BAB III PEMODELAN SISTEM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV DATA DAN ANALISA HASIL SIMULASI

EVALUASI KINERJA TEKNIK ESTIMASI KANAL PADA SISTEM DIVERSITAS ALAMOUTI

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISISNYA

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

ANALISIS KINERJA TEKNIK DIFFERENTIAL SPACE-TIME BLOCK CODED PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. Modulation. Channel. Demodulation. Gambar 1.1. Diagram Kotak Sistem Komunikasi Digital [1].

Analisis Kinerja Modulasi M-PSK Menggunakan Least Means Square (LMS) Adaptive Equalizer pada Kanal Flat Fading

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Analisis Kinerja dan Kapasitas Sistem Komunikasi MIMO pada Frekuensi 60 GHz di Lingkungan dalam Gedung HIKMAH MILADIYAH

Perancangan dan Pengujian Desain Sinkronisasi Waktu dan Frekuensi

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

BAB III PERANCANGAN MODEL KANAL DAN SIMULASI POWER CONTROL DENGAN MENGGUNAKAN DIVERSITAS ANTENA

BAB I 1.1 Latar Belakang

Analisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

ANALISA KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC- CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI

BAB III PEMODELAN SISTEM

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T

Kata Kunci: ZF-VBLAST dan VBLAST-LLSE.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 1. Blok SIC Detektor untuk Pengguna ke-1 [4]

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

ANALISIS KINERJA SPHERE DECODING PADA SISTEM MULTIPLE INPUT MULTIPLE OUTPUT

OPTIMASI LINTAS LAPISAN PADA KOOPERATIF DI DALAM GEDUNG

Presentasi Tugas Akhir

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1].

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS KINERJA OSTBC (Orthogonal Space Time Block Code) DENGAN RATE ½ DAN ¾ MENGGUNAKAN 4 DAN 3 ANTENA MODULASI M-PSK BERBASIS PERANGKAT LUNAK

BAB III MODEL SISTEM CLOSED-LOOP POWER CONTROL PADA CDMA

Modulasi Digital. Levy Olivia Nur, MT

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

Analisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading

Praktikum Sistem Komunikasi

LAMPIRAN PEDOMAN PENGGUNAAN ALAT

BAB V HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN EK.475 SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL

Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA dengan Teknik Alamouti-STBC

ABSTRAK. sebesar 0,7 db.

BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX

Analisis Perbandingan Kinerja Teknik Modulasi BPSK dan QPSK Menggunakan Kanal Flat Slow Fading Pada Sistem CDMA

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II POWER CONTROL CDMA PADA KANAL FADING RAYLEIGH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

Sistem Telekomunikasi

ESTIMASI KANAL MIMO 2x2 DAN 2x3 MENGGUNAKAN FILTER ADAPTIF KALMAN


KINERJA TEKNIK SINKRONISASI FREKUENSI PADA SISTEM ALAMOUTI-OFDM

STUDI PENERAPAN DEMODULASI NONKOHEREN PADA DIVERSITAS KOOPERATIF

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA LEAST MEAN FOURTH BASED POWER OF TWO QUANTIZER (LMF-PTQ)

KOMUNIKASI KOOPERATIF MULTINODE PADA JARINGAN NIRKABEL. M.Fadhlur Rahman

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Modulasi Digital: PSK dan ASK

Gambar 1.1 Pertumbuhan global pelanggan mobile dan wireline [1].

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI 2.1. Turbo Coding

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Estimasi Kanal Mobile-to-Mobile dengan Pendekatan Polinomial untuk Mitigasi ICI pada Sistem OFDM

Perancangan MMSE Equalizer dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

IMPLEMENTASI MULTIPATH FADING RAYLEIGH MENGGUNAKAN TMS320C6713

ABSTRAK (1) Dimana : Gambar 1. Blok SIC Detektor untuk Pengguna ke-1 [4] Sinyal yang diterima berdasarkan gambar 1. dapat ditulis:

PENGARUH ERROR SINKRONISASI TRANSMISI PADA KINERJA BER SISTEM MIMO KOOPERATIF

ANALISA KINERJA ESTMASI KANAL DENGAN INVERS MATRIK PADA SISTEM MIMO. Kukuh Nugroho 1.

TRANSMISI ANALOG DAN TRANSMISI TRANSMI DIGIT SI AL DIGIT

BAB III Perencanaan Jaringan VSAT Pada Bank Mandiri dengan CDMA

Analisis Estimasi Kanal Dengan Menggunakan Metode Invers Matrik Pada Sistem MIMO-OFDM

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-192

1.2 Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk merancang bangun sirkit sebagai pembangkit gelombang sinus synthesizer berbasis mikrokontroler

ANALISA PERFORMANSI SISTEM DIVERSITAS ALAMOUTI MENGGUNAKAN TEKNIK ESTIMASI KANAL OLEH : NAMA : M. SALMAN NIM :

STUDI BIT ERROR RATE UNTUK SISTEM MC-CDMA PADA KANAL FADING NAKAGAMI-m MENGGUNAKAN EGC

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kata kunci : Spread spectrum, MIMO, kode penebar. vii

Teknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA GODARD

HAND OUT EK. 462 SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL

SISTEM KOMUNIKASI CDMA Rr. Rizka Kartika Dewanti, TE Tito Maulana, TE Ashif Aminulloh, TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

Analisis Penanggulangan Inter Carrier Interference di OFDM Menggunakan Zero Forcing Equalizer

Simulasi Dan Analisis Pengaruh Kecepatan Pengguna Terhadap Kualitas Layanan Data Dengan Menggunakan Encoder Turbo Code Pada Sistem CDMA EV-DO Rev A

Gambar 2.1 Skema CDMA

PERBANDINGAN BIT ERROR RATE KODE REED-SOLOMON DENGAN KODE BOSE-CHAUDHURI-HOCQUENGHEM MENGGUNAKAN MODULASI 32-FSK

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP

UNJUK KERJA REF : FREEMAN FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Analisis Penerapan Teknik AMC dan AMS untuk Peningkatan Kapasitas Kanal Sistem MIMO-SOFDMA

Analisa Kinerja MIMO 2X2 dengan Full-Rate STC pada Mobile WiMAX

Analisis Kinerja dan Kapasitas Sistem Komunikasi MIMO pada Frekuensi 5 GHz di Lingkungan dalam Gedung

BINARY PHASA SHIFT KEYING (BPSK)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI BUTA MIMO PADA KANAL RAYLEIGH FADING

Estimasi Doppler Spread pada Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dengan Metode Phase Difference

TEE 843 Sistem Telekomunikasi. 7. Modulasi. Muhammad Daud Nurdin Jurusan Teknik Elektro FT-Unimal Lhokseumawe, 2016

Transkripsi:

BAB III PEMODELAN SISTEM Secara umum, pemodelan dari sistem pengiriman data dengan sistem Alamouti secara keseluruhan dapat dilihat pada bagan berikut: Gambar 3. 1 Bagan sistem Alamouti secara keseluruhan Pengerjaan tugas akhir terfokus pada bagian estimasi kanal / channel estimator, skema kombinasi / combiner, dan ML receiver (bagian yang digaris bawahi). 3.1 Sistem Alamouti dengan Asumsi Pengenalan Kanal Sempurna Gambar 3. 2 Bagan proses Alamouti dengan asumsi pengenalan kanal sempurna xxix

Secara sederhana, seperti terlihat pada bagan gambar 3.1, proses sistem Alamouti dimulai dengan penentuan parameter sistem: berapa jumlah bit yang dikirim, besar perioda bit, besar frekuensi doppler, rentang E b /N 0 yang dipakai. Selanjutnya dibangkitkan bit transmisi acak sejumlah banyak bit yang telah ditentukan. Proses Alamouti pengkodean dan skema kombinasi dilakukan sesuai dengan makalah Alamouti [1] (bagian 2.2) sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam maximum likelihood detector. Setelah melewati setiap E b /N 0 dan pengulangan Monte Carlo, dihitung BER sebagai penunjuk kinerja sistem. 3.2 Sistem Alamouti dengan Teknik Tanpa Estimasi Kanal Gambar 3. 3 Bagan proses Alamouti dengan teknik tanpa estimasi kanal Proses yang serupa dengan proses Alamouti sebelumnya terjadi di sistem Alamouti dengan teknik tanpa estimasi kanal. Perbedaan yang terjadi bila dibandingkan dengan proses Alamouti asumsi pengenalan kanal sempurna terdapat pada 2 bit transmisi awal yang telah diketahui nilainya sebagai bagian untuk dipakai lebih lanjut dalam teknik deteksi kanal. Sedikit modifikasi di skema kombinasi juga terjadi karena penyesuaian dengan makalah teknik tanpa estimasi xxx

kanal [2] (bagian 2.3). Sebagian besar proses yang terjadi adalah proses yang sama dengan proses pada sistem Alamouti dengan pengenalan kanal sempurna. 3.3 Sistem Alamouti dengan Teknik Estimasi Kanal LMS Gambar 3. 4 Bagan proses Alamouti dengan teknik estimasi kanal LMS Pada proses teknik estimasi kanal LMS, seperti terlihat pada bagan 3.4, parameter yang dibutuhkan bertambah dengan banyaknya bit pilot yang diperlukan dan jumlah oversampling. Bit pilot ditransmisikan terlebih dahulu tanpa pengkodean untuk dimasukkan ke dalam sistem LMS, untuk dipakai mengestimasi kondisi kanal. LMS dibangun menurut struktur gambar 3.5, dengan sinyal yang telah mengalami fading sebagai sinyal diinginkan / desired signal dan sinyal oversampling sebagai masukan: xxxi

y(n) yˆ ( n ) e(n) Gambar 3. 5 Struktur LMS Setelah beberapa iterasi menggunakan sejumlah tertentu bit pilot, didapat parameter kanal di dalam weight LMS, parameter tersebut dipakai dalam skema kombinasi bit data. Agar proses perkalian vektor di dalam skema kombinasi, (2.12) dan (2.13), menghasilkan satu nilai per perkalian, nilai oversampling haruslah sama dengan jumlah weight. Hal ini disebabkan karena apabila digunakan jumlah weight sebanyak N, maka estimasi kondisi kanal yang diambil dari nilai weight setelah iterasi adalah matriks sebesar 1xN. Untuk menghasilkan nilai dari (2.12) dan (2.13) berupa matriks 1x1 (satu estimasi sinyal), maka nilai dari oversampling yang dikenakan sinyal diterima (r 0 dan r 1 ) haruslah bernilai N juga, sehingga terbentuk matriks Nx1, yang bila dikalikan dengan estimasi kanal dapat menghasilkan matriks 1x1. Pada simulasi, nilai N yang dipakai adalah 4 buah. xxxii

3.4 Sistem Alamouti dengan Teknik Estimasi Kanal TDNN START Penentuan Parameter Awal (bit, bitpilot, f d,t, rentang Eb/No, dan jumlah oversampling) Proses Monte carlo dan perhitungan setiap Eb/No Transmisi: Bit data dimasukkan ke dalam TDNN (tidak ada Encoding & Combining Scheme) Transmisi: Pilot dikirim terlebih dahulu untuk deteksi kanal fading dengan TDNN Membangkitkan bit transmisi dan bitpilot Maximum Likelihood Detector Monte carlo selesai? sudah belum belum Perhitungan banyak bit error Perhitungan BER per Eb/No Semua Eb/No selesai? FINISH sudah Gambar 3. 6 Bagan proses Alamouti dengan teknik estimasi kanal TDNN Keunikan dari teknik estimasi kanal TDNN dibandingkan teknik lain adalah tidak melibatkan proses pengkodean dan skema kombinasi. Bit pilot dikirimkan terlebih dahulu, seperti LMS, dan dimasukkan ke dalam sistem TDNN seperti yang terlihat strukturnya pada gambar 3.7. xxxiii

Gambar 3. 7 Struktur TDNN Kemudian, bit data yang diterima yang dimasukkan ke dalam TDNN. Sisa dari proses adalah maximum likelihood detector dan perhitungan BER. Di dalam sistem TDNN, seakan akan proses dari pengkodean dan skema kombinasi terjadi kasat mata di dalam sistem TDNN sendiri. Adapun simulasi dilakukan dengan menggunakan TDNN berstruktur 2 masukan (dengan delay 4 setiap masukan) 4 hidden layer 1 keluaran (merupakan estimasi dari data sebelum oversampling). 3.5 Proses Oversampling Adalah teknik yang digunakan dalam simulasi untuk merekayasa secara sederhana sebuah sinyal kontinu. Nilai oversampling menunjukkan banyaknya sebuah simbol dicuplik. Untuk pencuplikan sinyal pita dasar / baseband, oversampling diaplikasikan dengan mengulang sebuah bit sebanyak nilai oversampling. Teknik oversampling digunakan dalam simulasi teknik LMS dan xxxiv

TDNN untuk memberikan nilai beban / weight yang lebih akurat dan membuat sinyal baseband bersifat kontinu secara sederhana. 3.6 Algoritma Monte Carlo dan Representasi Bit Algoritma Monte Carlo [10] termasuk ke dalam algoritma probabilistik, yaitu algoritma yang mengadakan pilihan acak dalam satu atau lebih tahapan di dalamnya. Algoritma Monte Carlo digunakan untuk masalah pengambilan keputusan, dengan kemungkinan kecil bahwa jawaban dari algoritma tersebut salah. Kemungkinan terjadi kesalahan ini akan menurun sebanding dengan komputasi yang mencukupi. Algoritma ini menggunakan pengulangan iterasi. Dalam tiap tahap algoritma, kemungkinan jawaban adalah true bila benar atau unknown, di mana jawaban tidak diketahui apakah benar atau salah. Setelah setiap iterasi dilakukan, jawaban akhir adalah true bila ditemui true pada sembarang iterasi dan false bila setiap iterasi menjawab unknown. Dapat diambil kesimpulan bahwa bila jawaban sebenarnya adalah true, algoritma bisa menjawab true atau false, karena jawaban unknown untuk semua iterasi sekalipun bisa berarti true atau false. Tetapi kemungkinan terjadi kesalahan jawaban ini diperkecil karena harus melalui semua iterasi dengan jawaban unknown. Di mana probabilitasnya sangat kecil, dengan n adalah jumlah iterasi dan p adalah peluang jawaban true, adalah (1-p) n. Dalam pengadaan grafik kinerja sistem, algoritma Monte Carlo dipakai dengan melakukan pengulangan (iterasi) dari simulasi. Seiring dengan banyaknya iterasi, kemungkinan ketidakcocokan hasil grafik kinerja dapat diminimalisir. Selain algoritma Monte Carlo, perlu ditentukan jumlah bit transmisi yang cukup mewakili untuk menunjukkan kinerja sistem. Dengan alasan yang serupa dengan algoritma Monte Carlo, semakin banyak jumlah bit transmisi yang digunakan, tentulah semakin mewakili kinerja sistem. Untuk menentukan jumlah bit dan banyaknya pengulangan Monte Carlo yang cukup untuk mewakili kinerja sistem, diadakan simulasi sederhana dengan berbagai jumlah pengiriman bit dan nilai Monte Carlo. Simulasi yang dilakukan adalah kinerja sistem Alamouti xxxv

dengan asumsi pengenalan kanal sempurna. Bit dan jumlah monte carlo yang dicobakan, antara lain 10000 bit dengan 5 Monte Carlo, 100000 bit dengan 5 Monte Carlo, dan 10000 bit dengan 10 Monte Carlo. Hasil yang didapat dari simulasi ada pada gambar 3.8: Gambar 3. 8 Kinerja simulasi Alamouti dengan pengenalan kanal sempurna dengan berbagai parameter bit dan pengulangan Monte Carlo Dari hasil simulasi, terlihat bahwa kinerja dengan tiga parameter berbeda tidak jauh berbeda, berarti ketiga parameter adalah cukup untuk merepresentasikan kinerja sistem. Maka, dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas simulasi yang dikerjakan, simulasi dalam karya tulis dilakukan dengan menggunakan 10000 bit dengan 5 pengulangan Monte Carlo. 3.7 Kanal Rayleigh Kanal nirkabel fading memiliki distribusi Rayleigh. Untuk membangkitkan kanal yang merepresentasikan redaman / path loss tersebut, xxxvi

digunakan Jakes fading simulator [9] yang umum digunakan. Hasil fading yang dibuat dari Jakes simulator dapat dilihat pada gambar 3.9. 10 5 Fading amplitude [db] 0-5 -10-15 -20 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 time x 0.67 msec Gambar 3. 9 Contoh fading untuk f d = 50 Hz (30 km/hr pada 1.8 GHz) [8] Untuk simulasi, digunakan parameter fungsi doppler bernilai 30 Hz (asumsi pergerakan dengan kecepatan 36 km/jam pada frekuensi 900 MHz [8] ). Karena lebar pita sinyal (900 MHz) lebih besar daripada frekuensi doppler (30 Hz), maka fading yang digunakan pada simulasi adalah fading yang frequency selective dan slow. Dipilih slow fading karena kebanyakan fading yang terjadi pada sistem komunikasi sekarang bersifat demikian, akibat tingginya frekuensi yang digunakan. Sebagai standar perbandingan kinerja tiap teknik estimasi kanal, digunakan pembanding berupa BER untuk sistem tanpa diversitas (SISO) kanal flat - flat fading dengan modulasi Binary Phase Shift Keying (BPSK) [11], yaitu: BER = 1 (1 2 Eb / N 0 1+ E / N b 0 ) (3.1) xxxvii

E b /N 0 adalah perbandingan antara energi dari sinyal data dibandingkan dengan rapat daya derau. Dalam simulasi percobaan, berbagai teknik estimasi kanal dilakukan pada sinyal pita dasar / baseband. Dari rumus E b /N 0 dapat ditentukan tegangan efektif derau (X no ) [12] : E N b Vp T = (3.2) 2 2T 0 no 2 2 p V no = (3.3) 1 2( E / N ) Dengan T merupakan perioda sebuah simbol. Diasumsikan bahwa energi transmisi setiap antena pengirim adalah ½ dari energi transmisi satu antena, b 0 dengan memberikan nilai V p (tegangan puncak dari sinyal baseband) tegangan puncak dari satu antena adalah 1V), maka: 1 V (nilai 2 no = 1 4( / N E b 0 ) 1 (3.4) 3.8 Daftar Program Tabel V Program yang digunakan pada simulasi Nama Fungsi Fungsi Nama Fungsi Fungsi alamouti.m Menghitung BER sistem Alamouti MLD.m Melakukan proses maximum likelihood detector pengenalan kanal sempurna NCE.m Menghitung BER sistem Alamouti tanpa estimasi kanal transmisialamouti.m Melakukan proses sistem Alamouti pengenalan kanal sempurna xxxviii

LMS.m Menghitung transmisinochannel. Melakukan proses BER sistem m sistem Alamouti Alamouti LMS tanpa estimasi kanal TDNN.m Menghitung alamoutilms.m Melakukan proses BER sistem sistem Alamouti Alamouti LMS TDNN oversampling.m Melakukan alamoutitdnn.m Melakukan proses oversampling sistem Alamouti pada baseband TDNN xxxix