ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN SEBELUM DAN SESUDAH DESENTRALISASI PBB MENJADI PBB-P2 PADA PEMERINTAH KOTA GORONTALO

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI PENERIMAAN PBB PASKA UU PDRD (UU NO 28 TAHUN 2009) ( Studi Kasus Diwilayah Kabupaten Sukoharjo ) NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan negara. Pajak. digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi

BAB I PENDAHULUAN. Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1 mendefinisikan pajak dengan

Albertus Adhika Manggala YB. Sigit Hutomo

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

Kini PBB Menjadi Pajak Daerah!

BAB I PENDAHULUAN. digolongkan menjadi penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

ANALISIS PERBEDAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERKOTAAN PERDESAAN (PBB-P2)

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. serta besarnya Penerimaan Asli Daerah (PAD) Kota Gorontalo selama periode Data

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bumi di Indonesia telah dilaksanakan sejak awal abad 19 ketika pulau

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 28 Tahun 2009 mulai 1 Januari 2010 Pajak Bumi dan Bangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

Disusun oleh: Anastasya Putri Lestari NPM:

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan atau mengadakan perubahan perubahan kearah keadaan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

EVALUASI REALISASI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KABUPATEN KLATEN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017 Website :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal. Pajak Bumi dan

BAB I PENDAHULUAN. berupa hasil kekayaan alam maupun iuran dari masyarakat. Salah satu bentuk. pembangunan dan pengeluaran pemerintahan.

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

EVALUASI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PASCA UU NO. 28 TAHUN 2009 TENTANG PDRD ( STUDI KASUS KABUPATEN SUKOHARJO)

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

Oleh Sunyoto, SE. MM. Ak. Ery Hidayanti, SE. MM. Ak. Dosen Program Studi Akuntansi STIE Widya Gama Lumajang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

PENGARUH DESENTRALISASI BPHTB TERHADAP PENERIMAAN DAERAH KABUPATEN BADUNG. Komang Yogi Wirasatya Made Yenni Latrini

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Ekstensifikasi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

EVALUASI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) SETELAH PENETAPAN UU NO

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Proses Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan dari Pemerintah Pusat ke Dinas Pendapatan Daerah Kota Malang. Oleh: Fitria Santika

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. 1. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset. a. Sejarah singkat DPPKAD Kabupaten Boyolali

KEVIN HENDRO. (Universitas Bina Nusantara) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN. langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah pajak yang dikenakan terhadap objek pajak berupa bumi dan/atau

MEY N.NAWAITU 1, ZULKIFLI BOOKIU 2, USMAN 3 Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan adanya sistem yang berlaku baik dari adat, budaya, agama,

BAB I PENDAHULUAN. menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB 5 PENUTUP. diambil kesimpulan bahwa pemungutan PBB sejak tahun 2008 sampai tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dipungut oleh daerah, Pajak Daerah menjadi salah satu sumber penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sebesar km². Dari total luas keseluruhan tersebut, sebesar

1 Universitas Bhayangkara Jaya

PENERAPAN BASIS AKRUAL PAJAK REKLAME DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN GORONTALO

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Belanja Negara (APBN), sumber pembiayaannya berasal dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Singkat DPPKAD Kabupaten Boyolali

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan pembangunan nasional tersebut. Pemerintah harus

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR : 51 TAHUN 2016 TENTANG

BAB V PENUTUP. 1. Perbandingan realisasi PBB-P2 Kota Padang dan Kota Bukittinggi. Sebelum dan Sesudah Menjadi Pajak Daerah

PERBANDINGAN TINGKAT EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK HIBURAN DINAS PENDAPATAN KOTA DENPASAR DAN KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

Kata Kunci: Tingkat Pemahaman, Pelatihan, Penerapan SAP Berbasis Akrual

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Berdirinya DPPKAD Karanganyar. Karanganyar yang berkedudukan sebagai Dinas Daerah. DPPKAD

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Karena pajak mempunyai fungsi sebagai budgetair yang

ABSTRAK ABSTRAK. Kata Kunci: penerimaan PPh terutang, pemeriksaan lengkap. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan dan cita-cita Negara Indonesia yang tercantum dalam. adalah untuk melaksanakan pembangunan yang dilakukan secara

BAB V PENUTUP. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan dan kenaikan

Transkripsi:

1

2 ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN SEBELUM DAN SESUDAH DESENTRALISASI PBB MENJADI PBB-P2 PADA PEMERINTAH KOTA GORONTALO NOVITA BOLOWANTU 1, NILAWATY YUSUF,SE,AK.,M.Si 2, AMIR LUKUM,S.Pd., MSA 3 Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo Novita Bolowantu, 921 411 215. Analisis Perbandingan Penerimaan Sebelum dan Sesudah Desentralisasi PBB Menjadi PBB-P2 Pada Pemerintah Kota Gorontalo. Skripsi. Program Studi S1 Akuntansi, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo. Di bawah bimbingan Ibu Nilawaty Yusuf, SE., Ak., M.Si dan Bapak Amir Lukum, S.Pd., MSA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penerimaan sebelum dan sesudah desentralisasi PBB menjadi PBB-P2 pada Pemerintah Kota Gorontalo Populasi dalam penelitian ini adalah laporan realisasi penerimaan PBB-P2 Kota Gorontalo. Sampel yang digunakan adalah laporan realisasi PBB-P2 selama periode 2009-2014. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui metode dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis t paired test atau uji statistik perbedaan antara periode sebelum dan sesudah desentralisasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan penerimaan PBB-P2 sebelum dan sesudah desentralisasi untuk nilai nominal. Berdasarkan data deskriptif bahwa rata-rata penerimaan PBB-P2 sebelum desentralisasi (dipungut oleh pusat) masih lebih besar dibandingkan setelah desentralisasi (dipungut oleh daerah). Kata kunci: penerimaan sebelum dan sesudah desentralisasi PBB menjadi PBB-P2. 1 Novita Bolowantu, Mahasiswa Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo 2 Nilawaty Yusuf, SE, Ak., M.Si, Dosen Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo 3 Amir Lukum S.Pd., MSA., Dosen Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo

3 PENDAHULUAN Pajak dikenakan atas bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan, biasanya disebut sebagai pajak bumi dan bangunan sektor pedesaan dan perkotaan (Perda Nomor 9 Tahun 2011:4). Mulai 1 Januari 2012 PBB-P2 telah resmi dialihkan menjadi pajak daerah hal ini ditandai dengan disahkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada tanggal 15 september 2009 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 januari 2011 maka tahun 2011 merupakan tahun terakhir bagi Pemerintah Pusat untuk mengelolah PBB-P2. Pengalihan tersebut dikarenakan pemungutan pajak dinilai lebih efektif jika diserahkan pada pemerintah daerah, sebab pemerintah daerah lebih memahami seluk beluk daerahnya sendiri dan mengetahui apa yang terbaik untuk daerahnya dan juga didukung dengan adanya hubungan antara pembayar pajak dengan penikmat pajak (Radjak, 2014:4). Dapat diambil kesimpulan bahwasannya dengan dialihkannya PBB-P2 yang awalnya pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat sekarang sudah menjadi pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yaitu dengan tujuan agar pemerintah daerah dapat meningkatkan realisasi penerimaan PBB-P2 lebih meningkatkan penerimaan dari target-target yang ditentukan, manfaatnya juga dapat dirasakan oleh daerah sendiri, pendapatan yang meningkat dapat mendorong pembangunan yang lebih baik dan dapat mengurangi tingkat kemiskinan daerah.

4 Gorontalo melakukan pengalihan pemungutan pada tahun 2012 dengan disahkannya Peraturan Daerah No 9 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan. Pada tahun 2011 pemungutan PBB-P2 tersebut masih dilakukan oleh pemerintah pusat namun penerimaannya dialihkan seluruhnya ke pemerintah daerah. Berikut adalah tabel target dan realisasi penerimaan PBB-P2 sebelum dan sesudah desentralisasi Periode 2011-2012 di Kota Gorontalo. Tabel 1: Penerimaan PBB-P2 Sebelum dan Sesudah dialihkan ke Pemda Kota Gorontalo TA. 2011-2012 (Jutaan Rupiah). Tahun Kota/Kecamatan Target Penerimaan Realisasi Penerimaan Presentase 2011 1. Kota Timur 2. Kota Selatan 3. Kota Utara 4. Kota Tengah 5. Kota Barat 6. Dungingi 2012 1. Kota timur 2. Kota Selatan 3. Kota Utara 4. Kota Tengah 5. Kota Barat 6. Dungingi Rp. 833.230.624 Rp.1.093.338.401 Rp. 829.717.080 Rp. 550.741.909 Rp. 248.790.647 Rp. 338.790.647 Rp. 685.400.724 Rp. 1.231.339.091 Rp. 543.217.863 Rp. 746.970.380 Rp. 255.358.655 Rp. 332.826.786 Rp. 491.316.893 Rp. 872.523.809 Rp. 540.975.850 Rp. 550.519.291 Rp. 191.671.468 Rp. 249.791.802 Rp. 536.359.796 Rp. 873.233.519 Rp. 314.452.471 Rp. 535.357.977 Rp. 192.495.611 Rp. 221.140.749 *Data Sementara Sumber: Data sebelum pengalihan di KPP Pratama Gorontalo, sesudah pengalihan di DPPKAD Kota Gorontalo 58,96% 79,80% 65,20% 99,95% 77,04% 73,73% 78,25% 70,91% 57,89% 71,67% 75,38% 66,44% Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat besarnya perbandingan penerimaan yang diterima pemerintah pusat dan daerah seperti penerimaan pada Kecamatan Kota Timur dan Kota Selatan mengalami sedikit peningkatan, tetapi pada empat Kecamatan Kota Utara, Kecamatan Kota Tengah, Kecamatan Kota Barat, dan

5 Kecamatan Dungingi mengalami penurunan setelah dialihkan ke Pemda khususnya pada Kecamatan Kota Utara perbandingan penurunan pendapatan yaitu sebesar Rp.226.523.379. Sehubungan dengan uraian di atas, peneliti ingin melakukan penelitian yang berjudul Analisis Perbandingan Penerimaan Sebelum dan Sesudah Desentralisasi PBB Menjadi PBB-P2 Pada Pemerintah Kota Gorontalo. KAJIAN PUSTAKA Konsep Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan Perkotaan (PBB-P2) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) memiliki dasar hukum antara lain Undang-Undang No. 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang No. 12 tahun 1994 (Mardiasmo, 2009:311), Keputusan Menteri Keuangan No. 523 /KMK.01/1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya NJOP Sebagai Dasar Pengenaan Pajak, UU No. 6 Tahun 1983 diperbaharui dengan UU No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, Peraturan Daerah Kota Gorontalo Nomor 9 Tahun 2010 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan. PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/ atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan (Perda No. 9 Tahun 2011: 4). Tarif PBB-P2 Tarif PBB-P2 yang ditetapkan di Kota Gorontalo berdasarkan Perda No.9 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan Perkotaan yaitu

6 sebesar 0,3%. Sebelum adanya pengalihan PBB P2 dari Pajak Pusat menjadi Pajak Daerah tarif PBB-P2 sebelumnya yaitu 0,5%. Adapun yang membedakan antara UU PBB sebelum pengalihan dan UU PDRD sesudah pengalihan yaitu dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Perbedaan PBB Perdesaan & Perkotaan pada UU PBB dan UU PDRD UU PBB UU PDRD Subjek Objek Tarif NJKP NJOPTKP PBB Terutang Orang atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasa dan/atau memanfaatkan atas bangunan (Pasal 4 ayat 1) Bumi dan/atau bangunan (Pasal 2) Sebesar 0,5% (Pasal 5) 20% s.d. 100% (PP 25 Tahun 2002 ditetapkan sebesar 20% atau 40%) (Pasal 6) Setinggi-tingginya Rp12 Juta (Pasal 3 ayat 1) Tarif x NJKP x (NJOP NJOPTKP) 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP), atau0,5% x 40% x (NJOP NJOPTKP) (Pasal 7) Sama (Pasal 78 ayat 1 & 2) Bumi dan/atau bangunan, kecuali kawasan usaha perhutanan, dan pertambangan. Paling tinggi 0,3 % (Pasal 77 ayat 1) Tidak dipergunakan (Pasal 80 ayat 1) Paling Rendah Rp10 Juta (Pasal 77 ayat 4) Tarif x (NJOP-NJOPTKP) Maksimal 0,3% x (NJOP- NJOPTKP) (Pasal 81) Sumber data: Materi Presentase DJP, 2011 Dasar Perhitungan PBB-P2 Dasar perhitungan yang digunakan untuk menghitung pajak terhutang adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Kena Pajak (Peraturan Pemerintah). Besarnya presentase NJKP yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional (Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2008:30).

7 Pembagian Hasil Penerimaan PBBB-P2 Hasil penerimaan PBB adalah dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat daerah yang berkepentingan, maka oleh sebab itu sebagian besar hasil PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Pasal 182 ayat 1, menentukan bahwa hasil penerimaan PBB merupakan penerimaan Negara yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan perimbangan sekurangkurangnya 90%. Tetapi setelah PBB-P2 dialihkan sesuai dengan ketentuan UU No. 28 tahun 2009 penerimaan PBB-P2 hanya untuk daerahnya masing-masing. Manfaat Pengalihan PBB-P2 Dengan pengalihan ini, penerimaan PBB-P2 akan sepenuhnya masuk ke pemerintah Kabupaten/Kota sehingga diharapkan mampu meningkatkan jumlah pendapatan asli daerah. Pada saat PBB-P2 dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota hanya mendapatkan bagian sebesar 64,8 %. Setelah pengalihan ini, semua pendapatan dari sektor PBB-P2 akan masuk ke dalam kas pemerintah daerah. Hipotesis Penelitian Sehubungan dengan penelitian ini maka hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini, yakni diduga terdapat perbedaan penerimaan sebelum dan sesudah desentralisasi PBB menjadi PBB-P2 pada Pemerintah Kota Gorontalo. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua variabel tidak bebas yaitu pajak bumi dan bangunan sebelum dan setelah

8 desentralisasi. Penelitian ini dilakukan di Kota Gorontalo, dengan pengambilan data sekunder yaitu target dan realisasi penerimaan yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo yaitu data PBB-P2 sebelum desentralisasi dan data target dan realisasi penerimaan PBB-P2 di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAP) Kota Gorontalo sesudah Desentralisasi. Data yang digunakan yakni dari tahun 2009-2014. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laporan realisasi penerimaan daerah di KPP Pratama Gorontalo yaitu tiga tahun (2009-2011) sebelum pengalihan dan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKAD) Kota Gorontalo yaitu tiga tahun (2012-2014) sesudah pengalihan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu keseluruhan dari semua populasi yaitu keseluruhan laporan realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan sektor pedesaan perkotaan, jumlah sampel keseluruhan yaitu 36 data. HASIL PENELITIAN Adapun statistik deskriptif dari variabel penelitian yakni deskripsi dari PBB-P2 sebelum dan setelah desentralisasi Kota Gorontalo yaitu sebagai berikut: Tabel 3: Statistik Deskriptif N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Nominal_PBB_Pusat Nominal_PBB_Daerah Valid N (Listwise) 18 18 18 181545153,0 186216773,0 111591071 937910956,0 499410231,3 496732257,7 273478020,7 289588775,2 Sumber: Pengolahan data SPSS 21, 2015 Berdasarkan data deskriptif terlihat bahwa pada saat sebelum desentralisasi (pemungutan PBB-P2 oleh Kantor Pajak) terlihat rata-ratanya lebih besar dibandingkan ketika setelah desentralisasi (Pemungutan PBB-P2 oleh Pemerintah Daerah). Untuk periode sebelum desentralisasi, rata-rata nilia nominal

9 PBB-P2 sebesar Rp. 499.410.231,1 sedangkan periode setelah desentralisasi memiliki rata-rata nilai nominal sebesar sebesar Rp. 496.732.257,7. Hal ini berarti bahwa dilihat dari nilai nominal pemungutan pajak oleh Kantor Pajak memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan pemungutan oleh daerah. Hal ini karena daerah belum maksimal dalam melakukan tindakan ekstensifikasi dan intensifikasi Pajak Bumi Bangunan. Tabel 4: Hasil Pengujian Normalitas Sumber: Data Olahan SPSS 21, 2015 Hasil analisis diatas menunjukkan nilai koefisien Kolmogorov Smirnov (KS) untuk variabel nominal PBB-P2 sebelum desentralisasi sebesar 0,648 dengan nilai signifikansi sebesar 0,796 dan untuk variabel nominal PBB-P2 sebesar 0,957 dengan signifikasni sebesar 0,319. Sedangkan nilai Z pada tingkat signifikansi 5% adalah sebesar 1.96. Karena nilai KS lebih kecil dari nilai Z tabel maka Ho diterima. Dapat pula dilihat bahwa signifikansi Kolmogorov Smirnov lebih besar dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai nominal PBB-P2 sebelum dan setelah denstralisasi yang diamati telah berdistribusi normal.

10 Tabel 5: Perbandingan Nilai Nominal PBB-P2 Sebelum dan Setelah Desentralisasi Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diperoleh nilai thitung untuk perbedaan rata-rata nilai nominal PBB-P2 sebelum dan setelah desntralisasi adalah sebesar 0,077 dengan nilai sig (2-tailed) sebesar 0,940. Sementara nilai ttabel dengan degree of fredoom (df) sebesar 17 yakni 2,109. Nilai thitung ini masih lebih kecil dibandingkan nilai ttabel dan nilai signifiknsi ini masih lebih besar dibandingkan dengan nilai alpha yang digunakan (0,05) sehingga Ho diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai nominal. PBB-P2 sebelum dan setelah desentralisasi pada Kota Gorontalo. PEMBAHASAN Berdasarkan pengujian hipotesis dengan Paired Samples t-test ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nominal PBB-P2 sebelum dengan setelah desentralisasi, hal tersebut karena nilai thitung pengujian lebih kecil dibandingkan dengan nilai ttabel. Hal ini mengindikasikan bahwa PBB-P2 Kota tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara PBB-P2 sebelum dan setelah adanya desentralisasi (pengalihan pajak Bumi Bangunan kepada Pemerintah Daerah).

11 Pengujian menunjukan bahwa penerimaan Pemerintah Daerah maupun Pemerintah pusat dari pengujian nominal PBB-P2 tidak memiliki perbedaan yang signifikan artinya pihak Pemerintah daerah telah mampu mencapai hasil-hasil pengelolaan seperti yang dicapai oleh Pemerintah Pusat melalui Kantor Pajak di masing-masing Provinsi. Namun jika dilihat dari nilai rata-rata terlihat bahwa rata-rata nominal PBB-P2 yang dipungut oleh Pemerintah Pusat lebih besar dibandingkan dengan Pemerintah daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa pihak Pemerintah daerah masih perlu melakukan pembenahan terkait cara pemungutan pajak PBB-P2, selain itu masih perlunya langkah konkrit oleh Pemerintah Daerah dalam mengelola PBB-P2 dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Intensifikasi pajak merupakan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek serta subjek pajak yang telahtercatat atau terdaftar dalam administrasi DJP. Tindakan ini terkait dengan mengidentifikasi masalah teknis pemungutan pajak. Teknik pemungutan pajak secara umum dilakukan dengan penyuluhan, dengan beragam cara dan melalui berbagai media. Secara khusus untuk wajib pajak tertentu, teknik ini berbentuk himbauan, konseling, penelitian, pemeriksaan dan bahkan penyidikan apabila terdapat indikasi adanya pelanggaran hukum. Sementara Ekstensifikasi pajak merupakan kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah Wajib Pajak terdaftar. Dimana masyarakat diberikan kesempatan untuk mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak (Aditama dan Nuzula, 2013). Hasil penelitian ini tentunya menggambarkan bahwa untuk Penerimaan PBB-P2, masih lebih baik ketika sebelum terjadi desentralisasi ketimbang setelah

12 adanya desentralisasi. Hal tersebut membuktikan bahwa perlunya tindakan maupun langkah-langkah koordinasi antara pihak Pemerintah Kota dengan pihak Pemerintah kecamatan maupun Pemerintah Desa yang merupakan unsur yang mengumpulkan dan melakukan pemungutan pajak PBB-P2. Hasil-hasil pengujian di atas, sangat jelas menggambarkan keadaan pajak PBB-P2. Adanya langkah yang baik serta dukungan dari masyarakat malalui sikap yang patuh dalam pembayaran pajak, akan berdampak pada makin baiknya penerimaan pajak daerah yakni PBB-P2. Sehingga Pemerintah daerah Kota Gorontalo dituntut untuk terus melakukan tindakan ekstensifikasi maupun intensifikasi dalam hal perpajakan terutama PBB-P2. Istilah pajak yang mengandung kata bersifat memaksa dalam Undang- Undang sebaiknya disosialisasikan kepada masyarakat dalam bentuk yang lebih baik. Sehingga masyarakat secara ikhlas akan meningkatkan kesadaran dan kepatuhan dalam pembayaran pajak terutama PBB-P2. Adanya ketidakpatuhan dari masyarakat karena adanya rasa tidak ingin repot (berdasarkan wawancara tidak terstruktur kepada bagian pengelola pendapatan). Sehingga bagi Pemerintah Daerah yang menangani pajak PBB-P2, kedepannya agar lebih agresif dalam penyediaan fasilitas pembayaran pajak PBB-P2 sehingga akan meningkatkan tingkat penerimaan PBB-P2 Kota Gorontalo. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sugiyono (2013) yang terkait pajak daerah namun judulnya yakni Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Reklame Dan Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Sebelum Dan Sesudah Pemekaran Daerah Pada Pemerintahan Kota Tangerang. Hasil

13 penelitiannya menemukan bahwa perbedaan penerimaan pajak reklame dan pajak penerangan jalan tidak signifikan terhadap pendapatan asli daerah (PAD) sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kota Tangerang. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan bahwa hasil pengujian hipotesis menemukan bahwa PBB- P2 Kota Gorontalo sebelum desentralisasi tidak memiliki perbedaan signifikan dibandingkan dengan PBB-P2 Kota Gorontalo setelah desentralisasi, dikarenakan nilai thitung lebih kecil dibandingkan nilai ttabel artinya Pemerintah Daerah sudah mampu mencapai hasil-hasil pengelolaan seperti yang dicapai oleh Pemerintah Pusat. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan yang telah diuraikan di atas, maka saran penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebaiknya pihak Pemerintah Kota Gorontalo melakukan tindakan-tindakan dan langkah konkrit berupa intensifikasi dan ekstensifikasi pajak terkait penerimaan PBB-P2. Serta perlunya sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya penerimaan pajak ini bagi daerah tingkat dua (Kabupaten/Kota) agar lebih bisa meningkatkan pendapatan daerah khususnya dari hasil PBB- P2. 2. Perlunya koordinasi antara Pemerintah Kabupaten Gorontalo dengan Pemerintah Kota Gorontalo terkait penerimaan PBB-P2.

14 DAFTAR PUSTAKA Aditama, dkk. 2013. Intensifikasi Pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan Di Wilayah Singosari. Skripsi. Universitas Brawijaya Mardiasmo, 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi. Peraturan Walikota Gorontalo Nomor 9 Tahun 2011. Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan. Radjak, Nurhayati (2014). Analisis Efektivitas Pemungutan BPHTB dan Pengaruhnya Terhadap Pajak Daerah Kota Gorontalo. Skripsi. Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo. Direktorat Jenderal Pajak, 2012. Pengalihan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan (Pbb-P2) Sebagai Pajak Daerah. http://www.pajak.go.id/content/pengalihan-pbb-perdesaan-dan-perkotaan. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono, Ikhwan. 2013. Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Reklame Dan Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Sebelum Dan Sesudah Pemekaran Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Tangerang. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.