PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pe

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 76 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PELAPORAN PENGADUAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WHISTLEBLOWING SYSTEM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman.

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t

penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Ind

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

2016, No Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Negara Repu

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan.

2015, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

BUPATI POLEWALI MANDAR

PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP. 13 TAHUN 2012

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

: a. bahwa untuk dapat mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, diperlukan peran serta masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 76 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 34/Menhut-II/2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

2017, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 462/KMK.09/2004 TENTANG

Pengertian 1/20/2016 5

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 t

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS

2017, No Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Mengingat

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT WALIKOTA YOGYAKARTA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi; b. bahwa pelaporan dari masyarakat atas dugaan terjadinya tindak pidana korupsi merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam pengawasan dan perlu mendapatkan tanggapan secara cepat, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Tata Cara Penanganan Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing System) Dugaan Tindak Pidana Korupsi di Lingkungan Kementerian Kesehatan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang...

- 2-3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635); 5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3995); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135); 8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741); 9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 49 Tahun 2012 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1216); MEMUTUSKAN...

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG TATA CARA PENANGANAN PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan : 1. Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 2. Pelapor Pelanggaran (Whistleblower) adalah pegawai atau pejabat di lingkungan Kementerian Kesehatan yang melaporkan dugaan tindak pidana korupsi. 3. Pelanggaran adalah perbuatan melawan hukum yang berindikasi tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan Kementerian Kesehatan yang dilakukan oleh pejabat atau pegawai pada Kementerian Kesehatan. 4. Pelaporan adalah informasi yang disampaikan oleh Pelapor terkait Pelanggaran yang dilengkapi bukti indikasi tindak pidana korupsi. 5. Saluran Pengaduan adalah sarana yang digunakan untuk melaporkan pelanggaran. 6. Bukti Permulaan adalah data, dokumen, gambar, dan/atau rekaman yang mendukung/menjelaskan adanya Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 (1) Setiap pejabat/pegawai di lingkungan Kementerian Kesehatan yang melihat atau mengetahui adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, wajib melaporkan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan dan/atau Unit Kerja yang ditunjuk. (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan Bukti Permulaan. (3) Masyarakat yang memiliki informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi dapat menyampaikan informasi tersebut kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan. Pasal 3...

- 4 - Pasal 3 (1) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 dapat disampaikan secara langsung atau melalui Saluran Pengaduan yang tersedia. (2) Pelaporan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui situs layanan Whistleblowing system. (3) Pelaporan melalui Saluran Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui aplikasi yang tersedia pada website Inspektorat Jenderal dan website Kementerian Kesehatan. Pasal 4 (1) Inspektorat Jenderal bertindak sebagai unit kerja yang menerima, mengelola, dan menindaklanjuti laporan Pelanggaran sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (2) Unit kerja yang ditunjuk untuk menangani Pelaporan Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah Inspektorat Investigasi pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan. Pasal 5 Dalam hal adanya Pelaporan pelanggaran, Inspektorat Investigasi pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan wajib : a. menerima laporan adanya dugaan tindak pidana korupsi baik secara langsung maupun melalui Saluran Pengaduan yang tersedia; b. mencatat dan mengadministrasikan laporan Pelanggaran; c. menganalisis laporan Pelanggaran untuk menentukan tindak lanjut; d. melakukan audit investigatif; e. memberikan rekomendasi kepada pimpinan; dan f. membuat laporan berkala tentang penanganan pelanggaran. Pasal 6 Laporan Pelanggaran yang didukung dengan Bukti Permulaan yang lengkap, dapat diteruskan kepada penyidik setelah mendapat persetujuan dari pimpinan pada Inspektorat Jenderal dan Menteri Kesehatan. Pasal 7 Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e dapat berupa : a. penjatuhan hukuman disiplin; b. pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara; c. penyampaian hasil pemeriksaan kepada Kepolisian Negara dan Kejaksaan Republik Indonesia; dan/atau d. penyampaian...

- 5 - d. penyampaian hasil pemeriksaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia. Pasal 8 (1) Rekomendasi penyampaian hasil pemeriksaan kepada Kepolisian Negara dan Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, dapat dilakukan dalam hal pemeriksaan Pelanggaran dengan dugaan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Rekomendasi penyampaian hasil pemeriksaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, dapat dilakukan dalam hal pemeriksaan Pelanggaran dengan dugaan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (3) Penyampaian hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c dan huruf d dilakukan setelah mendapat persetujuan Menteri Kesehatan. Pasal 9 Publikasi hasil pengelolaan Pelaporan merupakan kewenangan Menteri Kesehatan. Pasal 10 (1) Inspektorat Jenderal wajib melindungi dan menjaga kerahasiaan identitas Pelapor Pelanggaran (Whistleblower), memberikan perlindungan hukum serta perlakuan yang wajar. (2) Inspektorat Jenderal hanya dapat mengungkapkan identitas Pelapor Pelanggaran (Whistleblower) apabila dipandang perlu pada persidangan di Pengadilan. (3) Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan melaporkan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) apabila Pelapor Pelanggaran (Whistleblower) mengalami ancaman keselamatan jiwa. (4) Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan memberikan sangsi kepada Pejabat yang terbukti menyalahkan jabatan/wewenang untuk kegiatan pembalasan atas pelaporan pelanggaran sesuai dengan ketentuan berlaku. (5) Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan akan merekomendasikan pemulihan nama baik bagi terlapor, bila tidak terbukti melakukan Pelanggaran dan pemulihan nama baik sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 11...

- 6 - Pasal 11 Dalam hal Pelapor Pelanggaran (Whistleblower) meminta penjelasan mengenai perkembangan tindak lanjut atas laporan yang disampaikan, Inspektorat Jenderal wajib memberi penjelasan mengenai hal dimaksud kepada Pelapor Pelanggaran (Whistleblower). Pasal 12 (1) Pelapor Pelanggaran (Whistleblower) yang telah berjasa dalam usaha membantu upaya pencegahan dan/atau pemberantasan tindak pidana korupsi berhak mendapat penghargaan. (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa piagam atau bentuk lain menurut kebijakan Menteri Kesehatan. Pasal 13 Ketentuan lebih lanjut mengenai Petunjuk Pelaksanaan Penanganan Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing System) Dugaan Tindak Pidana Korupsi di Lingkungan Kementerian Kesehatan tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 14 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan mengundangkan Peraturan Menteri ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Juni 2014 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd Diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Juli 2014 NAFSIAH MBOI MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 905

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN PETUNJUK PELAKSANAAN PENANGANAN PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pelaporan tentang indikasi Tindak Pidana Korupsi (TPK) merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam pengawasan, sehingga perlu mendapatkan tanggapan cepat, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Sesuai Inpres 5 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, antara lain menetapkan Program Wilayah Bebas Dari Korupsi yang mewajibkan penerapan sistem pelaporan pelanggaran (Whistleblowing System). Sistem ini memberikan kesempatan kepada masyarakat/pegawai Kementerian Kesehatan yang mengetahui atau memiliki informasi/buktibukti tentang perbuatan tindak pidana korupsi pejabat dan atau pegawai di lingkungan kerjanya, untuk mengungkapkan penyimpangan tersebut tanpa merasa khawatir kerahasiaannya diketahui oleh orang lain. Penangananan pelaporan pelanggaran (Whistleblowing System) di lingkungan Kementerian Kesehatan merupakan bagian dari sistem penangananan pengaduan masyarakat terpadu yang memfokuskan pada laporan yang berindikasi tindak pidana korupsi, yang dapat disampaikan melalui saluran khusus pada Website Inspektorat Jenderal dan Website Kementerian Kesehatan. Penangananan pelaporan yang berindikasi tindak pidana korupsi merupakan bagian dari tugas pengawasan sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Bab VII pasal 629 yang menyatakan Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Kesehatan. Sedangkan dalam Peraturan Menteri Negara Pendayaan Negara Nomor Per/05/M.PAN/4/2009 tentang Pedoman Umum Penangananan

- 2 - Pengaduan Masyarakat bagi Instansi Pemerintah dinyatakan setiap instansi pemerintah pusat dan daerah dapat menindaklanjuti pedoman tersebut dengan aturan yang lebih teknis. Berdasarkan hal tersebut di atas perlu disusun Tata Cara Penangananan Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing System) Dugaan Tindak Pidana Korupsi di Lingkungan Kementerian Kesehatan sebagai acuan pelaksanaan di dalam penangananan pelaporan pelanggaran di lingkungan Kementerian Kesehatan. B. Maksud dan Tujuan 1. Maksud. Tata Cara Penangananan Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing System) dimaksudkan sebagai : a. Acuan dalam menangani pelaporan pelanggaran yang berindikasi tindak pidana korupsi di lingkungan Kementerian Kesehatan; b. Sebagai acuan bagi masyarakat/pegawai di lingkungan Kementerian Kesehatan yang mengetahui atau memiliki informasi dan bukti-bukti tentang suatu penyimpangan yang berindikasi korupsi untuk melaporkan indikasi penyimpangan di lingkungan Kementerian Kesehatan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan; c. Sebagai acuan bagi petugas whistleblowing system didalam memberikan perlindungan kepada pelapor (whistleblower). 2. Tujuan Tujuan penyusunan Tata Cara Penangananan Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing System) adalah : a. Meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di lingkungan Kementerian Kesehatan; b. Mendorong pegawai di lingkungan Kementerian Kesehatan yang memiliki informasi dan bukti-bukti tentang indikasi perbuatan tindak pidana korupsi untuk melaporkannya secara aman dan bertanggung jawab; c. Terlindunginya pelapor dari rasa tidak aman terkait dengan indikasi pelanggaran tindak pidana korupsi yang dilaporkannya; d. Tumbuhnya persepsi masyarakat/pegawai di lingkungan Kementerian Kesehatan bahwa apabila melakukan penyimpangan/kecurangan, akan semakin besar peluangnya untuk terdeteksi dan dilaporkan.

C. Ruang Lingkup - 3 - Ruang lingkup penangananan pelaporan pelanggaran yang berindikasi tindak pidana korupsi di lingkungan Kementerian Kesehatan, meliputi : a. Kebijakan tentang penangananan pelaporan pelanggaran (whistleblowing) oleh pegawai di lingkungan Kementerian Kesehatan dan masyarakat; b. Penangananan pelaporan pelanggaran pendahuluan; c. Investigasi terhadap pelanggaran yang berindikasi tindak pidana korupsi di lingkungan Kementerian Kesehatan; d. Perlindungan pelapor; dan e. Pemberian sanksi. D. Pengertian Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan : 1. Whistleblowing System adalah sistem pelaporan pelanggaran yang memungkinkan setiap masyarakat/pegawai untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang kerahasiaan identitas Pelapor dijamin serta diberikan perlindungan oleh pimpinan Kementerian Kesehatan. 2. Pelanggaran adalah perbuatan melawan hukum yang berindikasi tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan Kementerian Kesehatan, yang dilakukan oleh pejabat atau pegawai pada Kementerian Kesehatan. 3. Pelapor Pelanggaran (whistleblower) adalah masyarakat/pegawai di lingkungan Kementerian Kesehatan. 4. Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin adalah pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. 5. Saluran Pengaduan adalah sarana yang digunakan untuk melaporkan pelanggaran. 6. Audit Investigatif adalah proses pengumpulan dan pengujian buktibukti terkait dengan kasus penyimpangan yang berindikasi pelanggaran disiplin, ketidaklancaran pembangunan, penyalahgunaan wewenang dan yang berindikasi merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, untuk memperoleh simpulan yang mendukung tindakan litigasi dan atau tindakan korektif manajemen.

- 4-7. Bukti Audit adalah segala informasi yang mendukung data yang disajikan dalam laporan keuangan, yang terdiri dari data akuntansi dan informasi pendukung lainnya yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. 8. Ekspose adalah pernyataan (pengungkapan/penyingkapan) secara formal tentang suatu kenyataan. 9. Evaluasi Bukti adalah kegiatan auditor dalam mempelajari, memeriksa, menguji, menelaah, dan menginterpretasikan bukti untuk menilai kesesuaian bukti dengan hipotesis serta sebagai landasan perlu tidaknya mengembangkan bukti lebih lanjut.

- 5 - BAB II PENANGANANAN PELAPORAN PENYIMPANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Kriteria dan Data Laporan Pelanggaran Setiap pejabat/pegawai di lingkungan Kementerian Kesehatan yang melihat atau mengetahui adanya tindak pidana korupsi wajib melaporkan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Pengaduan yang disampaikan melalui Whistleblowing System hanya pengaduan pelanggaran yang mengindikasikan adanya Tindak Pidana Korupsi (TPK). 2. Data dan Informasi yang disampaikan pelapor harus memenuhi beberapa hal sebagai berikut : a. Laporan suatu penyimpangan harus didukung dengan bukti bukti yang cukup dan jelas unsur-unsurnya sebagai berikut : 1) Adanya penyimpangan kasus yang dilaporkan; 2) Dimana kasus tersebut terjadi; 3) Kapan kasus terjadi; 4) Siapa dan pejabat/pegawai Kementerian Kesehatan yang melakukan penyimpangan atau terlibat dengan kejadian; dan 5) Bagaimana cara perbuatan tersebut terjadi. b. Data pengaduan berisi informasi sebagai berikut : 1) Data mengenai nama dan alamat pelapor dengan melampirkan fotokopi kartu tanda penduduk dan/atau identitas diri lain, sedangkan untuk pelapor yang merupakan pegawai di lingkungan Kementerian Kesehatan harus melampirkan nama dan unit tempat bekerja pelapor, jabatan pelapor, surat keputusan penempatan tugas pelapor. 2) Keterangan mengenai dugaan pelaku tindak pidana korupsi antara lain; a) Nama pelaku; b) Jabatan pelaku; c) Unit kerja pelaku; d) Perbuatan yang terindikasi atau dianggap terdapat penyimpangan atau pelanggaran yang mengandung unsur tindak pidana korupsi oleh pelaku; dan e) Waktu penyimpangan atau pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku.

- 6-3) Disertai dengan bukti-bukti yang mendukung atau menjelaskan substansi pengaduan atau tindak pidana korupsi berupa : a) Dana atau dokumen yang relevan; b) Gambar dan atau rekaman. B. Mekanisme Penyampaian Pelaporan Laporan yang disampaikan oleh pelapor terkait pelanggaran yang mengindikasikan tindak pidana korupsi yang terjadi di Lingkungan Kementerian Kesehatan atau disampaikan melalui saluran Website Whistleblowing Systems (WBS) pada Itjen dan website Kementerian Kesehatan atau disampaikan secara langsung kepada Inspektorat Investigasi. Apabila pelaporan disampaikan melalui Website Whistleblowing Systems (WBS) pada Itjen dan website Kementerian Kesehatan, pelapor harus mengisi informasinya pada lembar isian pada aplikasi yang disediakan dengan tetap menjaga kerahasian identitasnya, dengan mengikuti langkah langkah sebagai berikut : 1. Isi kotak-kotak yang tersedia sesuai informasi yang diketahui; 2. Perhatikan baik-baik beberapa hal dibawah ini : a. Semua kotak yang diberi tanda (*) wajib diisi; b. Cantumkan identitas hanya jika anda benar benar yakin. 3. Jika memiliki bukti dalam bentuk file seperti foto atau dokumen lain, silahkan dilengkapi di halaman ini, caranya : setelah membaca petunjuk untuk menyertakan lampiran, klik kotak kecil di bawah petunjuk tersebut dan lanjutkan prosesnya. 4. Setelah selesai mengisi, silahkan klik tombol kirim untuk melanjutkan atau klik tombol hapus untuk membatalkan proses pelaporan. 5. Halaman berikutnya memberi kesempatan bagi yang ingin mencetak laporan dan/atau membuka jalur komunikasi dua arah dengan petugas Inspektorat Jenderal melalui Kotak Komunikasi. C. Penangananan Pelaporan Pelanggaran Tindak Pidana Korupsi Pelaporan pelanggaran tindak pidana korupsi selanjutnya ditindaklanjuti oleh Tim Penangananan Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) pada Inspektorat Investigasi, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Pencatatan - 7 - Pencatatan pengaduan atas pelanggaran yang disampaikan pelapor dilakukan sebagai berikut : a. Pengaduan masyarakat yang diterima dari Whistleblowing System dalam bentuk surat, fax, email oleh petugas dicatat sesuai dengan tata persuratan yang berlaku. b. Pengaduan secara lisan yang disampaikan langsung oleh Whistleblower dibuat verbal oleh pihak yang menerima dan harus dimintakan lampiran bukti-bukti terjadinya pelanggaran. c. Pengaduan masyarakat yang diterima secara langsung, tertulis/surat dan melalui media elektronik serta media cetak, dilakukan pencatatan yang membuat informasi sekurangkurangnya sebagai berikut : 1) Data surat pengaduan a) Nomor dan tanggal agenda; b) Tanggal surat pengaduan; c) Perihal. 2) Identitas pelapor a) Pelapor yang bersumber dari masyarakat; (1) Nama; (2) Alamat; (3) Pekerjaan; (4) Kabupaten/kota; (5) Provinsi; (6) Asal/sumber pelapor. b) Pelapor dari Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Kesehatan RI; (1) Nama; (2) NIP/NRP; (3) Alamat; (4) Jabatan. 3) Identitas terlapor meliputi : a) Nama; b) NIP/NRP; c) Alamat; d) Jabatan; e) Instansi terlapor.

2. Penelaahan - 8 - a. Pengaduan yang telah dicatat kemudian ditelaah guna mengidentifikasi permasalahannya informasi dan merumuskan langkah langkah penangananan selanjutnya. b. Penelaahan minimal yang dilakukan sebagai berikut : 1) Merumuskan inti permasalahan; 2) Meneliti kelengkapan bukti-bukti pendukung; 3) Melengkapi data/informasi yang diperlukan; 4) Melakukan analisis berdasarkan peraturan perundang-undangan yang terkait; 5) Menetapkan hasil penelaahan dan penangananan selanjutnya. c. Hasil penelaahan pengaduan dan rekomendasi : 1) Pengaduan yang substansinya tidak logis berupa keinginan pelapor secara normatif, tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak mungkin dipenuhi dan tidak perlu diproses lebih lanjut. 2) Pelaporan yang substansinya mengindikasikan adanya tindakan pidana korupsi dilanjutkan dengan audit investigasi. 3. Pengarsipan Berkas penanganan pelaporan masyarakat yang mengindikasikan adanya tindak pidana korupsi yang disampaikan Whistleblower disimpan di tempat yang aman berdasarkan klasifikasi jenis masalah, instansi/unit kerja terlapor serta urutan tanggal pengaduan sesuai dengan tatacara pengarsipan yang berlaku sedangkan arsip-arsip pengaduan tersebut bersifat rahasia. Terhadap permintaan informasi oleh pihak lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, media massa dan lain-lain, informasi yang boleh diberikan hanya data statistik dari data penangananan pengaduan, bukan substansinya. 4. Penanganan Lebih Lanjut Pengaduan pelanggaran yang disampaikan oleh Pelapor (whistleblower) dan mengindikasikan adanya tindak pidana korupsi ditindaklanjuti melalui audit investigasi. Pelaksanaan audit mengacu pada standar audit dan pedoman audit investigasi yang berlaku, antara lain meliputi : a. Menyusun perencanaan audit; b. Menyusun program audit : 1) penelaahan terhadap aturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan; 2) mendapatkan bukti-bukti yang kompeten dan memadai; 3) menentukan metoda audit yang tepat; 4) mementukan pihak-pihak yang akan dimintai keterangan. c. Menganalisis bukti;

- 9 - d. Merumuskan hasil audit; e. Mengkomunikasikan hasil audit dengan auditan; f. Menyusun laporan hasil audit. 5. Rekomendasi atas Hasil Penangananan Pelaporan Pelanggaran Tindak Pidana Korupsi. Rekomendasi hasil Audit dengan Tujuan Tertentu/Audit Investigasi atas laporan pelanggaran tindak pidana korupsi dapat berupa : a. Penjatuhan hukuman disiplin; b. Pengembalian kerugian negara; c. Penyampaian hasil pemeriksaan kepada Penegak Hukum dan/atau kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Rekomendasi berupa penjatuhan hukuman disiplin wajib disampaikan kepada Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin. Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin wajib melaksanakan rekomendasi hasil pemeriksaan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterimanya rekomendasi hasil pemeriksaan tersebut oleh Pimpinan Unit Eselon I. Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin wajib menyampaikan tembusan Surat Keputusan penjatuhan hukuman disiplin kepada Inspektur Jenderal. Rekomendasi berupa pengembalian kerugian negara wajib disampaikan kepada Pejabat yang berwenang menindaklanjuti. Terhadap rekomendasi berupa penyampaian hasil pemeriksaan kepada Penegak Hukum dilakukan dalam hal hasil pemeriksaan berindikasi tindak pidana korupsi dengan kerugian negara kurang dari Rp 1.000.000.000,00 dan rekomendasi berupa penyampaian hasil pemeriksaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dilakukan dalam hal hasil pemeriksaan berindikasi tindak pidana korupsi dengan nilai kerugian keuangan negara minimal sebesar Rp 1.000.000.000,00. 6. Pelimpahan Penangananan Kasus Tindakan Pidana Korupsi (TPK) kepada Penegak Hukum. Pelimpahan penanganan kasus pengaduan tindak pidana korupsi kepada Penegak Hukum dilakukan berdasarkan pertimbangan pimpinan pada Kementerian Kesehatan. Pertimbangan tersebut didasarkan pada kecukupan bukti-bukti tentang indikasi penyimpangan yang dilaporkan atau berdasarkan hasil pendalaman Audit Investigasi oleh Inspektorat jenderal, terindikasi kuat adanya suatu penyimpangan tindak pidana

- 10 - korupsi. Hasil audit investigasi tersebut dibahas melalui ekspose internal dengan pihak terkait dan jika dipandang perlu, dilakukan ekspose eksternal dengan pihak penyidik melalui tahapan sebagai berikut : a. Tahap Persiapan 1) Mengundang pihak-pihak yang terkait, Inspektur Jenderal, Sekretaris Inspektorat Jenderal, Eselon I terkait dan Menteri Kesehatan. 2) Undangan disampaikan 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan ekspose. 3) Menyiapkan sarana dan prasarana. 4) Menentukan Tim Penyaji (Penyaji, Notulen dan Moderator). b. Pelaksanaan 1) Pelaksanaan ekspose eksternal dipimpin oleh Inspektur Investigasi. 2) Seluruh peserta ekspose eksternal wajib mematuhi Tata Tertib Ekspose Eksternal. 3) Proses diskusi dalam ekspose eksternal dituangkan dalam notulen ekspose eksternal yang ditandatangani oleh Notulis, Ketua Tim, dan Inspektur Investigasi. 4) Bila dalam hasil ekspose eksternal tidak diperoleh kesepakatan, maka risalah hasil ekspose eksternal memuat alasan ketidaksepakatan tersebut. Selanjutnya permasalahan tersebut dibahas antar pimpinan pada tingkat yang lebih tinggi dan dituangkan dalam risalah hasil rapat antar pimpinan. 5) Bila dari ekspose eksternal diperoleh bukti baru yang menambah atau mengurangi nilai kerugian negara, maka auditor investigasi harus melakukan prosedur pengujian untuk meyakini kebenaran bukti-bukti tambahan. 6) Bila dari hasil ekspose eksternal ternyata tidak terjadi perubahan nilai kerugian negara maka kesepakatan yang dibuat dalam ekspose eksternal dapat digunakan sebagai bahan penuntutan kasus. 7) Hasil ekspose eksternal dituangkan dalam risalah ekspose eksternal yang ditandatangani oleh Ketua Tim, Pengendali Teknis dan diketahui oleh Inspektur Investigasi dengan persetujuan Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan dan disampaikan kepada Menteri Kesehatan.

- 11 - BAB III PERLINDUNGAN DAN PENGHARGAAN TERHADAP PELAPOR (WHISTLEBLOWER) A. Perlindungan Terhadap Pelapor Kementerian Kesehatan khususnya Inspektorat Jenderal wajib melindungi dan menjaga kerahasian identitas pelapor pelanggaran (Whistleblower), memberikan perlindungan hukum dan perlakuan wajar kepada pelapor dengan berkoordinasi dengan unit terkait /instansi berwenang. Inspektorat Jenderal hanya dapat mengungkapkan identitas Pelapor Pelanggaran (whistleblower) untuk keperluan penyidikan dan persidangan. Untuk laporan pelanggaran yang disampaikan melalui saluran whistleblowing system, agar kerahasiaannya lebih terjaga dilakukan beberapa hal sebagai berikut : 1. Membuat nama samaran dan kata sandi yang hanya diketahui oleh pelapor; 2. Menggunakan nama/identitas yang unik dan tidak menggambarkan identitas pelapor; 3. Mencatat dan menyimpan dengan baik nama samaran dan kata sandi; 4. Tidak memberitahukan/mengisikan data-data pribadi, seperti nama pelapor, atau hubungan pelapor dengan pelaku pelanggaran yang dilaporkan; 5. Tidak memberitahukan/mengisikan data-data/informasi yang memungkinkan bagi orang lain untuk melakukan pelacakan siapa pelapor; 6. Hindari orang lain mengetahui nama samaran (username), kata sandi (password) serta nomor registrasi pelapor. Upaya lain yang bisa dilakukan untuk menjaga kerahasiaan identitas pelapor adalah dengan melakukan pengarsipan berkas penanganan pengaduan pelanggaran Tindak Pidana Korupsi (TPK) dengan baik dan benar, berkas disimpan di tempat yang aman berdasarkan klasifikasi jenis masalah, instansi/unit kerja terlapor serta urutan waktu pengaduan sesuai dengan tata cara pengarsipan yang berlaku. Sedangkan upaya perlindungan bagi pelapor yang mengalami ancaman keselamatan jiwa, Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan wajib berkordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

- 12 - B. Penghargaan bagi Pelapor Pelanggaran Tindak Pidana Korupsi Setiap orang, Pegawai Negeri di lingkungan Kementerian Kesehatan, Organisasi Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat yang telah berjasa dalam usaha membantu upaya pencegahan atau pemberantasan tindak pidana korupsi berhak mendapat penghargaan. Penghargaan dapat berupa piagam atau bentuk lainnya sesuai dengan kebijakan Menteri Kesehatan RI dan akan diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan. C. Sanksi dan Pemulihan nama baik Setiap pejabat di lingkungan Kementerian Kesehatan yang terbukti menyalahkan jabatan/wewenang untuk kegiatan pembalasan atas pelaporan pelanggaran yang disampaikan pelapor kepada Kementerian Kesehatan, dapat diberikan sanksi atas perbuatannya tersebut. Sebaliknya bila pejabat/pegawai yang terlapor dan tidak terbukti melakukan kesalahan atau perbuatan melanggar hukum, berhak mendapatkan pemulihan nama baiknya sesuai ketentuan berlaku.

- 13 - BAB IV PELAPORAN DAN PEMANTAUAN A. Pelaporan Inspektorat Jenderal melaporkan penangananan pelaporan pelanggaran secara rutin kepada Menteri Kesehatan. Kewenangan untuk mempublikasikan hasil penanganan pelaporan pelanggaran di Lingkungan Kementerian Kesehatan berada pada Inspektur Jenderal. Informasi yang dapat dipublikasikan adalah status dan statistik penangananan, dengan mempertimbangkan azas praduga tak bersalah. Publikasi hasil pengelolaan pengaduan sebagaimana, Inspektorat Jenderal bekerja sama dengan Pusat Komunikasi Informasi Publik. Dalam hal Pelapor Pelanggaran (whistleblower) meminta penjelasan mengenai perkembangan tindak lanjut atas laporan yang disampaikan, petugas pada inspektorat Investigasi yang ditunjuk wajib menginformasikan status penangananannya Inspektorat Jenderal memberi penjelasan mengenai hal dimaksud kepada Pelapor Pelanggaran (whistleblower) tersebut. B. Pemantauan Hasil Penanganan Pemantauan hasil penanganan laporan Tindak Pidana Korupsi (TPK) dilakukan oleh Inspektorat Investigasi. Pemantauan dapat dilakukan secara langsung melalui pemutakhiran data, rapat koordinasi, monitoring pada instansi yang menangani. Pemantauan secara tidak langsung melalui komunikasi elektronik dan melalui surat. Pemantauan penanganan laporan pelanggaran Tindak Pidana Korupsi (TPK) dikelompokkan menjadi menjadi status dalam proses, status selesai disertai bukti-bukti. Status selesai apabila Inspektorat Jenderal telah menerbitkan laporan atau meneruskan ke Penegak Hukum untuk dilakukan pemrosesan secara hukum. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd NAFSIAH MBOI