BAB II KAJIAN PUSTAKA. memiliki keinginan selain hanya memaksimalkan kekayaan pemegang saham.

dokumen-dokumen yang mirip
akibatnya dapat menghambat tingkat pertumbuhan perusahaan (rate of growth)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini berjudul Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman Employee

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling (1976)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh invesment opportunity

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. termasuk ke dalam jenis penelitian hypothesis testing karena tujuan dari penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian dalam menentukan kebijakan hutang telah banyak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang meningkat dalam suatu periode, menuntut pihak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saham (principal) dengan manajer (agent). Pemegang saham memberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. konflik kepentingan antara prinsipal dan agen, kontrak yang tidak lengkap, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. investasi dan deviden terhadap nilai pemegang saham. Kajian teorinya sebagai berikut:

Penelitian tentang Pengaruh Aliran Kas Bebas Dan Keputusan. Pendanaan Terhadap Nilai Pemegang Saham Dengan Set Kesempatan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Tujuan utama suatu perusahaan menurut theory of the firm adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. satunya adalah dengan berinvestasi. Investasi adalah penanaman modal untuk satu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kondisi perusahaan dicerminkan dari Laporan Keuangan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Kepercayaan investor terhadap perusahaan yang sudah go

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan dividen perusahaan memiliki peranan yang penting dalam menentukan nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal mengalami perkembangan yang cukup pesat dari waktu ke

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Struktur pendanaan merupakan indikasi bagaimana perusahaan membiayai

BAB I PENDAHULUAN. karena bagi para investor dividen merupakan return (tingkat pengembalian) atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memaksilalkan nilai perusahaan. Teori sinyal menunjukkan adanya asimetri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan didirikan tentunya mempunyai tujuan yang jelas.

BAB I PENDAHULUAN. kas kepada para pemegang sahamnya (Grinblatt dan Titman, ). Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. maka para investor atau pemilik perusahaan menyerahkan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan perusahaan dalam jangka panjang adalah memaksimalkan nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh stock..., Rahma Mieta 1 Mulia, FE UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang pengaruh profitabilitas, arus kas bebas, dan investment

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BUY BACK SAHAM SEBAGAI SEBUAH ALTERNATIF KEBIJAKAN. Ana Mufidah 1 Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perusahaan adalah suatu organisasi yang didirikan oleh perseorangan atau

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari setiap perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaannya

DAFTAR ISI Halaman. DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix DAFTAR ISTILAH... x

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen keuangan dalam sebuah perusahaan bertujuan untuk

II. LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan dividen adalah kebijakan yang dilakukan untuk menentukan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. implikasi pada persaingan antarperusahaan. Untuk itu, sebagai pelaku dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. variabel pengembalian yang akan menentukan nilai saham bagi pemilik dan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dananya. Dana yang diperoleh dari

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai pengaruh free cash flow, leverage, payout, undervalue, dan size terhadap

BAB I PENDAHULUAN. melimpahkan kepada pihak lain yaitu manajer sehingga menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Salah satu kebijakan yang utama untuk memaksimalisasi keuntungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah lembar

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan yang kekurangan modal atau memiliki modal yang terbatas,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian dari struktur keuangan dimana struktur keuangan mencerminkan kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. orientation) maupun organisasi yang tidak berorentasi pada laba (non-profit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. atau laba yang sebesar-besarnya yang mengandung konsep bahwa perusahaan harus

BAB 1 PENDAHULUAN. keputusan pendanaan perusahaan. Secara definisi, kebijakan dividen (dividend

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pemegang sahamnya dengan cara memaksimalkan pendapatan investor.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tagihan, cicilan hutang berikut bunganya, pajak, dan juga belanja modal (capital

BAB I PENDAHULUAN. modal sangatlah penting didapatkan dari sumber-sumber keuangan, baik dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. baik berupa pendapatan dividen (dividend yield) maupun pendapatan dari selisih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. antara manajer ( agent) sebagai pengelola dengan pemegang saham ( principal)

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas pasar modal. Pasar modal menurut Bursa Efek Indonesia merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saham merupakan instrumen keuangan yang paling diminati. masyarakat dan populer untuk diperjualbelikan di pasar modal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hutang. Hutang adalah kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penunjukan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan

BAB II KAJIAN TEORI. dividen non kas (Mahmud M Hanafi, 2014:361). Dividen kas (cash dividend)

BAB I PENDAHULUAN. Rasio pembayaran dividen atau dividend payout ratio merupakan persentase

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang penting pada sebagian besar perusahaan besar yakni potensi UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dividen (dividend policy). Keputusan pembagian dividen seringkali menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kebijakan dividen (Brigham dan Houston 2011:211), yaitu : perusahaan. Teori MM berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. keputusan, yaitu keputusan pendanaan dan keputusan investasi. Keputusan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. adalah pihak yang menjalankan dan mengendalikan jalannya perusahaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membutuhkan beberapa teori yang mendasarinya, antara lain:

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. oleh Wibowo dan Rossieta, (2009:31), yang mengacu pada pemenuhan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kalah baik dari pelaku usaha pendahulunya. Hal ini mendorong para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan membuat persaingan di dunia usaha semakin ketat. Pada era

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saham dan akan diinvestasikan kembali atau ditahan di dalam perusahaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian sebelumnya. Berikut ini uraian beberapa penelitian terdahulu beserta

BAB I PENDAHULUAN. dipicu oleh fenomena gagal bayar subprime mortgage bertransformasi menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu hal yang dapat menunjukkan trend negatif dalam pergerakan saham

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Brigham dan Houston (2007) isyarat atau signal adalah suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Wolk et al. (2001) dalam Thiono (2006:4), teori sinyal (signaling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Signal merupakan suatu hal yang dilakukan manajemen perusahaan bertujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah nilai pendapatan bersih atau net income setelah pajak yang dikurangi

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Agensi Perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan dan memaksimalkan nilai dari perusahaan tersebut yang tercermin dalam harga saham perusahaan yang bersangkutan, namun sebagai seorang manager mereka juga memiliki keinginan selain hanya memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Seorang manager juga ingin memaksimalkan kekayaan pribadi yang dapat menimbulkan terjadinya konflik kepentingan yang potensial. Konflik kepentingan potensial yang dapat terjadi antara manager dengan pemegang saham disebut sebagai agency theory. Konflik kepentingan di antara pihak manager dan pemangku kepentingan dapat terjadi karena adanya pemisahan antara manager dengan pemegang saham dan adanya ketidakmampuan pemegang saham dalam mengambil keputusan bisnis sehingga semua keputusan diambil oleh manager. Agency problem terjadi karena manager mementingkan dirinya sendiri sebagai seorang agent dan mengesampingkan kepentingan pemegang saham sebagai seorang principal. Agency problem juga dapat disebabkan karena pemegang saham sulit memastikan kebenaran return yang mereka dapat atas modal yang mereka investasikan. Terdapat 2 tujuan teori agensi yaitu untuk meningkatkan kemampuan principal dan agen untuk mengevaluasi lingkungan dimana suatu keputusan harus diambil (the belief revision role) dan untuk mengevaluasi hasil keputusan yang

telah diambil supaya dapat memudahkan pengalokasian hasil tersebut antara principal dengan agen (the performance evaluation role). 2.1.2. Teori Sinyal Weston (2004) menyatakan bahwa buyback stock atau share repurchase merupakan sebuah tindakan perusahaan publik yang membeli sahamnya sendiri baik melalui proses tender offer dan open market. Dalam metode tender offer, perusahaan mengumumkan kepada seluruh pemegang saham bahwa perusahaan akan membeli kembali beberapa lembar sahamnya pada harga dan periode tertentu yang telah ditetapkan. Metode open market, perusahaan membeli kembali saham perusahaannya dengan jumlah yang relatif lebih kecil, pembelian kembali dilakukan melalui broker dengan pembayaran komisi pada tingkat normal dan pembelian pada harga pasar (tidak ada premium yang dibayarkan). Dittmar (2000) mengatakan bahwa perusahaan melakukan buyback ketika perusahaan mengalami kelebihan free cash flow. Ketika perusahaan mengalami kelebihan free cash flow perusahaan dapat melakukan buyback karena kebijakan tersebut dapat mengoptimalkan tingkat free cash flow perusahaan dan menghindari akses managerial, selain itu Dittmar juga mengatakan bahwa perusahaan melakukan buyback saat saham mengalami undervaluation dan hal tersebut memberi sinyal ke pasar bahwa suatu saat harga saham tersebut akan naik sesuai dengan nilai riilnya. Buyback juga dilakukan untuk mencegah pengambilalihan oleh perusahaan lain. Kebijakan perusahaan untuk membeli saham yang telah beredar di publik sebenarnya juga memberikan sinyal bahwa saham bernilai undervalue dan suatu saat nilai saham tersebut akan naik kembali

sesuai dengan nilai riilnya. Rasbrant (2011) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan harga saham adalah adanya penurunan kepercayaan investor terhadap kinerja perusahaan. Badrinath dan Varaiya (dalam Yarram, 2014) mengelompokkan motivasi yang mendasari program buyback yang dilakukan perusahaan menjadi lima kelompok, yaitu untuk meningkatkan harga saham, mengubah struktur modal, sebagai substitusi pembayaran dividen, mencegah pelemahan pendapatan dan mengembalikan kelebihan arus kas kepada shareholders. Li dan McNally (2007) menyatakan bahwa perusahaan melakukan buyback untuk mendapatkan abnormal return dari program pengumuman buyback tersebut. Berdasarkan ketentuan Corporation Act (2001), terdapat 5 jenis buyback yang diperbolehkan, antara lain: 1) open market buybacks or on-market repurchases 2) selective or private buybacks 3) equal access or tender-offer buybacks 4) employee share buybacks 5) odd-lot buybacks Signalling Theory menjelaskan bahwa perusahaan memutuskan untuk melakukan program buyback karena ingin memberitahukan kepada publik bahwa di masa mendatang profitabilitas perusahaan akan lebih tinggi daripada profitabilitas yang diharapkan oleh pasar dan akan terdapat peningkatan kinerja operasi perusahaan di masa yang akan datang. Jagannathan dan Stephen (2000) menyebutkan bahwa information signalling hypothesis memiliki dua bentuk dasar, pertama yang biasa disebut dengan earnings signalling hypothesis. Earnings signalling hypothesis berpendapat bahwa pengumuman buyback

memberikan sinyal mengenai adanya penambahan yang tidak terduga atas pendapatan perusahaan di masa yang akan datang. Kedua, stock repurchase memberikan sinyal kepada para pemegang saham bahwa saham perusahaan mengalami undervaluation tanpa diikuti dengan adanya kenaikan pendapatan perusahaan di masa yang akan datang. Comment dan Jarrel (1991) menyebutkan bahwa perusahaan melakukan buyback ketika nilai sahamnya undervalue. Adanya information signalling hypothesis merupakan akibat dari pasar yang tidak efisien sehingga muncul asimetri informasi yang menyebabkan tidak semua informasi perusahaan diketahui oleh pasar. Melalui buyback, perusahaan yang mengetahui kondisi perusahaan secara keseluruhan memberikan informasi kepada pasar atau para pemegang sahamnya untuk meyakinkan bahwa saham perusahaan memiliki nilai intrinsik yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasarnya. 2.2. Ukuran Perusahaan Dittmar (2000) menyatakan bahwa ukuran perusahaan adalah suatu skala untuk menentukan besar kecilnya perusahaan dengan berbagai cara antara lain: total aktiva, nilai pasar saham, total penjualan dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan dibagi menjadi 3, yaitu: perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium size) dan perusahaan kecil (small firm). Vermaelen (1981) menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan buyback ditandai dengan adanya tingkat asimetri informasi yang tinggi. Asimetri informasi lebih sering terjadi di perusahaan kecil karena pelaporan informasi di perusahaan kecil tidak didukung

oleh analis yang handal dan kurang adanya informasi yang beredar di pasar mengenai perusahaan tersebut. 2.3. Leverage Leverage adalah tingkat utang yang digunakan dalam sebuah struktur modal perusahaan. Leverage diukur menggunakan debt to total asset ratio. Semakin besar tingkat leverage maka semakin besar pula risiko financial distress perusahaan, yakni ketidak cukupan dana perusahaan untuk melunasi bunga dan pokok pinjaman yang sudah jatuh tempo. Welch (2011) mengatakan bahwa leverage adalah sensitivitas nilai kepemilikan ekuitas yang berhubungan dengan nilai yang mendasari suatu perusahaan. Semakin tinggi nilai leverage perusahaan maka besar asset perusahaan yang dibiayai dari utang, namun semakin kecil tingkat leverage maka semakin kecil pula asset perusahaan yang dibiayai oleh utang. 2.4. Free Cash Flow Free cash flow merupakan jumlah arus kas perusahaan yang dapat digunakan untuk membeli kembali saham atau hanya untuk meningkatkan likuiditas perusahaan. Jensen (1986) mengartikan free cash flow sebagai cash flow berlebih yang dibutuhkan untuk mendanai semua projek yang memiliki Net Present Value (NPV) positif. Brigham dan Daves (2006) menyatakan bahwa free cash flow (FCF) merupakan arus kas yang tersedia untuk didistribusikan pada para investor setelah perusahaan melakukan semua kegiatan investasi dalam aset yang telah ditetapkan dan modal kerja utama untuk mempertahankan operasi yang sedang berlangsung. John, et al (2003) dalam hasil penelitiannya menyatakan

bahwa free cash flow merupakan penggerak utama yang mempengaruhi pengambilan keputusan buyback dalam sebuah perusahaan. 2.5. Undervaluation Li et al (2007) menyatakan bahwa undervaluation merupakan kondisi dimana saham perusahaan dinilai terlalu rendah dibandingkan dengan nilai bukunya. Hal ini tercermin dalam nilai market to book yang rendah. Dittmar (2000) menyatakan bahwa undervaluation terjadi karena adanya asimetri informasi antara perusahaan dengan pemegang saham sehingga terbentuklah harga saham yang tidak sesuai dengan nilai riilnya. Ardana, et al (2013) menyatakan bahwa penilaian saham yang terlalu rendah mencerminkan nilai perusahaan dipersepsikan terlalu rendah oleh para investor. Manajemen perusahaan sangat berkepentingan untuk menjaga agar nilai perusahaan tidak menurun. Yarram (2014) menyatakan bahwa undervaluation adalah suatu motif untuk melakukan buyback saham suatu perusahaan dengan cara mengirimkan sinyal ke pasar dengan maksud untuk meningkatkan valuasi saham perusahaan 2.6. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan melakukan buyback telah diteliti sebelumnya. Penelitian tersebut antara lain:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penulis dan Tahun 1 Yarram (2014) 2 Rasbrant (2011) 3 Li dan McNally (2007) Judul Variabel Hasil Factors Influencing On-market Share Repurchase Decisions in Australia The Price Impact of Open Market Share Repurchases The information content of Canadian open market repurchase announcements Size, free cash flow, changes in cash flow, ratio of earnings to price, leverage, dividend payout, franking proportion, takeover, ESOP, board size, board independence, CEO duality Market capitalization, nilai book-to-market, ESOP, abnormal return dari h-20 sampai h-1, jumlah saham yang akan di buyback Free cash flow, excess debt, dividend yield, market-to-book Size dan board independence mempengaruhi keputusan buyback. Pengumuman program buyback oleh board of director berhubungan dengan abnormal return yang terjadi dalam 2 hari. Perusahaan melakukan program buyback jika memiliki kelebihan free cash flow 4 El Houcine (2013) 5 Lee, Hsieh dan Peng (2005) Ownership Structure and Stock Repurchase Policy : Evidence from France Why Do Reits Engage in Open- Market Repurchase? Kepemilikan institusional, kepemilikan managerial, ukuran, kewajiban, free cash flow, ROA, dividen Funds from operation, debt-to-asset ratio, market-to-book-ratio, firm size, growth Terdapat pengaruh antara kepemilikan institusional dengan pembelian kembali saham perusahaan yang dibuktikan dengan adanya pendistribusian FCF dengan cara buyback yang sudah diedarkan sebagai cara untuk mengontrol manager dan membatasi penggunaan FCF yang tersedia. REIT membiayai buyback dengan penerbitan utang baru dan atau menjual asset dan investasi. Motivasi

6 Aharoni, et al (2011) 7 Dittmar (2000) 8 Jansson dan Olaison (2010) The Payout Policy of Australian Firms : Dividends, Repurchases and Soft Substitution Why Do Firms Repurchase Stock? The Effect of Corporate Governance on Stock Repurchases: Evidence from Sweden Repurchase, dividend earnings ratio, firm size, BM, the ratio of cash to total assets, ROA dan change in earnings cashflow, kas, marketto-book, payout, ukuran, return, leverage, takeover, opsi saham. Leverage, dividend, valuation, threats FCF, firm take-over REIT untuk melakukan buyback adalah karena adanya opsi saham yang dimiliki karyawan dan kepemilikan saham REIT sebagian besar dimiliki oleh institusional yang cenderung untuk melakukan buyback daripada pembagian dividen. Penelitian ini mendukung argumen soft substitution yaitu perusahaan yang melakukan buyback pada periode ini akan menaikkan dividennya di periode mendatang, begitu juga sebaliknya. Kebijakan buyback merupakan suatu sinyal bahwa perusahaan mengalami undervaluation. Perusahaan melakukan buyback untuk memperoleh keuntungan dari femomena undervalue, pada periode tersebut perusahaan harus mendistribusikan kelebihan kasnya. Buyback tidak mensubstitusikan kebijakan pembaian dividen. Perusahaan melakukan buyback untuk mengubah rasio leverage, menghindari adanya pengambilalihan dan efek dilusi dari opsi saham Perusahaan dengan tata kelola tradisional Swedia lebih tangguh terhadap kebijakan buyback. Perusahaan melakukan buyback untuk mengubah leverage ke tingkat yang optimal. Dividen berkorelasi positif dengan buyback sehingga keduanya tidak saling menyubstitusikan.

9 Mufidah (2011) Stock Repurchase dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya FCF, undervaluation dan leverage FCF, undervaluation dan leverage berpengaruh terhadap dilaksanakannya buyback. Variable FCF berpengaruh secara parsial terhadap buyback, sedangkan variabel undervaluation dan leverage tidak berpengaruh secara parsial terhadap buyback karena perusahaan yang melakukan buyback tidak berada pada kondisi undervaluation saat melakukan buyback. Perusahaan memiliki kemampuan untuk menggunakan dana internal. 10 Ardana dan Rasyid (2013) Stock Undervaluation, Debt to Assets Ratio dan Cash Flow untuk Memprediksi Stock Repurchase pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI Periode 2002-2009 Stock undervaluation, debt to asset ratio dan cash flow Hasil pengujian menunjukkan bahwa Stock Undervaluation, Debt to Assets Ratio, dan Cashflow perusahaan publik yang terdaftar di BEI, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama tidak dapat digunakan untuk memprediksi stock repurchase.

2.7. Kerangka Pemikiran Penelitian Dari uraian yang telah dijelaskan diatas, maka dapat disusun kerangka konseptual penelitian sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Variabel Independen Variabel Dependen Ukuran Perusahaan Leverage Free Cash Flow Undervaluation H1 (+) H2(-) H3(+) H4(-) KEPUTUSAN BUYBACK 2.8. Hipotesis 2.8.1. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Keputusan Buyback Hipotesis ini didasarkan pada pemikiran bahwa telah terjadi asimetri informasi dan agency cost yang disebabkan oleh ukuran perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa biaya agensi dapat disebabkan karena adanya asimetri informasi antara manager dengan pemegang saham. Namun Yarram (2014) mengatakan bahwa ketika perusahaan besar memiliki biaya agensi yang besar, hal tersebut disebabkan karena adanya pelaporan informasi yang lebih lanjut secara periodik yang dapat mengurangi adanya asimetri informasi, sehingga disimpulkan bahwa perusahaan besar melakukan buyback untuk menyelesaikan konflik keagenan antara manager dengan pemegang saham. Semakin kecil ukuran

perusahaan maka konflik keagenan yang muncul juga semakin besar sehingga perusahaan akan melakukan buyback sebagai cara untuk mengatasi konflik keagenan tersebut, namun kebijakan tersebut sulit dilakukan oleh perusahaan kecil karena terbatasnya sumber daya yang dimiliki perusahaan. Akibat terbatasnya sumber daya yang dimiliki tersebut maka kebijakan buyback ditangkap oleh investor sebagai sinyal bahwa perusahaan tersebut adalah perusahaan besar. Yarram (2014) menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap keputusan buyback di suatu perusahaan. H1: Terdapat pengaruh positif antara ukuran perusahaan dengan keputusan perusahaan untuk melakukan buyback. 2.8.2. Pengaruh Leverage terhadap Keputusan Buyback Hipotesis ini diturunkan karena buyback dapat meningkatkan leverage perusahaan. Pada saat perusahaan melakukan buyback maka nilai ekuitas perusahaan akan menurun sehingga rasio leverage perusahaan akan meningkat. Perusahaan yang memiliki tingkat leverage tinggi memberikan sinyal bahwa perusahaan sangat bergantung pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya sedangkan perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang rendah menandakan bahwa perusahaan lebih banyak menggunakan modalnya sendiri untuk membiayai asetnya sehingga saat perusahaan melakukan kebijakan buyback, salah satu motif yang mendasarinya adalah keinginan perusahaan untuk memberikan sinyal bahwa perusahaan akan meningkatkan leverage supaya struktur modal perusahaan bisa optimal.

Mitchell dan Dharmawan (2007) menemukan bukti yang mendukung hipotesis struktur modal pada aktivitas pembelian kembali di Australia. Mereka menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara leverage dengan keputusan untuk melakukan buyback karena perusahaan menargetkan struktur modal yang optimal sehingga diperlukan kebijakan untuk melakukan buyback supaya proporsi ekuitas menurun. Dittmar (2000) menyatakan bahwa perusahaan lebih memilih untuk melakukan buyback jika rasio leverage di bawah angka yang ditargetkan supaya dapat mencapai struktur modal yang optimal, semakin rendah tingkat leverage maka perusahaan akan cenderung melakukan buyback supaya tingkat leverage meningkat dan untuk mengoptimalkan struktur modal. Jansson dan Olaison (2010) menyatakan bahwa perusahaan melakukan pembelian kembali untuk meningkatkan leverage ketika tidak terdapat pemangku kepentingan yang bersifat dominan sehingga tingkat leverage perusahaan menjadi optimal. H2: Terdapat pengaruh negatif antara leverage dengan keputusan perusahaan untuk melakukan buyback 2.8.3. Pengaruh Free Cash Flow terhadap Keputusan Buyback Hipotesis free cash flow didasarkan pada berkembangnya ide bahwa perusahaan lebih baik menginvestasikan kelebihan kasnya dalam bentuk investasi saham perusahaan tersebut jika memang tidak terdapat jenis investasi yang bisa menghasilkan return yang diharapkan (Jensen, 1986). Perusahaan yang memiliki kas lebih besar dari kebutuhannya bisa menyebabkan terjadinya konflik keagenan antara manajer dengan pemegang saham. Konflik keagenan tersebut terjadi karena perusahaan dapat menginvestasikan kas tersebut dalam suatu investasi yang dapat

mengurangi nilai perusahaan. Jansen (1986) menyatakan bahwa salah satu cara untuk dapat menyelesaikan konflik keagenan tersebut adalah dengan cara meminimalisasi jumlah kas yang dimiliki perusahaan supaya bisa mengontrol keputusan manajer dan cara untuk mengurangi kas perusahaan tersebut adalah dengan melakukan buyback. Perusahaan yang melakukan buyback akan memberikan sinyal kepada investor bahwa perusahaan telah melakukan investasi atas saham perusahaan yang beredar dengan free cash flow yang dimiliki. Penelitian Dittmar (2000) menyatakan bahwa cashflow dapat digunakan untuk memprediksi stock repurchase. Li dan McNally (2007) juga menyatakan bahwa free cash flow yang besar adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan untuk melakukan pembelian kembali saham oleh perusahaan. Brown dan Norman (2010) menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan buyback di Australia merupakan perusahaan yang memiliki kelebihan kas. Doan et al (2011) juga menyatakan bahwa buyback dilakukan untuk mendistribusikan peningkatan cash flow yang diperoleh suatu perusahaan. H3: Terdapat pengaruh positif antara free cash flow dengan keputusan perusahaan untuk melakukan buyback 2.8.4. Pengaruh Undervaluation terhadap Keputusan Buyback Hipotesis ini didasarkan pada pemikiran bahwa telah terjadi asimetri informasi antara manajemen dengan perusahaan. Asimetri informasi tersebut menyebabkan perusahaan mengalami misvalued. Ketika perusahaan mengetahui bahwa sahamnya mengalami undervalue, perusahaan mengirimkan sinyal ke pasar atau pemegang saham melalui adanya kebijakan buyback. Pada saat

perusahaan melakukan buyback maka akan terjadi transfer kekayaan dari pemegang saham yang menjual sahamnya kepada manajemen dan pemegang saham lainnya yang tidak menjual sahamnya. Akibat dari adanya kebijakan buyback tersebut, harga saham perusahaan akan meningkat sehingga dapat memperbaiki misvalue yang terjadi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Li dan McNally (2007) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki nilai rasio market to book rendah cenderung lebih menyukai untuk melaksanakan stock repurchase, selain itu mereka juga berpendapat bahwa perusahaan yang memiliki free cash flow yang besar juga memiliki kecenderungan untuk melaksanakan stock repurchase. H4: Terdapat pengaruh negatif antara undervaluation dengan keputusan perusahaan untuk melakukan buyback