BAB 1 PENDAHULUAN. diprediksikan terdapat peningkatan usia harapan hidup penduduk Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. makronutrien maupun mikronutrien yang dibutuhkan tubuh dan bila tidak

BAB I PENDAHULUAN. telah meningkatkan kualitas hidup manusia dan menjadikan rata-rata umur

BAB 1 PENDAHULUAN. menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan memperbaiki. diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur serta fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya angka kesakitan (morbidity) Usia Lanjut. Frailty. dalam managemen pasien geriatri. Frailty merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya angka harapan hidup penduduk adalah salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya asupan zat gizi yang akan menyebabkan gizi buruk, kurang energi

I. PENDAHULUAN. kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian (Setiati et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan pertumbuhan penduduk lansia yang sangat cepat terjadi pada abad 21.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa anak dan remaja adalah masa dimana manusia. mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang isi dari pendahuluan diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

@UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas dapat di definisikan sebagai kelebihan berat badan, yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. epidemi global dan harus segera ditangani. Saat ini prevalensi obesitas di

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. al., 2005). Berdasarkan laporan dari National Health and Nutrition Examination

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi

BAB I PENDAHULUAN. kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan.

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup ini mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, lima penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam lima tahun pertama kehidupannya (Hadi, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sangat susah ditanggulangi, sebagian besar berakhir dengan kematian

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal adalah organ vital yang berperan penting dalam mempertahankan

MENGENAL PARAMETER PENILAIAN PERTUMBUHAN FISIK PADA ANAK Oleh: dr. Kartika Ratna Pertiwi, M. Biomed. Sc

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

PERBEDAAN PENGGUNAAN INDEKS MEMBERIKAN PREVALENSI STATUS GIZI YG. BERBEDA.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malnutrisi semakin diketahui sebagai faktor. prosnosis penting yang dapat mempengaruhi keluaran

BAB I PENDAHULUAN. didalam tubuh. Kebutuhan zat gizi berkaitan erat dengan masa. perkembangan yang drastis. Remaja yang asupan gizinya terpenuhi

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, dan sekaligus menambah jumlah penduduk usia lanjut. Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kelahiran, penurunan kematian bayi dan peningkatan usia harapan hidup

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa dimana rawan kartilago yang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan gaya hidup. Sebagian besar dari aktivitas telah digantikan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sehingga terdapat kesepakatan umum bahwa inti dari kerapuhan yaitu meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Adanya keberhasilan dalam program kesehatan dan pembangunan. sosial ekonomi dapat dilihat dari peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH)

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi. persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Masa remaja adalah periode yang signifikan pada. pertumbuhan dan proses maturasi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan fisik dan mental serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kekurangan Energi Protein (KEP) di Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot

BAB I PENDAHULUAN. bidang lainnya yang telah memberikan kemudahan dan perubahan pada pola

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hidup (Padila, 2013). Menurut WHO Tahun (2011), meningkatnya usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. degeneratif atau osteoarthritis (OA). Sendi merupakan faktor penunjang yang

dan rendah serat yang menyebabkan pola makan yang tidak seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

BAB I PENDAHULUAN. cukup beragam. Menurut Soekirman (2000) definisi dari masalah gizi adalah

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan masukan dan pengeluaran asupan zat gizi. Asupan. ketiga zat gizi tersebut merupakan zat gizi makro yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dengan adanya usia harapan hidup yang semakin meningkat, jumlah penduduk berusia lanjut juga semakin meningkat. Menurut Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2010-2035 oleh Badan Pusat Statistik Tahun 2013, diprediksikan terdapat peningkatan usia harapan hidup penduduk Indonesia (pria dan wanita) dari 70,1 tahun pada periode 2010-2015 menjadi 72,2 tahun pada periode 2030-2035. Hal ini didukung dengan adanya peningkatan masyarakat yang berusia 65 tahun ke atas dari 5,0 persen menjadi 10,6 persen pada tahun 2010 (1). Meningkatnya jumlah penduduk berusia lanjut menyebabkan terjadinya pergeseran gerontologis dalam bidang kesehatan dan meningkatnya masalah kesehatan lansia sebagai akibat dari perubahan berbagai fungsi tubuh (2,3). Permasalahan kesehatan lansia berhubungan dengan diperlukannya kualitas hidup yang baik, mengingat tingginya peningkatan insiden penyakit kronis, antara lain penyakit degeneratif neurologis dan muskuloskeletal, serta berkurangnya kemampuan multisensori. Konsep yang dipakai untuk menggambarkan kualitas hidup yang baik adalah harapan hidup aktif (active life expectancy) yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas fungsional secara mandiri (3). Dalam hal ini, kemandirian fungsional merupakan suatu hal yang penting, sehingga seorang lansia mampu untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan, termasuk dalam hal mobilitas dan mampu untuk bergerak dari satu posisi ke posisi lain (duduk, berbaring, berdiri, dan sebagainya) tanpa 1

memperhatikan jarak antara titik awal dan akhir perpindahan. Tingkat kemandirian fungsional seseorang dipengaruhi secara bermakna oleh kemampuannya untuk ambulasi (bergerak dengan berjalan) (4). Untuk dapat melakukan ambulasi, diperlukan kekuatan ekstremitas yang baik, keseimbangan dan koordinasi, serta keterampilan kognitif. Pada penelitian yang dilakukan di Inggris oleh Melzer et all, 2005, didapatkan data bahwa gangguan mobilitas banyak ditemukan pada usia lanjut (5). Persentase pria dan wanita yang mengalami disabilitas mobilitas adalah 9% dan 8% pada usia 50-64; 17% dan 20% pada usia 65-74 tahun; dan pada usia diatas 80 tahun adalah 47% dan 36%. Iezzoni melaporkan adanya 9% dari usia lanjut antara 50-69 tahun di Amerika yang mengalami gangguan mobilitas sedang sampai berat. Hal ini berkaitan dengan keadaan sosiodemografik, gaya hidup dan ada tidaknya penyakit (5). Status nutrisi memiliki dampak utama terhadap timbulnya penyakit dan hendaya pada usia lanjut. Perubahan-perubahan pada lansia menyebabkan peningkatan kerentanan usia lanjut untuk terkena penyakit kronis, yang dapat dicegah atau diperlambat perjalanan penyakitnya antara lain dengan pemberian nutrisi yang adekuat (6). Kecenderungan pola diet saat ini di negara yang sedang berkembang adalah memiliki diet tinggi lemak yang semakin menambah risiko penyakit kronik. Namun, masalah kurang gizi pada lansia, antara lain: Kurang Energi Protein Kronis (KEP), anemia, dan kekurangan zat gizi mikro lain juga banyak ditemukan (8). Pada saat yang sama, perubahan sosial dan demografi menempatkan usia lanjut pada risiko ketidakamanan makanan dan malnutrisi (8). Masalah gizi yang sering terjadi pada lanjut usia yaitu masalah gizi berlebih (obesitas) dan masalah kurang gizi. Di Indonesia, angka kejadian masalah gizi 2

pada lansia cukup tinggi, sekitar 31% untuk masalah kurang gizi dan 1,8% untuk masalah gizi berlebih (7). Tingginya masalah gizi pada lansia memerlukan adanya skrining dan asesmen untuk mengetahui status gizi lansia dengan tujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat dicegah melalui pemberian nutrisi yang adekuat (9). Prevalensi malnutrisi meningkat seiring dengan timbulnya kelemahan dan ketergantungan fisik. Menurut Chevalier et all, 2008, malnutrisi berhubungan dengan penurunan kemampuan fisik (10). Dalam penelitiannya terdapat 13% pasien yang mengalami malnutrisi ringan, dan 6% pasien yang mengalami malnutrisi berat. Pasien dengan malnutrisi secara umum berusia lebih tua, memiliki kognisi yang buruk, BMI dan persentase lemak tubuh yang rendah (p<0,05). Pasien malnutrisi memiliki berat badan, otot dan massa lemak, serta ketebalan trisep lemak bawah kulit yang rendah (p<0,003). Mini Nutritional Assessment (MNA) yang digunakan pada penelitian Chevalier menemukan 53% pasien dengan risiko malnutrisi dan berkorelasi dengan kecepatan berjalan (gait speed) (r=0,26; p=0,001). Data yang dihimpun oleh Bannerman et all, 2002, pada lansia di Australia menunjukkan BMI diatas 30 kg m -2 atau lingkar pinggang diatas 102 cm (pada pria) dan 88 cm (pada wanita) dapat meningkatkan risiko gangguan mobilitas dan fungsi fisik. Massa tubuh yang berlebihan dapat mempercepat kerusakan sendi dan meningkatkan risiko osteoatritis, sehingga dapat menurunkan tingkat aktivitas fisik yang dapat menyebabkan peningkatan berat badan. BMI yang underweight atau kurang dari 22 kg m -2 berisiko menyebabkan limitasi saat menjalankan fungsi fisik sekitar 37% sampai 44%, tetapi kurang menunjukkan 3

efek pada mobilitas pada lansia pria berusia 70-93 tahun dan pada lansia wanita berusia 70-103 tahun. Peningkatan ketergantungan atau dependensi secara nyata terjadi pada lansia yang underweight dan overweight. Penurunan berat badan dalam waktu ke waktu dapat menyebabkan kerapuhan (fraility) dan meningkatkan kemungkinan adanya disabilitas sebagai akibat dari penurunan massa otot. Penurunan berat badan kurang dari 5% berhubungan dengan penurunan berat badan secara natural sebagai akibat dari adanya penuaan (11). Pada penelitian ini, kuisioner MNA dipilih untuk menentukan status gizi lansia karena mampu menilai gizi lansia secara keseluruhan, mulai dari pengukuran antropometrik, BMI, asupan makan setiap harinya, keadaan fisik dan psikologis lansia sampai pada penilaian lansia terhadap status gizi dan kesehatannya sendiri. Kemampuan mobilitas fungsional akan diketahui dengan melakukan Timed Up and Go Test (TUG Test), karena dapat menilai secara keseluruhan kemampuan berjalan (ambulasi), keseimbangan dan waktu yang digunaan untuk berjalan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya kaitan antara status gizi dengan kemampuan mobilitas fungsional lansia di Griya Usia Lanjut St. Yosef. Pada Griya Usia Lanjut St. Yosef terdapat 124 orang lansia, dengan 55 lansia pria dan 69 lansia wanita. Selain itu, karena pada Griya Usia Lanjut St. Yosef terdapat lansia yang mampu berjalan secara mandiri, maupun menggunakan alat bantu berjalan. Penelitian memungkinkan untuk dilakukan untuk melihat status gizi lansia yang menggunakan alat bantu berjalan, maupun yang dapat berjalan secara mandiri. m 4

1.2 Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara status gizi dengan kemampuan mobilitas fungsional lansia? 1.2 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Menganalis hubungan antara status gizi dengan kemampuan mobilitas fungsional lansia 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengukur status gizi lansia di Griya Usia Lanjut St. Yosef dengan Mini Nutritional Assessment (MNA) 2. Mengukur kemampuan mobilitas fungsional lansia di Griya Usia Lanjut St. Yosef dengan Timed Up and Go Test (TUG Test) 3. Mencari dan menganalisa hubungan antara status gizi dengan kemampuan mobilitas fungsional lansia di Griya Usia Lanjut St. Yosef 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Mengetahui hubungan antara status gizi (dengan menggunakan MNA) dengan kemampuan mobilitas fungsional lansia (dengan menggunakan Timed Up and Go Test / TUG Test) 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi praktisi kesehatan 1) Memberi masukan mengenai pentingnya dilakukan penilaian terhadap status gizi lansia dengan menggunakan MNA 5

2) Memberikan masukan mengenai pentingnya dilakukan TUG Test untuk menilai mobilitas fungsional lansia 2. Bagi institusi terkait yang diteliti 1) Memberikan informasi mengenai status gizi penghuni Griya Usia Lanjut St. Yosef 2) Memberikan informasi mengenai mobilitas fungsional penghuni Griya Usia Lanjut St. Yosef 3) Memberikan informasi mengenai ada tidaknya hubungan antara status gizi dengan mobilitas fungsional pada penghuni Griya Usia Lanjut St. Yosef 3. Bagi peneliti dan institusi kesehatan Sebagai dasar pengetahuan tentang kemampuan mobilitas fungsional lansia yang berkaitan dengan status gizinya untuk mengurangi terjadinya komorbiditas pada lansia 4. Bagi masyarakat 1) Agar masyarakat juga dapat memberi perhatian terhadap gizi anggota keluarga yang berusia lanjut 2) Sebagai tambahan informasi dan pengetahuan terhadap masyarakat mengenai terdapat atau tidaknya hubungan antara status gizi dengan kemampuan mobilitas fungsional lansia 3) Agar masyarakat mendapatkan tambahan informasi dan mengetahuan bahwa kemampuan mobilitas fungsional lansia mempengaruhi komorbiditas terhadap penyakit-penyakit v 6