BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
NOMOR 900/MENKES/SK/VII/2002 TENTANG

Kewenangan bidan dalam pemberian obat pada kehamilan dan proses kelahiran dan aspek hukumnya

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN PRAKTIK BIDAN DAN BIDAN MADYA

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kota Kecil dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur/Jawa Tengah/ Jawa Barat ;

Lampiran III Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 900/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal : 25 Juli 2002

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PONDOK KESEHATAN DESA DI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 17 TAHUN 2002 TENTANG PERIZIN BAGI TENAGA KEPERAWATAN DI KABUPATEN BANTUL

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PENEMPATAN DOKTER SPESIALIS/DOKTER GIGI SPESIALIS/DOKTER /DOKTER GIGI DAN BIDAN SEBAGAIPEGAWAI TIDAK TETAP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 900/MENKES/SK/VII/2002 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN

PELIMPAHAN KEWENANGAN DOKTER DAN DOKTER GIGI KEPADA PERAWAT DAN BIDAN UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN MEDIK SERTA PERTANGUNG JAWABANNYA Pertemuan ke 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 900/MENKES/SK/VII/2002 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU N0 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia saat ini masih tinggi. World. Healthy Organization (WHO) mencatat tiap tahunnya lebih dari 500

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

SIKAP BIDAN TRKAIT DENGAN PERUBAHAN KEWENANGAN BIDAN DALAM KEPMENKES 1464 /MENKES/PER/X/2010 TENTANG IJIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

BAB I PENDAHULUAN. anak. Setiap prosesnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir (JNPK-KR, 2012).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Kebidanan atau Obstetri ialah bagian Ilmu Kedokteran yang

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS

BAB 1 PENDAHULUAN. hamil perlu dilakukan pelayanan antenatal secara berkesinambungan, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu komplikasi atau penyulit yang perlu mendapatkan penanganan lebih

Materi Konsep Kebidanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 632/MENKES/SK/III/2011 TENTANG HARGA ECERAN TERTINGGI OBAT GENERIK TAHUN 2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sumber dayanya harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan guna mencapai hasil

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN (MIDWIFERY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu maupun perinatal (Manuaba 2010:109). Perlunya asuhan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak kalah penting dalam memberikan bantuan dan dukungan pada ibu. bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan (Sumarah, dkk. 2008:1).

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT

BAB 1 PENDAHULUAN. yang baru dilahirkan (Saifuddin, 2010:1). Keberhasilan penyelenggaraan. gerakan keluarga berencana (Manuaba, 2010:10).

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kebijakan Obat Nasional, Daftar Obat Esensial Nasional, Perundangan Obat. Tri Widyawati_Wakidi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 1995, WHO Global School Health Initiative telah melakukan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 949/MENKES/PER/VI/2000 TENTANG REGISTRASI OBAT JADI MENTERI KESEHATAN,

BAB 1 PENDAHULUAN. Melakukan kunjungan antenatal ke petugas kesehatan minimal 4 kali

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Praktik Bidan. Penyelenggaraan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asuhan Kebidanan merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku, jika melakukan praktik yang bersangkutan harus mendaftar untuk

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT KEPALA PADA KONSUMEN YANG DATANG DI ENAM APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN BIDAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1464/MENKES/KES/PER/2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN

PERMENKES No.949 Th 2000

a. bahwa balai pengobatan dan rumah bersalin merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini, semakin berkembangnya perekonomian telah memunculkan

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi yang di kandung (Saifuddin, 2009:284). (Hani, 2011:12). Berdasarkan pengalaman praktek di polindes Kradenan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pembuatan Obat. Penerapan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

2011, No Tentang Registrasi Obat dan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika perlu menetapkan Peraturan Kepal

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat (Pantikawati dan Saryono,2010:1). Namun, dalam prosesnya terdapat

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan esensial bagi ibu hamil dan keluarganya termasuk rencana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kepada ibu dalam masa pra konsepsi, hamil, bersalin, post partum, bayi baru lahir (Lestari, 2014:34).

BAB 1 PENDAHULUAN. masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara negara tetangga.

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh pada proses laktasi. Dalam prosesnya kemungkinan keadaan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Selain itu menurut Katzung (1997), obat dalam pengertian umum adalah suatu substansi yang melaui efek kimianya membawa perubahan dalam fungsi biologik. Pada umumnya, molekul obat berinteraksi dengan molekul khusus dalam sistem biologik, yang berperan sebagai pengatur, disebut molekul reseptor. Untuk berinteraksi secara kimia dengan reseptornya, molekul obat harus mempunyai ukuran, muatan listrik, bentuk, dan komposisi atom yang sesuai. Selanjutnya, obat sering diberikan pada suatu tempat yang jauh dari tempatnya bekerja, misalnya, sebuah pil ditelan peroral untuk menyembuhkan sakit kepala. Karena itu obat yang diperlukan harus mempunyai sifat-sifat khusus agar dapat dibawa dari tempat pemberian ke tempat bekerja. Akhirnya, obat yang baik perlu dinonaktifkan atau dikeluarkan dari tubuh dengan masa waktu tertentu sehingga kerjanya terukur dalam jangka yang tepat (Katzung, 1997). 2.2. Penggolongan Obat Obat dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu : 1. Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Parasetamol

Gambar 2.1. Logo Obat Bebas 2. Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertaidengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : CTM Gambar 2.2. Logo Obat Bebas Terbatas 3. Obat Keras dan Psikotropika Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Asam Mefenamat Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh : Diazepam, Phenobarbital Gambar 2.3. Logo Obat Keras dan Psikotropika 4. Obat Narkotika Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesa

daran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin (Depkes, 2006) Gambar 2.4. Logo Obat Narkotika Dalam pemasarannya, obat juga dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian berdasarkan nama mereknya, antara lain adalah : a. Obat Paten b. Obat Generik Bermerek /Bernama dagang c. Obat Generik 2.2.1. Obat Paten Obat paten atau specialité adalah obat milik perusahaan tertentu dengan nama khas yang diberikan produsennya dan dilindungi hukum, yaitu merek terdaftar (proprietary name). Dalam pustaka lain, obat paten adalah obat yang memiliki hak paten (Jas, 2007; Depkes, 2010). Menurut UU No. 14 Tahun 2001 paten adalah hak eksklusif yang diberikan Negara kepada investor kepada hasil invesinya dibidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan invesinya tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Invensi adalah ide Investor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik dibidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Investor adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. Masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi tersebut memiliki hak eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud. Perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan pemilik paten.

2.2.2. Obat Generik Bermerek /Bernama Dagang Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 obat generik bermerek bernama dagang adalah obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan (Depkes, 2010). Dalam pustaka lain, terdapat istilah yang berbeda yaitu obat merek dagang (trademark). Obat merek dagang (trademark) adalah obat yang dibuat dengan mendapatkan lisensi dari pabrik lain yang obatnya telah dipatenkan (Jas, 2007). 2.2.3. Obat Generik Berdasarkan peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat khasiat yang dikandungnya. Dalam pustaka lain, obat generik (generic name) adalah obat dengan nama umum tanpa melanggar hak paten obat bersangkutan (Jas, 2007). Peraturan pemerintah yang mengatur tentang obat generik antara lain adalah : 1. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah Menimbang: bahwa ketersediaan obat generik dalam jumlah dan jenis yang cukup, terjangkau oleh masyarakat serta terjamin mutu keamanannya, perlu digerakkan dan didorong penggunaannya di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. bahwa agar dapat berjalan efektif perlu mengatur kembali ketentuan Kewajiban Menuliskan resep dan/atau Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dengan Peraturan Menteri Kesehatan. 2. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01/Menkes/146/I/2010 tentang Harga Obat Generik

Menimbang: bahwa dalam rangka menjamin ketersediaan dan pemerataan obat untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, perlu dilakukan penilaian kembali harga obat generik yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 302/Menkes/SK/III/2008 bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaiman dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan kembali harga obat generik dengan Keputusan Menteri Kesehatan. 3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01/Menkes/159/I/2010 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah Menimbang: a. bahwa dalam rangka penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, telah ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah b. bahwa agar penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dapat berjalan dengan efektif, perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu disusun Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan untuk menjamin ketersediaan obat yang lebih merata dan terjangkau oleh masyarakat, pemerintah telah menyusun Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN). DOEN merupakan daftar obat yang menggunakan obat-obat generik, sehingga ketersedian obat generik di pasar dalam jumlah dan jenis yang cukup (Depkes, 2008).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.791/MENKES/SK/VIII/2008 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2008, Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), menerangkan bahwa Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar berisikan obat terpilih yang paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatansesuai dengan fungsi dan tingkatnya. Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. DOEN merupakan standar nasional minimal untuk pelayanan kesehatan (Depkes, 2008). Penerapan DOEN dimaksudkan untuk meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia sebagai salah satu langkah untuk memperluas, memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Penerapan DOEN harus dilakukan secara konsisten dan terus menerus di semua unit pelayanan kesehatan (Depkes, 2008). Bentuk sediaan, kekuatan sediaan dan besar kemasan yang tercantum dalam DOEN adalah mengikat. Besar kemasan untuk masing-masing unit pelayanan kesehatan didasarkan pada efisiensi pengadaan dan distribusinya dikaitkan dengan penggunaan (Depkes, 2008). 2.3. Kebidanan Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Medan, bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik profesinya.

Surat Izin Bidan selanjutnya disebut SIB adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pelayanan asuhan kebidanan di seluruh wilayah Republik Indonesia. Praktik Bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya. Surat Izin Praktik Bidan selanjutnya disebut SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada bidan untuk menjalankan praktik bidan. Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam melaksanakan profesi secara baik. Organisasi Profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI) (Depkes, 2002). Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi : a. pelayanan kebidanan; b. pelayanan keluarga berencana; c. pelayanan kesehatan masyarakat. 2.3.1. Pelayanan Kebidanan Menurut Depkes (2002) pelayanan kebidanan yang dimaksudkan adalah pelayanan yang ditujukan kepada ibu dan anak. Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval). Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah. Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi : a. penyuluhan dan konseling; b. pemeriksaan fisik; c. pelayanan antenatal pada kehamilan normal; d. pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens, hiperemesis gravidarum tingkat I, preeklamsi ringan dan anemi ringan; e. pertolongan persalinan normal;

f. pertolongan persalinan abnormal, yang mencakup letak sungsang, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre term; g. pelayanan ibu nifas normal; h. pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta, renjatan dan infeksi ringan; i. pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid (Depkes, 2002). Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi : a. pemeriksaan bayi baru lahir; b. perawatan tali pusat; c. perawatan bayi; d. resusitasi pada bayi baru lahir; e. pemantauan tumbuh kembang anak; f. pemberian imunisasi; g. pemberian penyuluhan. Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut, bidan dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak sesuai dengan kemampuannya. Bidan dalam memberikan pelayanan memiliki wewenang untuk : a. memberikan imunisasi; b. memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas; c. mengeluarkan placenta secara manual; d. bimbingan senam hamil; e. pengeluaran sisa jaringan konsepsi; f. episiotomi; g. penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II; h. amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm; i. pemberian infus; j. pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika dan sedativa;

k. kompresi bimanual; l. versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya; m. vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul; n. pengendalian anemi; o. meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu; p. resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia; q. penanganan hipotermi; r. pemberian minum dengan sonde/ pipet; s. pemberian obat-obat terbatas, t. pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian (Depkes, 2002). 2.3.2. Pelayanan Keluarga Berencana Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana berwenang untuk: a. memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom; b. memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi; c. melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim; d. melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit; e. memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan kesehatan masyarakat (Depkes, 2002). 2.3.3. Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat berwenang untuk : a. pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak; b. memantau tumbuh kembang anak; c. melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; d. melaksanakan deteksi dini, melaksanakan pertolongan pertama, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya (Depkes, 2002).

Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana. Bidan juga harus menjalankan praktiknya sesuai dengan kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan berdasarkan standar profesi. Di samping itu bidan dalam melaksanakan praktik sesuai dengan kewenangannya harus : a. menghormati hak pasien; b. merujuk kasus yang tidak dapat ditangani; c. menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan; e. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan; f. melakukan catatan medik (medical record) dengan baik (Depkes, 2002). 2.4. Pengetahuan 2.4.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour) (Notoatmodjo, 2007). 2.4.2. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi secara benar. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. 4. Analisa (analysa) Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau subjek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (syntesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).