R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014

dokumen-dokumen yang mirip
KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 75/PUU-XII/2014 Status Hukum Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 dan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967

KEDUDUKAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEDUDUKAN TAP MPR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP HIERARKI PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA. Oleh : Irwandi,SH.MH. 1. Abstrak

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRODUK HUKUM KETETAPAN MPR SETELAH PERUBAHAN UUD Drs Munif Rochmawanto, SH,MH,MM. Abstrak

Kedudukan TAP MPR Dalam Sistem Perundang-Undangan Indonesia 1

Tata Urutan Peraturan Perundangan Indonesia / Hukum Undang-Undang Indonesia

Pokok Bahasan. Sistem Norma Hukum Hierarki Peraturan dalam Sistem Norma Hukum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang

BAB III KONSEKUENSI HUKUM MASUKNYA TAP MPR RI KE DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG P3

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,

Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang Pemilihan/ penunjukan Wakil Presiden dan tata cara pengangkatan Pejabat Presiden

EKSISTENSI KETETAPAN MPR RI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA

CONTOH SOAL-SOAL LOMBA CERDAS CERMAT UUD NRI 1945 DAN TAP MPR TINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2009

PENERAPAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DALAM KETATANEGARAN INDONESIA

PENDAHULUAN PROSES PERUBAHAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DINAMIKA KEDUDUKAN TAP MPR DI DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENDAHULUAN PROSES PERUBAHAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan...

Abstract. Monika Suhayati *

PROBLEMATIKA KEDUDUKAN TAP MPR DALAM UU NO. 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR I/MPR/2003 TENTANG

BAHAN TAYANGAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BERDASARKAN UU NOMOR 12 TAHUN 2011


KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

EKSISTENSI KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lex Administratum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013

ILMU PERUNDANG- UNDANGAN DALAM HAN

Supremasi Hukum Volume 12 Nomor 1, Januari 2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XII/2014

Implikasi Pengujian Ketetapan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

PUTUSAN Nomor 75/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

KEDUDUKAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM TATA HUKUM INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website :

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

KONSTITUSIONALITAS KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. Meirina Fajarwati*

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XII/2014

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Norma Hukum dan Hierarki Norma Hukum dalam Masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat ada banyak macam-macam norma baik

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

EKSISTENSI KETETAPAN MPR/S DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka

1. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan. lembaga yang berwenang menguji norma perundang-undangan di indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan dari permasalah yang penulis teliti, yaitu:

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BAB IX oleh : Prof.Gunarto.SH.SE,Akt.M.Hum Politik Hukum Pasca Pemilu 1999

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama)

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.1 Tahun 2015

GAYA PERUMUSAN KALIMAT PERINTAH PEMBENTUKAN PERATURAN YANG MENJALANKAN DELEGASI DARI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 3/PUU-XII/2014 Pengaturan Organisasi Masyarakat dan Sistem Informasi Ormas

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

I. PEMOHON Indonesian Human Rights Comitee for Social Justice (IHCS) yang diwakilkan oleh Gunawan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

REEKSISTENSI KETETAPAN MPR DAN IMPLIKASI YURIDISNYA TERHADAP JUDICIAL REVIEW DI INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XII/2014 Pengisian Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

PERKEMBANGAN PENGATURAN SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Oleh: RETNO SARASWATI 1

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 3/PUU-XII/2014 Pengaturan Organisasi Masyarakat dan Sistem Informasi Ormas

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

PROBLEMATIKA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG ATAS KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (TAP MPR) Abstrak

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

9/29/2010 BASIC LAW FUNDAMENTAL NORM

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 121/PUU-XII/2014 Pengisian Anggota DPRP

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

Transkripsi:

R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014

Memahami kedudukan TAP MPR pasca pemberlakuan UU No. 12 Tahun 2011 Memahami implikasi pemberlakuan kembali TAP MPR Kasus-kasus hukum sebagai konsekuensi pemberlakuan TAP MPR

UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (*sudah tidak berlaku) TAP MPR No. 1/MPR/2003 tentang Peninjauan Kembali Materi dan Status Hukum MPR Tahun 1960 sampai 2002 Putusan Mahkamah Konstitusi: Perkara Nomor 75/PUU- XII/2014

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; 3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 4. Peraturan Pemerintah; 5. Peraturan Presiden; 6. Peraturan Daerah Provinsi; dan 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

TAP MPR tidak dimasukkan dalam hierarki perundang-undang Keberadaan TAP MPR diakui, TAP MPR sejak tahun 1966 hingga tahun 2002 tetap diakui sebagai sebuah produk hukum yang berlaku sepanjang tidak digantikan dengan Undang-undang formal yang ditetapkan setelahnya.

Sebelum Amandemen Pasca Amandemen Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang- Undang Dasar MPR diberikan kewenangan untuk menetapkan Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara (GBHN) Kewenangan tersebut sudah tidak diberikan lagi

MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi Negara MPR bukanlah lembaga perwakilan, namun menjadi joint sesion antara anggota DPR dan anggota DPD yang bertugas mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar. MPR kini tidak lagi berwenang menerbitkan aturan dasar Negara (grundnorm) di luar UUD NRI Tahun 1945 yang bersifat mengatur, hanya diberikan kewenangan dalam membuat ketetapan yang bersifat keputusan (beshickking)

Norma fundamental negara (Staatsfundamentalnorm); Aturan dasar negara (staatsgrundgesetz); Undang-undang formal (formell gesetz); dan Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome satzung)

Staatsfundamentalnorm : Pancasila (Pembukaan UUD 1945). Staatsgrundgesetz : Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan. Formell gesetz : Undang-Undang. Verordnung en Autonome Satzung : Secara hierarkis mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Bupati/Walikota TAP MPR dikategorikan sebagai aturan dasar Negara (staatsgrundgesetz) atau dapat juga disebut sebagai norma dasar (grundnorm)

TAP MPR secara otomatis (ex-officio) menjadi rujukan dalam pembentukan dan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berada di bawahnya Sebagai konsekuensi perubahan UUD 1945, MPR tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan ketentuan yang bersifat mengatur (regeling)

Ketetapan MPR adalah Ketetapan MPR Sementara dan Ketetapan MPR yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan MPR RI Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPR Sementara dan Ketetapan MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.

Pasal 1 tentang Ketetapan MPR/MPRS yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (8 Ketetapan) Pasal 2 tentang Ketetapan MPRS/MPR yang dinyatakan berlaku dengan ketentuan (3 Ketetapan) Pasal 3 tentang Ketetapan MPRS/MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya pemerintahan hasil pemilihan umum tahun 2004 (8 Ketetapan) Pasal 4 tentang Ketetapan MPRS/MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai terbentuknya UU (11 Ketetapan) Pasal 5 tentang Ketetapan MPRS/MPR yang dinyatakan masih berlaku sampai ditetapkannya peraturan tata tertib yang baru oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia hasil pemilihan umum tahun 2004 (5 Ketetapan) Pasal 6 tentang Ketetapan MPRS/MPR yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik Karena bersifat final (enimalig), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan. (104 Ketetapan)

Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS.1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh Wilayah Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan larangan setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. Ketetapan MPR No. XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi. Ketetapan MPR No V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur. Ketetapan MPRS No. XXIX/MPRS/1966 tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera. (dalam perkembangan terakhir telah terbentuk UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan) Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam NKRI. Ketetapan MPR No. V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Indonesia. Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri. Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Ketetapan MPR No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN. Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolahan Sumber Daya Alam.

Bagaimana jika TAP MPR bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945? Bagaimana pula jika terdapat UU yang bertentangan dengan TAP MPR? Apakah Mahkamah Konstitusi memiliki wewenang mengujinya?

Status Hukum Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 dan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 Yayasan Maharya Pati, diwakili oleh Murnanda Utama, S.H., dan Deva Septana, selaku Ketua dan Sekretaris Yayasan Maharya Pati, sebagai Pemohon. OBJEK PERMOHONAN: Pengujian Materil Pasal 6 angka 30 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 Bab II Pasal 6 Ketetapan MPRS RI No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Sukarno tanggal 12 Maret 1967 terhadap UUD 1945

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, Pasal 24C ayat (1) UUD 1945: berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan Pemohon Norma yang dijadikan sebagai dasar pengujian, yaitu : Pasal 28D ayat (1) UUD 1945: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Pasal 28I ayat (2) UUD 1945: Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

Bab II Pasal 6 TAP MPRS RI Nomor XXXIII/MPRS/1967 Menetapkan, penyelesaian persoalan hukum selanjutnya yang menyangkut Dr. Ir. Sukarno, dilakukan menurut ketentuan-ketentuan hukum dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan, dan menyerahkan pelaksanaannya kepada Pejabat Presiden. Pasal 6 angka 30 TAP MPR Nomor I/MPR/2003 Ketetapan MPRS dan MPR RI yang disebutkan dibawah ini merupakan Ketetapan MPRS dan MPR RI yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan (30) Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno.