendefinisikan senjangan anggaran sebagai perbedaan antara anggaran yang dilaporkan dengan anggaran yang sesuai estimasi terbaik bagi perusahan. Senjangan anggaran dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk diantaranya partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran (Yuwono, 1999). Faktor lain seperti kebijakan pemberian reward atau promosi atas pencapaian target anggaran. Senjangan anggaran timbul karena keinginan dari atasan dan bawahan yang tidak sama terutama jika kinerja tergantung pada pencapaian sasaran anggaran, maka mereka akan membuat senjangan anggaran melalui proses partisipatif (Schiff dan Lewin, 1970; Chow et al., 1988 dalam Grediani dan Sugiri, 2010). Adanya keinginan untuk menghindari risiko dari bawahan yang terlibat dalam penyusunan anggaran memberikan kecenderungan pemberian informasi yang tidak obyektif kepada atasannya tentang potensi, sumber daya dan kemampuannya dalam mencapai anggaran. Asrininggati (2006) dalam Pratama (2013) menyebutkan beberapa indikator senjangan anggaran yaitu: 1) Perbedaan jumlah anggaran yang dinyatakan dengan estimasi terbaik. 2) Kelonggaran dalam anggaran. 3) Standar anggaran. 4) Keinginan untuk mencapai target.

26 2.9 Penelitian Terdahulu 2.9.1 Penelitian Internasional 1) Penelitian Stede (2000) mengumpulkan data melalui kuesioner dengan menggunakan 341 responden, yaitu manajer unit bisnis umum dengan garis pelaporan langsung ke perusahaan di Belgia, menemukan bukti bahwa budgetary control berpengaruh negatif dan signifikan pada senjangan anggaran. 2) Penelitian Adnan dan Sulaiman (2007) menguji variabel budaya nasional, agama dan religiusitas dalam penciptaan senjangan anggaran. Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada 63 manajer departemen yang sebagian besar adalah orang Malaysia pada perusahaan Korea. Hasil penelitian menyatakan bahwa partisipasi anggaran dan budget emphasis memengaruhi penciptaan senjangan anggaran, tetapi tidak menemukan bukti bahwa budaya nasional, agama dan relegiusitas memengaruhi kecenderungan manajer untuk menciptakan senjangan anggaran. 3) Penelitian Rankin et al. (2008) yang menguji pengaruh kejujuran dan otorisasi yang unggul pada proposal anggaran dengan metoda kuesioner, menggunakan 60 lulusan sarjana dari sebuah universitas besar di AS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat bawahan memiliki kewenangan akhir atas anggaran, secara signifikan slack berkurang dengan adanya pernyataan faktual dalam budget communication.

27 4) Penelitian Ozer dan Yilmaz (2011) yang menguji pengaruh persepsi keadilan prosedural, efektivitas pengendalian anggaran dan iklim kerja etis kecenderungan untuk menciptakan senjangan anggaran. Data penelitian dikumpulkan dengan memberikan kuesioner kepada 465 manajer yang bekerja pada organisasi sektor publik sebagai sampel penelitian. Penelitian tersebut menemukan efektivitas pengendalian anggaran, iklim kerja etis dan persepsi keadilan prosedural dari manajer memiliki dampak signifikan terhadap kecenderungan manajer untuk menciptakan senjangan anggaran. 5) Pada tahun 2011, Yilmaz dan Ozer kembali melakukan penelitian mengenai senjangan anggaran dengan menggunakan variabel lain, yaitu: pengaruh ketidakpastian lingkungan dan efektivitas pengendalian anggaran pada sektor publik. Penelitian ini dilakukan di Turkey, dengan 460 responden yang merupakan manajer pada organisasi sektor publik dengan pengumpulan data menggunakan kuesioner. Pada penelitian ini menemukan hubungan negatif dan signifikan antara ketidakpastian lingkungan dan efektivitas pengendalian anggaran yang cenderung dapat menciptakan senjangan anggaran. Namun ketidakpastian lingkungan memiliki hubungan positif signifikan pada senjangan anggaran. 2.9.2 Penelitian di Indonesia 1) Penelitian yang dilakukan oleh Belianus Patria Latuheru (2005) menguji pengaruh variabel komitmen organisasi dan partisipasi anggaran pada

28 senjangan anggaran. Hasil dari penelitian tersebut adalah interaksi antara variabel komitmen organisasi dengan partisipasi anggaran akan menurunkan kecenderungan manajer dalam menciptakan senjangan anggaran. 2) Suhartono dan Solichin (2006) menguji pengaruh kejelasan sasaran anggaran terhadap senjangan anggaran instansi pemerintah daerah dengan komitmen organisasi sebagai pemoderasi, mengumpulkan data melalui metoda survei pada dinas pemerintah daerah se-provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Simpulan penelitian ini adalah kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif signifikan pada senjangan anggaran. Kejelasan sasaran dengan komitmen organisasi juga berpengaruh negatif signifikan pada senjangan anggaran. 3) Pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran dengan menggunakan lima variabel pemoderasi diuji Ikhsan dan Ane (2007). Menggunakan 37 responden pada perusahaan manufaktur yang berada pada Kawasan Industri Medan dengan menggunakan teknik kuesioner. Temuan dari hasil pengujian adalah partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. 4) Penelitian pengaruh keterlibatan pekerjaan dan budget emphasis pada hubungan antara partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran dilakukan oleh Husnatarina dan Nor (2007). Dalam penelitian ini menggunakan sampel di kantor dinas dan badan yang ada di Kota Palangka Raya dengan memberikan kuesioner kepada 66 responden.

29 Hasil penelitian ini menyatakan partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh positif signifikan pada senjangan anggaran, tapi interaksi antara partisipasi anggaran dengan keterlibatan kerja dan budget emphasis secara empiris tidak terbukti dapat menjadi variabel pemoderasi hubungan partisipasi anggaran pada senjangan anggaran. 5) Desmiyawati (2009) menguji pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran dengan komitmen organisasi sebagai variabel moderating, pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner terhadap 103 responden di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Indragiri Hulu. Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh negatif signifikan terhadap senjangan anggaran. Tetapi tidak terdapat pengaruh interaksi partisipasi anggaran dan komitmen organisasi pada senjangan anggaran. 6) Penelitian Grediani dan Sugiri (2010) tentang pengaruh tekanan ketaatan dan tanggung jawab persepsian pada penciptaan senjangan anggaran. Pengumpulan data dengan kuesioner terhadap 63 mahasiswa program Magister Sains dan program sarjana jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Temuan penelitian ini membutikan bahwa rekomendasi anggaran secara signifikan lebih tinggi daripada estimasi awal (akuntan manajemen di bawah tekanan dari atasan, akan melanggar kebijakan anggaran perusahaan dan menciptakan budgetary slack, sehingga menghasilkan rekomendasi anggaran yang lebih tinggi.

30 7) Penelitian Meiraningsih (2014) tentang pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dengan keadilan prosedural dan iklim kerja etis sebagai variabel pemoderasi (studi empiris di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga se-provisnsi Bali). Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner terhadap 138 Kepala Dinas, Kepala Subdinas/Kepala Bagian/Kepala Bidang dan Kepala Subbagian/Kepala Subbidang/Kepala seksi di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga se- Provinsi Bali. Hasil penelitian menyatakan bahwa partsisipasi penganggaran berpengaruh positif pada senjangan anggaran, keadilan prosedural dan iklim kerja etis dapat berperan sebagai variabel pemoderasi hubungan antara patisipasi penganggaran dengan senjangan anggaran.

31 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kajian Teoritis dan Pustaka Teori Agensi Kajian Empiris A. Penelitian Internasional 1. Stede (2000) 2. Kren (2003) 3. Aquino et al. (2006) 4. Adnan dan Sulaiman (2007) 5. Maiga dan Jacobs (2007) 6. Yucel dan Gunluk (2007) 7. Rankin et al. (2008) 8. Sholihin dan Pike (2008) 9. Laing (2009) 10. Rwita (2010) 11. Ozer dan Yilmaz (2011) 12. Abdullah et al. (2011) 13. Zainudin dan Isa (2011) 14. Yuhertiana (2011) 15. Shuangcai (2011) B. Penelitian di Indonesia Rumusan Masalah Hipotesis Pengujian Statistik Tesis 1. Latuheru (2005) 2. Suhartono dan Solichin (2006) 3. Ulupui (2005) 4. Ikhsan dan Ane (2007) 5. Husnatarina dan Nor (2007) 6. Falikhatun (2007) 7. Sardjito dan Muthaher (2007) 8. Abbas (2008) 9. Desmiyawati (2009) 10. Grediani dan Sugiri (2010) 11. Meiraningsih (2014) Gambar 3.1 Kerangka Berpikir 31

32 3.2 Konsep Penelitian 3.2.1 Partisipasi Penganggaran Brownell (1982) dalam Falikhatun (2007) menyatakan partisipasi penganggaran adalah proses yang menggambarkan individu-individu yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran dan mempunyai pengaruh terhadap target anggaran dan perlunya penghargaan atas pencapaian target anggaran tersebut. Partisipasi merupakan cara efektif menyelaraskan tujuan pusat pertanggungjawaban dengan tujuan organisasi secara menyeluruh. Menurut Onsi (1973) partisipasi anggaran selain dapat menimbulkan senjangan, dapat pula mengurangi senjangan. Hal ini terjadi karena partisipasi anggaran yang dilakukan adalah partisipasi yang sebenarnya, bukan partisipasi semu, dengan adanya partisipasi terjadi komunikasi yang positif antara bawahan dengan atasannya sehingga keinginan untuk melakukan senjangan anggaran akan menurun. 3.2.2 Keadilan Prosedural Keadilan secara umum diartikan sebagai perbuatan atas perlakuan yang adil. Menurut Greenberg dan Baron (2003) keadilan prosedural didefinisikan sebagai persepsi keadilan atas pembuatan keputusan dalam organisasi yang telah dibuat. Pihak-pihak di dalam organisasi sangat memperhatikan dalam pembuatan keputusan secara adil dan mereka beranggapan bahwa organisasi dan karyawan akan diuntungkan jika organisasi melaksanakan prosedur dengan adil secara

33 konsisten. Jadi individu dalam organisasi akan mempersepsikan adanya keadilan prosedural manakala aturan prosedural yang ada dalam organisasi dipenuhi oleh para pengambil kebijakan. Sebaliknya apabila prosedur dalam organisasi itu dilanggar maka individu akan mempersepsikan adanya ketidakadilan. Penerapan keadilan prosedural dalam suatu organisasi, diduga semakin memperlemah hubungan partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran, sebaliknya tanpa adanya keadilan prosedural dalam organisasi, diduga akan memperkuat pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran. 3.2.3 Iklim Kerja Etis Iklim kerja etis sangat penting diterapkan secara konsisten dalam organisasi sektor publik sebagai acuan anggota organisasi dalam berperilaku. Terutama sebagai pedoman etika bagi pihak penyusun anggaran dalam proses penyusunan anggaran sehingga menghasilkan keputusan penganggaran yang sesuai dengan aturan. Iklim etis merupakan faktor situasional. Tipe iklim yang berbeda berhubungan dengan perilaku yang berbeda (Wimbush dan Shepard, 1994). Oleh karena itu iklim etis diduga memoderasi pengaruh sikap ke arah perilaku, norma-norma subyektif, kendali perilaku persepsian. Model pengambilan keputusan interaksionis menunjukkan bahwa karakteristik kepribadian dan faktor situasional digunakan sebagai variabel yang memoderasi pengaruh faktor personal terhadap perilaku.

34 3.2.4 Senjangan Anggaran Senjangan anggaran terjadi apabila manajer dengan sengaja melakukan permintaan yang lebih besar terhadap sumber-sumber melebihi anggaran yang sebenarnya dibutuhkan atau manajer dengan sengaja manyatakan kemampuan produktivitasnya lebih kecil dari yang sebenarnya ketika diberi kesempatan untuk memilih suatu standar kerja yang akan digunakan untuk menilai kinerjanya (Young, 1985). Penjelasan konsep senjangan anggaran dapat dimulai dari pendekatan teori keagenan. Senjangan anggaran dalam perspektif teori keagenan dipengaruhi oleh adanya konflik kepentingan antara agen dengan prinsipal yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Teori keagenan menjelaskan fenomena yang terjadi apabila atasan mendelegasikan wewenangnya kepada bawahan untuk melakukan tugas atau otoritas yang membuat keputusan (Anthony dan Govindarajan, 1998). Jika bawahan (agen) yang berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran mempunyai informasi khusus tentang kondisi lokal, akan memungkinkan bawahan memberikan informasi yang dimilikinya untuk membantu kepentingan organisasinya. Namun sering keinginan atasan tidak sama dengan kepentingan bawahan sehingga menimbulkan konflik diantara mereka. Hal ini bisa terjadi bila atasan dalam memberikan penilaian kepada bawahannya hanya berdasarkan pencapaian target anggaran saja.

35 3.3 Desain Penelitian Desain penelitian disajikan untuk memberikan gambaran mengenai pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen, serta indikator variabel yang ditetapkan sebagai proksi dari masing-masing variabel. Desain penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.2. Keadilan Prosedural (X 2 ) Partisipasi Penganggaran ((X 1 ) H 1 H 2 H 3 Senjangan Anggaran (Y) Iklim Kerja Etis (X 3 ) Gambar 3.2 Desain Penelitian Bentuk desain penelitian diatas mendeskripsikan pengaruh variabel independen yaitu partisipasi penganggaran (X 1 ), pada senjangan anggaran (Y) sebagai variabel dependen dengan keadilan prosedural (X 2 ) dan iklim kerja etis (X 3 ) sebagai variabel pemoderasi. 3.4 Hipotesis Penelitian Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama perioda waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial,

36 sedangkan penganggaran adalah proses untuk mempersiapkan suatu anggaran. Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit dan mengandung unsur politik yang tinggi. Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses politik karena melibatkan banyak kepentingan dari penyusun anggaran yang terlibat dan mempunyai pengaruh pada proses penyusunan anggaran untuk pembuatan keputusan. Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiaptiap program dan aktivitas dalam satuan moneter (Mardiasmo, 2002). Proses penyusunan anggaran memberikan dampak langsung terhadap perilaku manusia karena dalam anggaran sudah ditetapkan batasan berapa jumlah, untuk apa dan berapa yang harus direalisasikan sehingga hal ini dapat mendorong terjadinya slack anggaran yang merupakan perbedaan antara anggaran yang dinyatakan dengan estimasi anggaran terbaik yang secara jujur dapat diprediksikan (Suartana, 2010). Hasil penelitian Onsi (1973), Merchant (1985) dan Dunk (1993) menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran dapat menurunkan kecenderungan untuk menciptakan senjangan anggaran. Hal ini disebabkan karena pihak penyusun anggaran memberikan informasi akurat yang dimiliki dalam proses penyusunan anggaran. Hasil penelitian yang berbeda ditemukan oleh Lowe dan Shaw (1968), Young (1985) dan Lukka (1988) yang menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran akan meningkatkan kecenderungan dalam menciptakan senjangan anggaran. H 1 : partisipasi penganggaran berpengaruh pada senjangan anggaran.

37 Penelitian Ozer dan Yilmaz (2011) menemukan bahwa efektivitas pengendalian anggaran, iklim kerja etis dan persepsi keadilan prosedural berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan manajer untuk menciptakan senjangan anggaran. Iklim kerja etis dan persepsi keadilan prosedural yang baik dapat mengurangi terjadinya senjangan anggaran. Menurut Ulupui (2005) keadilan prosedural merupakan sisi keadilan dalam penganggaran yang memperhatikan aspek prosedur yang digunakan dalam melakukan distribusi anggaran. Penelitian Meiraningsih (2014) menemukan bahwa Keadilan Prosedural dapat berperan sebagai variabel pemoderasi hubungan antara partisipasi penganggaran dengan senjangan anggaran. H 2 : keadilan prosedural memoderasi pengaruh partsisipasi penganggaran pada senjangan anggaran. Iklim kerja etis merupakan unsur dari iklim organisasi, yang mengandung persepsi anggota organisasi, yang terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin dan memengaruhi sikap dan perilaku organisasi serta kinerja anggota organisasi (Wirawan, 2008). Semakin etis iklim suatu organisasi, diduga akan menurunkan terciptanya senjangan anggaran, sebaliknya semakin tidak etis suatu organisasi, diduga akan semakin meningkatkan terciptanya senjangan anggaran. Penelitian Meiraningsih (2014) juga menemukan bahwa iklim kerja etis dapat berperan sebagai variabel pemoderasi hubungan antara partisipasi penganggaran dengan senjangan anggaran. H 3 : iklim kerja etis memoderasi pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran.

38 BAB IV METODA PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian didasarkan pada fenomena atau topik penelitian dengan memperhatikan aktivitas dan waktu. Rancangan penelitian mengarahkan pada pemilihan sumber-sumber daya dan tipe informasi yang diperlukan untuk menunjukkan hubungan antarvariabel yang diteliti dan menggariskan langkahlangkah dalam setiap aktivitas penelitian. Merancang penelitian berarti menentukan jenis risetnya, menentukan data yang akan digunakan dan merancang model empiris untuk menguji hipotesis-hipotesis (Jogiyanto, 2004). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya baik dengan kuesioner maupun wawancara langsung. Untuk memperoleh data primer tersebut digunakan metoda survei, dengan menggunakan kuesioner yang merupakan daftar pertanyaan atau pernyataan terstruktur yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terlibat langsung dalam proses penganggaran ( Kepala SKPD, Sekretaris SKPD/Kepala Bagian/Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Kepala Sub Bagian Perencanaan/Kepala Seksi. Berdasarkan hipotesis yang diajukan terdapat tiga variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel independen, variabel dependen dan variabel pemoderasi. Variabel independen dalam penelitian ini adalah partisipasi penganggaran, variabel dependen adalah senjangan anggaran dan variabel pemoderasi adalah keadilan prosedural dan iklim kerja etis. Teknik analisis yang 38

39 digunakan untuk menganalisis data adalah analisis Regresi Linear Berganda. Hasil analisis kemudian diinterpretasikan dan setelah itu disimpulkan serta diberikan saran. Skema dari rancangan penelitian ini akan disajikan pada gambar 4.1 berikut. Masalah Kajian Teoritis Kajian Empiris Hipotesis Variabel Penelitian Independen Partsisipasi penganggaran Dependen Senjangan Anggaran Moderasi - Keadilan Prosedural - Iklim Kerja Etis Instrumen Penelitian Teknik Pengumpulan Data Interpretasi Hasil dan Pembahasan Simpulan dan Saran Teknik Pengolahan dan Analisis Data Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

40 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di 41 (empat puluh satu) SKPD yang ada di Pemerintah Kabupaten Tabanan yang merupakan instansi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Penyebaran kuesioner dilakukan satu bulan yaitu bulan Desember 2014 sampai dengan Januari 2015. 4.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi hanya meneliti senjangan anggaran pada seluruh SKPD yang ada di Pemerintah Kabupaten Tabanan. 4.4 Penentuan Sumber Data Populasi bukan hanya sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu (Sugiyono, 2010). Seluruh SKPD di Pemerintah Kabupaten Tabanan menjadi populasi peneliti. Sampel ditentukan dengan metoda non probability sampling yaitu teknik purposive sampling. Sampel penelitian yang menjadi responden adalah para pejabat yang terlibat langsung dalam proses penganggaran yaitu 3 (tiga) orang pejabat di tiap-tiap SKPD. Jumlah responden penelitian sebanyak 123 orang (3 orang x 41 SKPD). 4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional variabel. Subbab ini akan membahas variabel penelitian dan definisi operasional

41 4.5.1 Variabel Penelitian Sugiyono (2010) merumuskan variabel penelitian sebagai suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel independen, variabel dependen dan variabel pemoderasi. Variabel independen penelitian adalah partsisipasi penganggaran, variabel dependennya adalah senjangan anggaran serta variabel pemoderasinya adalah keadilan prosedural dan iklim kerja etis. 4.5.2 Definisi Operasional Definisi operasional variabel dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut: 1). Partisipasi Penganggaran Partisipasi penganggaran adalah tingkat keterlibatan dan pengaruh para individu dalam proses penyusunan anggaran (Brownell, 1982). Soobaroyen (2005) dalam Pratama (2013) menyebutkan bahwa partisipasi penganggaran dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu : 1) Keikutsertaan penyusunan anggaran. 2) Besarnya pengaruh terhadap penetapan anggaran (pernyataan 1,2,3 dan 5) 3) Kebutuhan memberikan pendapat (pernyataan 4 dan 6)

42 Pengukuran variabel ini menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Kenis (1979) dalam Latuheru (2005). Pengukuran variabel ini menggunakan 6 (enam) buah pernyataan dengan skala Likert satu sampai lima. 1= Sangat Tidak Setuju (STS), 2= Tidak Setuju (TS), 3=Netral (N) 4= Setuju (S), 5= Sangat Setuju (SS). 2). Keadilan Prosedural Keadilan prosedural didefinisikan sebagai persepsi keadilan yang dirasakan anggota organisasi atas pembuatan keputusan dalam organisasi, dimana individu-individu di dalam organisasi sangat memperhatikan proses pembuatan keputusan serta merasa telah diperlakukan secara adil jika organisasi melaksanakan proses penyusunan anggaran dengan prosedur yang benar serta mewakil inspirasi mereka (Greenberg dan Baron, 2003). Leventhal (1980) mengusulkan beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam mengevaluasi keadilan dalam suatu proses pengalokasian: Representativeness: proses tersebut menggabungkan minat dan nilai-nilai dari semua subgroup penting dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh keputusan itu; Accuracy: keputusan-keputusan yang berdasarkan informasi yang benar dan akurat, pendapat yang mengandung informasi yang baik (pernyataan1,4 dan 6); Competency: semua orang yang dipengaruhi oleh proses menerima perlakuan yang sama (konsisten antar orang) dan proses yang digunakan dibuat dalam cara yang sama setiap saat (konsisten antar waktu) (pernyataan 2 dan 3); Bias Suppression: pengambilan keputusan tidak memiliki kepentingan pribadi dalam

43 keputusan tersebut dan memberikan semua pandangannya dengan pertimbangan yang cukup; Correctability: proses tersebut memungkinkan melakukan koreksi terhadap keputusan yang buruk (pernyataan 5); dan Ethically: proses tersebut sesuai dengan standar etika dan moralitas pribadi. Pengukuran variabel ini menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Niehoff dan Moorman (1993) dalam Ozer dan Yilmaz (2011). Pengukuran variabel ini menggunakan 6 (enam) buah pernyataan dengan skala Likert satu sampai lima. 1= Sangat Tidak Setuju (STS), 2= Tidak Setuju (TS), 3=Netral (N) 4= Setuju (S), 5= Sangat Setuju (SS). 3). Iklim Kerja Etis Iklim kerja etis adalah kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur organisasi yang khusus yang berisi nilai-nilai etis (Victor dan Cullen, 1988). Individu-individu yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran diharapkan menerapkan kebijakan yang berisikan nilai etis yang dianut dalam organisasi dalam pengambilan keputusan mengenai anggaran. Victor dan Cullen (1988) dalam Sulasmi dan Widhianto (2009) menggunakan tiga klasifikasi moral philosophy untuk mendesain dimensi kriteria ethical work climate, yaitu: 1) Egoism artinya memaksimalkan kepentingan pribadi. 2) Benevolence artinya memaksimalkan kepentingan bersama. 3) Principle artinya ketaatan pada tugas, peraturan, hukum atau standar yang berlaku (pernyataan 1 sampai dengan 5).

44 Pengukuran variabel ini menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Schwepker et al. (1997) dalam Ozer dan Yilmaz (2011). Pengukuran variabel ini menggunakan 5 (lima) buah pernyataan dengan skala Likert satu sampai lima. 1= Sangat Tidak Setuju (STS), 2= Tidak Setuju (TS), 3=Netral (N) 4= Setuju (S), 5= Sangat Setuju (SS). 4). Senjangan Anggaran Senjangan anggaran adalah jumlah anggaran yang dengan sengaja dibuat melebihi kebutuhan sumber-sumber yang dibutuhkan atau dengan sengaja merendahkan kemampuan produktivitas organisasi (Husnatarina dan Nor, 2007) atau jumlah anggaran yang dilaporkan berbeda dengan jumlah anggaran dengan estimasi terbaik dari organisasi. Asrininggati (2006) dalam Pratama (2013) menyebutkan beberapa indikator senjangan anggaran yaitu: 1) Perbedaan jumlah anggaran yang dinyatakan dengan estimasi terbaik. 2) Kelonggaran dalam anggaran (pernyataan 1). 3) Standar anggaran (pernyataan 4). 4) Keinginan untuk mencapai target (pernyataan 2,3,5,6 dan 7). Pengukuran variabel ini menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Dunk (1993) dalam Latuheru (2005). Pengukuran terhadap variabel ini terdiri dari 7 (tujuh) buah pernyataan dengan menggunakan skala Likert satu sampai lima. 1= Sangat Tidak Setuju (STS), 2= Tidak Setuju (TS), 3=Netral (N) 4= Setuju (S), 5= Sangat Setuju (SS).

45 4.6 Instrumen Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data ordinal karena menggunakan kuesioner. Sarwono (2013) menyatakan dalam banyak prosedur statistik seperti regresi, korelasi pearson, uji t dan lainnya mengharuskan data berskala interval. Oleh karena itu jika kita memiliki data berskala ordinal maka data tersebut harus diubah menjadi data berskala interval untuk memenuhi prosedur-prosedur tersebut. Data ordinal sebenarnya adalah data kualitatif sehingga sebelum diolah harus diubah menjadi data interval dengan Motode Suksesif Interval (MSI). Dalam metode ini ada beberapa langkah dalam mengubah data berskala ordinal menjadi data berskala interval antara lain: 1) Menghitung frekuensi 2) Menghitung proporsi 3) Menghitung proporsi kumulatif 4) Menghitung nilai z 5) Menghitung densitas fungsi z 6) Menghitung scale value 7) Menghitung penskalaan 4.6.1 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2006). Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa pernyataan yang dibuat dapat

46 digunakan sebagai alat ukur. Pertanyaan atau pernyataan Instrumen yang valid menunjukkan seberapa jauh suatu tes atau satu set dari operasi-operasi mengukur apa yang seharusnya diukur (Ghiselli et al., 1981 dalam Hartono, 2004). Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antar variabel dengan skor total variabel. Uji validitas pada penelitian ini akan menggunakan Kaiser- Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequecy (KMO MSA). Nilai KMO bervariasi dari 0 sampai dengan 1. Nilai KMO MSA yang dikehendaki harus > 0,05 untuk dapat dilakukan analisis faktor (Ghozali, 2006). Uji reliabilitas merupakan alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau andal jika jawaban seseorang terhadap penyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2006). Reliabilitas juga menunjukkan akurasi, ketepatan dan konsistensi dari pengukurnya. Jawaban responden terhadap pernyataan harus dijawab secara berurutan atau tidak boleh diacak. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini akan menggunakan formula koefisien Alpha Cronbach. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach > 0.60 (Ghozali, 2006). 4.7 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi moderasi interaksi untuk menguji semua hipotesis. Dengan bantuan komputer program SPSS (Statistival Product and Service solutions) 17.0 for windows.

47 4.7.1 Pengujian Asumsi Klasik Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi yang berbasis Ordinary Least Square (OLS). Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui dan menguji kelayakan atas model regresi yang digunakan dalam penelitian supaya hasilnya BLUE atau Best Linear Unbiased Estimator (Ghozali, 2006). Uji asumsi klasik yang akan dilakukan pada penelitian ini hanya uji normalitas dan heteroskedastisitas. Uji multikolinearitas tidak dilakukan pada model regresi yang menggunakan Moderated Regression Analysis (MRA) karena cenderung menimbulkan masalah multikolinearitas. Demikian juga dengan uji autokorelasi tidak dilakukan pada model regresi karena data pada penelitian ini berupa data cross section dan kuesioner bukan time series. Pada penelitian ini pengujian asumsi klasik dilakukan untuk memastikan bahwa di dalam model regresi yang digunakan tidak terdapat heteroskedastisitas dan nilai residual data yang dihasilkan berdistribusi normal. 4.7.1.1 Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masingmasing variabel tetapi pada nilai residualnya. Pada uji normalitas ini dilakukan uji t dan uji F yang mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan uji Kolmogorov-

48 Smirnov. Hasil dari pengujian ini digunakan untuk melihat normalitas data, berdasarkan kriteria penerimaan bahwa data dapat dikatakan memilki distribusi normal jika nilai signifikansi dari Kolgorov-Smirnovnya >0,05 (Ompusunggu dan Bawono, 2006). 4.7.1.2 Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Pada penelitian ini, metoda statistik yang digunakan untuk menentukan model regresi terbebas dari masalah heteroskedastisitas yaitu uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan variabel bebas terhadap nilai residual mutlaknya dengan probabilitas signifikansinya 5%. Suatu model regresi dikatakan tidak mengandung adanya heteroskedastisitas jika tidak ada satupun variabel independen yang signifikan secara statistik memengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2006). 4.7.2 Analisis Regresi Moderasian Analisis regresi digunakan untuk melihat ketergantungan variabel dependen dengan satu atau lebih variabel dependen, dengan tujuan untuk mengestimasi nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati, 2003 dalam Ghozali, 2006). Model

49 persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini diasumsikan linear dan diuji dengan tingkat signifikansi 5%. Hipotesis diuji dengan menggunakan teknik analisis regresi linear berganda dengan menggunakan Moderated Regression Analysis (MRA). Uji interaksi atau sering disebut MRA merupakan aplikasi khusus regresi linear berganda dimana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi (perkalian dua atau lebih variabel independen). Model persamaan regresi yang akan diuji adalah sebagai berikut: SA = β 0 + β 1 PP + β 2 KP + β 3 IKE + β 4 PP*KP + β 5 PP*IKE + e Keterangan: SA β 0 β 1-5 PP KP IKE = senjangan anggaran = konstanta = koefisien regresi = partisipasi penganggaran = keadilan prosedural = iklim kerja etis PP*KP = interaksi antara partisipasi penganggaran dengan keadilan prosedural PP*IKE = interaksi antara partisipasi penganggaran dengan iklim kerja etis e = error Dengan menggunakan uji interaksi, hasil olahan data dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1) Uji Ketepatan Model Uji Anova atau F test menghasilkan nilai F hitung dengan tingkat signifikansi tertentu, jika tingkat signifikansinya jauh lebih kecil dari 0,05,

50 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi senjangan anggaran. 2) Uji Hipotesis Uji hipotesis dilakukan dengan melihat hasil uji t pada masing-masing persamaan regresi. Dengan bantuan SPSS maka nilai t hitung dapat diketahui, jika nilai signifikansi t hitung 0,05 untuk semua variabel berarti H 0 ditolak dan semua hipotesis alternatif diterima.

51 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Gambaran Umum Responden Responden dalam penelitian ini adalah seluruh kepala SKPD, Sekretaris/Kasubag TU/Wakil Direktur BRSUD Tabanan dan Kasubag Umum dan Perencanaan/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang/Kepala Sub Bagian di Pemerintah Kabupaten Tabanan. Penyebaran kuesioner dilakukan pada bulan Desember 2014 sampai dengan bulan Januari 2015. Kuesioner diantar langsung ke masing-masing SKPD sebanyak 123 kuesioner. Dari 123 kuesioner yang di edarkan, 1 kuesioner tidak diisi oleh responden sehingga hanya 122 kuesioner yang kembali. Unit analisis dari penelitian ini adalah organisasi jadi jawaban tiga responden dari masing-masing SKPD di rata-ratakan menjadi satu mewakili SKPD, sehingga data yang diolah berjumlah 41. Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini terdiri dari 22 orang perempuan dan 100 orang laki-laki dengan persentase 12% perempuan dan 82% laki-laki. Untuk umur responden dibawah 30 tahun sebanyak 1 orang (0,8%); lebih dari 30 sampai dengan 40 tahun sebanyak 20 orang (16,4%); lebih dari 40 sampai dengan 50 tahun sebanyak 58 orang (47,5%) dan responden yang memiliki umur lebih dari 50 tahun sebanyak 43 orang (35,3%). Tingkat pendidikan responden untuk SMU/Diploma sebanyak 7 orang (5,7%); Sarjana Strata 1 sebanyak 74 orang (60,7%) dan Sarjana Strata 2 sebanyak 41 orang 51

52 (33,6%). Masa kerja responden dibawah 1 tahun sebanyak 8 orang (6,6%); 1 sampai dengan 2,5 tahun sebanyak 31 orang (25,4%); 2,5 sampai dengan 5 tahun sebanyak 51 orang (41,8%) dan lebih dari 5 tahun sebanyak 32 orang (26,2%) (Lampiran 3). Deskripsi data penelitian disajikan pada Tabel 5.1 berikut ini. Tabel 5.1 Deskripsi Data Penelitian Variabel N Minimum Maksimum Rata-rata Partisipasi Penganggaran (PP) 41 2,000 5,000 4,044 Keadilan Prosedural (KP) 41 2,000 5,000 3,998 Iklim Kerja Etis (IKE) 41 2,000 5,000 3,893 Senjangan Anggaran (SA) 41 2,000 5,000 4,060 Valid N 41 Sumber : data diolah (Lampiran 4), 2015 Berdasarkan Tabel 5.1, rata-rata penilaian responden pada partisipasi penganggaran adalah 4,044 yang menunjukkan setuju artinya pejabat-pejabat yang ada di tiap-tiap SKPD pada Pemerintah Kabupaten Tabanan memiliki partisipasi yang cukup tinggi dalam penyusunan anggaran. Penilaian responden mengenai keadilan prosedural adalah 3,998 atau setuju, ini berarti prosedurprosedur yang ada dalam proses penyusunan anggaran sudah diterapkan secara adil pada tiap-tiap SKPD. Nilai rata-rata iklim kerja etis adalah 3,893 yang menunjukkan setuju, hal ini berarti tiap-tiap SKPD menerapkan perilakuperilaku yang beretika sehingga tercipta iklim kerja etis. Rata-rata penilaian responden pada senjangan anggaran adalah 4,095 atau setuju, hal ini dapat diartikan pejabat di tiap-tiap SKPD yang berperan dalam penyusunan anggaran melakukan senjangan anggaran.

53 5.1.2 Uji Instrumen Penelitian Uji Instrumen Penelitian diuji dengan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu pernyataan penelitian dikatakan valid apabila nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequency (KMO MSA) > 0.5 (Ghozali, 2006). Uji Reliabilitas merupakan alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan nilai Alpha Cronbach untuk mengukur derajat kehandalan masing-masing variabel. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach > 0.6 (Ghozali,2006). Hasil uji validitas dan reliabilitas ini disajikan pada Tabel 5.2 dibawah ini. No 1. Partisipasi Penganggaran PP.1 PP.2 PP.3 PP.4 PP.5 PP.6 Tabel 5.2 Hasil uji validitas dan reliabilitas Uji Validitas Uji Reliabilitas Variabel KMO Sig. MSA Cronbach Alpha 0,867 0,000 0,929 2. Keadilan Prosedural KP.1 KP.2 KP.3 KP.4 KP.5 KP.6 0,841 0,000 0,896 0,824 0,895 0,813 0,908 0,876 0,805 0,827 0,820 0,876 0,912 0,825 0,939

54 3. Iklim Kerja Etis IKE.1 IKE.2 IKE.3 IKE.4 IKE.5 4. Senjangan Anggaran SA.1 SA.2 SA.3 SA.4 SA.5 SA.6 SA.7 0,859 0,000 0,856 0,000 0,889 0,811 0,886 0,900 0,821 0,915 0,907 0,899 0,782 0,857 0,852 0,801 Sumber : data diolah (Lampiran 5,6,7,8,9,10,11,12), 2015 0,934 0,935 Hasil uji validitas menunjukkan nilai Kaiser-Meyer-Olkim (KMO) pada seluruh variabel lebih besar dari 0,5 dengan signifikansi lebih kecil dari 0,05 serta nilai MSA pada seluruh instrumen lebih besar dari 0,5. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa semua variabel mempunyai nilai Alpha Cronbach lebih besar dari 0,6. Berdasarkan data pada Tabel 5.2 dapat diintepretasikan bahwa instrumen yang digunakan memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. 5.1.3 Analisis Data Subbab ini menyajikan hasil analisis data. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik merupakan persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi yang berbasis OLS. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji kelayakan atas model regresi yang digunakan dalam penelitian supaya hasilnya BLUE (Best Linear Unviased Estimator).Uji asumsi klasik pada penelitian ini yaitu uji normalitas dan heteroskedastisitas.

55 1) Uji normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Hasil uji normalitas menunjukkan nilai Asymp.Sig (2-tailed) 0,479 lebih besar dari 0,05 (Lampiran 14) berarti dapat disimpulkan bahwa model persamaan regresi tersebut memenuhi syarat uji normalitas. 2) Uji heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Pada penelitian ini, metoda statistik yang digunakan untuk menentukan model regresi terbebas dari masalah keteroskedstisitas yaitu uji Glejser. Hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa tidak ada variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya yaitu Absolut Residual (Abres). Ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi t hitung yang semuanya lebih besar dari 0,05 (Lampiran 14). Jadi dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tersebut tidak ditemukan gejala heteroskedastisitas.

56 5.1.4 Uji Hipotesis Hipotesis 1, Hipotesis 2 dan Hipotesis 3 diuji menggunakan analisis regresi moderasi dengan metode interaksi. Hasil analisis regresi moderasi dapat dilihat pada Tabel 5.5 dibawah ini. Variabel Tabel 5.5 Hasil analisis regresi moderasi Unstandardized Coefficients B Std. Error Standardized Coefficients Beta (Constant) -0,136 0,179-0,759 0,453 PP 0,685 0,133 0,559 2,951 0,006 KP 0,407 0,171 0,504 2,298 0,028 IKE -0,100 0,191-0,071-0,432 0,669 PP*KP -0,500 0,009-0,626-2,797 0,008 PP*IKE 0,438 0,010 0,414 2,080 0,045 F 11,606 Sig.F 0,000 R Square 0,624 Adjusted R Square 0,570 Sumber : data diolah (Lampiran 15), 2015 Berdasarkan tabel 5.5 maka dapat ditulis persamaan regresi yang dihasilkan seperti dibawah ini. SA= -0,136 + 0,685PP + 0,407KP 0,500PP*KP+0,438PP*IKE t Sig. Uji hipotesis dilakukan dengan melihat hasil uji t tiap-tiap variabel pada persamaan regresi. Berikut dipaparkan hasil uji hipotesis penelitian. 1) Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada Senjangan Anggaran Hipotesis 1 menyatakan partisipasi penganggaran berpengaruh pada senjangan anggaran. Hasil analisis regresi pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa nilai koefisien beta (β 1 ) adalah 0,685 dan t hitung sebesar 2,951 dengan tingkat

57 signifikansi sebesar 0,006 < 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran berpengaruh positif signifikan pada senjangan anggaran. Hal ini berarti semakin tinggi partisipasi pejabat di tiap-tiap SKPD dalam menyusun anggaran maka senjangan anggaran semakin tinggi. 2) Keadilan Prosedural Sebagai Pemoderasi Pengaruh Partisipasi Penganggaran Pada Senjangan Anggaran Hipotesis 2 menyatakan keadilan prosedural sebagai pemoderasi pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran. Hasil analisis pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa nilai koefisien beta (β 4 ) -0,500 dan nilai t hitung sebesar - 2,797 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,008 < 0,05, berarti bahwa interaksi partisipasi penganggaran dan keadilan prosedural berpengaruh negatif signifikan pada senjangan anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa keadilan prosedural sebagai pemoderasi pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran. 3) Iklim Kerja Etis Sebagai Pemoderasi Pengaruh Partisipasi Penganggaran Pada Senjangan Anggaran Hipotesis 3 menyatakan bahwa iklim kerja etis sebagai pemoderasi pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran. Hasil analisis regresi moderasi pada Tabel 5.5 menunjukkan nilai koefisien beta (β 5 ) sebesar 0,438 dan nilai t hitung sebesar 2,080 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,045 < 0,05 berarti bahwa interaksi partisipasi penganggaran dan iklim kerja etis berpengaruh positif signifikan pada senjangan anggaran. Hasil ini

58 menunjukkan iklim kerja etis sebagai pemoderasi hubungan antara partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran. 5.2 Pembahasan Subbab ini menyajikan pembahasan tiap-tiap Hipotesis penelitian yang sudah dianalisis pada subbab sebelumnya. 5.2.1 Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada Senjangan Anggaran Pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dibuktikan dengan Hipotesis 1. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi partisipasi pejabat di tiap-tiap SKPD dalam penyusunan anggaran menyebabkan peningkatan senjangan anggaran. Hal ini juga didukung oleh rata-rata jawaban responden (pejabat di tiap-tiap SKPD) untuk partisipasi penganggaran adalah setuju, ini menunjukkan pejabat yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki partisipasi yang cukup tinggi dalam proses penyusunan anggaran. Partisipasi ini tidak didukung dengan informasi yang akurat yang diberikan kepada pengambil keputusan dalam penyusunan anggaran sehingga menyebabkan senjangan anggaran juga tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata jawaban pejabat di tiaptiap SKPD untuk senjangan anggaran adalah setuju berarti ketika semakin partisipasi pejabat dalam penyusunan anggaran maka senjangan anggaran akan semakin meningkat. Penelitian ini berhasil membuktikan Hipotesis 1 yang menyatakan partisipasi penganggaran berpengaruh pada senjangan anggaran. Pada kondisi ini pejabat yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran tidak

59 memberikan informasi secara akurat dimana pihak-pihak yang berpartisipasi membiaskan informasi mengenai sumber daya yang dimiliki dan kebutuhan terhadap anggaran yang sebenarnya kepada pembuat keputusan sehingga terjadi senjangan anggaran. Teori keagenan juga menyatakan konflik kepentingan antara agen dan prinsipal akan terus meningkat, karena prinsipal tidak dapat memonitor kegiatan agen setiap hari. Sebaliknya, agen memiliki lebih banyak informasi penting mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan organisasinya secara keseluruhan. Hal inilah yang menimbulkan asimetri informasi yaitu ketidakseimbangan informasi antara prinsipal dan agen. Hasil penelitian ini konsisten dengan temuan Lowe dan Shaw (1968), Young (1985) dan Lukka (1988) yang menyatakan semakin tinggi partisipasi dalam penyusunan anggaran akan meningkatkan senjangan anggaran. Kondisi ini terjadi jika atasan tidak memiliki informasi yang cukup mengenai kinerja bawahan sehingga tidak dapat menentukan kontribusi bawahan terhadap hasil sebenarnya. 5.2.2 Keadilan Prosedural sebagai Pemoderasi Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada Senjangan Anggaran Keadilan prosedural sebagai pemoderasi pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dibuktikan dengan menguji Hipotesis 2. Hasil pengujian menunjukkan bahwa keadilan prosedural dapat memperlemah pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran artinya semakin tinggi keadilan prosedural maka senjangan anggaran akan semakin menurun.

60 Hal ini juga ditunjukkan oleh rata-rata jawaban pejabat di tiap-tiap SKPD untuk keadilan prosedural adalah setuju. Ini berarti ketika SKPD semakin baik dan konsisten menerapkan keadilan prosedural dalam penyusunan anggaran maka senjangan anggaran semakin menurun. Koefesien regresi variabel interaksi partisipasi juga menunjukkan hasil negatif yang berarti jika keadilan prosedural meningkat, maka senjangan anggaran akan menurun. Penelitian ini berhasil membuktikan Hipotesis 2 yang menyatakan keadilan prosedural sebagai pemoderasi pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran. Interaksi antara variabel keadilan prosedural dengan partisipasi penganggaran akan menurunkan kecenderungan pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan anggaran dalam menciptakan senjangan anggaran. Prosedur yang adil mengarah pada terpenuhinya atau dipatuhinya aturan dan keputusan yang berhubungan dengan prosedur. Apabila penerapan persepsi keadilan atas pembuatan keputusan atau proses yang digunakan dalam mengalokasikan keputusan yang dijalankan dengan adil dan transparan secara konsisten, pengaruh partisipasi penganggaran akan menurunkan kecenderungan menciptakan senjangan anggaran. Hasil penelitian ini konsisten dengan temuan Meiraningsih (2014) yang menyatakan keadilan prosedural memoderasi pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran. 5.2.3 Iklim Kerja Etis sebagai Pemoderasi Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada Senjangan Anggaran Iklim kerja etis sebagai pemoderasi pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dibuktikan dengan menguji Hipotesis 3. Pengujian

61 menunjukkan interaksi antara partisipasi penganggaran dengan iklim kerja etis berpengaruh positif signifikan pada senjangan anggaran. Sehingga, iklim kerja etis sebagai pemoderasi (memperkuat) pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran. Semakin baik iklim kerja etis maka senjangan anggaran semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena pejabat yang menyusun anggaran merasa yakin terhadap anggaran yang disusun akan direalisasikan sendiri sehingga mereka menyusun anggaran yang mudah untuk direalisasikan. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan temuan Meiraningsih (2014) yang menyatakan iklim kerja etis sebagai variabel pemoderasi (memperlemah) pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran.

62 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa partisipasi penganggaran berpengaruh positif signifikan pada senjangan anggaran. Ini berarti semakin tinggi partisipasi dalam penyusunan anggaran maka dapat meningkatkan terjadinya senjangan anggaran. Hal ini disebabkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran membiaskan informasi mengenai sumber daya yang dimiliki dan kebutuhan terhadap anggaran yang sebenarnya kepada pembuat keputusan. Keadilan prosedural memoderasi (memperlemah) pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran. Hal ini berarti bila keadilan prosedural diterapkan secara konsisten maka akan dapat menurunkan kecenderungan pihakpihak yang terlibat dalam penyusunan anggaran untuk menciptakan senjangan anggaran. Iklim kerja etis memoderasi (memperkuat) pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran. Ini berarti interaksi antara variabel iklim kerja etis dengan partisipasi penganggaran akan meningkatkan senjangan anggaran. 62

63 6.2 Saran Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran berpengaruh positif signifikan pada senjangan anggaran dan dengan adanya keadilan prosedural sebagai pemoderasi dapat menurunkan senjangan anggaran. Hal ini berarti untuk mengurangi asimetri informasi hendaknya pejabat yang berpatisipasi dalam penyusunan anggaran lebih memahami pedoman, prosedurprosedur dan atura-aturan dalam penyusunan anggaran karena setiap tahun pedoman, prosedur dan aturan mengalami perubahan, sehingga atasan mendapatkan informasi yang akurat sebelum mengambil keputusan dalam penyusunan anggaran. Pemerintah Kabupaten Tabanan disarankan konsisten dalam menerapkan prosedur-prosedur secara adil dalam proses penyusunan anggaran sehingga senjangan anggaran dapat diminimalisir. Peneliti selanjutnya disarankan menggunakan data kuantitatif dalam mengukur senjangan anggaran untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Selain itu juga memperluas responden penelitian dari tiga pejabat menjadi semua pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) yang ada di tiap-tiap SKPD. Penelitian yang akan datang juga diharapkan melakukan pengkajian lebih mendalam pada cakupan yang lebih luas pada instansi pemerintah lainnya seperti Lembaga Keuangan dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

64 DAFTAR PUSTAKA Abbas, S. 2008. Pengaruh Penganggaran Partisipasi terhadap Komitmen Organisasi, Job-Relevant Information dan Kinerja Manajerial (pada Hotel Berbintang di Kota Surabaya). Jurnal Megadigma. Vol. 2, No. 2, hal. 48-63. April. Abdul, I. 2008. Dampak Informasi Asimetri terhadap Budgetary Slack pada Sektor Publik dengan Komitmen Organisasi sebagai Penghubung. Jurnal Teknologi & Manajemen Informatika.Vol. 6, Edisi Khusus, hal. 1-7. September. Abdullah, H.H., Warokka, A. dan Koncoro, H. 2011. Budgetary Slack and Entrepreneurial Spirit: A Test of Government Policy Consistency toward Its Campaigned Programs. World Journal of Social Sciences. Vol. 1, No. 5, pp. 175-187. November. Adnan, S.M. dan Sulaiman, M. 2007. Organizational, Cultural and Religious Factors of Budgetary Slack Creation: Empirical Evidence from Malaysia. International Review of Business Research Papers. Vol. 3, No. 3, pp. 17-34. August. Anthony, R.N. dan Govindarajan, V. 2011. Management Control System. Edisi 11. Salemba Empat. Jakarta. Aquino, A.C.B. de., Cardoso, R.L. dan Boya, V.L.A. 2006. Causality in A Performance Measurement Model: A Case Study in A Brazilian Power Distribution Company. Diperoleh dari http://www.anpcont.com.br/site/ docs/.../ccg265.pd...(21 Maret 2014) Aren, A.A. dan Loebbecke, J.K. 1995. Auditing. 6th Edition. Prentice Hall. Inc. Englewood. Cliff. Brownell, P. 1982. The Role of Accounting Data in Performance Evaluation, Budgetary Partisipative, and Organizational Effectiveness. Journal of Accounting Research. Vol. 20, pp. 12-27. Chandra, G. 1993. The Behavirol Aspects of Budgeting dalam buku Robert Rachli dan Allen Sweany. Hand Book of Budgeting. 3rd Edition. New York: Jhon Willey & Sons Inc. Chenhall, R. Dan Morris, D. 1986. The Impact of Structure, Environment, and Management Accounting System. The Accounting Review. Vol. 61, No.1, pp. 16-35. January.

65 Desmiyawati. 2009. Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Senjangan Anggaran dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating.Pekbis Jurnal. Vol. 1, No. 2, hal. 91-99. Juli. Dunk, A.S. 1993. The Effect of Budget Emphasis and Information Asymmetry on the Relation Between Budgetary Participation and Slack. The Accounting Review 68. April. pp. 400-410. Falikhatun. 2007. Pengaruh Partisipasi Penganggaran terhadap Budgetary Slack dengan Variabel Pemoderasi Ketidakpastian Lingkungan dan Kohesivitas Kelompok. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 6, No. 2, hal. 207-221. September. Fitri, N. Dan Ratna, Y.J. 2009. Pengaruh Keadilan Distributif dan Keadilan Prosedural terhadap Kinerja: Studi Kasus pada Akademi Universitas Muria Kudus. Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi IV. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Govindarajan, V. 1986. Impact of Participation in the Budgetary Process on Managerial Attitudes and Performance:Universalistic and Contongency Perspective. Decision Science 17. pp. 496-516. Grediani, E. dan Sugiri, S. 2010. Pengaruh Tekanan Ketaatan dan Tanggung Jawab Persepsian pada Penciptaan Budgetary Slack. Simposium Nasional Akuntansi XIII. hal. 1-28. Purwokerto. Greenberg, J. dan Baron, RA. 2003. Behavior in Organizations. Eighth Edition, Prentice Hall, New Delhi. Hartono, J. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman. Edisi 2004/2005. Yogyakarta: BPFE. Husnatarina, F. dan Nor, W. 2007. Pengaruh Keterlibatan Pekerjaan dan Budget Emphasis dalam Hubungan antara Partisipasi Anggaran dengan Senjangan Anggaran. The 1 st Accounting Conference Faculty of Economic Universitas Indonesia. hal. 1-25. Depok 7-9 November. Ikhsan, A. dan Ane, La. 2007. Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Senjangan Anggaran dengan Menggunakan Lima Variabel Pemoderasi. Simposium Nasional Akuntansi X. ASPP-02. hal.1-27. Makasar 26-28 Juli. Jensen, M. dan Meckling W. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost And Ownership Structure. Journal of Financial Eco-nomics. 3: 305-360.

66 Jogianto, 2004. Metode Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman, Edisi 2004/2005, BPFE, Yogyakarta. Kenis. 1979. Effect on Budgetary Goal Characteristic on Managerial Attitude and Performance? The Accounting Review. LIV(4):707-721. Komalasari, P.T., Joeseof, J.R. dan Nashih, M. 2004. Pengaruh Negosiasi dan Asimetri Informasi terhadap Budget Outcomes: Sebuah Eksperimen. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 7, No. 1, hal. 57-73. Januari. Kreitner, R. dan Kinicki, A. 2000. Organizational Behavior. Irwin McGraw-Hill. Fifth Edition. Kren, L. 2003. Effects of Uncertainty, Participation, and Control System Monitoring on The Prospensity to Creat Budget Slack and Actual Budget Slack Created. Diperoleh dari http:// pantherfile.umw. edu /kren/www/ Slack1.pdf.(21 Maret 2014) Laing, G.K. 2009. Budgeting Games: An Analysis of Budgetary Participation in Statutory Authorities. Journal of Economic and Social Policy. Vol. 12, Issue 2, Article 6. Latif, A.B. 2007. Hubungan antara Keadilan Prosedural dan Kinerja Manajerial dengan Partisipasi Anggaran sebagai Variabel Intervening. Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro. Latuheru, B.P. 2005. Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Senjangan Anggaran dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating: Studi Empiris pada Kawasan Industri Maluku. Jurnal Akuntansi& Keuangan. Vol. 7, No. 2, hal. 117-130. November. Leventhal, G.S. 1980. What Should Be Done With Equity Theory? In Social Exchange: Advances in Theory and Research. Edited by K.J. Gergen,M.S. Greenberg, and R.H. Willis: 27-55, New York, NY: Plenum Press. Libby, T. 1999. The Influence of Voice and Explanation Performance in Participative Budgeting Setting. Accounting, Organizations, and Sociaty. 24: 125-137. Lowe, E.A. dan Shaw, R.W. 1968. An Analysis of Managerial Biasing: Evidence From a Company s Budgeting Proses. The Journal of Management Studies 5. Oktober. pp. 304-315. Lukka, K. 1988. Budgetary Biasing in Organizations: Theoritical Framework and Empirical Evidence. Accounting, Organization, and Society 13. pp. 281-301.

67 Maiga, A.S. dan Jocobs, F.A. 2007. Budget Participation s Influence on Budget Slack: The Role of Fairness Perceptions, Trust and Goal Commitment. JAMAR. Vol. 5, Number 1. Mardiasmo, 2002. Akuntansi Sektor Publik. Edisi 2. Yogyakarta: Andi Offset Meiraningsih, 2014. Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada Senjangan Anggaran dengan Keadilan Prosedural dan Iklim Kerja Etis sebagai Varaiabel Pemoderasi: Studi Empiri di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga se-provinsi Bali. Tesis. Bali: Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana. Merchant, K.A. 1981. The Design of the Corporate Budgeting System: Influence on Managerial Behavior and Performance. The Accounting Review. Vol. 56, No. 4, pp. 812-829. Milani, K. 1975. The Relationship of Participation in Budget- Setting on Industrial Supervisor Performance and Attitudes: A Field Study. The Accounting Review 50. pp. 104-123. April.. 1985. Budgeting and Propersity to Create Budgetary Slack. Accounting, Organization, and Society. 10. pp. 201-210. Ompusunggu, K.B. dan Bawono, I.R. 2006. Pengaruh Partisipasi Anggaran dan Job Relevant Information (JRI) terhadap Informasi Asimetris (Studi pada Badan Layanan Umum Universitas Negeri di Kota Purwokerto Jawa Tengah). Simposium Nasional Akuntansi 9. K-AMEN 08. hal.1-27. Padang 23-26 Agustus. Onsi, M. 1973. Factor Analysis of Behavioral Variables Affecting Budgetary Slack. The Accounting Review. Juli. pp. 535-548. Ozer, G. dan Yilmaz, E. 2011. Effects of Procedural Justice Perception, Budgetary Control Effectiveness and Ethical Work Climate on Propensity to Creat Budgetary Slack. Business and Economics Research Journal. Vol. 2, Number 4, pp. 1-18. Pramono, H. 2012. Perilaku Etis dalam Pengambilan Keputusan Akuntan dalam Persepektif Etika Islam. Diperoleh dari http://ejournal.stie-ub.ac.id /index. php / probank / article / download /.../86. (21 Maret 2014) Pratama, R. 2013. Pengaruh Partsisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran dengan Komitmen Organisasi dan Motivasi Sebagai Pemoderasi. Jurnal Skripsi. Universitas Negeri Padang.

68 Rankin, F.W., Schwartz, S.T. dan Young, R.A. 2008. The Effect of Honesty and Superior Authority on Budget Proposal. The Accounting Review. Vol. 83, No. 4, pp. 1083-1099. July. Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Jakarta.. 2004. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Negara dan Daerah. Jakarta.. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Jakarta. Robbins, S.P. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Jakarta: PT. Indeks kelompok Gramedia. Rosalia, D.P. 2004. Pengaruh Partisipasi Penganggaran, Komitmen Organisasi, Keterlibatan Kerja, Ketidakpastian Lingkungan dan Jenis Industri terhadap Senjangan Anggaran : Studi Kasus pada Perusahan Manufaktur dan Non Manufaktur di Jawa Tengah, Jawa Tengah. Rwita, S.S.Al. 2010. Budgetary Slack: The Effects of Truth-Inducing Schemes on Slack and Performance. Diperoleh dari http://faculty.ksu.edu.sa/.../ Res.%20New%20Budget... (21 Maret 2014). Sandrya, D. Pengaruh Anggaran Partisipatif pada Budgetary Slack dengan Asimetri Informasi, Komitmen Organisasi, Budaya Organisasi dan Kapasitas Individu sebagai Variabel Moderasi: Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Sardjito, B. dan Muthaher, O. 2007. Pengaruh Partisispasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah: Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating. Simpo-sium Nasional Akuntansi X. ASPP-07. hal.1-24. Makasar 22-28 Juli. Sarwono, J. 2013. Statistik Multivariat Aplikasi Untuk Riset Skripsi. Yogyakarta : ANDI Schieff, M. dan Lewin, A.Y. 1970. The Impact of People Budgets. The Accounting Review 45. April. pp. 259-268. Sholihin, M. dan Pike, R. 2008. Fairness in Performance Evaluation and Its Behavioural Consequences. Working Paper. No.08/25. November.

69 Shuangcai, Z. dan Guiying, L. 2011. Influencing Factors Analysis of and Controls System Design of Budgetary Slack in Chinese Enterprice. Diperoleh dari http://www.seiofblue.mountain.com/./ Detail.php?id (21 Maret 2014) Siegel, G. dan Marconi, H.R. 1989. Behavioral Accounting. South Western Publishing, Co. Cincinnati, off. Siregar, A. 2005. Analisis Pengaruh Keadilan Prosedural terhadap Kinerja Manajerial di Lingkungan Pemerintah Daerah Kota Binjai. Tesis. Medan:Program Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara. Stede, W.A.V.der. 2000. The Relationship Between Two Consequences of Budgetary Controls: Budgetary Slack Creation and Managerial Short- Term Orientation. Accounting, Organizations and Society. Vol. 25, 609-622. Suartana, I.W. 2010. Akuntansi Keperilakuan. Edisi 1. Yogyakarta: Penerbit Andi. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Edisi ke-15. Bandung: Alfabet. Suhartono, E. dan Solichin, M. 2006. Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap Senjangan Anggaran Instansi Pemerintah Daerah dengan Komitmen Organisasi sebagai Pemoderasi. Simposium Nasional Akuntansi 9. K-ASPP 05. hal. 1-20. Padang 23-26 Agustus. Sulasmi, S. dan Widhianto, I.G.M.D. 2009. Ethical Work Climate untuk Menciptakan Moral Awareness Karyawan pada Koperasi Bank Perkreditan Rakyat Tribakti Nganjuk. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan. Tahun 2, No. 2, hal. 183-198. Agustus. Syukri, M. 2012. Keadilan dalam Sorotan. Diperoleh dari http://badilag.net/.../..(21 Maret 2014). Ulupui. 2005. Pengaruh Partisipasi Anggaran, Persepsi Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, dan Goal Commitment terhadap Kinerja Dinas. Kinerja. Vol. 9, No. 2, hal. 98-112. Utomo, S.B. 2006. Pengaruh Partisipasi Anggaran, Informasi Asimetris dan Budget Emphasis terhadap Senjangan Anggaran. Skripsi. Purwokerto Fakultas Ekonomi Universitas Soedirman. Victor, B. And Cullen, J.B. 1988. The Organization Bases of Ethical Work Climate. Administrative Science Quarterly. March. Vol. 33, lss. 1.

70 Wimbush, J.C. dan Shepard, J.M. 1994. Toward an Understanding of Ethical Climate: Its Relationship to Ethical Behavior and Supervisory Influence. Journal of Business Ethics. Vol. 13, Lss. 8, pp 637-674. Aug. Wirawan. 2008. Budaya dan Iklim Organisasi. Cetakan Kedua. Jakarta: Salemba Empat. Yilmaz, E. Dan Ozer, G. 2011. The Effects of Environmental Uncertainty and Bugetary Control Effectiveness on to Creat Budgetary Slack in Public Sector. African Journal of Business Management. Vol. 1: 37-35 Young, S. M. 1985. Participative Budgeting: The Effects of Risk Aversion and Asymmetric Information on Budgetary Slack. Journal of Accounting Research. Vol. 23, No. 2, pp. 829-842. Autumn. Yucel, R. dan Gunluk, M. 2007. Effects of Budgetary Control and Justice Perceptions on The Relationship Between Budgetary Participation and Performance. Journal of Global Strategic Management. Vol. 2. pp. 82-93. Oktober. Yuhertiana, I. 2011. A Gender Perspective of Budgetary Slack in East Java Local Government. International Research Journal of Finance and Economics. ISSN 1450-2887. Issue 78. pp. 114-120. Yusfaningrum, K. dan Ghozali, I. 2005. Analisis Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Kinerja Manajerial melalui Komitmen Tujuan Anggaran dan Job Relevant Information (JRI) sebagai Variabel Intervening (Penelitian terhadap Perusahaan Manufaktur di Indonesia). Simposium Nasional Akuntansi VIII. hal. 656-666. Solo 15-16 September. Yuwono, I.B. 1999. Pengaruh Komitmen Organisasi dan Ketidakpastian Lingkungan terhadap Hubungan antara Partisipasi Anggaran dengan Senjangan Anggaran. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 1: 37-55. Zainuddin, S. dan Isa, C.R. 2011. The Role of Procedural Fairness In The Relationship Between Budget Participation and Motivation. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. Vol. 5 (9): 1464-1473.

71 Lampiran- lampiran Lampiran 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS UDAYANA PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI SURAT PENGANTAR Yth. Ibu/Bapak/Sdr Di - tempat Dengan hormat, Dalam rangka penelitian untuk penyusunan tugas akhir (tesis), bersama ini saya mohon bantuan Ibu/Bapak/Sdr untuk bersedia menjadi responden dalam penelitian yang saya lakukan (kuesioner terlampir). Kuesioner ini ditujukan untuk diisi oleh Ibu/Bapak/Sdr dengan menjawab seluruh pernyataan yang telah disediakan. Saya mengharapkan jawaban yang Ibu/Bapak/Sdr berikan nantinya adalah jawaban obyektif agar diperoleh hasil maksimal. Perlu diketahui bahwa jawaban yang diberikan hanya untuk keperluan akademis, tidak akan memengaruhi status dan jabatan Ibu/Bapak/Sdr, dan kerahasiaan akan dijamin. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran. Adapun Judul penelitian ini adalah KEADILAN PROSEDURAL DAN IKLIM KERJA ETIS SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN PADA SENJANGAN ANGGARAN (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten Tabanan). Demikian surat pengantar ini disampaikan, atas perhatian dan partisipasi yang diberikan saya ucapkan terima kasih. Tabanan, 17 Nopember 2014 Hormat saya, I Putu Pande Ariawan Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Udayana