I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

ORIENTASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILUKADA KABUPATEN LAMPUNG BARAT 2012

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pesta demokrasi dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung. Oleh karena itu, dalam pengertian modern, demokrasi dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dibuktikan dengan bunyi pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT KOTA PADANG PADA PEMILU KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT TAHUN 2010 SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara yang sekiranya bisa menarik masyarakat untuk memilih. calonnya, calon pasangan kepala daerah untuk Wilayah Kabupaten

I. PENDAHULUAN. Penelitian ini mengkaji tentang Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), proses. pengawasan dan hambatan-hambatan yang dialami dalam mengawasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Peran. Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan (status)

BAB I PENDAHULUAN. penentuan strategi komunikasi, jika tidak ada strategi komunikasi yang baik efek

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan. Terbukanya arus kebebasan sebagai fondasi dasar dari bangunan demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Komisi ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hasil amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Pemilu

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. konsep suci penyelenggaran Negara telah membawa perubahan bagi

BAB I BUDAYA POLITIK DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu

Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah Provinsi,

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

II. TINJAUAN PUSTAKA. pemilihan umum. Perilaku memilih dapat ditujukan dalam memberikan suara. Kepala Daerah dalam Pemilukada secara langsung.

I. PENDAHULUAN. pedesaan di masa demokrasi saat ini, terutama bagi pihak-pihak yang. motor penggerak bagi kesejahteraan masyarakatnya.

QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN PARTAI POLITIK LOKAL

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. karena sebelumnya pemilihan Calon /wakil Gubernur Sumatera sudah terlaksana

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

Modul ke: Fakultas TEKNIK. Program Studi SIPIL.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

yang sangat prinsipiil, karena dalam pelaksanaan hak asasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINGKAT PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA PADANG TAHUN 2013

Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab *

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

DAFTAR RIWAYAT HIDUP CALON ANGGOTA TIM SELEKSI BAWASLU PROVINSI PROVINSI.

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang

BAB I PENDAHULUAN. pusat atau disebut pemerintah dan sistem pemerintahan daerah. Dalam praktik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

PEMILUKADA PASCA REFORMASI DI INDONESIA. Oleh : Muhammad Afied Hambali Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta. Abstrack

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Pada bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan implikasi penelitian yang

I. PENDAHULUAN. Runtuhnya rezim Orde Baru memberikan ruang yang lebih luas bagi elit politik

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia sejak dulu sudah mempraktekkan ide tentang demokrasi walau

BAB I PENDAHULUAN. rakyat indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang undang dasar negara

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah suatu sarana yang berfungsi sebagai

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semarak dinamika politik di Indonesia dapat dilihat dari pesta demokrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan sebagai perwujudan pesta demokrasi bagi rakyat, dimana adanya proses para pemilih (masyarakat) untuk memilih orang-orang yang akan mengisi jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan ini beraneka-ragam, mulai dari presiden beserta wakil presiden, wakil rakyat di parlemen/ditingkat pemerintahan pusat maupun daerah, seperti DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kota/Kabupaten, DPD, Gubernur, Walikota, dan Bupati. Awalnya, pemilu di Indonesia ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, seperti DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kota/Kabupaten saja. Setelah amandemen keempat Undang-Undang Dasar tahun 1945 pada 2002, tepatnya di tahun 2004 dilaksanakan pemilu untuk memilih presiden beserta wakil presiden yang pertama kali dilakukan langsung oleh rakyat. Pemilu langsung oleh rakyat merupakan pelaksanaan dan perwujudan dari kedaulatan rakyat agar menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD 1945). Perwujudan kedaulatan rakyat ini dengan pelaksanaan pemilu secara langsung untuk

2 memilih wakil-wakil rakyat sebagai penyalur dari aspirasi rakyat itu sendiri. Pelaksanaan dari pemilu tersebut dengan memakai asas langsung, umum, rahasia, bebas, jujur, dan adil. Perwujudan kedaulatan rakyat tersebut juga tertulis dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 yang menyatakan Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengertian pemilihan umum tersebut memberi rakyat Indonesia kebebasan dalam memberikan suaranya sesuai dengan hati nurani mereka masing-masing. Pengesahan dan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ditindaklanjuti juga dengan penyelenggaraan pemilukada (pemilihan umum kepala daerah) secara langsung. Pemilihan langsung oleh rakyat setempat di daerah menunjukkan betapa dihargainya hak politik semua warga negara Indonesia seperti yang tertulis dalam pasal 28 UUD 1945. Pasal tersebut menjelaskan bahwa Negara Indonesia menjamin seluruh masyarakatnya untuk berkumpul dan mengeluarkan pikiran baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Aktualisasi dari masyarakat dalam berkumpul serta berpendapat ini mewujudkan hak-hak politik warga negara seluruh Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pemilukada) dijadikan juga bagian dalam pemilu.

3 Indonesia memiliki jumlah penduduk yang masuk dalam peringkat lima besar di dunia. Masyarakat dengan jumlah penduduk yang banyak ini juga terdiri dari berbagai suku, agama, maupun budaya. Adanya jumlah penduduk yang banyak dan bersifat plural ini mengharuskan adanya perwakilan di setiap daerah. Perwakilan rakyat pun harus memiliki kualitas yang memadai dan berkompeten dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat. Kehidupan manusia di dalam masyarakat memiliki peranan penting dalam sistem politik suatu negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa akan berinteraksi dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap manusia sebagai warga negara hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak bersimbol. Proses pelaksanaanya dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengar informasi atau berita-berita tentang peristiwa politik yang terjadi, sedangkan secara langsung, hal ini berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu. Kehidupan politik dalam interaksi antar warga negara dengan pemerintah dan institusi-institusi di luar pemerintah telah menghasilkan serta membentuk variasi pendapat, pandangan, dan pengetahuan tentang praktik-praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Perilaku politik merupakan suatu bentuk tindakan yang dilakukan oleh pemerintah ataupun masyarakat berkaitan dengan tujuan yang terkait dengan keputusan politik baik proses pembuatannya

4 maupun pelaksanaannya. Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya untuk melakukan perilaku politik, seperti melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat/pemimpin, mengikuti suatu partai politik, organisasi masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat, mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas, dan lain sebagainya. Perilaku politik berkaitan dengan budaya politik. Istilah budaya politik mulai dikenal sejak aliran perilaku (behaviorism) muncul. Istilah ini tidak jelas konsepnya karena penggabungan dua konsep budaya dan politik saja sudah mengandung kebingungan apalagi jika dijadikan konsep menjelaskan fenomena politik. Istilah budaya politik sering digunakan untuk menjelaskan fakta yang hanya dilakukan dengan pendekatan kelembagaan atau pendekatan sistemik. Menjelaskan dengan pendekatan budaya politik merupakan upaya yang lebih dalam melihat perilaku politik seseorang atau sebuah kelompok. Perilaku politik dalam sebuah kelompok lebih ditekankan melalui pendekatan perilaku pemilih, yaitu pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis melihat masyarakat sebagai satu kelompok yang bersifat vertical dari tingkat yang terbawah hingga teratas. Tingkatan atau kelompok yang berbeda inilah akan membentuk persepsi, sikap, keyakinan, dan sikap politik dari masing-masing individu. Model sosiologis mengasumsikan bahwa perilaku pemilih ditentukan oleh karakteristik sosial dan pengelompokkan sosial pemilih serta karakteristik sosial tokoh atau partai yang dipilih. Pemilih memiliki orientasi tertentu terkait karakteristik dan pengelompokkan sosialnya tersebut dengan pilihan partai atau

5 calon tertentu. Masyarakat sebagai pemilih mempunyai kriteria tersendiri dalam menentukan calon pemimpin yang mereka inginkan. Kriteria yang dimiliki oleh masyarakat itu berasal dari pemikiran rasional yang berasal dari pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri. Penjelasan singkat tersebut menunjukkan perilaku politik dalam suatu pemilihan langsung oleh rakyat berkaitan erat dengan budaya politik yang akan menimbulkan suatu orientasi tertentu. Perilaku politik dari masyarakat ini lebih dikenal dengan perilaku pemilih. Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas dari warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya. Budaya politik juga sebagai sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem atau dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Warga negara pun senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Melalui orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam sistem politik. Orientasi yang melihat aspek individu dalam orientasi politik hanya sebagai pengakuan adanya fenomena dalam masyarakat tertentu yang semakin mempertegas bahwa masyarakat secara keseluruhan tidak dapat melepaskan diri dari orientasi individu. Berbagai cara yang sistematis untuk mengetahui

6 orientasi individual terhadap obyek-obyek politik tersebut dapat dibagi ke dalam tiga komponen, yaitu orientasi kognitif, orientasi afektif, dan orientasi evaluatif. Ketiga orientasi ini merupakan suatu komponen yang saling berkaitan. Orientasi kognitif merujuk pada tingkat pengetahuan dan pemahaman politik seseorang terkait sistem politik. Orientasi afektif merujuk pada perasaan seseorang terhadap sistem politik. Orientasi evaluatif merujuk pada proses penilaian seseorang terhadap berbagai gejala politik dari sistem politik yang ada. Penggunaan ketiga aspek orientasi tersebut dikaitkan satu sama lain sehingga membentuk beberapa pendekatan yang dapat dijadikan indikator. Pendekatan tersebut secara tidak langsung akan membentuk orientasi politik suatu masyarakat dan dapat melihat secara jelas pendekatan yang lebih dominan membentuk orientasi politik masyarakat dalam suatu pemilihan langsung. Masyarakat Pekon Sebarus merupakan masyarakat yang memiliki tingkat partisipasi politik yang cukup tinggi dan dikenal sebagai masyarakat perdesaan yang memiliki pengetahuan dan wawasan seperti masyarakat perkotaan. Kenyataan tersebut disebabkan letak Pekon Sebarus yang bersebelahan dengan Kota Liwa sebagai Ibu Kota Kabupaten Lampung Barat. Masyarakat di sana memiliki pengetahuan dan rasa kepedulian cukup tinggi dengan kehidupan bermasyarakat termasuk juga dalam kehidupan politik. Tingkat partisipasi masyarakat di sana dapat dilihat dari bentuk partisipasi politik mereka baik dalam proses pemilihan maupun di luar proses pemilihan.

7 Berdasarkan hasil pengamatan selama peneliti tinggal di Pekon Sebarus, mayoritas masyarakat aktif dalam berpartisipasi setiap diadakannya pemilihan, baik pemilihan peratin (kepala desa), pemilihan bupati, pemilihan gubernur, dan pemilihan presiden serta legislatif. Selama pengamatan dari pemilihanpemilihan tersebut, peneliti melihat aktifnya masyarakat dalam proses pemilihan dan proses sebelum pemilihan. Masyarakat disana selalu mengikuti kegiatan seperti kampanye, diskusi politik, dan juga ikut dalam kelompok kepentingan maupun partai politik. Mereka juga mengikuti dan mengamati proses pendaftaran pemilih, pemungutan suara, dan penghitungan suara. Semua bentuk partisipasi politik tersebut tidak tertutup pada tingkatan sosial, seperti pendidikan, pekerjaan, agama, maupun umur. Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2012 memasuki pergantian rezim pemerintahan yang baru. Pemilukada pada kabupaten ini diselenggarkan pada bulan September 2012 yang diikuti oleh banyak calon dari berbagai partai politik, termasuk calon yang masih memegang jabatan (incumbnet). Kondisi ini sangat menarik diamati karena adanya persaingan yang ketat antara calon baru dengan calon incumbent yang saat ini masih memimpin penyelenggaraan pemerintahan. Masyarakat Pekon Sebarus sendiri secara tidak langsung telah terbagi orientasinya karena adanya tokoh daerah setempat yang mencalonkan sebagai pesaing dari calon incumbent. Tokoh daerah tersebut seorang pengusaha yang bernama Piterson. Beliau dikenal masyarakat setempat sebagai pesaing yang mampu menggantikan kepemimpinan calon incumbent untuk periode selanjutnya.

8 Orientasi masyarakat Pekon Sebarus tidak akan menutup kemungkinan akan berbeda dengan budaya yang ada sebelumnya. Perubahan orientasi ini dikarenakan adanya tokoh daerah yang mencalonkan diri dalam pemilukada Bupati Lampung Barat 2012. Orientasi yang terbentuk tidak terbatas pendekatan sosiologis semata. Masyarakat Pekon Sebarus juga kemungkinan akan memakai kalkulasi untung dan rugi dalam memilih suatu calon atau dikenal dengan pendekatan pilihan rasional. Pendekatan yang biasanya tetap digunakan masyarakat pada umumnya, yaitu pendekatan psikologis sosial yang dilihat berdasarkan keterikatan emosional pemilih dengan kandidat atau partai. Masyarakat yang sifatnya majemuk akan menuntut terjadinya perubahan karakteristik pemilih dalam suatu wilayah yang akan diidentifikasi melalui pendekatan ekologis. Terakhir, pendekatan struktural pun tidak luput dari pembentukan orientasi politik masyarakat akibat perbedaan struktur sosial. Pembentukan orientasi politik masyarakat Pekon Sebarus dapat berkembang sesuai dengan perkembangan nilai-nilai masyarakat yang bersangkutan terhadap obyek-obyek politiknya. Nilai tersebut tidak lepas dari tiga komponen mendasar, yaitu orientasi kognitif, orientasi afektif, dan orientasi evaluatif. Pembentukan suatu orientasi dalam masyarakat tersebut akan lebih jelas jika diidentifikasi berdasarkan pendekatan struktural, sosiologis, psikologis sosial, ekologis, dan pilihan rasional. Peneliti memfokuskan penelitiannya untuk melihat orientasi politik masyarakat Pekon Sebarus dalam pemilukada Kabupaten Lampung Barat 2012 dari pendekatan struktural, sosiologis, psikologis sosial, ekologis, dan pilihan rasional. Seiring dengan adanya persaingan antar calon yang berkompetisi maka tidak menutup kemungkinan

9 akan merubah orientasi-orientasi sebelumnya yang telah terbentuk. Orientasi yang telah lama terbentuk tersebut pasti menjadi orientasi yang baru di dalam masyarakat Pekon Sebarus tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Kondisi Orientasi Politik Masyarakat Pekon Sebarus Dalam Pemilukada Kabupaten Lampung Barat 2012? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi orientasi politik masyarakat Pekon Sebarus dalam pemilukada Kabupaten Lampung Barat 2012. D. Kegunaan Penelitian 1) Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai ilmu politik khususnya terkait hal orientasi politik masyarakat Pekon Sebarus dalam pemilukada Kabupaten Lampung Barat 2012. 2) Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi pihak yang terkait dalam penelitian, yaitu calon bupati maupun wakil bupati yang sedang berkompetisi maupun calon yang berkompetisi pada masa mendatang,

10 aparat pekon maupun tokoh adat dan tokoh masyarakat, serta masyarakat pada umumnya mengenai kondisi orientasi politik masyarakat Pekon Sebarus. Selain itu memberikan masukkan dan gambaran yang jelas pada pembaca mengenai orientasi politik masyarakat Pekon Sebarus dalam pemilukada Kabupaten Lampung Barat 2012.