BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari bahwa peran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemerintah sebagai fokus pendidikan nasional. sampai jenjang pendidikan tinggi. Dalam Peraturan Pemerintah No.

22. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan yang tercantum dalam undang-undang no 20 tahun 2003 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dilakukan secara

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD)

BAB I PENDAHULUAN. Nasional merumuskan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

7. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Di tengah-tengah kehidupan moderen dan pesatnya

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PAI MATERI PUASA MELALUI STRATEGI LEARNING TOURNAMENT

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS III SDN 01 PANDEYAN

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Gereja di dalam Dunia Dewasa Ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB - E)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

I. PENDAHULUAN. salah satu tujuan pembangunan di bidang pendidikan. antara lain: guru, siswa, sarana prasarana, strategi pembelajaran dan

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

17. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan aset masa depan yang menentukan maju

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Dasar (SD)

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki agar dapat hidup bermasyarakat dan memaknai hidupnya dengan nilai-nilai pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini peran dan fungsi pendidikan sekolah semakin penting dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa. lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. manusia Indonesia, yaitu manusia yang mampu berfikir tinggi dan kreatif,

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sarana yang paling utama untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

Oleh: Siti Halimah SD Negeri 01 Sembon, Karangrejo, Tulungagung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa serta

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembentukan kepribadian manusia Indonesia seutuhnya, diperlukan proses

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. di tingkat dasar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang

I. PENDAHULUAN. dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen) yang berbunyi Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan. Kualitas sumber

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNAGRAHITA

BAB I PENDAHULUAN. mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. pergaulan Pasar Bebas seperti GATT, WTO, AFTA dan pergaulan dunia yang

BAB.I. PENDAHULUAN. landasan moral, dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada.

BAB I PENDAHULUAN. Melalui pendidikan, setiap siswa difasilitasi, dibimbing dan dibina untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan sebagaimana dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Makna umum pendidikan adalah sebagai usaha manusia menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

Oleh: As ari SDN 3 Pringapus, Dongko, Trenggalek

BAB I PENDAHULUAN. demokratis, dan cerdas. Pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

BAB I PENDAHULUAN. tersebut ditujukan untuk membantu anak dalam menghadapi dan. dalam perkembangan anak (Suryosubroto, 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN No. 20 tahun 2003).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berbudi pekerti, dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. penentu kebijakan. Upaya peningkatan mutu pendidikan ini ditujukan untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari bahwa peran agama amat penting bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Pendidikan Agama di sekolah dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilainilai tersebut dalam kehidupan indivual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan. Hal tersebut sesuai dengan program pendidikan karakter yang saat ini sedang dicanangkan pemerintah sebagai fokus pendidikan nasional. 1

2 Pendidikan Agama Buddha (PAB) adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memperteguh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, serta peningkatan potensi spiritual sesuai dengan ajaran agama Buddha. Selanjutnya PAB bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : (1) mengembangkan keyakinan (Saddha) dan ketakwaan (Bhakti) kepada Tuhan YangMaha Esa, Tiratana, Para Bodhisattva dan Mahasattva, (2) mengembangkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia melalui peningkatanpelaksanaan moral (Sila), meditasi (Samadhi) dan kebijaksanaan (Panna) sesuaidengan Buddha Dharma (Agama Buddha), (3) mengembangkan manusia Indonesia yang memahami, menghayati, danmengamalkan/menerapkan Dharma sesuai dengan Ajaran Buddha yang terkandungdalam Kitab Suci Tipitaka/Tripitaka sehingga menjadi manusia yang bertanggungjawab sesuai dengan prinsip Dharma dalam kehidupan sehari-hari, dan, (4) memahami agama Buddha dan sejarah perkembangannya di Indonesia. Berdasarkan maksud dan tujuan PAB tersebut, PAB memiliki fungsi dan peran yang strategis dalam membentuk karakter, kepribadian, potensi spiritual, dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Namun kenyataan yang ada menunjukkan pembelajaran PAB khususnya di tingkat Sekolah Menengah Atas masih didominasi dengan pola klasik guru mata pelajaran PAB yang mengajarkan agama hanya sebatas rutinitas.

3 Sementara itu peserta didik hanya mengejar nilai dan bersama guru melupakan aplikasinya. Dengan alokasi jam pelajaran yang terbatas (2 jam pelajaran/minggu), PAB terkesan hanya mata pelajaran formalitas sementara Undang-Undang mengamanatkan fungsi dan perannya yang strategis. Walaupun sekolah meletakkan fondasi pendidikan karakter akan tetapi kenyataan dilapangan guru masih cenderung mempraktikkan school knowledge ketimbang menjadi action knowledge. School knowledgedanaction knowledge merupakan sebuah konsep belajar yang telah lama diperkenalkan oleh Douglas Barnes sejak tahun 1975. Deskripsi perbedaan school knowledge dan action knowledge (Barnes, 1977:79) pada tabel 1.1 Tabel 1.1 Perbedaan School Knowledge dan Action Knowledge Perbedaan School Knowledge dan Action Knowledge School Knowledge ( I ) Pengetahuan yang diperoleh di sekolah biasanyahanya diterapkan dan digunakan di sekolah Pengetahuan disajikan jadi bagi peserta didik. Peserta didik cukup untuk menjawab pertanyaan guru,mengerjakan latihan, dan mengerjakan ujian. Ilmu hanya sekedar diingat dan untuk ujian sekolah dan disesuaikan dengan keinginan guru. Action knowledge ( II ) Pengetahuan yang didapat bisa direalisasikan dikehidupan nyata. Tidak perlu learning by doing sebab learning by doing adalah menjadi salah satu bagian dari action knowledge. Ilmu itu tidak hanya diajarkan kepada peserta didik dengan ceramah, tetapi bagaimana ilmu dibangun dalam pikiran peserta didik melalui sebuah explorasi (penjelajahan). Manusia itu bisa menangkap ilmu karena punya pikiran, dan di dalam pikiran itu ada kecerdasan.

4 Peserta didik tidak memiliki ruang untuk menggambar dan mengarang sesuai dengan imajinasinya. Guru mengontrol materi pelajaran. Seolah-olah peserta didik hanya mengumpulkan saja ilmu-ilmu tersebut. Yang diharapkan dari peserta didik adalah berpikir original dari pengalaman kehidupannya, dengan demikian, setiap peserta didik memiliki pengetahuan yang berbeda. Belajar harus di kontekstualkan dengan masalah lingkungan, sehingga ilmu itu dapat diterapkan dalam kehidupan. Jika jarang digunakan kemungkinan pengetahuan atau ilmu tersebut dapat dilupakan. Sumber: Barnes, 1977:79 Dalam pelaksanan pembelajaran di kelas yang dilakukan selama ini, pembelajaran masih dilakukan dengan metode ekspositori atau ceramah. PAB disajikan dalam kerangka school knowledge. School knowledge adalah bentuk belajar formal. Bentuk belajar formal adalah kegiatan belajar yang bersifat sangat terstruktur, berbasis belajar dikelas, dan dirancang secara sistematis oleh sekolah. Umumnya guru sangat mengontrol dan terpusat pada materi pelajaran yang sudah disiapkan sebelumnya dimana peserta didik mengikuti kegiatan belajar secara terstruktur sesuai dengan kemauan guru. Materi pelajaran bersifat teoretis, abstrak dan berbasis textbook. Masalah pembelajaran yang monoton tersebut berdampak pada hasil belajar PAB yang belum sesuai dengan harapan. Peserta didik hanya menghafal materi belajar dan tidak menggunakan kemampuan berpikirnya dalam proses pembelajaran PAB.

5 Permasalahan dalam proses pembelajaran dewasa ini adalah kecenderungan bahwa para siswa hanya terbiasa menggunakan sebagian kecil saja dari potensinya atau kemampuan berpikirnya. Dikhawatirkan mereka menjadi malas untuk berpikir dan terbiasa malas berpikir mandiri. Kecenderungan ini sama saja dengan proses pemandulan dan sama sekali bukan proses pencerdasan. Para siswa dan juga gurunya masih terbiasa belajar dengan domain kognitif rendah. Oleh karena itu, metode berpikir dalam kegiatan mereka belajar pun belum menyentuh domain afektif dan kognitif yang diperlukan. Aspek lain berkenaan dengan konsep diri dan proses mengembangkan kemandirian dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku. Belajar berani berpikir objektif, apalagi berbeda dengan buku dan keterangan guru, berpikir logis atau kritis, dialogis dan argumentatif umumnya masih langka di sekolah-sekolah kita. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil dan proses pembelajaran dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar dapat berasal dari jasmani, psikologi, dan kelelahan, seperti : sikap, gender dan minat belajar siswa mata pelajaran. Sedangkan faktor ekstern yaitu faktor yang ada pada luar individu, dapat berasal dari keluarga, sekolah, masyarakat, salah-satu contohnya adalahkeadaan atau iklim kelas. Berkatian dengan faktor intern yang mempengaruhi hasil dan proses pembelajaran PAB, faktor gender atau jenis kelamin peserta didik merupakan salah-satu faktor utama yang sangat berpengaruh dalam pembelajaran PAB. Data hasil belajar PAB kelas XII selama 5 tahun terakhir

6 bahwa tidak ada perbedaan yang significant antara hasil belajar peserta didik laki-laki dan perempuan. Namun bila dikaitkan dengan sikap atau perilaku peserta didik selama di sekolah, data dari guru Bimbingan dan Penyuluhan (BP), menunjukkan peserta didik laki-laki yang berkasus di sekolah dalam 5 tahun terakhir terdapat 65%, sedangkan peserta didik perempuan yang berkasus hanya 35%. dalam Tabel 1.2. : Gambaran lengkap nilai murni hasil formatif untuk kelas XI tersaji Tabel 1.2. Nilai Rata-Rata PAB Kelas XI dalam 5 Tahun Terakhir di SMA Sultan Iskandar Muda dan SMA Brigjen Katamso Tahun Pelajaran Nilai Tertinggi SMA Sultan Iskandar Muda SMA Brigjen Katamso Nilai Terendah SMA Sultan Iskandar Muda SMA Brigjen Katamso L P L P L P L P 2009 75 75 70 77 60 65 63 65 2010 77 78 76 78 64 69 65 67 2011 78 76 75 75 68 65 67 69 2012 75 77 77 75 62 64 62 63 2013 79 79 78 77 61 64 64 65 Sumber : Daftar Kumpulan Nilai hasil Ujian Formatif agama Buddha Pembelajaran merupakan perpaduan antara kegiatan pengajaran yang dilakukan guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa.dalam kegiatan pembelajaran tersebut, terjadi interaksi antara siswa dengan siswa,

7 interaksi antara guru dan siswa, maupun interaksi antara siswa dengan sumber belajar.diharapkan dengan adanya interaksi tersebut, siswa dapat membangun pengetahuan secara aktif, pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, serta dapat memotivasi peserta didik sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan. Implikasi selanjutnya bahwa tugas seorang guru adalah memfasilitasi siswa agar dapat membangun pengetahuan. Guru diharapkan memiliki kebebasan berstrategi, untuk membangun kultur kelas (classroom culture) yang aman secara psikis dan fisik, sehingga mampu menambahkan keyakinan bagi para siswa pada berbagai tingkat kemampuan untuk melakukan pembelajaran PAB di dalam dirinya melalui kegiatan dan pengalaman belajar yang difasilitasi oleh guru. Anita dalam Cooperative Learning (2002), seperti dikutip Widyantini (2008:1) situasi dalam kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini, akan terbentuk suatu komunitas yang memungkinkan mereka untuk memahami proses belajar dan memahami satu sama lain. Untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik dalam pembelajaran, guru perlu mendorong peserta didik untuk terlibat aktif dalam diskusi, bertanya serta menjawab pertanyaan, berpikir secara kritis, menjelaskan setiap jawaban yang diberikan, serta mengajukan alasan untuk setiap jawaban yang diajukan. Salah satu strategi pembelajaran yang menekankan pada pengembangan kemampuan ketrampilan berpikir siswa adalah strategi pembelajaran inkuiri. Strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar

8 yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara matematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Kegiatan pembelajaran pendekatan ini memiliki dampak positif sebagaimana yang dikemukakan Bruner mengemukakan bahwa pencarian (inquiry) mengandung makna sebagai berikut: (1) dapat membangkitkan potensi intelektual siswa karena seseorang hanya dapat belajar dan mengembangkan pikirannya jika ia menggunakan potensi intelektualnya untuk berpikir; (2) siswa yang semula memperoleh extrinsic reward dalam keberhasilan belajar (mendapat nilai yang baik), dalam pendekatan inkuiri akan dapat memperoleh intrinsic reward (kepuasaan diri); (3) siswa dapat mempelajari heuristik (mengolah pesan atau informasi) dari penemuan diskoveri, artinya bahwa cara untuk mempelajari teknik penemuan ialah dengan jalan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengadakan penelitian sendiri; dan (4) dapat menyebabkan ingatan bertahan lama sampai internalisasi pada diri siswa. Untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal suatu kegiatan pembelajaran juga dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengenal dan memahami karakteristik siswa. DickL, Carey W& Carey (2005) mengatakan bahwa seorang guru hendaknya mampu untuk mengenal dan mengetahui karakteristik siswa, serta pemahaman yang baik terhadap karakteristik siswa, sebab pemahaman yang baik terhadap karakteristik siswa akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar siswa. Karena jika seorang guru dapat mengetahui karakteristik siswanya, maka selanjutnya guru dapat menyesuaikannya dengan strategi pembelajaran yang hendak digunakan.

9 Karakteristik siswa yang dominan menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah masalah gender atau jenis kelamin, yaitu perbedaan yang mendasar antara siswa yang berjenis kelamin laki-laki dan siswa yang berjenis kelamin perempuan. Strategi pembelajaran lainnya yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir siswa adalah strategi diskoveri. Strategi diskoveri adalah satu strategi penemuan yang berkembang dari berbagai gerakan pendidikan dan pemikiran yang mutakhir. Strategi ini lahir dari ketidakpuasan atas keformilan yang kosong dari isi sebagian besar pendidikan, terutama pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Reaksi terhadap keadaan ini adalah tumbuhnya apa yang biasa disebut belajar untuk dan dengan pemecahan masalah sebagai tujuan dan metode terpenting. Berdasarkan latar belakang di atas maka dipandang perlu dilakukan penelitian dengan judul Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Jenis Kelamin Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Pada Siswa SMA Swasta di Sunggal - Medan. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka perlu dibuat identifikasi permasalahan sebagai berikut : Bagaimana meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar PAB? Apakah strategi pembelajaran yang diterapkan guru dalam kegiatan pembelajaran PAB di kelas selama ini cukup efektif? Bagaimana hasil belajar PAB siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran inkuiri? Apakah ada pengaruh strategi pembelajaran inkuiri terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran

10 PAB? Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar PAB siswa? Bagaimana hasil belajar PAB siswa dibelajarkan dengan menggunakan strategi inkuiri? Bagaimanakah hasil belajar PAB siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan strategi diskoveri? Apakah hasil belajar PAB siswa yang dibelajar dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri lebih tinggi dengan hasil belajar PAB yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran diskoveri? Apakah pengaruh strategi pembelajaran inkuiri dan diskoveri terhadap jenis kelamin siswa? Adakah interaksi antara strategi pembelajaran dan jenis kelamin terhadap hasil belajar PAB siswa? C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas terlihat luasnya lingkup permasalahan, maka penelitian ini dibatasi pada penerapan strategi pembelajaran yang mempengaruhi hasil belajar siswa.strategi pembelajaran yang dipilih adalah strategi pembelajaran inkuiri dan strategi pembelajaran diskoveri. Bersamaan dengan itu diteliti juga pengaruh jenis kelamin siswa terhadap hasil belajar PAB siswa. Hasil belajar siswa dibatasi dengan ranah kognitif taksonomi Bloom dengan materi pada kelas XI Semester II (Genap) Tahun Ajaran 2013/2014. Penelitian ini berlangsung pada siswa kelas XI. D. Perumusan Masalah 1. Apakah hasil belajar PAB siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri akan lebih tinggi dari hasil belajar PAB siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran diskoveri?

11 2. Apakah hasil belajar PAB siswaperempuan lebihtinggi dari hasil belajar PAB siswa laki-laki? 3. Apakah ada interaksi antara strategi pembelajaran dan jenis kelamin dalam memberikan pengaruh terhadap hasil belajar PAB siswa? E. Tujuan Penelitian Adapun yag menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Hasil belajar PAB siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri lebih tinggi dari hasil belajar PAB siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran diskoveri. 2. Hasil belajar PAB siswa perempuan lebih tinggi dari hasil belajar PAB siswa laki-laki. 3. Interaksi antara strategi pembelajaran dan jenis kelamin dalam memberikan pengaruh terhadap hasil belajar PAB siswa. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis dan secara praktis. a. Manfaat Teoretis 1. Untuk menambah dan mengembangkan khasanah pengetahuan tentang strategi pembelajaran (inkuiri dan diskoveri) yang sesuai dengan tujuan, materi pelajaran, karakteristik siswa (gaya berpikir konkret dan abstrak) dan hasil belajar PAB.

12 2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran PAB. 3. Sebagai bahan referensi yang dapat digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh strategi pembelajaran terhadap hasil belajar PAB siswa. b. Manfaat Praktis 1. Sebagai sumbangan informasi bagi guru-guru, pengelola, pengembang, dan lembaga-lembaga pendidikan dalam menjawab dinamika kebutuhan siswa. 2. Sebagai umpan balik bagi guru PAB dalam upaya meningkatkan hasil belajar PAB melalui strategi pembelajaran inkuiri dan diskoveri. 3. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran PAB khususnya pada tingkat SMA.