BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Against Women (CEDAW) dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PPdan PA. Perencanaan. Penganggaran. Responsif Gender.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini tercantum dalam Rencana. Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DAN KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam. memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan.

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

KERANGKA ACUAN PELATIHAN PENYUSUNAN PPRG DENGAN SISTEM PROBA TINGKAT PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PP&PA. Pusat Informasi dan Konsultasi. Pembentukan. Panduan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta penegasan istilah. Bab ini ini akan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

IRZHA FRISKANOV. S / D Kata Kunci : Pengarusutamaan Gender, Kesetaraan Gender, dan Pernyataan Belanja Gender

BAB 11 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK A. KONDISI UMUM

Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PENGARUSUTAMAAN GENDER DI INDONESIA

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PROBOLINGGO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN.

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PENYUSUNAN KEBIJAKAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN KELUARGA TAHUN 2017

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

POLICY BRIEF NO. 005/DKK.PB/2017

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA, DAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

MENGENALI DAN MEMAHAMI PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN YURNI SATRIA

Renstra Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kab. Soppeng Tahun

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG

Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER

Latar Belakang KLA. Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah suatu pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya

PEMBANGUNAN NASIONAL BERWAWASAN GENDER

KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI

RESUME PARAMETER KESETARAAN GENDER DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

KESEPAHAMAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF TENTANG

KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERKAWINAN ANAK. OLEH SRI DANTI ANWAR Kemen PP-PA

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Ratifikasi Convention to Eliminate All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan adalah awal dari pembangunan pemberdayaan perempuan di Indonesia, awal mula perjuangan KKG. Belum banyak hasil dari perjalanan CEDAW di Indonesia setelah 31 tahun berlalu. Pemerintah telah mencoba untuk lebih membumikan UU Nomor 7 Tahun 1984 tersebut dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Inti peraturan perundangan tersebut adalah instruksi untuk mengimplementasikan PUG ke dalam setiap proses dan tahapan pembangunan nasional. Nafas PUG harus ada pada setiap proses dan tahapan pembangunan nasional guna menjamin kesetaraan dan keadilan gender, dengan cara memastikan masyarakat memperoleh akses untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan (kontrol) hingga manfaat pembangunan dapat dinikmati secara adil dan setara. Kenyataannya, integrasi PUG ke dalam kebijakan publik, khususnya dalam bentuk peraturan perundangan, tidak semudah membalik telapak 163

tangan. Fakta ini dapat dilihat pada lingkup yang lebih sempit, yaitu pada bidang pembangunan kualitas SDM, dimana peneliti mengambil sampel pada sektor kesehatan dan pendidikan. Peraturan perundangan yang mendasari implementasi pembangunan bagi kedua sektor tersebut adalah UU Nomor 36 Tahun 2009 (UU Kesehatan) dan UU Nomor 20 Tahun 2003 (UU Sisdiknas). Kemampuan kedua UU tersebut dalam mengakomodasi isu-isu gender terkait kesehatan dan pendidikan serta menjamin terlaksananya Pengarusutamaan Gender (PUG) dapat dilihat dari beberapa kesimpulan berikut : 1. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan a. Masalah keterbatasan akses pelayanan kesehatan ternyata tidak terbukti di dalam UU Kesehatan. UU Kesehatan bahkan telah membuka akses yang selebar-lebarnya bagi setiap orang untuk mendapatkan setiap upaya kesehatan sesuai dengan kebutuhannya. Bahkan ada instrumen hukum yang cukup kuat dan mengikat untuk menjamin akses pelayanan kesehatan untuk setiap orang. Misalnya melalui ancaman hukuman bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang menghalangi atau menolak memberikan pelayanan kesehatan, terutama dalam keadaan gawat darurat. b. Isu faktor agama, budaya, dan lingkungan yang tidak ramah dalam mengakomodasi kebutuhan pelayanan kesehatan perempuan telah coba diatasi oleh UU Kesehatan, melalui kewajiban setiap orang untuk menghormati hak orang lain dalam mengupayakan kesehatan dirinya. 164

Karenanya, seharusnya sudah tidak lagi ada hambatan bagi perempuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhannya. c. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan sektor kesehatan juga telah diakui, meskipun masih terasa semu karena tidak dijelaskan secara gamblang. Setidaknya telah ada good will pemerintah untuk mengakui perlunya partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat sendiri merupakan salah satu ciri demokrasi, dimana demokrasi itu sendiri adalah salah satu prinsip Pengarusutamaan Gender. d. Senada dengan keterjaminan partisipasi, keterjaminan kontrol untuk membuat keputusan (decision-making) juga telah dijamin dalam UU Kesehatan. Setiap orang memiliki hak untuk menentukan upaya kesehatan yang sesuai bagi kebutuhannya masing-masing. Bahkan eksistensi masalah kontrol pada kesehatan reproduksi perempuan telah berkurang. Ada hak untuk menentukan upaya kesehatan reproduksinya, termasuk adanya legalisasi aborsi pada kasus-kasus tertentu seperti gawat darurat medis dan korban perkosaan yang berpotensi menimbulkan trauma. e. Peneliti melihat UU Kesehatan telah beritikad baik untuk melindungi dan menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan setiap upaya pelayanan kesehatan yang terbaik, hanya orang-orang yang memiliki keahlian dan kewenangan yang diizinkan memberi tindakan pengobatan dan perawatan, serta adanya kewajiban bagi setiap fasilitas 165

pelayanan kesehatan untuk menyediakan sarana dan prasarana sesuai kebutuhan pasien. f. Dari ketujuh isu gender dalam sektor kesehatan, yang termasuk dalam parameter akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat, UU Kesehatan memiliki instrumen untuk menjawab semuanya. Hanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan manajemen kesehatan yang keterjaminannya kurang jelas dalam UU Kesehatan. g. Dari fakta-fakta yang telah peneliti paparkan dalam Bab IV, terlihat bahwa UU Kesehatan telah melibatkan perspektif gender dalam kebijakan-kebijakannya. UU Kesehatan telah cukup peka dalam melihat adanya dampak dari ketidakadilan gender yang terjadi dalam masyarakat. Ada pertimbangan-pertimbangan bahkan perlakuan khusus bagi perempuan (dan kelompok-kelompok rentan yang lain), yang rentan terhadap diskriminasi. Dapat dikatakan bahwa UU Kesehatan termasuk salah satu contoh kebijakan yang cenderung telah responsif gender, karena mempertimbangkan realitas ketidakadilan gender yang dialami dan merugikan kelompok perempuan pada masa lalu, berorientasi untuk memberikan manfaat pada kelompok perempuan, dan secara khusus memberikan dukungan atas program dan kegiatan yang memberikan manfaat bagi perempuan. 166

2. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional a. UU Sisdiknas memberikan akses dan peluang yang terbuka lebar bagi siapa pun peserta didiknya serta dimana pun ia berada. Ada akses pelayanan-pelayanan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan peserta didik. Tersedia program beasiswa, bahkan pendidikan gratis, untuk menjamin keterjangkauan akses pendidikan bagi seluruh masyarakat. b. UU Sisdiknas menjamin partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan pembangunan sektor pendidikan. Namun ternyata ketentuan tersebut tidak mengikat dan tidak jelas. Peneliti menyebutnya ajakan partisipasi setengah hati. Akibatnya cukup panjang dan rumit. Perencana pendidikan yang ada kurang memiliki pengetahuan dan wawasan berperspektif gender hingga program-program pembangunan yang ada seringkali menjadi kurang ramah perempuan. c. Salah satu kekurangan lain UU Sisdiknas adalah ketiadaan jaminan masyarakat untuk memperoleh akses informasi pelayanan pendidikan, berbeda dengan UU Kesehatan yang menjamin keterbukaan akses seluruh informasi terkait dengan berbagai upaya pelayanan kesehatan. Hal ini berakibat pada banyaknya informasi tentang program pendidikan yang tidak tersampaikan pada masyarakat. d. Hal paling mengejutkan dari UU Sisdiknas adalah belum adanya keterjaminan manfaat dari relevansi antara substansi pendidikan 167

dengan kebutuhan di dunia kerja. Akibatnya, pengetahuan dan keterampilan yang didapat peserta didik selama proses belajar di satuan pendidikan tidak relevan dengan tuntutan dunia kerja. e. Dari fakta-fakta yang telah peneliti paparkan dalam Bab IV, dapat dikatakan bahwa UU Sisdiknas adalah salah satu contoh kebijakan yang cenderung netral gender. Kebijakan tersebut terlihat netral atau universal. Namun isinya cenderung bias kepentingan kelompok yang mendominasi pada lembaga pengambil kebijakan publik. UU Sisdiknas kurang mengakui adanya ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender yang mungkin terjadi di dalam masyarakat. 3. Strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) belum sepenuhnya terintegrasi dalam pembangunan kualitas SDM, dimana seharusnya bidang tersebut sudah menjamin Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) secara penuh karena vitalnya kualitas SDM sebagai modal pembangunan bangsa dalam menghadapi tuntutan globalisasi. B. REFLEKSI Pembangunan SDM dari sektor kesehatan dan pendidikan, merupakan dua dari tiga dimensi Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kondisi ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dalam pembangunan SDM akan berdampak pada rendahnya Indeks Pembangunan Gender (IPG). IPG menggunakan perhitungan dimensi yang sama dengan IPM, dengan 168

memperhitungkan komposisi laki-laki dan perempuan. Jika nilai IPG lebih rendah daripada nilai IPM, maka masih ada ketimpangan yang terjadi dimana hasil pembangunan manusia lebih menguntungkan kaum laki-laki. IPM Indonesia tahun 2013 adalah 0,684, menempati peringkat 108 dari 187 negara. Sedangkan IPG Indonesia adalah 0,923 1 terhadap IPM dan menempati peringkat 98 dari 187 negara 2. Pemahaman konsep dan praktis dari Pengarusutamaan Gender sendiri masih beragam. Decision maker dan masyarakat masih cenderung mendefinisikan PUG sebagai program-program terkait perempuan semata. Artinya, Indonesia masih berada dalam tahap transisi paradigma Gender and Development (GAD) ke paradigma Gender Mainstreaming (GM). Satu kakinya melangkah dengan mantap dan pasti pada area Gender Mainstreaming mengikuti tuntutan masyarakat global tetapi ujung kakinya yang satu masih tertinggal di area Gender and Development. PUG masih dimaknai sebagai pemberdayaan dan perlindungan perempuan, belum pada definisi PUG sebagai strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan bagi setiap orang, laki-laki dan perempuan. Kondisi ini menyisakan banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk menjamin tercapainya KKG di Indonesia. Bukan saja pemerintah yang harus bergerak. Pemerintah kadang terhalang tembok birokrasi yang bersifat hierarkis, menunggu komando atasan/top-down. 1 Rasio perempuan terhadap laki-laki dalam IPM. 2 UNDP Report 2014, Sustaining Human Progress : Reducing Vulnerability and Building Resilience. Diunduh dari http://www.arabstates.undp.org/content/dam/rbas/report/hdr-2014-english.pdf, tanggal 18 Maret 2015. 169

Masyarakat lah yang seharusnya dapat bersuara lebih keras dalam memperjuangkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan kualitas SDM yang adil dan setara bagi laki-laki dan perempuan. UU Sisdiknas dan UU Kesehatan adalah dua produk kebijakan peraturan perundangan Indonesia. Yang menimbulkan pertanyaan adalah bagaimana dua produk ini menjadi berbeda dalam hal pengintegrasian PUG di dalamnya. Peneliti melihat waktu pengesahan peraturan dapat menjadi salah satu sebab pembeda. UU Sisdiknas disahkan dan diundangkan pada tahun 2003, pada masa pemerintahan Presiden perempuan pertama RI, Megawati Soekarnoputri. Pada masa itu koordinasi PUG menjadi tanggung jawab Kementerian Pemberdayaan Perempuan, yang dipimpin oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Sri Redjeki Sumarjoto, SH. Sedangkan UU Kesehatan disahkan dan diundangkan pada tahun 2009, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada masa itu kementerian telah berganti nama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yang dipimpin oleh Linda Amalia Sari, SIP. Pada periode tersebut program-program advokasi dan sosialisasi terkait PUG semakin banyak dilakukan, sampai ke tingkat daerah. Tahun 2008 bahkan telah muncul Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) sebagai wujud riil implementasi PUG dalam semua bidang pembangunan 3. Contoh riil yang 3 PPRG sejatinya lahir sejak diterbitkannya Kepmendagri Nomor 132 Tahun 2003 tentang PUG dalam Pembangunan Daerah. Namun baru banyak dikenal sekitar tahun 2008 dengan terbitnya Permendagri Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG di Daerah sebagai pengganti Kepmendari 132/2003. Permendagri tersebut juga telah digantikan dengan Permendagri Nomor 67 Tahun 2011. Pada tahun 2012 BAPPENAS, bersama dengan Kementerian 170

dapat kita lihat bersama adalah semakin banyaknya pojok/ruang laktasi bagi ibu menyusui serta ramp bagi penyandang cacat pada ruang-ruang publik. Semakin banyak pula sekolah-sekolah inklusi, yang memberi kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk merasakan pendidikan yang sama dengan anak-anak lainnya. Kemajuan-kemajuan tersebut seharusnya tidak membuat kita terlena, dengan menganggap bahwa KKG sudah sepenuhnya tercapai. Masih banyak tantangan dalam peningkatan keterjaminan KKG. Masalah peredaran dan penyalahgunaan NAPZA, misalnya, masih menjadi ancaman serius bagi generasi penerus negeri ini. NAPZA, dalam tinjauan peneliti, adalah masalah dan tanggung jawab bersama bagi sektor kesehatan maupun pendidikan. Ada pula masalah bullying, penyalahgunaan teknologi informasi, sampai kekerasan seksual yang terjadi di sekolah. Semua permasalahan tersebut memerlukan penanganan terpadu dari seluruh sektor terkait, guna melindungi generasi muda. Peraturan perundangan yang baik, dalam artian telah menggunakan perspektif gender dalam penyusunannya, akan menjadi awalan yang diharapkan dapat membawa KKG di Indonesia. Bagaimana pun, dalam kehidupan manusia diperlukan aturan main agar kepentingan setiap orang dapat terakomodir secara optimal dengan tanpa merugikan orang lain. Sementara di sisi lain masih ada keterbatasan kemampuan bernegara Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menerbitkan Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender (PUG) melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG). 171

masyarakat sipil, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, dalam mengekspresikan kebutuhan dan aspirasinya, memahami proses pembangunan, dan menggunakan hak partisipasinya, serta dalam menggunakan mekanisme tanggung-gugatnya. Hukum, dalam hal ini berupa peraturan perundangan, sudah seharusnya melindungi dan mengakomodasi kepentingan semua orang, baik laki-laki maupun perempuan. Di Indonesia, negara yang masih cenderung patriarkis, hukum seharusnya lebih melindungi perempuan yang hak-hak dan kemanusiaannya sering ditindas. Hal ini terlihat dari masih banyaknya UU yang bersifat diskriminatif dan merugikan perempuan, seperti pada pasal-pasal tertentu dalam UU Perkawinan, UU Kewarganegaraan, KUHP dan KUHAP, serta UU Anti Pornografi dan Pornoaksi yang kontroversial. C. REKOMENDASI Berdasarkan pemaparan kesimpulan, dapat diketahui seberapa jauh integrasi strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam kebijakan pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia. Peneliti melihat perlu adanya ketegasan decision-maker serta integrasi strategi PUG dalam kebijakan, khususnya peraturan perundangan, agar tercapai kondisi Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG). PUG yang belum terintegrasi dalam peraturan perundangan terkait pembangunan kualitas SDM menjadi satu contoh yang menandakan masih lemahnya komitmen legislatif dan eksekutif 172

dalam implementasi PUG di Indonesia. Perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan pemerintah terkait strategi PUG dalam pembangunan kualitas SDM adalah sebagai berikut : 1. UU Kesehatan dan UU Sisdiknas perlu direvisi pada bagian-bagian yang masih bias dan rawan disalahartikan dengan tindakan-tindakan yang bersifat diskriminatif, terutama pada UU Sisdiknas yang cenderung netral gender dan belum mengakui adanya ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender yang terjadi di dalam masyarakat. a. Pada UU Kesehatan adalah pada bagian minimnya pelibatan masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Bagian tersebut perlu diperjelas dengan : 1) Siapa yang berhak berpartisipasi dan pada tahapan apa; 2) Siapa adalah aktor, dapat berarti masyarakat umum, tenaga medis, pemerintah (eksekutif dan legislatif), LSM, penyedia fasilitas pelayanan kesehatan, dan seterusnya; 3) Tahapan adalah tahapan pembangunan, dari tahap perencanaan, implementasi, monitoring, sampai evaluasi. Hal tersebut akan memperjelas keterjaminan KKG serta mengurangi tudingan ketiadaan pelibatan masyarakat. Masyarakat akan menerima apabila secara jelas dinyatakan pada tahap tertentu benar-benar dilibatkan dan tertutup pada tahap lainnya (misalkan hanya untuk tenaga medis profesional yang ahli dan memiliki kewenangan tertentu). 173

b. Pada UU Sisdiknas pada bagian-bagian berikut : 1) Ketiadaan jaminan keterbukaan informasi pelayanan pendidikan, seperti halnya yang ada dalam UU Kesehatan Pasal 17 tentang jaminan ketersediaan informasi kesehatan. 2) Perlunya penambahan instrumen reward bagi satuan pendidikan yang telah berprestasi dan menyediakan : Ketersediaan fasilitas untuk peningkatan akses perempuan dan kelompok-kelompok rentan lainnya untuk bersekolah; Menyelenggarakan program pendidikan yang ramah dan mudah diakses oleh perempuan dan kelompok-kelompok rentan lainnya. Instrumen reward tersebut juga dilengkapi dengan instrumen punishment bagi satuan pendidikan yang tidak menyediakan kedua hal tersebut. 3) Belum adanya relevansi antara substansi pendidikan dengan kebutuhan di dunia kerja menunjukkan perlu kajian lebih lanjut untuk menjamin sinergitas antara sektor pendidikan dengan sektor ketenagakerjaan. 2. Para decision-maker, baik legislatif maupun eksekutif, sebaiknya mendapatkan pendidikan/pelatihan untuk meningkatkan kepekaannya dalam melihat ketidakadilan gender, tetapi bukan dengan metode one size fits all (paket standard). Artinya, pendidikan/pelatihan ini dilaksanakan dengan melibatkan muatan-muatan lokal, mengingat definisi dan peran 174

gender yang berbeda di berbagai wilayah. Hal ini sangat penting untuk membuka dan memberi wawasan tentang gender yang diharapkan dapat menumbuhkan komitmen keduanya untuk mengimplementasikan PUG dalam kebijakan publik guna menjamin KKG dalam masyarakat. 3. Untuk penelitian selanjutnya, perlu dikaji lebih lanjut mengenai evaluasi dari implementasi kebijakan dari kedua sektor penopang pembangunan kualitas SDM ini, kesehatan dan pendidikan, apakah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip PUG untuk keterjaminan KKG. Apabila sudah sesuai dengan prinsip-prinsip KKG, faktor apa saja yang mendorongnya, dan apabila belum sesuai, faktor apa pula yang menghambatnya. 175