BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. terhadap restorasi estetik semakin banyak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan gigi (Scheid & Weiss, 2013). Daerah ini merupakan tempat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karies dini, tersedia dalam bentuk bahan resin maupun glass ionomer cement dan

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Streptococus mutans yang menyebabkan ph (potensial of hydrogen) plak rendah

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

3 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuanpenemuan

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk area yang memiliki daerah tekan yang lebih besar (Powers dan

BAB 1 PENDAHULUAN. mulut khususnya dalam perawatan konservasi gigi. Pada saat ini perawatan lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adhesif atau bonding sistem (Puspitasari, 2014). Sistem mekanik yang baik

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hilangnya gigi. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDA) Kementerian

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tumpatan warna gigi yang lain (Winanto,1997). Istilah resin komposit dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin

bioaktif sehingga akan terjadi remineralisasi. Ini berarti bahwa prinsip GV black extention

BAB I PENDAHULUAN. gigi berlubang (karies gigi). Pasien datang dengan kondisi gigi berlubang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

BAB I PENDAHULUAN. ultrasonik digunakan sebagai dasar ultrasonic scaler (Newman dkk.,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dentin dan bahan bahan organik (Ramayanti & Purnakarya, 2013). Gigi

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki warna yang hampir mirip dengan warna gigi asli dan kekuatan

BAB 2 BAHAN ADHESIF. Kata adhesi berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti menyatukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 RESIN KOMPOSIT. yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi mengembangkan berbagai jenis material restorasi sewarna gigi

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Beberapa dekade terakhir dalam kedokteran gigi konservatif resin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Kelenjar saliva 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Restorasi Sandwich Semen Ionomer Kaca Dengan Resin Komposit. Nevi Yanti. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang dikandungnya masih hangat dibicarakan sampai saat ini. 1,2,3 Resin komposit adalah suatu bahan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. digunakan dikedokteran gigi. Bahan restorasi ini diminati masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. yang paling sering digunakan dibidang kedokteran gigi restoratif. Selain segi

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi merupakan komunitas mikroba yang melekat maupun berkembang

BAB I PENDAHULUAN. dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fungsional gigi dapat menyebabkan migrasi (tipping, rotasi, dan ekstrusi),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. restorasi general (Heymaan et al, 2011). depan karena faktor intrinsik (Heymaan et al, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Hasil rata rata pengukuran kekerasan pada spesimen adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu kedokteran gigi yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. DMF-T Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah 4,6% yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut dengan asupan nutrisi (Iacopino, 2008). Diet yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

3 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) SIKMR merupakan modifikasi dari semen ionomer kaca dan monomer resin sehingga bahan ini memiliki sifat fisis yang lebih baik dari pada semen ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada semen ionomer kaca mendorong para peneliti menghasilkan bahan baru dengan cara memodifikasi semen ionomer kaca dengan resin yang diaktivasi dengan sinar (Van Noort 2007, p. 141). Semen ionomer kaca konvensional telah diketahui memiliki kekuatan inisial yang rendah dan sensitifitas terhadap kelembaban yang tinggi, Kekurangan dari SIKMR tersebut mendasari ditambahkannya resin untuk meningkatkan kekuatan SIKMR dan fotoinisiator untuk proses penyinaran pada reaksi pengerasan SIKMR agar sensitifitas terhadap kelembaban berkurang (Bhat & Nandish 2011, p. 280). 2.1.1 Komposisi Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) SIKMR terdiri dari bubuk dan cairan. Bubuk dari SIKMR berisi partikel kaca fluoro-alumino silikat yang bersifat radiopak dan cairannya harus disimpan dalam botol gelap ataupun kapsul untuk mencegah adanya pengaruh sinar terhadap cairan (Van Noort 2007, p. 141). Menurut McCabe dan Walls (2008, p. 259) SIKMR terdiri dari 4 komposisi utama : 1. Resin metakrilat yang bisa memungkinkan terjadinya polimerisasi dengan cara penyinaran.

5 2. Polyacid yang apabila bereaksi dengan partikel kaca pelepas ion dapat membawa ke dalam reaksi asam-basa 3. Hydroxyethylmethacrylate (HEMA) yang akan memungkinkan resin dan gugus asam untuk menyatu dalam larutan. HEMA juga merupakan bagian penting dalam polimerisasi. 4. Air yang menjadi komponen esensial supaya reaksi asam-basa bisa terjadi. Isi cairan SIKMR mempunyai komposisi yang bervariasi dari semua produk yang beredar di pasaran. Pada umumnya cairan SIKMR terdiri atas larutan monomer hidrofilik seperti HEMA, asam poliakrilat dengan beberapa gugus metakriloksil, asam tartarik dan bahan foto inisiator (Van Noort 2007, p. 141). 2.1.2 Reaksi Pengerasan Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) Reaksi pengerasan yang terjadi pada SIKMR terdiri dari beberapa reaksi (McCabe & Walls 2008, p. 260) : 1. Reaksi asam-basa Pada saat bubuk dan cairan dicampur, reaksi asam basa dimulai ketika gugus asam mulai bercampur dengan partikel kaca dalam air. 2. Polimerisasi pada saat penyinaran Proses polimerisasi melibatkan gugus metakrilat dan resin sehingga pengerasan bahan bisa dipercepat dengan aktivasi sinar (McCabe & Walls 2008, p. 260). Polimerisasi dari HEMA yang terdapat di dalam cairan SIKMR dan kopolimer yang ada bisa membantu reaksi silang diantara gugus metakrilat sehingga SIKMR akan dapat menjadi keras dalam waktu 30 detik penyinaran (Van Noort 2007, p. 141).

6 Gambar 2.1 Reaksi pengerasan SIKMR dengan HEMA (McCabe & Walls 2008, p. 260) 2.1.3 Sifat Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) Satu sifat yang meningkat pada SIKMR dari semen ionomer kaca konvensional adalah peningkatan translucency karena monomer membawa indeks bias pada cairan tertutup dari partikel (Anusavice 2003, p. 483). Penambahan bahan resin terhadap SIKMR ini diharapkan dapat menambah keuntungan dari pemakaian bahan ini seperti kemungkinan perlekatan pada dentin yang lebih baik, adanya pelepasan fluorida, waktu kerja dan waktu pengerasan yang lebih cepat (Van Noort 2007, p. 142). Kekerasan pada permukaan dari SIKMR adalah sebesar 40 KHN, compressive strength sebesar 105 MPa, dan tensile strength sebesar 20 MPa (Bhat and Nandish 2011, p. 28

7 2.1.4 Keuntungan dan Kerugian Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) Keuntungan SIKMR adalah sifat yang dimiliki dalam pelepasan fluorida sehingga bahan tumpatan ini memiliki sifat antibakteri. Kerugiannya adalah kekuatan yang termasuk rendah dan kekerasan yang rendah, dan juga resistensi yang buruk terhadap reaksi asam (Van Noort 2007, p. 141). 2.1.5 Manipulasi Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) SIKMR terdapat dalam bentuk bubuk dan cairan. Manipulasi dari SIKMR sama dengan manipulasi pada semen ionomer kaca konvensional yaitu dengan membagi bubuk menjadi 2 bagian pada mixing pad lalu dicampur satu per satu bagian dengan cairan. Setelah itu baru dilakukan penyinaran dengan light cured untuk pengerasannya (Powers & Wataha 2008, p. 87). 2.2 Kompomer Kompomer merupakan suatu bahan yang memiliki pelepasan fluorida yang hampir sama dengan semen ionomer kaca konvensional dan komposit yang dikenal dengan nama polyacid-modified composite (Anusavice 2003, p. 485). Polyacid-modified composite disebut kompomer karena merupakan bahan dengan gabungan dari resin komposit (kompo) dan semen ionomer (omer) (Van Noort 2007, p. 123). Tidak ada reaksi asam basa yang ada di dalam kompomer pada proses pengerasan. Proses pengerasan bergantung pada aktivasi sinar (Mc Cabe & Walls 2008, p. 257). Kompomer memiliki struktur dan sifat kimia hampir sama dengan komposit, dapat melakukan pelepasan fluorida dan bisa bereaksi asam

8 basa dengan saliva (Anusavice 2003, p. 485). Kemampuan pelepasan fluorida yang dimiliki oleh kompomer dapat membantu melindungi jaringan gigi dari terjadinya karies karena dalam resin komposit tidak ditemukan adanya pelepasan fluorida (Van Noort 2007, p. 123). 2.2.1 Komposisi Kompomer Kompomer tersedia dalam bentuk pasta dan merupakan bahan tumpatan yang memerlukan penyinaran saat diaplikasikan. Pasta dalam kompomer mengandung partikel kaca silikat, sodium fluorida, dan monomer polyacidmodified tanpa campuran air. Bahan ini memiliki sensitivitas terhadap kelembaban sehingga dilakukan penyinaran untuk membantu pengerasan. Pada saat kompomer berada dalam rongga mulut, kompomer akan mulai menyerap kandungan air dalam saliva supaya terjadi reaksi asam basa antara matriks dan partikel kaca silikat. Komposisi yang paling penting dalam pelepasan fluorida adalah adanya air (Van Noort 2007, p. 123). Reaksi asam basa bisa dilakukan dengan menyerap air dari saliva supaya pelepasan fluorida tetap dapat terjadi. Kompomer tidak memiliki daya perlekatan sendiri seperti semen ionomer kaca konvensional dan SIKMR karena tidak memiliki kandungan air dalam komposisi kompomer (Anusavice 2003, p. 485). 2.2.2 Sifat Kompomer Sifat adhesi yang dimiliki kompomer tidak seperti semen ionomer kaca konvensional dan SIKMR, kompomer tidak memiliki perlekatan alami terhadap enamel dan dentin sehingga dibutuhkan bonding-agent untuk membantu

9 perlekatan kompomer terhadap dentin dan enamel (Van Noort 2007, p. 125). Kompomer telah diketahui memiliki sifat adanya pelepasan fluorida yang lebih sedikit dibanding semen ionomer kaca konvensional dan SIKMR. Pelepasan fluorida yang tertinggi biasanya tampak pada beberapa minggu pertama tapi semakin lama semakin menurun dan tidak diketahui dapat bertahan sampai berapa lama fluorida yang bisa dilepas dari kompomer (Van Noort 2007, p. 124). 2.2.3 Manipulasi kompomer Pada prosedur penumpatan dengan bahan tumpatan kompomer, sebelum pemakaian pasta kompomer jaringan gigi harus diberi etsa asam terlebih dahulu setelah itu dilakukan aplikasi bonding-agent dan pasta kompomer. Pasta kompomer dimasukkan ke dalam jaringan gigi yang sudah diberi etsa asam. Setelah 90 detik dari waktu pengaplikasian, kompomer akan memasuki fase menjadi gel dan penyinaran harus langsung dilakukan untuk melengkapi proses pengerasan (Anusavice 2003, p. 486). 2.3 Streptococcus Mutans Streptococcus mutans (S. mutans) pertama kali ditemukan oleh Clarke pada tahun 1924. Strain mutans dari bakteri streptococcus yang ada di rongga mulut menjadi penyebab utama karies gigi (Geo et al. 2010, p. 327). S. mutans bersifat fakultatif anaerob, karena dapat tumbuh dengan atau tanpa oksigen. Pertumbuhan S. mutans secara optimal terjadi pada keadaan anaerob yang mengandung 5% CO 2 dan 95% nitrogen. S. mutans memerlukan ammonia sebagai

10 sumber nitrogen agar dapat bertahan hidup dalam lapisan plak yang tebal (William 1997, p. 524). 2.3.1 Klasifikasi Streptococcus mutans Menurut Whitman (2009, p. 654) klasifikasi Streptococcus mutans adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Class Order Family Genus Species : Monera : Firmicutes : Bacilli : Lactobacilalles : Streptococcaceae : Streptococcus : Streptococcus mutans 2.3.2 Perlekatan Streptococcus mutans S. mutans merupakan bakteri yang bersifat kariogenik dan menjadi penyebab utama karies gigi. Salah satu ciri dari S. mutans adalah mempunyai kemampuan menempel pada semua bagian dalam rongga mulut, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi perlekatan pada permukaan bahan tumpatan dalam rongga mulut (Tanzer 1992, p. 478). Aktivitas perlekatan S. mutans terhadap host melalui reseptornya, dalam hal ini adalah pelikel saliva. Pelikel saliva mempunyai beberapa macam reseptor untuk perlekatan S. mutans dan merupakan mediator tempat melekatnya bakteri rongga mulut pada permukaan gigi dan tumpatan (Edgerton 1993, p. 407).

11 2.3.3 Menghitung Jumlah Koloni Streptococcus mutans Jumlah koloni S. mutans adalah sekumpulan bakteri S. mutans yang berkelompok menjadi satu dan membentuk suatu koloni. Penghitungan koloni dapat dilakukan untuk mengetahui jumlah koloni dari suatu bakteri (Sudarmanto & Prasetyo 2010, p. 1). Penghitungan jumlah koloni S. mutans dapat dilakukan menggunakan metode kuantitatif langsung maupun tidak langsung. Pengukuran pertumbuhan langsung dapat dilakukan dengan menghitung jasad renik yang hidup maupun yang mati, dengan menggunakan Petroff Hausser Bacteria Counter atau dengan mengukur kepekatan sel menggunakan spektrofotometer. Pengukuran pertumbuhan tidak langsung dapat dilakukan dengan cara plating atau penuangan ke dalam media padat dan jumlah sel ditentukan dengan menghitung jumlah koloni yang tumbuh dalam medium padat sehingga hanya sel hidup yang terhitung (Yuwono 2008, p. 19). 2.4 Fluorida Fluorida adalah agen antikaries yang utama. Aksi primer terhadap orang dewasa sama baiknya dengan pada anak-anak dimana aksi topikal di dalam mulut sebagaimana ditemukan pada permukaan gigi, plak, dan permukaan lesi. Fluorida dapat menghambat demineralisasi, meningkatkan remineralisasi dan dapat menghambat bakteri kariogenik. Fluorida dapat meningkatkan remineralisasi dari terlarutnya sebagian enamel atau kristal dentin melalui kombinasi antara kalsium dan fosfat terutama pada saliva.

12 Remineralisasi adalah proses perbaikan yang terjadi secara alami pada saat lesi karies belum membentuk kavitas. Fluorida mempercepat remineralisasi dan membentuk lapisan seperti fluorapatit baru di atas remineralisasi kristal yang tersisa di bawah lesi karies sehingga kelarutan kristal menjadi menurun (Featherstone 2006, p. 2). 2.4.1 Mekanisme Kerja Fluorida Kemampuan fluorida untuk mencegah karies telah diteliti dan terdapat 2 mekanisme pencegahan karies oleh fluorida (Anusavice 1996, p. 529) : 1. Mekanisme pencegahan karies oleh fluorida secara fisika-kimia Fluorida bertindak sebagai katalis dalam pengambilan ion fosfat dan kalsium selanjutnya dapat diserap oleh enamel dengan lebih baik. Fluorida akan membentuk kristal tahan asam sehingga dapat mengurangi pembentukan karies (Anusavice 1996, p. 529). 2. Mekanisme pencegahan karies oleh fluorida secara biologi Fluorida terdapat di dalam plak. Sumber dari fluorida di dalam plak itu sendiri dapat berasal dari saliva, cairan gingival, diet, aplikasi fluorida topikal dan demineralisasi enamel. Fluorida dapat menghambat metabolisme karbohidrat dari plak yang bersifat asam (Anusavice 1996, p. 529). Fluorida dapat menghambat metabolisme bakteri setelah berdifusi ke dalam bakteri dalam bentuk hydrogen fluoride (HF). HF merupakan molekul yang terdapat di rongga mulut ketika plak bersifat asam. HF yang terdapat di dalam rongga mulut ini dapat menghambat demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi sehingga dapat terbentuk sebuah lapisan tahan asam yang disebut mineral fluorapatit (FAP).

13 FAP bersifat resisten dalam kristal yang termineralisasi (Featherstone 2000, p. 889).